STUDI POTENSI ALELOPATI TEKI (Cyperus rotundus L.)
SEBAGAI BIOHERBISIDA UNTUK PENGENDALIAN
GULMA BERDAUN LEBAR
YULIA DELSI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa te sis dengan judul Studi Potensi Alelopati Teki (Cyperus rotundus L.) sebagai Bioherbisida untuk Pengendalian Gulma Berdaun Lebar adalah karya saya dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2012
ABSTRACT
YULIA DELSI. Allelochemical Compound Study from Cyperus rotundus L. as Bioherbicide for Broadleaf Weed Control. Under direction M. AHMAD CHOZIN and SANDRA ARIFIN AZIZ.
This research was conducted at Seed and Technology Laboratory of IPB, Cikabayan Greenhouse, Darmaga, Bogor and Regional Health Laboratory, Jakarta from July 2011 until May 2012 to study the potency of allelochemical compounds from Cyperus rotundus L. as bioherbicide for broadleaf weed control (Asystasia gangetica, Borreria alata and Mimosa pigra). The research consisted of 3 experiments. The objective of the first experiment was to study breaking treatment of seed dormancy for Asystasia gangetica, Mimosa pigra and Borreria alata. The weed treatment were soaked in 50 0C warm water for 24 hours, soaked in 90 0C hot water and embedded in soil for 4 days and control. The result showed that burrying Borreria alata seed in the soil for 4 days, soaking Mimosa pigra
seed in hot water could be used as dormancy breaking treatments. No dormancy breaking treatment needed for Asystasia gangetica.
The second experiment was conducted to study the influence of C. rotundus extracts on pre-emergence of broadleaf weed. The treatments used 0.5, until 4.5 kg/L with interval 0.5 kg/L concentration of extract (C. rotundus biomass with aquadest). The third experiment was conducted to determine the effect of C. rotundus extracts, mixed with fresh and dried C. rotundus biomass with soil, mulched of fresh and dried C. rotundus biomass, compost and flour of C. rotundus to weed growth and developmentand soybean. The experiment was using completely randomized design in observation of germination and randomized block design in weed growth. The result showed that 1.0 kg/L concentration of C. rotundus extract caused lower weed seed germination but have no effect on soybean germination. Applications of C. rotundus biomass have no effect on the growth and development of weed and soybean. Application of C. rotundus extract 1.0 kg/L potentially can be used as pre-emergence bioherbicide.
RINGKASAN
YULIA DELSI. Studi Potensi Alelopati Teki (Cyperus rotundus L.) sebagai Bioherbisida untuk Pengendalian Gulma Berdaun Lebar. Dibimbing oleh M. AHMAD CHOZIN dan SANDRA ARIFIN AZIZ.
Penelitian untuk mempelajari potensi alelopati teki (Cyperus rotundus L.) sebagai bioherbisida untuk pengendalian gulma berdaun lebar telah dilakuka n pada bulan Juli 2011 sampai Mei 2012, bertempat di Laboratorium Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, Rumah Kaca Cikabayan Bawah Dramaga, Bogor dan Laboratorium Kesehatan Daerah DKI Jakarta. Percobaan ini bertujuan untuk melihat pengaruh alelopati C. rotundus terhadap perkecambahan, pertumbuhan dan perkembangan gulma berdaun lebar lebar (Asystasia gangetica, Mimosa pigra, Borreria alata) dan kedelai sebagai perwakilan tanaman budidaya berdaun lebar.
Gulma memiliki kemampuan berkecambah yang tidak serentak, dan salah satu kendala yang dihadapi adalah sulitnya mengecambahkan biji gulma yang sengaja ditanam. Penelitian dengan tujuan untuk melihat pengaruh suatu senyawa terhadap pertumbuhan gulma sering kali menghadapi kendala karena gulma yang dorman. Oleh sebab itu metode pematahan dormansi yang sesuai merupakan salah satu hal penting yang harus di ketahui.
