• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Penanganan Perkara Tipikor Sesudah Berdirinya

Dalam dokumen TESIS OLEH CHOIRUN PARAPAT / HK (Halaman 116-126)

BAB III : PELAKSANAAN PENANGANAN PERKARA TIPIKOR DI

B. Struktur Organisasi Kejaksaan Republik Indonesia

2. Pelaksanaan Penanganan Perkara Tipikor Sesudah Berdirinya

Terdapat perbedaan birokrasi yang signifikan antara birokasi penanganan tipikor sebelum dan sesudah dibentuknya Pengadilan Tipikor Banda Aceh. Namun hukum acara tetap berpedoman kepada KUHAP, UU Kejaksaan, dan UUPTPK.

Bedanya hanya terletak pada izin penyelidikan, tempat pelimpahan perkara, dan tempat persidangan. Sebelumnya izin penyelidikan diperoleh dari Pengadilan Negeri Kuala Simpang namun setelah dibentuknya Pengadilan Tipikor Banda Aceh izin penyelidikan diperoleh dari Pengadilan Tipikor Banda Aceh.

Kemudian mengenai tempat diadakan persidangan perkara tipikor setelah dibentuknya Pengadilan Tipikor Banda Aceh, tempat persidangannya tidak lagi dilaksanakan di Pengadilan Negeri Kuala Simpang, tetapi diadakan di Pengadilan Tipikor Banda Aceh, sedangkan birokrasi menyangkut hukum acara penanganan perkara tipikor tetap saja mengacu pada KUHAP dan UUPTPK.

Dalam hal melakukan tugas dan wewenang pada tahap penyidikan, aparatur Kejaksaan Negeri Kuala Simpang tetap melakukan koordinasi dengan aparatur Pengadilan Tipikor Banda Aceh. Koordinasi dilakukan yakni dalam hal melaksanakan koordinasi administrasi. Kejaksaan Negeri Kuala Simpang menyampaikan sekaligus meminta izin untuk dikeluarkannya Surat Perintah

Penyidikan (P-8) dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Pengadilan Tipikor Banda Aceh.

Birokrasi demikian dilakukan supaya pihak Pengadilan Tipikor Banda Aceh mengetahui bahwa Kejaksaan Negeri Kuala Simpang akan melakukan penyidikan.

Selain itu agar dalam melakukan penyidikan terhadap suatu perkara tipikor yang diduga oleh pihak Kejaksaan Negeri Kuala Simpang memiliki dasar hukum pada saat dilakukannya penggeledahan. Dasar hukum penggeledahan itu berupa surat izin dari pengadilan yaitu dari Pengadilan Tipikor Banda Aceh.

Sedangkan jika berpedoman pada KUHAP untuk tindak pidana umum, maka surat izin penggeledahan misalnya penggeledahan rumah seseorang yang diduga terkait tindak pidana harus diperoleh penyidik dari ketua pengadilan negeri setempat,197 kecuali dalam kondisi mendesak bilamana penyidik sangat diperlukan tindakan segera, tidak mungkin diperlukan surat izin tersebut, penyidik dapat secara langsung melakukan tindakan penggeledahan dengan menyita barang-barang bukti yang diduga kuat ada kaitannya dengan tindak pidana umum.198

Dalam hal penanganan perkara tindak pidana khusus yang dalam hal ini perkara tipikor, berdasarkan Pasal 26 UUPTPK, penyidikan terhadap perkara tipikor dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku (KUHAP dan UUPTPK), kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini. Bila diperhatikan ketentuan di dalam UUPTPK juga dinyatakan bahwa izin penyidikan (pemeriksaan) untuk kasus

197 Pasal 33 ayat (1) KUHAP.

198 Pasal 34 KUHAP.

tipikor harus diperlukan dan tetap merujuk pada KUHAP kecuali ditentukan lain dalam UUPTPK.

