• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. POKOK-POKOK PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

A. Pokok-Pokok Pendidikan Agama Katolik di Sekolah

2. Tujuan Pendidikan Agama Katolik

Silabus Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti (2016: 1) menegaskan bahwa Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti bertujuan agar siswa memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan membangun hidup yang semakin beriman. Pengetahuan dimiliki melalui aktivitas-aktivitas: mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi dan mencipta. Sikap dibentuk melalui kemampuan: menerima, menjalankan, menghargai, menghayati dan mengamalkan. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas-aktivitas: mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji dan mencipta.

Heryatno (2008: 23) membahasakan kembali pandangan Groome tentang tujuan Pendidikan Agama Katolik bahwa “tujuan Pendidikan Agama Katolik memperhatikan kondisi kerinduan hati dan kehidupan konkret siswa, artinya digali dari kebutuhan dan kepentingan mereka harus bersifat holistik. Bersifat holistik artinya, sesuai dengan kepentingan hidup siswa, tujuan Pendidikan Agama Katolik di sekolah harus mencakup segi kognitif, afeksi dan praksis”. Segi kognitif (pikiran), afeksi (perasaan) dan praksis (tindakan) tidak dapat dipisahkan karena saling mendukung dan membantu untuk memperkembangkan iman siswa, sehingga ketiganya diberikan secara seimbang oleh guru Pendidikan Agama Katolik kepada masing-masing siswa. Berikut ini disampaikan tiga tujuan Pendidikan Agama Katolik yaitu a) demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah: inti segala tujuan Pendidikan Agama Katolik di sekolah, b) demi kedewasaan iman: tujuan formal jangka panjang, c) iman yang dihayati: demi kebebasan manusia.

a. Demi Terwujudnya Nilai-Nilai Kerajaan Allah: Inti Segala Tujuan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah

Heryatno (2008: 25) mengatakan bahwa:

Sifat holistik tujuan Pendidikan Agama Katolik dapat lebih konkret pada inti dari segala tujuan proses penyelenggaraannya, yang sering disebut metapurpose yaitu untuk memperjuangkan terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dalam Yesus Kristus. Yesus Kristus di dalam sabda, karya dan seluruh hidupnya mempunyai keprihatinan pokok mewartakan serta mewujudkan Kerajaan Allah. Dapat juga dikatakan bahwa Yesus adalah Kerajaan Allah.

Kerajaan Allah adalah rencana Allah bagi ciptaan. Kerajaan Allah adalah tema dan tujuan utama dalam pemberitaan dan kehidupan Yesus Kristus. Yang dimaksud dengan metapurpose di sini adalah tujuan pokok atau mendasar dalam Pendidikan Agama Katolik. Dalam konteks sekolah, terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah dikatakan sebagai puncak/pokok/inti dari segala tujuan Pendidikan Agama Katolik karena memang sungguh dirindukan oleh siswa. Oleh karena itu kegiatan pendidikan dimaksudkan untuk mengantar orang-orang ke arah iman Kristiani. Tujuan utama pendidikan yang demikian adalah Kerajaan Allah di dalam Yesus Kristus sendiri (Groome 2010: 69).

Yesus telah bersabda dalam hidup manusia. Yesus diutus oleh Allah ke dunia dengan sabda, karya dan rela menyerahkan seluruh hidupnya untuk manusia. Nilai-nilai Kerajaan Allah yang ditanamkan Yesus kepada manusia adalah nilai-nilai kebaikan, cinta kasih, saling menghargai serta melayani sesama. Selama hidup di tengah dunia, Yesus berusaha mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah, melalui sabda dan karya-Nya. Guru Pendidikan Agama Katolik mengenalkan tentang karya Yesus di dunia agar siswa semakin mengenal dan mencintai Yesus. Tujuan Pendidikan Agama Katolik dalam proses

penyelenggaraannya dimaksudkan tidak hanya sebatas untuk mengetahui dan memahami saja tetapi dengan melakukan tindakan nyata merupakan salah satu cara untuk mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah dunia. Dalam konteks di sekolah misalnya seluruh warga sekolah mampu mewujudnyatakan kerukunan, perdamian, persaudaraan, cinta kasih, peka dan peduli terhadap yang mengalami kesusahan, tidak rela melihat temannya bersedih hati, saling menghargai dan menghormati yang berbeda suku, agama dan kepercayaan dan lain sebagainya. Semua hal tersebut digerakkan oleh iman kepada Yesus Kristus melalui Roh Kudus. Dengan kata lain, Pendidikan iman sungguh berhasil kalau nilai-nilai Kerajaan Allah sungguh dialami secara nyata oleh seluruh manusia.

b. Demi Kedewasaan Iman: Tujuan Formal Jangka Panjang

Heryatno (2008: 29) mengatakan bahwa “iman yang dewasa juga diartikan sebagai iman yang berkembang semakin matang secara penuh dan bersifat holistik karena mencakup segi pemikiran, hati dan praksis”. Iman Kristiani mencakup tindakan meyakini (believing), mempercayai (trusting) dan melakukan kehendak Allah (doing God’s will). Pendidikan dalam iman di sekolah, sebagai proses pendewasaan iman diharapkan membantu memperkembangkan iman siswa secara seimbang ketiga aspek iman tersebut. Iman Kristiani memiliki aspek kognitif, yaitu suatu tindakan meyakini (believing). Iman bukan suatu ilusi; iman juga bukan merupakan tindakan yang semena-mena dan tidak masuk akal. Menjadi tugas pendidik di satu pihak untuk mengkomunikasikan seluruh tradisi kekayaan iman Gereja dan di lain pihak untuk membantu siswa agar mereka dipermudah

untuk memahami dan meyakininya. Hal tersebut sesuai dengan ciri dasar manusia sebagai makhluk rasional. Salah satu segi iman sebagai tanggapan manusia terhadap rahmat Allah juga dapat dipahami dengan rasio, juga masuk akal.

