• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERDAYAAN SARANA PRASARANA PASCAPANEN TANAMAN DAUN DAN BUNGA POTONG

1. Latar Belakang

Pemasaran daun dan bunga potong di Indonesia cenderung dilakukan pada malam hari dengan tujuan untuk mengurangi terjadinya pelayuan akibat terik matahari. Agar bisa dilakukan tidak hanya pada malam hari, dibutuhkan tempat pemasaran daun dan bunga potong atau produk florikultura lainnya dengan sistem dan tempat yang baik sehingga mutu produk tetap terjaga baik sampai ke konsumen. Sehubungan dengan itu, Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura telah membuat tempat pemasaran produk florikultura yang disebut outlet berpendingin dengan solar cell sebagai sumber energi listriknya yang berlokasi di Kota Bandung pada tahun 2013 dan di Kota Semarang pada tahun 2014.

Outlet berpendingin dengan solar cell berfungsi sebagai outlet penjualan/show window produk florikultura baik tanaman daun dan bunga potong maupun tanaman pot dan lansekap. Dengan hadirnya outlet ini di tengah masyarakat perkotaan, diharapkan produk florikultura dapat dengan mudah dijangkau oleh konsumen dengan ketersediaan produk yang lebih variatif, kreatif, mutu yang tinggi serta kontinyu. Oleh karena itu, perlu dilaksanakan pemberdayaan outlet berpendingin agar outlet tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal khususnya dalam menyediakan produk florikultura sesuai selera pasar/konsumen. Pemberdayaan outlet berpendingin dapat dilakukan antara lain melalui pengaturan pasokan produk florikultura, penataan display yang menarik, dan menampilkan kreativitas/ekonomi kreatif dari produk florikultura, berupa rangkaian, bunga kering dan lain-lain.

Laporan Tahunan Satuan Kerja Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun Anggaran 2015 338 Dalam rangka menjamin kontinyuitas ketersediaan produk, perlu dilakukan penataan pasokan/supply produk florikultura dari daerah sentra produksi ke outlet. Untuk itu, diadakan pertemuan kemitraan antara pengelola outlet berpendingin dengan petani/poktan/gapoktan/Balai Benih Induk setempat baik dari sekitar outlet maupun dari daerah sentra florikultura lainnya.

2. Tujuan dan Sasaran 2.1. Tujuan

a. Melaksanakan Pemberdayaan Sarana Prasarana Pascapanen Daun dan Bunga Potong (outlet berpendingin dengan soalr cell) dengan melakukan koordinasi pemanfaatan dan pengelolaan outlet berpendingin.

b. Menata rencana pasokan produk florikultura yang bermutu, variatif, kreatif dan kontinyu, serta sesuai dengan selera pasar/konsumen dari daerah sentra produksi ke outlet berpendingin.

2.2. Sasaran

a. Terkoordinasinya pemanfaatan dan outlet berpendingin secara efektif.

b. Tertatanya rencana pasokan produk florikultura yang bermutu, variatif, kreatif dan kontinyu, serta sesuai dengan selera pasar/konsumen dari daerah sentra produksi ke outlet berpendingin.

3. Masukan/Input

3.1. Anggaran sebesar Rp. 56.388.000,-

3.2. Realisasi Keuangan sebesar Rp. 56.180.000,- 3.3. Informasi Teknologi : Data dan Informasi Teknis 3.4. SDM

4. Pelaksanaan Kegiatan

4.1. Menyediakan konsumsi pemberdayaan sarana dan prasarana pascapanen daun dan bunga potong

4.2. Memberikan honor kepada narasumber pakar/praktisi. 4.3. Memberikan honor kepada moderator.

4.4. Melaksanakan perjalanan dalam rangka pemberdayaan sarana prasarana pascapanen daun dan bunga potong.

4.5. Memberikan penggantian transport pemberdayaan sarana dan prasarana pascapanen daun dan bunga potong

Laporan Tahunan Satuan Kerja Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun Anggaran 2015 339 5. Keluaran/Output

5.1. Terlaksananya penyediakan konsumsi sebanyak 2 (dua) kali dalam rangka pemberdayaan sarana dan prasarana pascapanen daun dan bunga potong di Bandung Barat dan Kota Semarang.

