• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. POKOK-POKOK PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

A. Pokok-Pokok Pendidikan Agama Katolik di Sekolah

6. Pelaku Pendidikan

UU No. 14 Tahun 2005, pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan mengevaluasi peserta didik. Sedangkan Mintara (2010: 57) menyatakan bahwa pendidik adalah jabatan atau profesi yang membutuhkan keahlian khusus. Mintara (2010: 57) juga menegaskan bahwa di dalam pendidikan, guru mempunyai tiga tugas pokok yang bisa dilaksanakan di antaranya: pertama, tugas profesional yaitu tugas yang berhubungan dengan profesinya yang meliputi tugas untuk mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan serta teknologi sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan. Kedua, tugas kemasyarakatan yaitu tugas sebagai anggota masyarakat dan warga negara yang berfungsi sebagai pencipta masa depan dan penggerak kemampuan. Keberadaan guru menjadi faktor penentu yang tidak dapat digantikan oleh komponen manapun dalam kehidupan bangsa sejak dahulu. Ketiga, tugas manusiawi yaitu tugas sebagai seorang manusia. Guru harus bisa menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua bagi siswa. Guru harus bisa menarik simpati dari siswa melalui teladan hidup dan mempunyai relasi yang harmonis sebagai “bapa-anak”, sehingga ia menjadi idola bagi para siswa.

Dari pemaparan di atas dapat dinyatakan bahwa tugas seorang pendidik atau guru adalah mengantar keluar dengan selamat para siswa dari berbagai

rintangan menuju padang rumput yang hijau. Sama halnya seperti seorang gembala, guru dipanggil untuk menggembalakan siswa-siswanya, mengenal pribadi dan karakter masing-masing serta membantu mereka dalam mengembangkan diri.

Groome (2010: 389) mengatakan bahwa pendidik memiliki tugas yang khusus dalam komunitas Kristiani. Artinya, pendidik agama Kristiani harus mampu menghadirkan pribadi Yesus Kristus ketika melayani para siswa. Groome menekankan beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh seorang pendidik antara lain: pertama, jabatan mengajar adalah sebuah bentuk pelayanan atas nama Yesus Kristus. Kedua, jelas dari Gereja mula-mula jabatan pengajar adalah menjadi pelayan firman. Maka, dapat dikatakan bahwa jabatan pengajar memiliki kesamaan dengan para pelayan firman atau pemberita-pemberita Injil Tuhan.

Mintara (2010: 218) mengatakan bahwa guru yang profesional harus secara efektif memberikan perhatian pada para siswa sehingga siswa merasa dekat dengannya. Lebih lanjut dikatakan bahwa guru yang penuh perhatian pada siswa akan lebih memberikan peneguhan dan dorongan semangat seperti: kesabaran, kepercayaan, kejujuran dan keberanian; juga mendengarkan dengan empati, memahami, mengenal masing-masing siswa secara individu, hangat, penyemangat dan yang paling penting mencintai pribadi siswanya.

Heryatno menegaskan kembali pandangan Miller (2008: 71) bahwa guru harus memiliki visi ke depan bagi perkembangan setiap siswanya. Visi yang dimaksudkan adalah agar siswa dapat mencapai tahap perkembangan kognitif, emosi, moral dan iman. Oleh karena itu, guru harus menjadi sahabat dan

pendamping bagi perkembangan pribadi siswa sehingga visi di atas dapat tercapai. Pendidikan Agama Katolik sungguh-sungguh perlu menekankan interaksi dan komunikasi yang fasilitatif dan kondusif bagi siswa supaya secara terus menerus berkembang ke tahap berikutnya. Komunikasi sangat penting dalam tingkat perkembangan kognitif, emosi, moral dan iman siswa.

Heryatno (2008: 103-107) sikap dasar dan semangat para guru harus diwujudkan dalam tugasnya, yaitu:

a) Meneguhkan Pribadi dan Jati Diri

Para guru diharapkan menghormati harkat dan martabat para siswa yang mulia, menghargai segala talenta dan keunikan serta memahami kemampuan mereka sebagai titik tolak dari seluruh kegiatan pendidikan mereka. Guru juga membantu para siswa yang lemah, nakal dan bermasalah agar mereka memiliki peluang dan kesempatan yang sama dengan teman-temannya yang lain, sehingga mereka pun dapat berkembang menjadi lebih baik.

b) Tetap Yakin dan Penuh Harap

Sebagai pendidik guru harus memiliki harapan dan keyakinan bahwa semua siswa dapat berkembang sesuai dengan bakat-bakat yang mereka terima dari Tuhan. Guru juga harus yakin bahwa semua siswa dapat sampai pada kelimpahan dan kepenuhan hidup karena kebaikan dan kemurahan hati Tuhan.

