• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tipe Pemanfaatan, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan dan Persepsi Pemanfaatan Tumbuhan Obat Oleh Masyarakat Kabupaten

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.4 Tipe Pemanfaatan, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan dan Persepsi Pemanfaatan Tumbuhan Obat Oleh Masyarakat Kabupaten

Subang

Berdasarkan hasil penelitian, tidak setiap saat masyarakat Kabupaten Subang memanfaatkan tumbuhan obat untuk pengobatan. Tipe pemanfaatan spesies tumbuhan untuk pengobatan yang dilakukan masyarakat berbeda-beda. Tipe pemanfaatan tersebut berbeda berdasarkan waktu pemanfaatan dan tujuan

pemanfaatan tumbuhan obat. Terdapat tiga tipe pemanfaatan tumbuhan bagi pengobatan oleh masyarakat di Kabupaten Subang, yaitu

1. Pertolongan pertama, yaitu tumbuhan obat dijadikan pertolongan pertama dalam mengobati suatu penyakit. Jika ternyata penyakitnya tidak kunjung membaik atau semakin parah, maka pengobatan modern atau secara medis menjadi solusi. Pada tipe pemanfaatan pertolongan pertama, biasanya spesies tumbuhan obat yang digunakan merupakan tumbuhan obat untuk mengobati penyakit-penyakit ringan.

2. Alternatif/pengganti, yaitu pengobatan dengan tumbuhan obat sebagai pengganti pengobatan secara modern. Hal-hal yang menjadi alasan pemanfaatan tumbuhan obat sebagai alternatif/pengganti, yaitu kejenuhan terhadap obat modern yang dianggap tidak manjur meskipun telah banyak dan lama dikonsumsi, adanya beberapa warga masyarakat yang alergi terhadap obat kimia dan mahalnya biaya untuk membeli obat modern sehingga obat-obatan dari tumbuhan yang murah meriah menjadi solusi.

3. Pendamping, artinya tumbuhan obat dikonsumsi bersamaan dengan obat modern sebagai upaya untuk mempercepat penyembuhan dari suatu penyakit. Hal tersebut seringkali ditemukan pada masyarakat. Meskipun memungkinkan penyembuhan suatu penyakit lebih cepat, namun hal tersebut juga dapat membahayakan jika pemanfaatan tumbuhan obat yang bersamaan dengan penggunaan obat modern/kimia tidak sesuai aturan.

Banyak pendapat dan persepsi masyarakat mengenai pengobatan dengan tumbuhan obat. Beberapa masyarakat menyukai pengobatan dengan cara tersebut. Hal-hal yang menyebabkan masyarakat Kabupaten Subang memanfaatkan tumbuhan untuk pengobatan, yaitu

1. Masyarakat mengetahui dampak negatif dari obat-obat kimia/modern, selain itu masyarakat menilai bahwa pengobatan dengan obat kimia/moden hanya sementara. Penyakit atau rasa sakit yang diderita hanya sembuh sementara waktu dan akan terasa lagi beberapa waktu kemudian (kambuh);

2. Tumbuhan obat mudah diperoleh di sekitar lingkungan masyarakat dan murah, bahkan tanpa biaya bila menanam sendiri atau meminta dari tetangga;

3. Tumbuhan obat dinilai tidak memiliki efek samping bagi tubuh bila digunakan, sedangkan zat kimia yang terkandung dalam obat-obatan modern akan berbahaya bagi tubuh bila digunakan terus menerus;

4. Adanya masyarakat yang resisten atau kebal terhadap obat kimia/modern, sehingga tidak kunjung sembuh. Selain itu, terdapat juga masyarakat yang alergi terhadap obat kimia/modern;

5. Riwayat sakit yang panjang dengan menggunakan pengobatan modern/kimia menyebabkan kejenuhan masyarakat dalam mengkonsumsi obat kimia/modern tersebut;

6. Pengobatan dengan tumbuhan obat dijadikan pendamping selain pengobatan secara moden sebagai upaya masyarakat agar penyakit yang dideritanya lekas sembuh.

Selain banyak masyarakat Kabupaten Subang yang menyukai dan menggunakan lagi pengobatan dengan menggunakan tumbuhan obat, terdapat juga masyarakat yang enggan bahkan tidak lagi memanfaatkan tumbuhan untuk pengobatan. Hal-hal yang menyebabkan hal tersebut, yaitu

1. Efek penggunaan tumbuhan obat tidak langsung terlihat, sehingga penggunaannya harus secara rutin dan penuh dengan kesabaran;

2. Beberapa masyarakat merasa tumbuhan obat tidak memberikan pengaruh apapun terhadap kesembuhan penyakit mereka. Hal tersebut disebabkan efek penggunaan suatu spesies tumbuhan obat akan berbeda pada setiap orang; 3. Tumbuhan obat memiliki bau dan rasa tertentu yang tidak disukai setiap orang.

