• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN

4.2. Pemanfaatan Pakan Alami Phroneima

Usaha perikanan yang berkembang di Kabupaten Pinrang adalah usaha perikanan budidaya udang di lahan tambak. Produksi udang budidaya (krustasea) dari tahun ke tahun cenderung mengalami stagnasi dan juga terjadi penurunan

produktivitas. Oleh karena itu perlu dilakukan berbagai upaya perbaikan untuk usaha budidaya udang ini. Dalam kegiatan budidaya udang windu yang dilakukan oleh masyarakat pembudidaya di daerah tersebut mampu memberikan solusi terhadap penyediaan lapangan pekerjaan, ketahanan pangan, melindungi lingkungan dari kerusakan sekaligus memberikan keuntungan kepada masyarakat yang terlibat. Dalam memanfaatkan sumber daya alam (tambak) secara berkelanjutan dengan prinsip yang ramah lingkungan dan mampu meningkatkan pendapatan keluarga dan masyarakat yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung.

Pada bagian selanjutnya dikemukakan usaha budidaya udang windu di lahan tambak yang efisien ditinjau dari segi pemanfaatan sumberdaya dan minimalisasi limbah. Sebagai bahan kajian yang disampaikan nara sumber diambil contoh pada tambak yang dilakukan oleh kelompok sasaran binaan KIMBis yang mengilustrasikan usaha budidaya udang dapat memanfaatkan pakan alami Phroneima.

Kegiatan usaha yang dicontohkan adalah kegiatan pemanfaatan pakan alami Phronima (Phronima sp) dalam kegiatan budidaya udang windu. Pakan alami lokal sejenis udang renik yang hidup di dasar tambak yang pada awalnya hanya dapat dijumpai di Sabbangparu kecamatan Suppa. Binatang penghuni dasar tambak jenis crustacea itu kini sudah menyebar ke beberapa lokasi pertambakan udang di Pinrang termasuk di lokasi KIMBis.

Dikemukakan oleh nara sumber bahwa dari praktek yang dilakukan oleh masyarakat pembudidaya udang windu diantaranya adalah efisiensi pakan yang selama ini menggunakan pakan buatan komersial. Dalam hal ini juga terjadi efisiensi biaya, karena pembudidaya yang semula harus membeli pakan komersial, saat ini cukup menggunakan Phronima saja.

Selain itu teridentifikasi terjadi efisiensi penggunaan benih, dengan adanya kelulusan hidup yang lebih tinggi pada udang windu yang dibudidayakan. Selama ini kelulusan hidup udang sebesar 50%, namun setelah menggunakan Phronima sebagai pakan alami, sehingga kelulusan hidup udang di tingkat pembudidaya meningkat menjadi 75 – 80%. Hal ini secara tidak langsung telah mengoptimalkan sumberdaya lokal karena Phronima adalah udang renik yang hidup di dasar tambak.

Kegiatan budidaya udang windu menggunakan pakan alami Phronema terlihat tidak ada limbah. Hal ini didasarkan pendapat bahwa pakan alami yang diberikan kepada udang adalah jasad renik udang. Meskipun demikian “jika jumlah populasinya kurang maka pertumbuhan udang lambat, tapi jika berlebihan akan mematikan udang di tambak”. Oleh karena itu, untuk memacu pertumbuhan udang dengan menggunakan pakan Phronema diperlukan pengetahuan dan keterampilan cara kultur Phronima tersebut di tambak.

Kualitas air yang diperlukan untuk tumbuh dan berkembang biaknya Phronima sp berada pada kisaran; suhu 28-25 derajat Celsius, salinitas 20-27 ppt, oksigen terlarut (DO) 0,3-4,9 ppm, Ammonia 0,080-1,600 ppm dan Nitrit 0,056-1,329 ppm. Pakan alami lokal

sejenis udang renik yang hidup di dasar tambak, awalnya hanya dapat dijumpai di bekas tambak intensif di Sabbangparu kecamatan Suppa. Binatang penghuni dasar tambak jenis crustacea itu kini sudah menyebar ke beberapa lokasi pertambakan udang di kecamatan Suppa.

Kegiatan usaha budidaya udang windu di Kabupaten Pinrang yang menggunakan Phronima sebagai pakan alami merupakan usaha yang melibatkan banyak tenaga kerja. Penggunaan tenaga kerja ini dilakukan sejak tahap persiapan tambak, pemeliharaan sampai panen. Persiapan tambak, pertama-tama tambak dikeringkan sampai retak permukaan tambak. Kemudian memasukkan air untuk pencucian lalu dilakukan pemberantasan hama dengan saponin. Juga pengapuran dolomit dengan dosis disesuaikan dengan pH dasar tambak.

Pemupukan dasar dilakukan berselang tiga hari setelah pengapuran dan pemberantasan hama. Dalam kondisi tanah dasar tambak macak-macak, dedak yang telah difermentasi disebar merata ke dasar tambak. Tiga hingga lima hari kemudian kita masukkan air sampai penuh pelataran bersamaan dengan memasukkan bibit Phroneima sebanyak 3 liter. Jenis pupuk yang digunakan dalam pengembangbiakan Phronima di tambak antara lain pupuk urea, SP36 dan ZA, dedak, pupuk cair organik, ragi tape dan saponin.

