Abstrak
Penelitian untuk mempelajari sifat dormansi dan metode pematahan dormansi biji gulma Asystasia gangetica, Mimosa pigra dan Borreria alata telah dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB pada bulan Juli 2011. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan untuk masing- masing gulma Asystasia gangetica, Mimosa pigra dan Borreria alata. Perlakuan tersebut adalah kontrol, perendaman dengan air hangat 50 0C selama 24 jam, perendaman dengan dengan air panas 90 0C selama 30 menit dan pembenaman 4 hari dalam tanah. Hasil penelitian menunjukkan Mimosa pigra
dan Borreria alata memiliki sifat dorman, namun tidak untuk Asystasia gangetica. Pembenaman biji Borreria alata dalam tanah selama 4 hari, perendaman Mimosa pigra dalam air panas 90 0C dapat digunakan sebagai metoda pematahan dormansi sedangkan Asystasia gangetica tidak memerlukan pematahan dormansi.
Kata Kunci: pematahan dormansi
Abstract
The experiment was conducted at Seed and Technology Laboratory, Departement of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agriculture, IPB on July 2011 to study breaking treatment of seed dormancy for Asystasia gangetica, Mimosa pigra and Borreria alata. The experiment was using completely randomized design with 4 treatments and 4 replications for weed. The dormancy breaking treatments were control, soaked in 50 0C warm water for 24 hours, soaked in 90 0C hot water and embedded in soil for 4 days. The result showed that Mimosa pigra and Borreria alata have dormancy but no for Asystasia gangetica. Burrying Borreria alata seed in the soil for 4 days, soaking Mimosa pigra seed in hot water could be used as dormancy breaking treatments. No dormancy breaking treatment needed for Asystasia gangetica.
Pendahuluan
Gulma merupakan bagian dari kehidupan pertanian sehari- hari. Penurunan hasil dari gulma dapat mencapai 20–80% bila gulma tidak disiangi (Moenandir 1993). Gulma dapat berkembang biak secara generatif dengan menggunakan biji. Beberapa jenis gulma berdaun lebar yang akhir-akhir ini menimbulkan masalah dan mengancam keanekaragaman hayati, mendominasi di perkebunan, pertanian dan lahan non pertanian lainnya. Hal ini disebabkan kemampuan tumbuh yang cepat dan menghasilkan banyak biji yang mudah tersebar seperti Asystasia gangetica, Borreria alata dan Mimosa pigra (SEAMEO Biotrop 2011).
Biji gulma memegang peranan penting dalam kaitan keberhasilan usaha pengendalian gulma. Setiap gulma berpotensi menghasilkan biji dengan jumlah yang berbeda. Banyaknya biji yang yang ada di dalam tanah dikenal sebagai seed bank atau simpanan biji (Sastroutomo 1990). Seed bank adalah propagul dorman dari gulma yang berada di dalam tanah yaitu berupa biji, stolon dan rimpang, yang akan berkembang menjadi individu gulma jika kondisi lingkungan mendukung (Fenner 1995).
Salah satu tahap pengendalian gulma adalah pengendalian pada masa perkecambahan. Penelitian dengan tujuan pengendalian gulma pada masa perkecambahan dan menggunakan gulma yang sengaja ditanam, sering mengalami kesulitan. Hal ini akibat sifat gulma yang apabila sengaja ditanam sering tidak dapat tumbuh seperti di alam. Gulma tidak mampu berkecambah dan tumbuh karena mengalami dormansi.
Dormansi biji berhubungan dengan usaha biji untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Kemampuan biji untuk menunda perkecambahan sampai waktu dan tempat yang tepat adalah mekanisme pertahanan hidup yang penting dalam tanaman. Dormansi biji diturunkan secara genetik, dan merupakan cara tanaman agar dapat bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungannya. Lama dormansi dipengaruhi oleh lingkungan selama perkembangan biji. Lamanya dormansi dan mekanisme dormansi berbeda antar spesies, dan antar varietas. Dormansi biji pada spesies tertentu mengakibatkan biji tidak berkecambah di
13
dalam tanah selama beberapa tahun. Hal ini menjelaskan keberadaan tanaman yang tidak diinginkan (gulma) di lahan pertanian yang ditanami secara rutin (Ilyas 2007).
