• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemaknaan gambar kartun opini (Main Image) pada cover majalah Charlie Hebdo edisi 19 September 2012

Korpus 6 pada Cover Majalah Charlie Hebdo edisi 19 September 2012 Sumber: Majalah Charlie Hebdo edisi 19 September 2012, dokumentasi

C. Pemaknaan gambar kartun opini (Main Image) pada cover majalah Charlie Hebdo edisi 19 September 2012

Peneliti memaknai korpus 4 sebagai sebuah gambar kartun yang didasarkan dari film The Intouchables. Seperti diterangkan pada Suara Pembaharuan edisi Kamis 20 September 2012 dan BBC Indonesia edisi 20 September 2012, bahwa gambar cover majalah tersebut adalah karikatur tokoh di kursi roda yang dihiasi dengan tulisan, "Anda tidak boleh mengejek!" dengan judul "Tidak Tersentuh 2". Karikatur ini mengacu pada film Perancis tentang orang kaya kulit putih dan asistennya yang berkulit hitam berjudul The Intouchables. Pada film yang diilhami dari kisah nyata, dikisahkan seorang pria Perancis kaya berkulit putih yang mengalami kecelakaan sehingga lumpuh seluruh badan. Kemudian pria kaya tersebut (Philippe) memperkerjakan seorang mantan napi berkulit hitam (Driss) yang sangat malas untuk merawat dan membantu kegiatan sehari-harinya.Pada awalnya Driss sangat cuek dengan Philippe dan sering menertawakan penderitaan Philippe. Namun selanjutnya mereka menjadi sahabat dan saling belajar satu sama lain. Philippe belajar untuk hidup lebih santai, tertawa, dan menikmati apapun keadaannya.Sedangkan Driss belajar etika, mengendalikan emosi, dan seni kelas tinggi khas kalangan berada. (diambil dari artikel Festival Sinema Perancis 2012 dan The Intouchables dalam Capturing the Moments, 18 Desember 2012).

Berikut ini beberapa gambar dalam film The Intouchables:

Gambar 24. Contoh gambar dalam Film The Intouchables Gambar-gambar pada film The Intouchables

Sumber:Dani andthe Screen, “Movie Review: The Intouchables”. Dalamglitterazi, 28 Januari 2013. Jules Mumford, “The intouchables”, 19 Maret 2013.Peter Turner,“Film Review – Untouchable (Intouchables)”, 15

September 2012, diolah.

Berkaitan dengan hal di atas, peneliti memaknai kelompok objek pertama sebagai gambar kartun yang menampilkan visualisasi dari film Intouchables seri kedua. Mengapa demikian?

Gambar pada cover majalah ini ada yang memaknai sebagai karikatur dan ada yang memaknai sebagai kartun. Pada dasarnya karikatur dan kartun adalah hal yang berbeda. Menurut Jaya Suprana dalam tulisannya “Kartun dan Karikatur Jangan Disamakan” menyatakan bahwa:

“ Kartun adalah nama untuk sebuah bentuk gambar yang dibuat representatif terhadap suatu peristiwa dengan arah dan hasrat untuk melucu. Sedangkan karikatur adalah nama untuk gambar yang menampilkan kembali sesuatu objek konkret (biasanya manusia) dengan cara “melucukan”, “menjanggalkan” atau “melebih-lebihkan” cirri khas objek tersebut. (Artikel dalam Kompas, Jakarta 11 Juli 1987, hal. 5 diambil dari Editorial Cartoon, Tupak Anggiat MT, 1990, hal 1).

Selain itu, menurut Tupak Anggiat (Anggiat, 1990: 2) menyatakan bahwa:

Perbedaan istilah kartun dan karikatur.Jika karikatur hanya sebagai seni menggambar yang ruang gerak dan upaya melucunya bertumpu pada bentuk objek, sedangkan kartun kelucuannya terletak pada kisah atau peristiwa yang digambarkannya. Atau dengan kata lain, jika sebuah gambar lucu sudah berhasrat ingin bercerita, maka ia disebut “kartun”. Dan, bila melucunya hanya pada objek (biasanya manusia) dengan melebih-lebihkannya tanpa banyak narasi, maka sebut saja “karikatur(Editorial Cartoon, Tupak Anggiat MT, 1990, hal 2)

Berdasarkan konsep mengenai kartun dan karikatur di atas, peneliti menyimpulkan bahwa gambar pada cover depan majalah Charlie Hebdo edisi 19 September 2012 sebagai gambar kartun bukan karikatur.