Setelah 20-30 hari sejak persiapan maka benur tokolan umur 21 hari yang sudah dipersiapkan bersamaan dengan persiapan petak pembesaran sudah dapat dipindahkan setelah dipastikan populasi Phronima sudah mencukupi untuk kebutuhan 10.000-15.000 ekor benur tokolan. Selama masa pemeliharaan dilakukan kontrol populasi Phronima dan dilakukan pemupukan susulan berupa pupuk cair organik setiap minggu dan pupuk urea, SP dan ZA serta dedak secukupnya untuk perkembangbiakan Phronima.

Untuk mengantisipasi kekurangan pakan ketika populasi Phronima menipis selama masa pemeliharaan, maka pembudidaya memberi pakan tambahan berupa ikan rucah. Namun demikian untuk membudidayakan udang windu sistem Phronima maka petambak minimal harus memiliki tiga petakan tambak yang terdiri dari petak kultur Phronima, petak pentokolan benur dan petak pembesaran udang windu. Ketiga luasan petakan ini dengan ukuran bervariasi namun ketiganya tetap digunakan untuk pelihara udang. Jika keseluruhan atau banyak petambak yang telah menggunakan Phronima, maka satu petak tambakpun sudah cukup. Jadi ada saling bantu bibit Phromina dari tambak yang berada berdekatan.

Setelah dipelihara selama 50-60 hari udang sudah dipanen sebanyak 150-300 kg dengan ukuran size 35-40 ekor/kg. Kemudian tambak dipersiapkan kembali untuk siklus berikutnya, sehingga dalam setahun pembudidaya di dapat melakukan panen udang windu 3-4 kali setahun. Produktivitas udang tambak 150-300 kg per musim dapat dicapai karena pembudidaya memanfaatkan pakan alami Phronima. Dengan semakin dikenalnya Phroneima sebagai pakan alami telah membuat pembudidaya udang semangat untuk menghidupkan kembali tambak yang selama ini terlantar. Selain itu hasil panen udang yang menggunakan Phroneima sebagai pakan alami semakin meningkat. Hal ini membuat pendapatan pembudidaya meningkat.

Kegiatan penggunaan Phroneima sebagai pakan alami ini dapat diidentifikasi sebagai kegiatan yang menggunakan teknologi yang bersifat adaptif sesuai dengan kebutuhan lokal yang dikenal dengan istilah adaptif dan inovatif. Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa teknologi ini ditemukakan di wilayah pembudidaya yang menggunakan teknologi tersebut. Sebagai contoh; Ridwan adalah salah seorang pembudidaya udang di Sabbangparu yang pertama kali temukan pakan alami yang kaya protein hewani tersebut pada tahun 2006.

Awalnya lahan tambak bekas intensif seluas 1 hektar yang ia kontrak tiba-tiba udangnya cepat panen dengan ukuran size 25-30 ekor/kg. Padahal benur tokolan sebanyak 10.000 ekor yang ditebar baru berumur 45 hari. “Saya heran sekali karena udang milik tetangga empang banyak yang sakit dan mati mendadak, tapi udang yang saya pelihara sehat dan cepat besar,” ungkap La Ride. Untuk menawarkan rasa penasarannya maka La Ride memeriksa lumpur dasar tambak. Ternyata ada hewan kecil seukuran jentik nyamuk yang bentuk tubuhnya mirip dengan udang kecil. “Rupanya mahluk aneh itulah yang menjadi makanan bagi udang sehingga cepat besar,” kata La Ride. Anehnya, kata La Ride, makanan empuk untuk udang windu itu hanya ada di petakan tambak miliknya. Sejak saat itu pembudidaya tambak di sekitar hamparan tambak La Ride banyak datang mengambil hewan kecil itu untuk dikembangbiakkan di tambaknya. Identifikasi pemanfaatan sumberdaya yang efisien dan ramah lingkungan dalam usaha budidaya udang windu dengan menggunakan Phronima sebagai pakan alami dikemukakan pada Tabel 1.

Tabel 1. Pemanfaatan sumber daya yang efisien dalam usaha budidaya udang windu menggunakan pakan alami Phroneima di Kabupaten Pinrang.

Kategori Identifikasi

1. Efisiensi sumberdaya

- efisiensi biaya, karena pembudidaya yang semula harus membeli pakan komersial, saat ini cukup menggunakan Phroneima saja.

- efisiensi penggunaan benih, selama ini kelulusan hidup udang sebesar 50%, namun setelah menggunakan Phronima sebagai pakan alami meningkat hingga 75 – 80%.

- Terjadi optimalisasi sumberdaya lokal karena Phronima merupakan udang renik yang hidup di dasar tambak.

2. Minim limbah

Penggunaan Phroneima sebagai pakan alami tidak menghasilkan limbah di tambak meskipun kegiatan pembersihan tambak tetap perlu dilakukan.

3. Tenaga kerja

Penggunaan tenaga kerja yang banyak teridentifikasi sejak tahap persiapan tambak, pemeliharaan sampai panen.

4. Pemanfatan tambak yang idle

Penggunaan Phronima mampu menciptakan berbagai usaha terutama pemulihan lahan tambak yang terbengkalai.

5. Inovasi lokal

Penggunaan pronima sebagai pakan alami merupakan teknologi yang bersifat adaptif sesuai dengan kebutuhan lokal, karena ditemukan di lokasi tambak budidayanya.

Gambar 5. Phronima dan udang hasil budidaya di wilayah Pinrang.