Namun pengecualian tentang izin pemeriksaan dimaksud tidak ada satupun diatur dalam perundang-undangan. Sebagaimana Pusat Litbang Kejaksaan Agung Republik Indonesia telah mengkaji tentang izin pemeriksaan terhadap pejabat negara dalam proses penegakan hukum pada tahun 2008. Dari hasil pengkajian disimpulkan tentang izin pemeriksaan pejabat negara tidak diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang prosedur izin sebelum melakukan pemeriksaan terhadap pejabat negara tersebut.199

Menurut Pusat Litbang Kejaksaan Agung Republik Indonesia, bila ditinjau dari segi bahasa pengertian izin pemeriksaan adalah persetujuan dari pejabat yang berwenang untuk memeriksa pejabat negara yang lain guna mengetahui terjadinya dugaan tipikor dan mengetahui siapa yang bersalah yang harus memikul tanggung jawab pidana.

200

Persetujuan izin diperoleh dari pejabat yang berwenang untuk memeriksa pejabat negara yang lain sehingga berpotensi membingungkan. Kalau demikian ketentuan hukum yang berlaku, akan menjadi persoalan tentang kepada pejabat yang mana penyidik harus memperoleh izin tersebut. Akibatnya dalam praktik, penyidik dari pihak kejaksaan dalam melakukan penyidikan kasus-kasus tipikor, memperoleh

199http://www.kejaksaan.go.id/unit_kejaksaan.php?idu=28&idsu=35&idke=0&hal=1&id=55, diakses tanggal 9 September 2014, artikel yang ditulis oleh Tim Pusat Litbang Kejaksaan Agung Republik Indonesia, berjudul “Izin Pemeriksaan Terhadap Pejabat Negara Dalam Proses Penegakan Hukum”, dipublikasikan di website resmi Kejaksaan Republik Indonesia, tanggal 26 Desember 2008.

200 Ibid.

izin dari atasannya yaitu Kepala Kejaksaan Negeri setempat atau Kepala Kejaksaan Tinggi atau Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

Penyidikan dalam perkara tipikor yaitu melakukan pemeriksaan terhadap setiap orang atau pejabat negara yang diduga kuat terindikasi melakukan tipikor.

Dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Kuala Simpang meliputi tindakan berikut:201

a. Melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi.

b. Melakukan penangkapan.

c. Melakukan penahanan.

d. Melakukan penggeledahan.

e. Melakukan penyitaan.

f. Pemeriksaan ahli.

g. Pemeriksaan tersangka.

h. Pembuatan Berita Acara Pendapat/Resume (BA-5).

i. Pemberkasan.

Setelah dilakukan tahapan penyidikan dan telah dilakukan resume atau berita acara pendapat, selanjutnya menyatakan apakah seseorang atau pejabat negara tersebut terlibat dalam tipikor. Jika terlibat di dalam kasus tipikor, maka pihak penyidik dari kejaksaan akan menetapkannya sebagai tersangka. Setelah dinyatakan

201 Rikky Adhi Susilo, “Kendala Penuntutan Oleh Kejaksaan Negeri Bojonegoro Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Pasca Terbentuknya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Surabaya”, Jurnal Ilmiah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Brawijaya Fakultas Hukum, Tahun 2013, hal. 9.

sebagai tersangka, maka tahap selanjutnya adalah membuat berkas perkara berupa Berita Acara Penyidikan (BAP).

Sedangkan jika penyidik adalah pihak dari Kepolisian Republik Indonesia (Polri), setelah hasil penyidikan membuktikan seseorang atau pejabat negara tersebut terlibat dan cukup bukti, maka penyidik polri harus menetapkannya sebagai tersangka, demikian pula bila penyidiknya adalah dari pihak KPK, harus menyatakan sebagai tersangka jika cukup bukti.