5.2. Tersedianya honor kepada narasumber pakar/praktisi pada kegiatan:

a. Pemberdayaan Sarana Prasarana Pascapanen Daun dan Bunga Potong (outlet berpendingin dengan solar cell) di Kota Semarang pada tanggal 8 – 11 September 2015.

b. Pemberdayaan Sarana Prasarana Pascapanen Daun dan Bunga Potong (outlet berpendingin dengan solar cell) di Bandung Barat pada tanggal 25 Nopember 2015.

5.3. Tersedianya honor kepada moderator pada kegiatan:

a. Pemberdayaan Sarana Prasarana Pascapanen Daun dan Bunga Potong (outlet berpendingin dengan solar cell) di Kota Semarang pada tanggal 8 – 11 September 2015.

b. Pemberdayaan Sarana Prasarana Pascapanen Daun dan Bunga Potong (outlet berpendingin dengan solar cell) di Bandung Barat pada tanggal 25 Nopember 2015.

5.4. Terlaksananya perjalanan dalam rangka pemberdayaan sarana prasarana pascapanen daun dan bunga potong sebanyak 2 (dua) OP ke Kota Semarang dan 2 (dua) OP ke Bandung Barat.

5.5. Terlaksananya pemberikan penggantian transport kepada peserta kegiatan pemberdayaan sarana dan prasarana pascapanen daun dan bunga potong di Kota Semarang dan Bandung Barat.

Adapun kegiatan tersebut sebagai berikut: 1. Kegiatan di Kota Semarang

a. Dilaksanakan pada tanggal 8 – 11 September 2015 b. Bertempat di Kota Semarang, Jawa Tengah

c. Dihadiri oleh 30 orang peserta.

d. Kegiatan Pemberdayaan Sarana Prasarana Pascapanen Daun dan Bunga Potong (outlet berpendingin dengan soalr cell) dihadiri oleh 30 peserta antara lain pelaku usaha florikultura di Kota Semarang dan sekitarnya, Petugas Dinas Pertanian Kota Semarang, Petugas Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Tengah dan Petugas Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura.

Laporan Tahunan Satuan Kerja Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun Anggaran 2015 340 e. Materi :

- Sambutan Kepala Dinas Pertanian Kota Semarang

- Potensi dan Produksi Tanaman Daun dan Bunga Potong di Propinsi Jawa Tengah

- Optimalisasi Pemanfaatan Outlet Berpendingin dengan Solar Cell dalam Meningkatkan Pemasaran Daun dan Bunga Potong

f. Narasumber :

- Ir. WP. Rusdiana, MP (Kepala Dinas Pertanian Kota Semarang)

- Ir. Endang NW, MM (Kabid Hortikultura Dinas Pertanian Kota Semarang) - Ir. Sumantri (Kabid Hortikultura Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi

Jawa Tengah) g. Hasil :

1. Outlet berpendingin dengan solar cell merupakan outlet penjualan/show window produk florikultura baik tanaman daun dan bunga potong maupun tanaman pot dan lansekap dengan menggunakan solar cell sebagai pengganti energi listrik.

2. Guna mengoptimalkan keberadaan outlet berpendingin dalam menyediakan produk florikultura sesuai selera pasar/konsumen maka perlu dilakukan pemberdayaan outlet berpendingin, antara lain : melalui pengaturan pasokan produk florikultura, penataan display yang menarik, dan menampilkan kreativitas/ekonomi kreatif dari produk florikultura, berupa rangkaian, bunga kering dan lain-lain.

3. Pengelolaan outlet berpendingin akan dilakukan oleh pihak ketiga melalui kerjasama pemanfaatan dengan proses lelang. Hal ini mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 Junto PP No. 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

4. Beberapa kendala dalam pengembangan florikultura antara lain :

 Keragaman mutu dan standar produk yang dihasilkan

 Kesinambungan produksi terkait harga jual

 Penerapan Standar Operasional Produksi (SOP) belum dilaksanakan

secara optimal

 Kebijakan dan program yang masih banyak kendala dalam

mengimplementasikannya.