Seperti yang dijelaskan di atas, gambar kartun interpretatif (yang dianggap) Nabi Muhammad ini adalah korpus 4 cover majalah Charlie Hebdo. Berdasarkan pemaknaan dari tahap denotatif dan konotatif, diperoleh hasil gambar kartun opini ini menerangkan tentang seri kedua film The Intouchables dengan judul Intouchables 2. Gambar kartun opini bercerita tentang seorang laki-laki keturunan bangsa Eropa sedang berjalan dan mendorong seorang laki-laki yang sakit keturunan bangsa dunia Arab.Kedudukan dan status ditunjukkan melalui bahasa tubuh dimana laki-laki keturunan Arab memiliki status lebih tinggi dibandingkan laki-laki-laki-laki keturunan Eropa yang menunjukkan kepatuhan dan kerendahan hati untuk mendorong kursi roda tersebut. Melalui tulisan FAUT PAS SE MOQUER! dan ekspresi wajah yang ditampilkan, kedua orang ini memerintahkan setiap orang yang melihat untuk tidak mengejek mereka. Muncul sikap khawatir dan takut ketika mengeluarkan perintah ini.Kekhawatiran dan ketakutan ditujukan kepada siapa saja yang melihat mereka. Korpus 4 menjadi topik utama majalah Perancis Charlie Hebdo edisi 19 September 2012 dan diberi judul iNTOUCHABLES 2 yang berarti TIDAK TERSENTUH 2. Topik dan berbagai visualisasi yang ditampilkan ini dibuat oleh Charb sebagai editor

majalah tersebut70. Warna hijau sebagai background secara konotasi menimbulkan dua pemaknaan. Pertama, warna hijau menandakan bahwa Intouchables 2 ini akan membawa perubahan besar, pertumbuhan, dan akan mencapai sesuatu yang indah. Kedua, warna hijau menandakan bahwa Intouchables 2 ini akan membawa sesuatu yang negatif seperti iri hati, kecemburuan, kesalahan, kekacauan.

Kata FAUT PAS SE MOQUER! bukan berarti para pembaca tidak boleh mengejek pada dua objek tersebut (siapa orang tersebut) tetapi tidak boleh mengejek pesan gambar tersebut. Pesan gambar tersebut adalah film seri kedua The Intouchables yang kurang sukses di Perancis71, karena tidak sukses, maka terdapat pesan verbal Anda Tidak Boleh Mengejek. Telah dijelaskan pada tahapan konotatif tentang unsur lucu oleh Ajidarma. Begitu halnya dengan kejadian ini. Unsur lucu yang ditimbulkan dari gambar karena adanya pinjaman teks dari Innocence of Muslim, sehingga bukan gambar ini yang membuat banyak protes dan tawa tetapi kejadian protes terhadap Innocence of Muslim yang menjadi unsur lucunya.

Pemaknaan kartun pada gambar (main image) cover majalah Charlie Hebdo di atas adalah pemaknaan jika dikaitkan dengan film The Intouchables. Berikut ini adalah pemaknaan kartun interpretatif (yang dianggap) Nabi Muhammad jika dikaitkan dengan konsep covermajalah dimana coveradalah perpaduan antara teks dan main image. Seperti telah dijelaskan pada pemaknaan korpus 2 dan korpus 4 bahwa main image adalah sebuah pembuktian dari sekian teks yang tersusun dari artikel-artikel pada isi majalah. Kata lainnya adalah dengan melihat main image, pembaca dapat menebak fenomena apa yang dibicarakan pada isi majalah tersebut.