Terkadang bau dan rasa tersebut membuat masyarakat mual dan muntah- muntah;

4. Beberapa spesies tumbuhan obat sudah mulai sulit ditemukan di sekitar lingkungan masyarakat;

5. Tumbuhan obat kurang praktis digunakan, sehingga sulit digunakan oleh masyarakat yang membutuhkan penyembuhan cepat dan memiliki keterbatasan waktu dalam mengolahnya.

Secara umum, berdasarkan hasil analisis terhadap perilaku pemanfaatan tumbuhan obat di lokasi-lokasi penelitian, faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat di Kabupaten Subang, yaitu

1. Umur. Umur seseorang mempengaruhi pemanfaatan tumbuhan obat karena orang yang berumur lebih tua memiliki pengetahuan dan kepercayaan terhadap tumbuhan obat yang lebih tinggi. Selain itu, pada masyarakat yang berumur lebih tua terdapat motivasi untuk mempertahankan pengetahuan yang berasal secara turun temurun. Namun, menurunnya kemampuan fisik dan ingatan seseorang pada usia tua seringkali menjadi penyebab tidak dimanfaatkannya lagi tumbuhan obat tersebut.

2. Tingkat pendidikan. Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang rendah memanfaatkan tumbuhan obat terbatas pada apa yang mereka warisi secara turun temurun, informasi dari kerabat dan apa yang mereka lihat dari tayangan di TV, acara radio dan media elektronik lainnya. Sedangkan masyarakat dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, selain memanfaatkan tumbuhan obat yang diketahui secara turun temurun, juga mendapatkan pengetahuan mengenai tumbuhan obat dari acara seminar dan media cetak, seperti majalah, buku, koran dan lain-lain. Hal tersebut disebabkan terbukanya akses terhadap semua sumber dan media yang memberikan pengetahuan baru pada masyarakat dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Selain mengenai tumbuhan obat dan manfaatnya, dari media-media tersebut pun masyarakat mengetahui mengenai dampak negatif pengobatan secara kimia. Tumbuhan obat yang diperoleh dari pengetahuan baru tersebut tidak terbatas pada spesies tumbuhan obat yang biasa digunakan dan tumbuh di lingkungan sekitarnya, namun dapat merupakan spesies baru.

3. Tingkat ekonomi. Masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah tentunya akan memilih pengobatan dengan biaya yang murah seperti tumbuhan obat. Namun, seringkali waktu mereka dihabiskan untuk bekerja sehingga waktu untuk melakukan pengolahan tumbuhan obat terbatas dan lebih memilih obat kimia yang lebih praktis dan mudah didapatkan.

4. Riwayat sakit. Masyarakat yang menderita penyakit tertentu akan berupaya menyembuhkan penyakitnya dengan berbagai upaya, mulai dari pengobatan secara medis hingga pengobatan tradisional dengan tumbuhan obat, bahkan menggabungkan berbagai macam pengobatan tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk mempercepat penyembuhan. Riwayat sakit yang panjang kadang

membuat penderita jenuh, beberapa diantaranya menjadi resisten hingga alergi terhadap jenis obat kimia, sehingga pengobatan tradisional dengan menggunakan tumbuhan obat pun menjadi alternatif.

5. Keberadaan vegetasi alami. Masyarakat yang tinggal di dekat vegetasi alami, seperti hutan memiliki ketergantungan terhadap sumberdaya yang terdapat di dalamnya. Diantara sumberdaya yang dimanfaatkan tersebut berupa tumbuhan yang berkhasiat obat. Sedangkan masyarakat yang tidak tinggal di dekat vegetasi alami, berupaya melakukan budidaya tumbuhan obat atau pun memperoleh tumbuhan obat dengan cara membeli.

6. Kondisi lingkungan sosial. Masyarakat yang tinggal berdekatan dengan masyarakat lainnya yang masih memanfaatkan tumbuhan obat, biasanya juga akan ikut memanfaatkan tumbuhan obat tersebut. Hal tersebut disebabkan adanya interaksi diantara masyarakat yang dapat bersifat persuasif terhadap suatu perilaku, termasuk perilaku pemanfaatan tumbuhan obat.

7. Sumber informasi. Pengetahuan mengenai tumbuhan obat dan pemanfaatanya secara turun temurun merupakan sumber pengetahuan utama bagi masyarakat. Selain itu, masyarakat pun sangat mendapatkan pengetahuan dari sumber lain, terutama pengetahuan berupa pemanfaatan spesies tumbuhan obat yang baru.

5.5 Program Pengembangan Pemanfaatan Tumbuhan Obat di Kabupaten