• Tidak ada hasil yang ditemukan

SMA Negeri 1 Wonsari

https://encrypted-tbn0.gstatic.com/ images?q=tbn:ANd9GcSAwCyqxKE-SmX59U5yZSIiyYw3FZgSTz-CtE74xdwQR9olu4Hm

Tak hanya itu, gerobak itu juga dilengkapi dengan tungku, teko, dan makanan-makanan yang disusun rapi di atas gerobak. Tem-pat itulah yang dinamakan warung wedangan atau disebut ang-kringan. Keberadaan warung wedangan di kota Wonosari telah menambah keindahan kota tersebut. Bagi para wisatawan yang kangen dengan suasana wedangan dapat dengan mudah menemu-kan warung wedangan di ruas-ruas jalan.

Wedangan adalah budaya minum teh. Budaya tersebut telah tertanam lama di Gunungkidul. Budaya wedangan yanga ada di Gunungkidul berbeda dengan budaya wedangan yang ada di negara lain. Di Jepang ada juga budaya minum teh. Jepang menyu-guhkan teh sebagai bentuk penghormatan bagi tamunya. Orang Jawa memaknai wedangan berbeda dengan orang Jepang. Konon, wedangan bagi orang Jawa memiliki makna yang mendalam. Pada zaman dulu wedang (teh) disajikan dengan secuil gula Jawa dan sepiring ketela rebus. Tak hanya itu, wedang adalah suguhan yang paling penting saat kedatangan tamu. Tanpa adanya wedang terasa kurang lengkap. Wedang tidak kalah eksistensinya dengan minuman-minuman berkelas lainnya. Di acara-acara hajatan, masyarakat tetap menyuguhkan wedang sebagai minumannya. Sebagai bentuk keramahan, setiap ada orang melintas di depan rumah akan dipersilakan singgah, sekadar untuk wedangan. “Mampir wedangan dulu!” itulah yang sering diucapkan masya-rakat Gunungkidul. Kehangatan dan keramahtamahan inilah yang menyebabkan budaya wedangan di Gunungkidul unik dan mem-bedakannya dengan budaya minum teh di tempat-tempat lain.

Warung wedangan sendiri telah mendaptkan citra yang baik di kalangan masyarakat. Anggapan itu berbanding terbalik dengan kafe. Kafe sering mendapatkan citra buruk di masyarakat. Tidak jarang masyarakat beranggapan bahwa kafe adalah tempat yang memungkinkan untuk bertransaksi barang-barang haram. Hal tersebut tidak bisa dipungkiri. Warung wedangan yang hanya menjual wedang beserta nasi kucingan (nasi bungkus dengan lauk sambal dan sekerat daging ikan bandeng). Berbeda dengan

kafe. Kafe menyediai minuman beralkohol. Dari masa ke masa, budaya wedangan telah banyak mengalami perubahan. Tidak hanya dengan gerobak yang ditutupi terpal, tetapi dibuat mirip kafe yang diberi sentuhan tradisional Jawa.

Keunikan Wedangan

Budaya wedangan memiliki keunikan tersendiri di hati para pecintanya. Saat ini budaya wedangan telah dikemas dengan berbagai inovasi sehingga cocok bagi segala kalangan usia. Ada beberapa orang yang beranggapan bahwa minum teh banyak itu tidak baik untuk tubuh. Ada juga orang yang beranggapan bahwa untuk merekatkan suatu hubungan harus pergi ke tempat rekreasi. Anggapan itu terasa kurang tepat dan kebenaran ilmiah-nya belum teruji.

Hampir sebagian besar pemilik warung wedangan di daerah Wonosari, Gunungkidul adalah orang-orang yang terbilang masih muda. Dengan ide-ide kreatif yang mereka miliki, budaya we-dangan dikemas dengan cantik dan menarik. Di tangan para pebisnis muda, budaya wedangan mulai dikembangkan. Tidak hanya menjual wedang beserta nasi kucing, pemilik wedangan juga menjual jajanan pasar dan camilan enak. Didukung oleh tempat yang nyaman dan akses internet yang memadahi, nuansa wedangan menjadi lebih nikmat.

Umumnya wedangan menjajakan makanan dan minuman yang sederhana. Tak ada lemontea, cocktail, minuman bersoda,

steak, spagheti, chicken, atau fastfood lainnya. “Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui” itulah peribahasa yang cocok untuk para pebisnis muda kita. Selain menghasilkan keuntungan yang cukup besar, mereka juga tetap bisa melestarikan budaya yang ada di Gunungkidul.