Berdasarkan makna konotasi yang diperoleh dari korpus 4, kartun menggambarkan seri kedua film The Intouchables. Hal yang menarik adalah simbol pakaian dan ciri fisik pada masing-masing objek orang. Dilihat dari identitasnya orang yang duduk di kursi roda adalah berasal dari bangsa Arab                                                                                                                

70 Menjabat editor pada saat edisi 19 September 2012. 71 Di Perancis warna hijau dianggap tidak terlalu sukses.

sedangkan yang mendorong adalah bangsa Eropa. Pertanyaannya, mengapa kartun ini menggunakan identitas bangsa Arab dan bangsa Eropa? Mengapa tidak menggunakan identitas dari bangsa lain? Oleh sebab itu, peneliti mencoba mengkaitkan kartun ini sebagai main image majalah dengan artikel pada isi majalah. Dari beberapa artikel dalam majalah, ada satu karangan yang memiliki kaitan satu sama lain. Karangan ini bukan sebuah artikel namun tajuk atau editorial. Tajuk yang dimaksud adalah tajuk MAHOMET FAIT DU CINÉMA pada rubrik INTÉGRISME.

Peneliti memaknai bahwa orang yang duduk di kursi roda sebagai bangsa Arab.Bangsa Arab secara prosentase yaitu sebesar 90% menganut agama Islam (Isawati, 2012:6). Penganut agama Islam sering disebut dengan kaum muslim, oleh karena itu bangsa Arab identik dengan kaum muslim pemeluk Islam. Rubrik INTÉGRISME membahas tajuk yang bercerita mengenai nominasi-nominasi film anti-muslim. Pada rubrik ini, tajuk digambarkan dengan kartun-kartun yang mengilustrasi film-film anti-muslim. Terdapat sepuluh film yang dinominasikan. Selain itu, terdapat opini dari instansi majalah Charlie Hebdo, yaitu:

RIRE BORDEL DE DIEU !

Peins un Mahomet glorieux, tu meurs. Dessine un Mahomet rigolo, tu meurs. Gribouille un Mahomet ignoble, tu meurs. Réalise un film de merde sur Mahomet, tu meurs. Tu résistes à la terreur religieuse, tu meurs.Tu lèches le cul aux intégristes, tu meurs. Prends un obscurantiste pour un abruti, tu meurs. Essaie de débattre avec un obscurantiste, tu meurs. Il n’y a rien à négocier avec les fascistes. La liberté de nous marrer sans aucune retenue, la loi nous la donnait déjà, la violence systématique des extrémistes nous la donne aussi. Merci, bande de cons. Charb.

TERTAWA SIALAN ALLAH !

Melukis Muhammad yang mulia, Anda mati.Menggambar Muhammad lucu, kamu mati.Menulis dengan Muhammad keji, Anda mati.Membuat film tentang Muhammad sial, Anda mati.Anda melawan teror agama, kamu mati.Anda menjilat pantat fundamentalis, Anda mati. Mengambil kolot bagi orang bebal, Anda mati.Mencoba untuk bergulat dengan kolot, Anda mati.Tidak ada untuk bernegosiasi dengan fasis.Kebebasan kita tertawa tanpa kendali, hukum sudah memberi kami kekerasan sistematis ekstrimis juga memberi kita.Terima kasih, bajingan. Charb.

Berdasarkan isi tajuk di atas, menunjukkan bahwa kartun pada korpus 4 berkaitan dengan tajuk ini. Korpus 4 bercerita tentang film Intouchables 2 dengan tokoh dari bangsa Arab dan bangsa Eropa. Bangsa Arab yang identik dengan kaum muslim dimaknai sebagai orang muslim, sehingga film ini masuk ke dalam nominasi film anti-muslim. Jika didasarkan pada hal ini, gambar kartun tersebut bisa saja dimaknai sebagai seorang muslim yang sakit sedang didorong oleh asistennya dari bangsa Eropa, oleh karena itu, tidak mengherankan jika gambar kartun ini dianggap menghina umat muslim sehingga banyak kalangan yang protes. Adapun Negara-negara yang dikabarkan dalam (Karikatur Nabi: Liga Arab Serukan Aksi Damai dalam KOMPAS.com, 20 September 2012) melakukan aksi protes adalah Afrika utara (Tunisia), Asia (Indonesia), negara-negara di Timur Tengah, dan Australia. Negara-negara ini72 memiliki penduduk yang mayoritas beragama Islam, sehingga tidak mengherankan jika Negara-negara inilah yang menentang dengan keras penerbitan kartun pada majalah Charlie Hebdo edisi 19 September 2012.