Di samping segi kognitif, iman Kristiani juga memiliki segi afektif (dimensi trusting). Iman Kristiani merupakan suatu undangan untuk menjalin relasi dari hati ke hati, manusia dengan Allah dan antar manusia itu sendiri. Iman berarti menaruh hati pada Tuhan yang dipercayai. Semakin kita berserah diri, kita semakin beriman. Berserah diri artinya dengan penuh kesetiaan dan kepercayaan kita menanggapi tindakan Allah yang dalam Putera-Nya melalui Roh-Nya senantiasa hadir dan berkarya menyelamatkan kita. Inilah relasi kesetiaan yang juga membentuk cara kita berelasi dengan sesama.

Satu dimensi pokok iman yang terakhir adalah tindakan konkret (doing). Supaya makin matang, iman menuntut perwujudan konkret dari siswa di dalam hidupnya sehari-hari. Perwujudan iman perlu dipahami sebagai tanggapan terhadap rahmat dan kehendak-Nya. Di sini iman dimengerti sebagai jalan dan cara hidup. Dengan sungguh dihayati dan diwujudkan, siswa semakin menyadari relevansi imannya di dalam hidupnya yang akan mendatangkan nilai-nilai positif, seperti kegembiraan, perdamaian dan persaudaraan. Untuk itu, proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik diharapkan agar membantu siswa supaya semakin giat dan bersemangat di dalam menghayati imannya. Dengan demikian tindakan manusia dipahami sebagai tanggapan manusia untuk mengambil bagian di dalam memperjuangkan terwujudnya nilai-nilai Kerajaan

Allah. Tindakan konkret menjadi salah satu unsur penting di dalam proses pendewasaan iman.

Pendewasaan iman sebagai tujuan formal pendidikan iman merupakan proses seumur hidup. Manusia berdasar rahmat-Nya diundang untuk senantiasa memperkembangkan hidupnya menuju pada kesempurnaannya. Dalam pendidikan iman, pendewasaan iman tidak dapat dipisahkan dari pendewasaan kepribadian seseorang. Yang menjadi salah satu fokus pendidikan iman adalah perkembangan manusia secara utuh. Maka, kepenuhan dan kelimpahan hidup merupakan arah dari iman yang sungguh dihayati dan diwujudkan. Kalau kita menghayati dan mewujudkan iman kita maka kita mengalami keselamatan yang dianugerahkan oleh-Nya.

c. Iman Yang Dihayati: Demi Kebebasan Manusia

Heryatno (2008: 33-34) mengatakan bahwa “kebebasan merupakan kondisi utama bagi manusia untuk menghayati dan memperkembangkan imannya. Hanya di dalam suasana hati yang bebas manusia dapat sungguh menghayati dan mewujudkan imannya”. Dengan kata lain, iman yang dewasa dapat diwujudkan hanya oleh orang-orang yang benar-benar bebas dan bertindak beriman atas dasar kebebasan hatinya. Melakukan pekerjaan tanpa adanya paksaan dari orang lain sangat menyenangkan bagi manusia, hal inilah yang dimaksud dengan kebebasan. Kebebasan merupakan kondisi utama bagi manusia untuk menghayati dan memperkembangkan imannya. Hal ini dimaksudkan bahwa suasana hati yang bebas sangat dibutuhkan oleh semua orang karena manusia melakukan sesuatu

berdasarkan kehendak dari diri sendiri dan bukan karena adanya paksaan dari orang lain. Tentu saja bebas tidak diartikan secara individualitas karena bebas yang dimaksud di sini adalah bebas untuk mengasihi, menghargai dan menghormati sesama, bebas untuk menanggapi cinta kasih Allah, serta bebas untuk melaksanakan nilai-nilai Kerajaan Allah. Iman manusia akan berkembang dengan lebih baik karena adanya kebebasan.

Dasar kebebasan manusia adalah jati dirinya yang diciptakan oleh Allah menurut kehendak-Nya yang bebas. Manusia diciptakan oleh Allah menurut gambar dan rupa Allah sendiri. Ini berarti manusia memiliki martabat hidup yang sangat mulia. Ia juga memiliki peran, tugas hidup yang sangat penting yaitu membangun dunia supaya menjadi lebih baik. Karena itu, manusia memiliki potensi atau peluang untuk sungguh-sungguh menjadi bebas. Maka, bebas kepada Allah membuat kita bebas kepada diri kita sendiri dan dengan jalan tersebut kita pun bebas untuk berbuat baik kepada sesama. Manusia bebas kalau bersatu dengan Allah. Manusia dapat bersatu dengan Allah karena rahmat-Nya yang berkarya di dalamnya dan karena Allah yang mendatangi manusia, mengundang serta memampukan manusia dapat tinggal di dalam-Nya.

3. Konteks Pendidikan Agama Katolik

Dokumen terkait