5. Program pengembangan florikultura di Propinsi Jawa Tengah antara lain

adalah; pengembangan kawasan, bimbingan teknis, penguatan

perbenihan, budidaya berbasis SOP/GAP, registrasi, kemitraan

Laporan Tahunan Satuan Kerja Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun Anggaran 2015 341 6. Beberapa komoditas florikultura utama yang mempunyai nilai ekonomis di

Propinsi Jawa Tengah antara lain :

 Melati, adapun daerah sentra melati di Jawa Tengah adalah ; Kab.

Batang (Kec. Batang, Kendeman, Tulis, Subah, Bandar, dan Gringsing), Kab. Pemalang (Kec. Ulujami, Petarukan), Kab. Pekalongan (Wonokerto), dan Kab. Tegal (Kramat, Suradadi, Warureja)

 Sedap Malam, daerah sentranya di Jawa Tengah adalah ; Kab.

Magelang (Grabag), Kab. Semarang (Ambarawa)

 Anggrek, adapun daerah sentra anggrek di Jawa Tengah adalah ; Kota

Semarang (Kec. Gunung Pati, Mijen, Ngaliyan, Tugu, Candi Sari, Gayamsari, Pedurungan, Geruk, Tembalang, Bayumanik, dan Gajah Mungkur).

 Leatherleaf fern, daerah sentra leatherleaf fern di Jawa Tengah adalah;

Kab. Magelang, Kab. Wonosobo, Kab, Semarang, dan Kab. Boyolali. 7. Tujuan dari penataan penataan Suplly Chain Management adalah

mengelola proses secara efisien dengan memperkirakan permintaan, mengendalikan persediaan, meningkatkan jaringan hubungan bisnis dan menerima respon atau status hubungan.

8. Beberapa manfaat dari penataan Suplly Chain Management adalah:

 Pelaksanaan proses produk yang lebih cepat dan akurat

 Pengurangan tingkat persediaan

 Waktu yang lebih cepat untuk mencapai pasar/konsumen

 Biaya transaksi dan bahan lain lebih rendah

 Menjaga hubungan strategis antara pengusaha, pemasok dan

pengguna.

9. Dalam rangka untuk meningkatkan pemasaran produk florikultura khususnya daun dan bunga potong di Propinsi Jawa Tengah, telah dibangun outlet berpendingin dengan solar cell di Kota Semarang menggunakan dana APBN 2014. Pemanfaatan dan pengelolaan outlet berpendingin saat ini masih dilakukan Dinas Pertanian Kota Semarang bekerjasama dengan pelaku usaha tanaman hias.

Laporan Tahunan Satuan Kerja Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun Anggaran 2015 342 2. Kegiatan di Kabupaten Bandung Barat

a. Dilaksanakan pada tanggal 25 Nopember 2015 b. Bertempat di Kabupaten Bandung Barat

c. Dihadiri oleh 30 orang peserta.

d. Kegiatan Pemberdayaan Sarana Prasarana Pascapanen Daun dan Bunga Potong (outlet berpendingin dengan soalr cell) dihadiri oleh 30 peserta antara lain pelaku usaha florikultura di Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Bandung, Petugas Dinas Pertanian Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Bandung, Petugas Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat, POPT Propinsi Jawa Barat, BP3 Cisarua, BP3 Parongpong dan Petugas Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura.

e. Materi :

- Sambutan Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan

Kabupaten Bandung Barat

- Potensi dan Produksi Tanaman Daun dan Bunga Potong di Propinsi

Jawa Barat

- Penanganan Pascapanen Daun dan Bunga Potong

f. Narasumber :

- Ir. Alit Rukmana mewakili Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan dan

Kehutanan Kabupaten Bandung Barat

- Adang, SP,MP mewakili Kepala Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat

- Ir. Diyosi Exva, M.Si. (Kasubdit Pascapanen Tanaman Daun dan Bunga

Potong) g. Hasil :

1. Outlet berpendingin dengan solar cell dibangun di daerah perkotaan yang lokasinya strategis. Hadirnya outlet ini di tengah masyarakat perkotaan, diharapkan produk florikultura dapat dengan mudah dijangkau oleh konsumen dengan ketersediaan produk yang lebih variatif, kreatif, mutu yang tinggi serta kontinyu. Saat ini telah dibangun dua outlet berpendingin, yaitu di Kota Bandung pada tahun 2013 dan Kota Semarang pada tahun 2014.