Berbagai Pendapat tentang Wedangan

Tanggapan beberapa siswa di salah satu SMA di Gunung-kidul mengenai budaya wedangan berbeda-beda. Empat dari

lima siswa lebih senang menghabiskan waktu mereka dengan nongkrong di warung wedangan daripada jalan-jalan dan nong-krong di tempat lain. Alasan mereka bermacam-macam. Segala profesi, agama, warna kulit bisa berkumpul di warung wedang-an. Segala lapisan masyarakat dapat bergabung di warung ter-sebut. Orang yang belum akrab dan belum kenal pun bisa men-jadi akrab. Harga makanan yang dijual murah dan terjangkau di kantong para remaja. Makanan dan minuman di warung wedangan berkisar antara Rp1.000,00--Rp3.000,00.

Berbincang-bincang dengan kawan di warung wedangan lebih berkesan dibandingkan berbincang-bincang di tempat lain. Tak hanya menyajikan kesederhanaan saja tapi juga menyediakan suasana santai. Warung wedangan (angkringan) adalah tempat yang dibangun dengan suasana santai, tanpa ada batasan apa pun. Segala kalangan usia dapat mengunjungi tempat ini kapan pun dan tidak ada batasan waktu. Tak peduli dengan pakaian yang mereka pakai karena di warung wedangan semuanya serba bebas. Mau pakai kaos oblong, sandal jepit, highhills sampai merek sepatu ternama pun diberi kebebasan. Keramahan dan kehangatan yang tercipta itulah yang menyebabkan budaya wedangan memiliki

Https://encrypted bn0.gstatic.com/

images?q=tbn:ANd9GcRdmFD2VYg1WnxzPzfp5Tc0pJraJx 8SBBwo1U0cojgWmAfxhgGJTA

keunikan dan kesan tersendiri di hati para penikmatnya. Alasan yang paling mencengangkan untuk saya yaitu ketika mereka mengatakan bahwa ingin melestarikan budaya yang ada di Gunungkidul.

Penutup

Mengenai anggapan bahwa minum teh tidak terlalu baik bagi tubuh tidak seluruhnya benar. Mengkonsumsi teh terlalu banyak memang tidak baik. Minuman terlalu banyak gula ber-dampak negatif bagi tubuh. Sesuatu yang berlebihan adalah tidak baik.

Di sisi lain, budaya wedangan akan merekatkan hubungan persaudaraan dan kekeluargaan. Wedangan biasanya dilakukan pada waktu luang. Waktu luang itulah yang menjadi kesempatan untuk berbagi cerita tentang aktivitas mereka seharian. Dengan demikian, hubungan mereka akan semakin akrab dan harmonis. Tidak perlu pergi ke tempat berekreasi, dengan wedangan pun bisa. Teh mengandung banyak zat yang juga bermanfaat bagi tubuh.

Generasi muda tidak memandang sisi negatif dari wedangan tetapi memandang dari sisi positif. Budaya wedangan menjadi ciri khas di wilayah Gunungkidul. Sebagai generasi muda yang cinta budaya sudah selayaknya kita melestariakan budaya yang ada di Indonesia, khususnya budaya wedangan di Gunungkidul.

Sonia Pritin. Lahir di Gunungkidul, 25 September 1999. Alamat rumah di Banaran 8, Banaran, Playen, Gunungkidul. Sonia Pritin Sekolah di SMA Negeri 1 Wonosari. Jika ingin berkorespondensi dengan Sonia Pritin dapat menghubungi HP 082133689367. Alamat email sonia29-9a@yahoo.com, Hobi Sonia adalah membaca. Prestasinya: Salah satu pembuat karya cerpen dalam buku antologi “Salju Bukit Kapur”dan peserta pekan seni Budaya. Judul esai “Generasi Muda Pelestari Budaya Wedangan”.

Keluarga merupakan sekumpulan orang yang terdiri dari ayah, ibu, anak, nenek, kakek. Keluarga menjadi pihak pertama bagi kita untuk bersosialisasi, belajar dari pengalaman-peng-alaman orang terdekat kita. Keluarga juga merupakan tempat mendapat ilmu untuk diri kita agar menjadi orang yang bisa di-banggakan oleh diri sendiri, orang tua, maupun orang lain. Orang tua biasanya menjadi panutan dalam keluarga. Pastinya orang tua menginginkan anaknya supaya menjadi orang yang sukses. Orang tua rela melakukan apa saja demi anaknya. Kebersamaan

KEGIGIHAN GADIS SMA