Penyidik polri harus melimpahkan BAP yang dibuatnya ke kejaksaan negeri setempat yang dalam hal ini ditujukan kepada Ketua Kejaksaan Negeri Kuala Simpang untuk dilakukan pengkajian dan analisis terhadap kelengkapan berkas perkara sebelum JPU membuat dakwaan dan melakukan penuntutan. Jika BAP dari pihak penyidik polri tidak lengkap, maka berkas perkara tersebut dikembalikan kepada penyidik polri dan disertai dengan petunjuk dari pihak Kejaksaan Negeri Kuala Simpang. Demikian pula, bila berkas perkara penyidik kejaksaan tidak lengkap, maka Jampidsus memerintahkan kepada penyidik tersebut untuk diperbaiki kembali.

Bila berkas perkara penyidikan telah memenuhi syarat dan cukup bukti untuk disidangkan, maka JPU membuat dakwaan yang akan dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Kuala Simpang. Pelimpahan perkara disertai dengan serah terima tersangka dan barang bukti dari penyidik kepada Penuntut umum. Sejak itu beralihlah kewenangan penanganan perkara tipikor dari penyidik kepada Penuntut Umum dan status tersangka menjadi terdakwa.

Jika kewenangan penanganan perkara tipikor sudah ditangani oleh Penuntut Umum, maka tahapan penanganan perkara tipikor dinamakan tahap penuntutan.

Bersamaan dengan pelaksanaan tahap penuntutan, maka harus diterbitkan Surat Perintah Penunjukkan JPU (P-16A) dan jika terdakwa ditahan maka diterbitkan juga Surat Perintah Penahanan (T-7) dan Berita Acara Penahanan (BA-10). Surat Perintah Penunjukan JPU (P-16A) dan Surat Perintah Penahanan (T-7), tembusannya disampaikan kepada Pengadilan Negeri Kuala Simpang.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh JPU dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi pada saat tahap penuntutan yaitu membuat surat dakwaan dan kemudian melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri Kuala Simpang. Jadi sebelum berlaku UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tipikor dan Keputusan MA Nomor: 153/KMA/SK/X/2011 tentang Pembentukan Pengadilan Tipikor di Banda Aceh tanggal 11 Oktober 2011, Kejaksaan Negeri Kuala Simpang melimpahkan perkara tipikor kepada Pengadilan Negeri Kuala Simpang untuk disidangkan.

Sejak dibentuknya Pengadilan Tipikor di Banda Aceh pada tanggal 11 Oktober 2011, semua proses peradilan yang terkait dengan penanganan tindak pidana korupsi di wilayah Propinsi NAD untuk seluruh Kejaksaan Negeri yang ada hanya ada satu Pengadilan Tipikor di wilayah tersebut melimpahkan berkas perkara tipikor ke Pengadilan Tipikor Banda Aceh yang berkedudukan di Propinsi NAD.

Proses penanganan perkara tipikor yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Kuala Simpang tidak terkecuali untuk semua kejaksaan negeri yang ada di Provinsi

NAD setelah dibentuknya Pengadilan Tipikor di Banda Aceh, di samping didasarkan pada ketentuan hukum acara yang ditentukan di dalam KUHAP dan UU dan UUPTPK, juga didasarkan pada pada UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (disingkat UU Pengadilan Tipikor) yang memerintahkan setiap perkara tipikor harus dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor yang telah dibentuk.

Jumlah perkara tipikor sebelum Pengadilan Tipikor Banda Aceh didirikan pada tahun 2011, yakni antara tahun 2008 s/d tahun 2011, Kejaksaan Negeri Kuala Simpang telah melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri Kuala Simpang sebanyak 11 (sebelas) perkara.202 Jumlah perkara tipikor setelah tahun 2011 atau setelah berdirinya Pengadilan Tipikor di Banda Aceh, Kejaksaan Negeri Kuala Simpang memiliki perkara tipikor yang dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Banda Aceh yaitu 18 (delapan belas) perkara yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Tipikor Banda Aceh.203

No

Tabel 1

Jumlah Perkara Tipikor Yang Dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Banda Aceh Tahun 2011-2014

Nama

Pelaku Objek Perkara Tuntutan Putusan

1. Syarifah Umi Kalsum

Tipikor pada pengelolaan dana Jamkesmas di Rumah Sakit Umum Daerah Aceh Tamiang terhadap pembayaran jasa medis untuk tahun 2009.