2. Dalam rangka menjamin kontinyuitas ketersediaan produk ke outlet

berpendingin, perlu dilakukan penataan pasokan/supply produk

florikultura dari daerah sentra produksi ke outlet. Untuk itu perlu adanya kerjasama yang harmonis antara pemasok produk dengan pengelola outlet berpendingin. Selain itu, perlu peran aktif dari pihak pemerintah

Laporan Tahunan Satuan Kerja Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun Anggaran 2015 343 daerah terkait agar kerjasama kedua belah pihak tersebut dapat berjalan dengan efektif.

3. Outlet berpendingin di Kota Bandung sampai saat ini belum beroperasi secara optimal, hal ini karena beberapa hal yaitu diantaranya:

a. Kendala penetapan pengelola outlet berpendingin dimana

rencananya akan dilakukan oleh pihak ketiga melalui kerjasama pemanfaatan dengan proses lelang. Hal ini mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 Junto PP No. 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

b. Lokasi outlet berpedingin tidak strategis karena jauh dari pusat keramaian dan tidak ada lahan parkir yang luas. Walikota Bandung berencana akan memindahkan lokasi outlet berpendingin ke Pasir Langu sehingga fungsi dari outlet berpendingin dapat berjalan sebagaimana mestinya.

4. Provinsi Jawa Barat merupakan pemasok utama sekitar 80% ke Pasar Bunga Rawa Belong. Potensi pengembangan tanaman florikultura di Provinsi Jawa Barat sangat tinggi. Daerah pengembangan florikultura di wilayah Provinsi Jawa Barat antara lain Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor. Berdasarkan data BPS pada tahun 2014, produksi krisan di Provinsi Jawa Barat tertinggi di antara komoditas lainnya yaitu mencapai 209.259.026 pohon.

5. Beberapa kendala dalam pengembangan florikultura di Provinsi Jawa Barat antara lain :

 Kemampuan dan keterampilan SDM yang berkualitas masih terbatas.

 Teknologi yang memadai relatif belum tersedia

 Pengetahuan petani mengenai informasi jenis tanaman florikultura

yang memiliki prospek untuk ekspor, mutu produk dan informasi pasar masih lemah.

 Skala usaha perorangan masih skala kecil.

 Modal usaha dan bunga pinjaman cukup tinggi.

 Biaya pengiriman keluar negeri masih sangat tinggi dan proses

legalisasi ekspor/impor memerlukan proses yang lama.

 Kemampuan kelompok tani dalam merencanakan jaminan mutu

masih kurang.

6. Strategi yang dilakukan dalam pengembangan tanaman florikultura di Provinsi Jawa Barat, yaitu:

Laporan Tahunan Satuan Kerja Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun Anggaran 2015 344

 Meningkatkan kualitas SDM.

 Pemanfaatan SDA secara optimal dan berwawasan lingkungan.

 Penerapan teknologi GAP dan lokal spesifik, tepat guna yang

berorientasi peningkatan produktivitas, efisiensi, mutu dan

keunggulan sesuai tuntutan pasar.

 Perbaikan kelembagaan usaha dan sistem agribisnis melalui

pengembangan manajemen usaha.

 Pemasyarakatan penggunaan benih unggul bermutu.