Pada pemberitaannya dijelaskan mengenai aksi protes karena kartun dimaknai sebagai Nabi Muhammad. Namun bagi peneliti, bukan tokohnya yang menjadi pokok permasalahan tetapi muatan pesan kartunnya. Seperti dipaparkan di atas, bahwa tokoh dalam kartun bukanlah karikatur atau potret wajah Nabi Muhammad, akan tetapi, simbol pakaian yang dikenakan                                                                                                                

oleh tokoh kartunlah yang menjadi hal penting. Pakaian ini yang membawa stimulus kepada para pembaca dengan mengarahkannya pada identitas tertentu. Makna pertama adalah identitas orang muslim, makna selanjutnya adalah identitas orang Arab, dan makna ketiga dihubungkan dengan identitas Nabi Muhammad. Maka dari itu, pertama kali melihat gambar tersebut, pikiran pertama yang keluar adalah gambar kartun yang berhubungan dengan kaum muslim atau orang Arab atau gambar Nabi Muhammad.

Fong berpendapat bahwa:

“Identifikasi komunikasi dari system perilaku simbolis verbal dan non-verbal yang memiliki arti dan yang dibagikan di antara anggota kelompok yang memiliki rasa saling memiliki dan yang membagi tradisi, warisan, bahasa, dan norma-norma yang sama. Identitas budaya merupakan kontruksi sosial.” (Samovar, et al., 2010:184).

Masalah menjadi bertambah ketika masyarakat sering kali menggambarkan identitas etnis mereka “secara pribadi menurut situasi dan lingkungan tertentu”. (Samovar, et al., 2010:187). Sama halnya dengan permasalahan ini. Aksi protes muncul ketika masing-masing orang memaknai dengan mendasarkannya pada identitas tertentu. Terlebih didorong oleh situasi yang sedang terjadi. Pada saat majalah edisi 19 September 2012 ini terbit, situasi berada dalam keadaan panas ketika orang-orang melakukan aksi protes terhadap film Innocence of Muslim yang diduga menghina Nabi Muhammad.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti memahami bahwa pemaknaan akan sebuah gambar tidak sepenuhnya dapat menghasilkan makna yang sama. Dijelaskan di atas, adanya perbedaan latar belakang ideologi dan budaya yang melekat pada setiap orang mengakibatkan terbentuknya makna yang berbeda-beda. Orang-orang yang memiliki latar belakang budaya Islam, seperti Negara-negara di Afrika Utara, Asia, dan Timur Tengah, menganggap gambar kartun tersebut menghina umat Islam. Hal ini dilihat dari identitas pakaian yang dikenakan orang pertama dan warna hijau

sebagai warna kesukaan di sana. Ditambah lagi orang-orang Timur tidak suka dengan gambar-gambar kartun ataupun karikatur karena menganggapnya sebagai pelecehan dan menghina yang empunya wajah (Pramono, 1996:20). Sedangkan orang-orang Barat yang suka dengan gambar-gambar kartun ataupun karikatur (Pramono, 1996:20) menganggap gambar tersebut sebagai sebuah kebebasan ekspresi yang dituangkan melalui media massa. Seperti Negara-negara yang menjadi sasaran atau tujuan pemasaran majalah Charlie Hebdo ini yaitu Perancis, Belgia, Jerman, Swiss, Canada (Alva Thoriqaziz dalam Dominasi Pers Barat) yang memiliki sistem kebebasan pers Barat73.

Selain itu, terdapat faktor lain yang berpengaruh dalam permasalahan ini, yaitu teknologi komunikasi. Perkembangan teknologi komunikasi modern telah memungkinkan orang di seluruh dunia untuk secara mudah “berhubungan” baik melalui suara maupun pesan teks.Internet sebagai salah satu bentuk teknologi komunikasi memampukan orang dari budaya yang berbeda untuk berinteraksi walaupun saling berjauhan, walaupun dengan menggunakan bahasa tertentu (Samovar, et al., 2010:285). Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan teknologi komunikasi memberikan efek segala bentuk informasi dapat dengan mudah diperoleh oleh seluruh orang di dunia melalui teknologi internet ini.Sebagai contohnya komunikasi yang dihubungkan dengan komputer telah meningkatkan kemudahan dan kecepatan komunikasi. Walaupun peningkatan ini juga dapat menimbulkan masalah dalam organisasi dengan lingkungan kerja yang multikultur yang bahasa ibu setiap pekerjaannya berbeda (Samovar, et al., 2010:286). Sama halnya dengan cover majalah Charlie Hebdo, oleh karena perkembangan teknologi, cover ini dapat dilihat oleh semua orang di dunia menggunakan internet. Meskipun sasaran dari majalah ini hanya beberapa Negara, namun                                                                                                                