c) Mengasihi

Sikap yang tidak kalah penting dari para guru adalah mengasihi siswa. Beriman, berharap dan mengasihi hidup para siswa itulah yang menjadi sikap, tekad dan kesadaran yang wajib diwujudkan dalam melaksanakan tugas panggilan mereka sebagai pendidik. Dengan kasih yang rela berkorban seperti Yesus dari para pendidik sungguh dapat mengubah sikap dan perilaku siswa sekaligus memberikan hasil yang baik dan menyenangkan.

d) Menghormati Siswa sebagai Subjek

Siswa adalah subjek pendidikan. Maka, guru harus memperlakukan dan menghormati siswa sebagai subjek pendidikan. Dengan memperlakukan siswa sebagai subjek/pelaku utama, dalam proses pembelajaran guru mewujudkan relasi antara pendidik dan peserta didik bukan relasi subjek dengan objek melainkan subjek dengan subjek. Dalam relasi tersebut yang diharapkan oleh siswa bukan semata-mata materi pelajaran tetapi inspirasi dan teladan hidup. Dengan memperlakukan siswa sebagai subjek, para guru akan memberdayakan mereka sebagai pelaku pendidikan yang aktif, kreatif dan realistis. Para guru harus mampu menciptakan suasana yang kondusif yaitu suasana yang akrab, saling menerima dan menghargai serta suasana kebersamaan yang sungguh menghormati inspirasi, aspirasi dan gagasan siswa. Dengan suasana ini, diharapkan bahwa guru dapat memperkembangkan kepribadian siswa secara utuh. Maksudnya adalah bukan hanya intelektual tetapi juga

perasaan, emosi, hati dan perilaku mereka. Hal ini perlu diusahakan agar pendidikan menjadi proses perkembangan diri mereka secara utuh dan seimbang.

e) Menghormati Kebebasan, Hak dan Tanggung Jawab

Kebebasan akan terwujud jika guru menghormati hidup siswa sebagai pribadi dan mendorong mereka untuk bersikap serta bertindak berdasarkan hati nuraninya. Dengan menghormati kebebasan dan semua hak siswa, para guru diharapkan menyelenggarakan proses pendidikan yang bersifat sungguh membebaskan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa salah satu hal penting yang dituntut dari seorang guru adalah mengasihi para siswa. Dengan mengasihi siswa, seorang guru dapat mengantar mereka kepada kebenaran yang telah Allah letakkan pada inti hidup mereka dan membantu mereka menjadi orang-orang yang bebas. Dengan demikian, mereka dapat mengambil bagian di dalam perjuangan mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah-tengah kehidupan mereka.

b. Siswa

Groome (2010: 386-388) mengatakan bahwa siswa dipanggil sebagai pelaku sejarah (cerita) dan mampu menjadi para pelaku sejarah (visi). Mereka dibentuk oleh sejarah, tetapi mereka juga dapat membentuk sejarah. Yang dimaksud pelaku di sini adalah siswa sendiri. Sebagai pelaku, mereka yang menentukan sendiri sesuai dengan minat dan kata hati. Mereka bukan objek melainkan subjek yang bisa menentukan sendiri dan tidak ditentukan. Mereka dapat membuat pilihan-pilihan dan bertindak untuk mempengaruhi masa depan.

Sebagai siswa, mereka juga dapat membuat pilihan-pilihan dan bertindak dalam kehidupan mereka (dunia) untuk mempengaruhi masa depan. Dalam konteks pembentukan iman Kristiani, ini berarti bahwa siswa terlibat di dunia untuk menghadirkan Kerajaan Allah yang telah ada yang merupakan tanggung jawab bersama baik dari guru maupun dari siswa. Dalam membangun dan mewujudnyatakan Kerajaan Allah diperlukan kerjasama dengan orang lain bukan hanya oleh diri sendiri karena Kerajaan Allah adalah anugerah dari Allah sendiri untuk seluruh makhluk ciptaan-Nya.

Lebih lanjut Groome (2010: 33) mengatakan bahwa siswa harus diperlakukan sebagai subjek-subjek bukan dari kemurahan hati kita atau jasa mereka, melainkan karena seluruh manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (bdk. Kejadian 1: 26-27). Mereka memiliki hak untuk menyampaikan iman mereka dan mengungkapkan iman itu dalam hidup sehari-hari. Siswa sama seperti guru yang dipanggil untuk menjadi para pelaku sejarah dan mampu menjadi para pelaku sejarah. Artinya, siswa dibentuk oleh sejarah tetapi juga dapat membuat sejarah. Dalam konteks iman Kristen, siswa harus terlibat dalam dunia untuk menghadirkan Kerajaan Allah yang penuh dengan kedamaian, sukacita dan cinta kasih.

Dokumen terkait