7. Hadirnya outlet berpendingin dapat memfasilitasi petani/pelaku usaha florikultura dalam memberikan informasi terkini mengenai produk florikultura yang dibutuhkan oleh konsumen secara cepat, informasi harga, dan informasi lainnya terkait florikultura. Dengan adanya infomasi yang tersedia secara berkala diharapkan dapat memberikan kemudahan petani/pelaku usaha florikultura dalam mengakses pasar. Selain itu, tujuan dari penataan rantai pasokan florikultura ke outlet dapat tercapai yaitu efisiensi proses jual beli dengan memperkirakan permintaan, mengendalikan persediaan, meningkatkan jaringan hubungan bisnis dan menerima respon atau status hubungan.

8. Gapoktan Boemi Nursery yang berlokasi di Jl. Manoko No 11 RT 01 RW 03 Desa Cikahuripan, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat yang diketuai oleh Bapak Deden Rachmat siap mendukung dalam penyediaan produk florikultura ke Outlet Berpendingin. Kelompok tani yang tergabung dalam gapoktan tersebut memproduksi berbagai macam produk florikultura terutama krisan, gerbera dan peacock.

6. Hasil/Outcome

6.1. Keberadaan outlet berpendingin dengan solar cell dapat menjadi sarana penjualan produk florikultura segar dan mudah dijangkau oleh masyarakat perkotaan.

6.2. Pelaku usaha florikultura dapat memanfaatkan outlet berpendingin sebagai sarana promosi yang efektif.

7. Manfaat/Benefit

Petani/pelaku usaha maupun masyarakat konsumen dapat memanfaatkan keberadaan outlet berpendingin secara efektif sehingga daya saing produk florikultur outlet berpendingin meningkat.

Laporan Tahunan Satuan Kerja Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun Anggaran 2015 345 8. Dampak/Impact

Berkembangnya tanaman florikultura di dalam negeri.

9. Kesimpulan dan Saran 9.1. Kesimpulan

Sarana prasarana pascapanen daun dan bunga potong berupa outlet berpendingin dengan solar cell merupakan salah satu sarana yang solutif dan efektif dalam memasarkan produk-produk florikultura di daerah perkotaan.

9.2. Saran

a. Untuk lebih mengoptimalkan pengelolaan outlet berpedingin di Kota Semarang akan dilakukan pertemuan dan rapat koordinasi dengan melibatkan semua stakeholder tanaman hias (petani, pedagang, florist, event organizer, dekorator dan petani) se-Propinsi Jawa Tengah khususnya daekhususnya daerah sentra florikultura. Kegiatan ini akan difasilitasi oleh Dinas Pertanian Kota Semarang.

b. Guna mengoptimalkan pemanfaatan outlet berpendingin di Kota Bandung akan dilakukan pembahasan oleh pemerintah Kota Bandung dan pemerintah pusat terkait rencana untuk memindahkan lokasi outlet berpendingin ke lokasi yang lebih strategis.

Laporan Tahunan Satuan Kerja Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun Anggaran 2015 346 PENINGKATAN KAPASITAS KAMPUNG FLORI DALAM RANGKA PENGUATAN GREEN CITY

1. Latar Belakang

Usaha tanaman hias dapat memberikan kontribusi yang besar bagi perekonomian nasional. Berbagai upaya pengembangan tanaman hias perlu dilakukan misalnya melalui promosi dalam negeri, penguatan kelembagaan melalui kampung flori serta melakukan upaya fasilitasi menciptakan kampung flori. Dalam rangka mewujudkan kampung flori yang kuat, maka perlu melakukan survei tentang potensi daerah sentra florikultura, profil pelaku usaha florikultura, dan rantai pasokan florikultura. Konsekuensi logis dari kemajuan ekonomi dan pendidikan masyarakat adalah kesadaran akan pentingnya mutu produk yang akan dibelinya.