73 Sistem yang memiliki karakteristik (1) sistem hukum memberikan perlindungan yang berarti bagi kebebasan sipil perorangan, (2) tingkat pendapatan rata-rata tinggi dalam income perkapita, pendidikan serta melek huruf, (3) pemerintahan dengan system multi partai, demokrasi parlementer, (4) terdapat modal cukup sehingga perusahaan swasta diperbolehkan mendukung atau memiliki media komunikasi berita, (5) tradisi yang mapan mengenai kemandirian jurnalistik.

oleh karena internet banyak orang dari seluruh bangsa dapat melihatnya. Ditambah cover ini menimbulkan kontroversi oleh karena main image yang tertera di dalamnya. Adanya perbedaan dalam menginterpretasikan main image ini yang mendorong munculnya aksi protes terkait dengan gambar kartun tersebut. Perbedaan bahasa dan latar belakang budaya menjadi faktor penting dalam proses interpretasi suatu pesan yang diterimanya.Ilustrasi di atas menjelaskan bagaimana bahasa, budaya, dan teknologi dapat bergabung dan mempengaruhi komunikasi antar budaya.

Seperti yang paparkan bahwa main image majalah Charlie Hebdo edisi 19 September 2012 ini telah menimbulkan protes. Peneliti memaknai munculnya aksi protes ini juga diakibatkan karena adanya perbedaan budaya di masing-masing Negara. Walaupun majalah ini hanya dipasarkan ke beberapa Negara seperti Prancis, Belgia, Jerman, Andorra, Spanyol, Republik Dominika, Swiss, Canada, Polinesia Perancis, Kaledonia Baru, dan Tunisia, tetapi oleh karena perkembangan teknologi komunikasi (adanya internet) maka seluruh Negara yang bukan sebagai sasaran juga akan memperoleh informasi majalah ini. Oleh karena itu, peneliti mencoba mengamati menggunakan pengelompokan budaya menurut Hall, yaitu budaya konteks-tinggi dan budaya konteks-rendah.

Ting-Toomey telah mengamati bahwa perbedaan komunikasi di antara budaya konteks-tinggi74 dan konteks-rendah75 juga jelas dalam cara di mana keduanya mendekati konflik. Menurut Ting-Toomey, budaya konteks tinggi cenderung kurang terbuka, mereka menganggap konflik berbahaya pada semua jenis komunikasi. Ting-Toomey berkata, “Konflik harus dihadapi dengan hati-hati” (Samovar, et al., 2010:259).Dalam budaya konteks-tinggi, masyarakatnya cenderung waspada terhadap lingkungan sekitar mereka dan                                                                                                                

74 Konteks tinggi adalah salah satu pengelompokan budaya menurut Hall dilihat dari perbedaan dan persamaan budaya dalam persepsi dan komunikasi. Bangsa yang tergolong dalam kelompok ini adalah Amerika Indian, Amerika Latin, Jepang, Arab, Cina, Afrika-Amerika, Korea, dan masyarakat Asia lainnya.

75 Konteks rendah adalah salah satu pengelompokan budaya menurut Hall dilihat dari perbedaan dan persamaan budaya dalam persepsi dan komunikasi. Bangsa yang tergolong dalam kelompok ini adalah Jerman, Swiss, Skandinavia, dan Amerika Utara.  

dapat menyatakan serta mengartikan perasaan tanpa menyatakannya secara verbal. Andersen menyatakan, “budaya konteks-tinggi percaya pada komunikasi non-verbal” dan menurut Gudykunst, “berkomunikasi dalam cara yang tidak langsung.” Mereka bergantung pada bagaimana sesuatu itu dikatakan, lebih daripada apa yang dikatakan, dan waspada terhadap isyarat non-verbal (Samovar, et al., 2010:257). Dalam budaya konteks-rendah memiliki mode komunikasi yang berbeda dengan konteks-tinggi. Pada konteks-tinggi mode komunikasi kadang samar-samar, tidak langsung, dan implicit, sedangkan konteks-rendah cenderung langsung dan eksplisit (Samovar, et al., 2010:258).