2 tahun penjara

1 tahun penjara

2. Zulkifli Tipikor pada pembangunan saluran pembuangan Desa Lubuk Batil-Desa Tumpok Tengoh, Kec. Bendera, Kab. Aceh Tamiang yang bersumber dari Dana Otsus

2 tahun penjara

2 tahun penjara

202 Kejaksaan Negeri Kuala Simpang.

203 Panitera Pengadilan Tipikor Banda Aceh.

tahun 2009.

3. Muhammad Sadeli Beth

Tipikor pada pembangunan saluran pembuangan Desa Lubuk Batil-Desa Tumpok Tengoh, Kec. Bendera, Kab. Aceh Tamiang yang bersumber dari Dana Otsus tahun 2009.

4. Aswandi Tipikor pada pengelolaan Simpan Pinjam Perempuan (SPP) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri di Kec. Bendera, Kab. Aceh Tamiang tahun 2008 s/d 2010.

6 tahun 6 bulan penjara

5 tahun penjara

5. Fakhrul Razi Tipikor pada Proyek Pekerjaan Swakelola Bencana Daerah (BPDB) Kab. Aceh Tamiang. 6. Jamaluddin Tipikor pada dana pengadaan 26 item alat

kesehatan (Alkes) di Dinas Kesehatan Kab.

Aceh Tamiang untuk RSUD Aceh Tamiang yang danananya berasal dari dana penguatan infrastruktur pelaksanaan daerah

7. Mardansyah Tipikor pada dana pengadaan 26 item alat kesehatan (Alkes) di Dinas Kesehatan Kab.

Aceh Tamiang untuk RSUD Aceh Tamiang yang danananya berasal dari dana penguatan infrastruktur pelaksanaan daerah

Tipikor pada dana pengadaan 26 item alat kesehatan (Alkes) di Dinas Kesehatan Kab.

Aceh Tamiang untuk RSUD Aceh Tamiang yang danananya berasal dari dana penguatan infrastruktur pelaksanaan daerah

9. Zulham Tipikor pada dana pengadaan 26 item alat kesehatan (Alkes) di Dinas Kesehatan Kab.

Aceh Tamiang untuk RSUD Aceh Tamiang yang danananya berasal dari dana penguatan infrastruktur pelaksanaan daerah

10. Rasyidin Tipikor pada dana pengadaan 26 item alat kesehatan (Alkes) di Dinas Kesehatan Kab.

Aceh Tamiang untuk RSUD Aceh Tamiang yang danananya berasal dari dana

5 tahun penjara

2 tahun penjara

penguatan infrastruktur pelaksanaan daerah / APBN tahun 2010.

11. Evi Mardi Piliang

Tipikor pada dana pengadaan 26 item alat kesehatan (Alkes) di Dinas Kesehatan Kab.

Aceh Tamiang untuk RSUD Aceh Tamiang yang danananya berasal dari dana penguatan infrastruktur pelaksanaan daerah Ekonomi Masyarakat Terpadu jenis usaha pemeliharaan ternak besar dan Pertanian secara terpadu bersumber dari dana Otsus Aceh tahun 2011 yang digunakan Kelompok Ternak Bina Jaya Kampung Pangkalan, Kec. Kejuruan Muda, Kab.

Aceh Tamiang. Kemiskinan Tahun 2010 bersumber dari dana Otsus Aceh tahun 2010 yang digunakan oleh Kelompok Maju Bersama Kampung Tanjung Gelumpang, Kec.

14. Imanuddin Tipikor pada Kegiatan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Gampong Mandiri Terpadu Dalam Penanggulangan Kemiskinan Tahun 2010 bersumber dari dana Otsus Aceh tahun 2010 yang digunakan oleh Kelompok Maju Bersama Kampung Tanjung Gelumpang, Kec.