Semenjak 3 tahun belakangan ini, Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura-Kementerian Pertanian bekerjasama dengan Ditjen Penataan Ruang-Florikultura-Kementerian PU yang memiliki Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) dengan program Green City dan Kampung Flori. Program tersebut membutuhkan banyak pasokan tanaman hias yang melibatkan peran serta masyarakt dan pelaku usaha florikultura, baik grower, suplier atau pedagang tanaman hias, kontraktor pertanaman/lansekap maupun decorator. Keberadaan program ini merupakan peluang pasar lokal bagi pelaku usaha tanaman hias. Sejak adanya perubahan struktur organisasi Kementerian PU, maka tahun 2015 ini, kerjasama terhenti untuk sementara waktu sampai menunggu adanya struktur organisasi yang membawahi program P2KH ini. Namun, Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura tetap melaksanakan pembinaan sebagai upaya dukungan terhadap peluang pasar tanaman hias.

Aspek budidaya dan pascapanen tanaman hias masih memerlukan penguatan kelembagaan terutama dalam hal pendataan nursery (pedagang tanaman hias kecil-kecil) melalui kegiatan koordinasi, pendataan tanaman, pelatihan dan pengelolaan pascapanennya. Guna mendukung langkah kebijakan, baik pada level birokrasi maupun praktisi maka pengembangan usaha tanaman hias, harus didukung dengan data dan informasi yang berkualitas dan bersifat komprehensif. Untuk itu diperlukan upaya untuk menata sistem pengumpulan dan pengukuran data yang diperlukan. Pada saat ini kesulitan yang dihadapi adalah pendataan nursery yang berpotensi yang mau bergabung dalam nursery terintegrasi (dalam kampung flori). Dengan adanya konsorsium yaitu gabungan masyarakat/petani, peneliti, pengusaha dan pelayan publik

Laporan Tahunan Satuan Kerja Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun Anggaran 2015 347 (MP3) maka konsorsium diharapkan mampu mengintegrasikan dan mencari opsi pemecahan masalah secara bertahap agar diperoleh data yang lebih konkrit.

Lemahnya sistem informasi dalam menyediakan data secara lebih akurat disebabkan oleh rendahnya mutu data atau informasi tanaman hias sehingga menyulitkan upaya-upaya yang terkait dengan penentuan kebijakan pengembangan agribisnis maupun keputusan pemilihan investasi yang dilakukan oleh swasta. Sejalan dengan hal tersebut baik jenis informasi maupun manajemen pengelolaannya perlu dikelola sedemikian rupa untuk berkembangnya industri tanaman hias.

Berdasarkan hal tersebut Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura perlu melakukan workshop Pemberdayaan Kapasitas Kampung Flori dalam Rangka Penguatan Green City yang dapat dijadikan acuan oleh berbagai pihak dalam hal pengembangan florikultura di Indonesia.

2. Tujuan dan Sasaran 2.1. Tujuan

a. Mengembangkan koordinasi antar stake holder melalui sistem informasi tanaman hias.

b. Menggali potensi florikultura Indonesia agar dikenal dan disukai masyarakat dalam negeri maupun luar negeri.

c. Memberdayakan nursery/kampung florikultura dan perbanyakan produk florikultura

2.2. Sasaran

Dapat dilakukannya perbaikan sistim informasi untuk beberapa kawasan Kampung Florikultura guna memenuhi perkembangan kebutuhan operasional usaha tanaman hias dan kebutuhan informasi investasi usaha tanaman hias jangka panjang. 3. Masukan/Input 3.1. Anggaran sebesar Rp.84.900.000,- 3.2. Informasi 3.3. Sumberdaya Manusia 4. Pelaksanaan Kegiatan

Laporan Tahunan Satuan Kerja Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun Anggaran 2015 348 4.1. Belanja Barang Untuk Persediaan Barang Konsumsi

ATK dan Bahan komputer 4.2. Belanja Jasa Profesi

a. Honor Narasumber/pakar/praktisi b. Honor narasumber eselon II

c. Honor narasumber eselon III kebawah d. Honor Moderator

4.3. Belanja Perjalanan Dinas Paket Meeting Luar Kota

a. Biaya paket meeting pemberdayaan kapasitas kampung flori dalam rangka penguatan green city

b. Biaya perjalanan pemberdayaan kapasitas kampung flori dalam rangka penguatan green city