Berdasarkan pemahaman mengenai budaya konteks-rendah dan tinggi di atas, peneliti memahami bahwa majalah Charlie Hebdo yang berasal dari Perancis dengan latar belakang budaya konteks-rendah menyampaikan sebuah pesan melalui main image majalah. Ketika majalah edisi ini diterima oleh masyarakat dengan budaya konteks-rendah juga seperti Jerman, Swiss, Amerika Utara maka hal yang muncul adalah penerimaan pesan tersebut. Sedangkan jika pesan ini diterima oleh Negara seperti Afrika Utara, Asia, Timur Tengah yang merupakan Negara dengan budaya konteks-tinggi, maka penerimaannya pun juga berbeda. Terbukti pada Negara-negara dengan budaya konteks-tinggi inilah terjadi aksi protes ketika majalah Charlie Hebdo edisi 19 September 2012 terbit.

Sebagai contoh lain pada September 2005 terdapat gambar “Nabi Muhammad” dengan bom sebagai sorbannya beserta sebelas kartun lain di Koran lokal Aarhus, Denmark yaitu Jyllands-Posten. Pemuatan kartun ini juga mengundang gelombang protes dan demonstrasi dengan akibat yang fatal (Ajidarma, 2012:3). Kritik utama terhadap peristiwa ini adalah kartun tersebut telah melecehkan kepekaan beragama atas nama kebebasan berekspresi. Pembelaan Rose lain yaitu menyatakan:

“kami mengintegrasikan Anda ke dalam tradisi satir Denmark karena Anda adalah bagian dari masyarakat kami, bukan orang asing. Kartun-kartun itu memasukkan (including), daripada mengeluarkan (excluding) kaum muslimin.”

Pembelaan ini sepertinya ditujukan kepada pemeluk Islam di Denmark, tampak seperti proyek jembatan komunitas yang bukan hanya gagal, tetapi berakibat fatal akibat jarak antarwacana (Ajidarma, 2012:4). Terdapat dua wacana terpisah, yang tidak dapat dipertemukan maupun diperdamaikan akibat publikasi kartun tersebut; yakni wacana yang menyimpulkan ‘penghinaan’ di satu pihak, dan wacana yang menyimpulkan ‘bukan penghinaan’ di pihak lain – yang dalam dunia hari ini tidak dapat disebut diakibatkan oleh jarak geografis. (Ajidarma, 2012:4-5).

Pada akhirnya peneliti menemukan bahwa kenyataannya memang benar sebuah komunikasi non-verbal dapat berarti ambigu. Wood dengan jelas menggarisbawahi ambiguitas ini dalam tulisannya:”kita tidak pernah yakin apakah seseorang mengerti arti yang kita inginkan melalui perilaku non-verbal yang kita tunjukkan.” (Samovar, et al., 2010:295-296).Begitu juga dengan komunikasi non-verbal yang muncul dalam sebuah visualisasi. Hal serupa terjadi pada main image cover majalah Charlie Hebdo. Faktor yang mempengaruhi komunikasi non-verbal menurut Beamer dan Varner adalah bahwa,

“komunikasi non-verbal dipengaruhi oleh sejumlah faktor, termasuk latar belakang budaya, latar belakang sosial ekonomi, pendidikan, gender, usia, kecenderungan pribadi, dan idiosinkrasi.”

Singkatnya, tidak semua orang dalam budaya tertentu melakukan tindakan non-verbal yang sama, jadi interpretasi dari komunikasi non-verbal harus dievaluasi secara hati-hati sebelum menyimpulkannya (Samovar, et al., 2010:296).

D. Pemaknaan Cover atau Sampul Majalah Charlie Hebdo edisi 19