Tipikor pada Pekerjaan Pembangunan Site Pile Tebing Sungai Tamiang Kota Kuala Simpang, sumber dana dari Otsus Aceh Tahun 2009.

- -

16. Muhammad Arfan

Tipikor pada Pekerjaan Pembangunan Site Pile Tebing Sungai Tamiang Kota Kuala Simpang, sumber dana dari Otsus Aceh Tahun 2009.

- -

17. Sugiharto Tipikor pada Pekerjaan Pembangunan Site Pile Tebing Sungai Tamiang Kota Kuala

- -

Simpang, sumber dana dari Otsus Aceh Tahun 2009.

18. Ramlan Tipikor pada Pekerjaan Pembangunan Site Pile Tebing Sungai Tamiang Kota Kuala Simpang, sumber dana dari Otsus Aceh Tahun 2009.

- -

Sumber: Panitera Pengadilan Tipikor Banda Aceh 2014

Berdasarkan data dari Kepaniteraan Muda Pidana Khusus Pengadilan Tipikor Banda Aceh per desember tahun 2014 bahwa jumlah perkara Korupsi yang dilimpahkan serta ditangani oleh Pengadilan Tipikor Banda Aceh pada tahun 2012 sebanyak 13 perkara, Tahun 2013 sebanyak 16 perkara dan tahun 2014 sebanyak 18 perkara. 204

Berdasarkan uraian ini pelaksanaan penanganan perkara tipikor di Kejaksaan Negeri Kuala Simpang sebelum dan sesudah berdirinya Pengadilan Tipikor Banda

Hingga saat ini setelah dibentuknya Pengadilan Tipikor Banda Aceh pada tahun 2011, Kejaksaan Negeri Kuala Simpang sudah melimpahkan perkara tipikor ke Pengadilan Tipikor Banda Aceh sebanyak 18 (delapan belas) perkara tipikor yang sedang ditangani oleh Pengadilan Tipikor Banda Aceh. Selama proses penanganan perkara berjumlah 18 (delapan belas) perkara tersebut, Kejaksaan Negeri Kuala Simpang terutama bagi Tim JPU menemukan kendala-kendala yang dianggap dapat menghambat proses penanganan perkara tipikor menjadi lambat karena Pengadilan Tipikor Banda Aceh menjadi satu-satunya pengadilan untuk seluruh wilayah hukum Kejaksaan Negeri yang ada di Provinsi Banda Aceh saat ini.

204 Wawancara dengan Prawira Negara Putra sebagai Staff Tata Usaha Bidang Pidsus pada Kejaksaan Negeri Kuala Simpang pada tanggal 7 Januari 2015.

Aceh menunjukkan kondisi birokrasi menjadi sangat lambat. Proses birokrasi Kejaksaan Negeri Kuala Simpang sebelum berdirinya Pengadilan Tipikor Banda Aceh berjalan dengan cepat, sederhana, dan biaya ringan, karena untuk memperoleh izin penyelidikan dan penyelidikan seperti izin untuk melakukan penangkapan, izin melakukan penyitaan, izin melakukan penggeledahan, dan izin melakukan penahanan masih diperoleh dari Pengadilan Negeri Kuala Simpang.

Termasuk dalam hal pelimpahan berkas perkara dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Kuala Simpang, pemanggilan para saksi, pengawalan tahanan, dan terdakwa tidak menghabiskan banyak biaya operasional karena jaraknya cukup dekat dengan Kejaksaan Negeri Kuala Simpang. Termasuk dalam hal mengikuti proses persidangan yang dapat dilakukan berkali-kali di Pengadilan Tipikor Banda Aceh menambah beban tersendiri bagi kejaksaan-kejaksaan yang ada di Provinsi NAD.

D. Kendala-Kendala Kejaksaan Negeri Kuala Simpang Dalam Penanganan

Dalam dokumen TESIS OLEH CHOIRUN PARAPAT / HK (Halaman 116-126)