5. Keluaran/Output

Kegiatan Peningkatan Kapasitas Kampung Flori Dalam Rangka Penguatan Green City ini dilaksanakan pada tanggal 9-11 September 2015 di Bahtera Hotel-Pelni Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Peserta yang hadir dalam kegiatan ini adalah Petugas Dinas Pertanian yang merupakan daerah sentra produksi florikultura dan kelompok tani tanaman hias dari Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan), serta staf dari Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura. Dengan narasumber dalam pertemuan ini adalah Rocky dari Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR, Iwan Usmaun dari Universitas Trisakti, Nizar Nasrullah dari Institut Pertanian Bogor, Arin N. Setiawan dari IALI PC Bogor, serta petani yang bergerak di bidang florikultura dari Kota Tangerang dan Kabupaten Bogor. Adapun hasil dari pertemuan Peningkatan Kapasitas Kampung Flori Dalam Rangka Penguatan Green City ini adalah sebagai berikut :

1. “Kampung Flori” merupakan suatu kawasan dimana terdapat kelompok

masyarakat/petani yang menekuni usaha agribisnis tanaman hias secara konsisten. Kampung flori merupakan konsep pemberdayaan pelaku usaha kelompok tani/asosiasi dalam rangka pengembangan florikultura sebagai stock in place penyedia elemen pengembangan Kota Hijau (Green City dan P2KH).

2. Kegiatan ini jika dijalankan dengan baik dan serius dapat memberdayakan petani

tanaman hias, karena peluang pasar tanaman hias baik tanaman hias daun, bunga potong maupun anggrek sangat baik. Peluang pasar lokal dan internasional masih terbuka lebar. Margin keuntungan tanaman hias cukup menjanjikan dibandingkan komoditas pertanian lainnya.

Laporan Tahunan Satuan Kerja Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun Anggaran 2015 349

3. Sebagai implementasi dari program kampung flori dan penyediaan ruang terbuka

hijau minimal 30% pada setiap wilayah sesuai amanat UU No 26 Th 2007, maka kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan di beberapa kota atau kabupaten di Indonesia adalah program agrotechno park di Kabupaten Bogor, program 600 taman tematik di Kota Bandung, program Lorong Garden (Longgar) di Kota Makassar dan program Hortipark di Kota Padang. Keberadaan taman bukan lagi kebutuhan melainkan suatu keharusan.

4. Sebanyak 52.31% penduduk Indonesia ada di perkotaan. Isu perkotaan nasional

antara lain adalah penjalaran kota secara horizontal dan tidak terkendali, nilai lahan yang makin tinggi, sumberdaya alam yang semakin terbatas, dan kualitas Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang semakin menurun. Kegiatan Kampung Flori dan Green City dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas RTH.

5. Selain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, pengembang, dan perkantoran,

maka kegiatan kampung flori juga bertujuan menyediakan tanaman hias untuk mensuplai kebutuhan elemen tanaman dalam Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) yang dilaksanakan oleh Kementerian PUPR yang sebelumnya bernama Kementerian Pekerjaan Umum. Program ini dirintis sejak tahun 2011, dimana pemberian bantuan bersifat volunteer tergantung keinginan Pemerintah Kabupaten atau Kota, yang telah menyanggupi untuk mengalokasikan wilayahnya ≥ 30% RTH dalam RT/RW-nya. Ada beberapa persayaratan yang harus dipenuhi oleh Kabupaten/Kota untuk mendapatkan program P2KH ini, antara lain mampu menyusun rencana aksi dan memasukkan rencana aksi tersebut dalam rencana pembangunan daerah.

6. Fokus pengembangan P2KH adalah Green Planning and Design, Green

Community, and Green Open Space. Kegiatan Green Community and Green Open Space memerlukan elemen tanaman hias sehingga Program Kampung Flori diperlukan untuk mendukung kegiatan tersebut.

7. Permasalahan program pembinaan budidaya dan pascapanen tanaman hias di

Kota Bandung adalah skala usaha kecil sehingga teknologi maju sulit diterapkan, manajemen usaha belum optimal diterapkan, kualitas produk beragam sehingga