Roberts (1972) menyatakan bahwa dormansi dapat terjadi meskipun biji viabel, biji tidak berkecambah pada kondisi yang sudah memenuhi syarat untuk berkecambah (suhu, air dan oksigen yang cukup). Dormans i dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embrio. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi biji dan memulai proses perkecambahannya. Pre-treatment
skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi yang disebabkan kulit biji yang keras, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embrio. Perendaman di dalam air panas dilakukan untuk pematahan dormansi dengan kulit biji yang keras (Bonner et al. 1994).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari sifat dormansi dan teknik pematahan dormansi gulma Asystasia gangetica, Mimosa pigra dan
Borreria alata.
Bahan dan Metode Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011, bertempat di Laboratorium Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain biji gulma
Asystasia gangetica, Mimosa pigra, Borreria alata, aquadest dan air. Alat yang digunakan adalah petridish, kertas merang, ekogerminator, sprayer, mikroskop label dan alat-alat tulis.
Rancangan Percobaan
Percobaan terdiri dari 4 percobaan terpisah, menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 4 perlakuan dan 4 ulangan, untuk masing- masing tanaman
uji Asystasia gangetica, Mimosa pigra dan Borreria alata. Perlakuan pematahan dormansi yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Tanpa pematahan dormansi (kontrol)
2. Pematahan dormansi dengan air hangat 50 0C selama 24 jam
3. Pematahan dormansi dengan air panas 90 0C selama 30 menit. Benih diletakkan dalam piring kaca kemudian disiram dengan air panas, lalu didiamkan sampai dingin (30 menit) kemudian dikecambahkan.
4. Dibenamkan 4 hari dalam tanah. Biji gulma dibungkus dengan kain kasa dibenamkan kedalam tanah dengan ked alaman 40 cm selama 4 hari. Persamaan umum statistik untuk rancangan percobaan ini adalah :
Yij : µ + αi+ εij
Dimana : i : pematahan dormansi gulma ke- 1, 2, 3 J : ulangan ke - 1, 2, 3, 4;
Yij : respon tanaman terhadap pematahan dormansi ke-i dan ulangan
taraf ke-j; µ : rataan Umum
αi : pengaruh pematahan dormansi ke- i
εij : galat percobaan
Analisis ragam yang berpengaruh nyata pada taraf 5 % diuji lanjut dengan DMRT (Duncan’s Multiple Range Test).
Pelaksaan penelitian
Perkecambahan Biji Gulma. Setiap perlakuan dalam 1 ulangan menggunakan 25 biji untuk masing- masing gulma Asystasia gangetica, Mimosa pigra, Borreria alata. Gulma yang telah diberi perlakuan pematahan dormansi dan juga kontrol diletakkan di dalam petridish yang telah diberi kertas merang. Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga untuk masing- masing spesies terdapat 100 biji yang diamati. Setelah biji diletakkan dalam petridish yang berbeda untuk masing- masing tanaman uji, lalu disemprot dengan air sampai kertas lembab.
15
Pengamatan. Pengamatan dilakukan terhadap kecambah normal, abnormal, dan mati. Biji dikatakan berkecambah apabila sudah muncul plumula atau radikula melalui kulit biji (testa). Pembuatan grafik perkecambahan dilakukan dengan mengamati seluruh biji yang dapat berkecambah dengan rumus sebagai berikut:
Perkecambahan biji = x 100%
Uji viabilitas biji merupakan uji daya kecambah pada kondisi optimum. Persentase daya berkecambah adalah persentase kecambah normal yang dapat dihasilkan oleh biji pada kondisi optimum dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Untuk menghitung persentase daya berkecamba h (DB) biji digunakan rumus sebagai berikut :
DB = x 100%
Dimana, DB : Daya berkecambah (%)
KN I : Jumlah kecambah normal pada hitungan pertama. KN II : Jumlah kecambah normal pada hitungan kedua.
Penetapan hari pertama kecambah normal (KN I) dilihat berdasarkan data grafik kecambah terbanyak, (KN II) dihitung saat kecambah tumbuh konstan, sedang pengujian vigor biji merupakan metode untuk mengevaluasi vigor biji dan bertujuan memberikan informasi kemungkinan kemampuan biji untuk tumbuh menjadi tanaman normal dan berproduksi optimum meskipun keadaan biofisik sub optimum (Sutopo 2002). Untuk menghitung indeks vigor digunakan rumus sebagai berikut :
Indeks vigor = x 100% Kecambah normal pada hitungan pertama