Percobaan 1 bertujuan untuk mempelajari sifat dormansi dan metoda pematahan dormansi biji gulma berdaun lebar Asystasia gangetica, Mimosa pigra
dan Borreria alata. Percobaan ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan uji lanjut DMRT taraf 5%. Percobaan terdiri dari 4 perlakuan dan 4 ulangan untuk masing- masing tanaman uji. Perlakuan pematahan dormansi yang digunakan adalah kontrol, perendaman dalam air hangat 50 0C, perendaman dalam air panas 90 0C dan pembenaman dalam tanah dengan kedalaman 40 cm selama 4 hari. Hasil percobaan menunjukkan pembenaman biji Borreria alata dalam tanah selama 4 hari, perendaman Mimosa pigra dalam air panas 90 0C dapat digunakan sebagai metode pematahan dormansi sedangkan Asystasia gangetica tidak memerlukan pematahan dormansi.
dan kedelai. Percobaan menggunakan 9 perbandingan konsentrasi biomassa seluruh bagian C. rotundus dan aquadest dengan perbandingan berat/volume yaitu 0.5, sampai 4.5 kg/L dengan interval konsentrasi 0.5 kg/L. Hasil percobaan menunjukkan bahwa ekstrak C. rotundus mulai konsentrasi 1.0 kg/L sampai konsentrasi 4.5 kg/L memberikan pengaruh yang sama dan menekan daya berkecambah biji gulma berdaun lebar namun tidak berpengaruh negatif terhadap benih kedelai. Aplikasi C. rotundus konsentrasi 1.0 kg/L ini akan digunakan pada pengamatan selanjutnya.
Percobaan 3 untuk mempelajari pengaruh pemberian biomassa C. rotundus terhadap pertumbuhan dan perkembangan gulma dan kedelai. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok dengan 8 perlakuan dan 3 ulangan untuk masing- masing tanaman uji Asystasia gangetica, Mimosa pigra, Borreria alata
dan kedelai. Perlakuan pada percobaan ini adalah dengan penggunaan C. rotundus
dalam bentuk ekstrak konsentrasi 1.0 kg/L, segar dan kering yang dicampur dengan tanah, segar dan kering yang dihamparkan di permukaan tanah, kompos, tepung dan kontrol.
Hasil pengamatan menunjukkan aplikasi biomassa C. rotundus dalam bentuk ekstrak, segar, kering, kompos dan tepung tidak menekan pertumbuhan dan perkembangan gulma serta kedelai. Aplikasi C. rotundus sebagai mulsa segar diketahui meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan gulma dan kedelai. Hasil percobaan membuktikan perlakuan pemberian C. rotundus tidak menghambat perkecambahan dan pertumbuhan kede lai. Analisis alelokimia menunjukkan senyawa fenolat cyperene dan culmorin sebagai senyawa khas yang dimiliki Cyperus rotundus hanya ditemukan dalam C. rotundus segar dengan pelarut aquadest yang merupakan alelopati.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan
b. pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
STUDI POTENSI ALELOPATI TEKI (Cyperus rotundus L.)
SEBAGAI BIOHERBISIDA UNTUK PENGENDALIAN
GULMA BERDAUN LEBAR
YULIA DELSI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Departemen Agnomi dan Hortikultura
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Studi Potensi Alelopati Teki (Cyperus rotundus L.) sebagai Bioherbisida untuk Pengendalian Gulma Berdaun Lebar
Nama : Yulia Delsi
NIM : A252100121
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Tanggal Ujian: 30 Juli 2012 Tanggal Lulus: Prof. Dr. Ir. M.Ahmad Chozin, M.Agr
Ketua
Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS Anggota
Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura
Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS
Dekan Sekolah Pascasarjana
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Studi Potensi Alelopati Teki (Cyperus rotundus L.) sebagai Bioherbisida untuk Pengendalian Gulma Berdaun Lebar. Penghargaan dan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. M. Ahmad Chozin, M.Agr dan Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS selaku komisi pembimbing yang senantiasa tanpa lelah memberi sumbangan pemikiran, kritikan, saran dan nasehat dalam pelaksaan penelitian maupun dalam penulisan tesis ini.
Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ahmad Junaedi, MSi selaku dosen penguji luar komisi pada ujian tesis dan Dr. Maya Melati, MS, MSc selaku penguji dari Program Studi Agronomi dan Hortikultura, yang telah banyak memberi masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini. Ucapan penghargaan juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS selaku Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura yang telah memberi bimbingan dan nasehat kepada penulis. Terima kasih setulusnya penulis sampaikan kepada Dr. Sri Sudarmiyati Tjirosoedirdjo dan Dr. Soekisman Tjitrosemito yang telah banyak memberi masukan demi kelancaran penelitian ini. Penghargaan dan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kedua orang tua yaitu Ayahanda Syawaluddin dan ibunda Aswitati, kepada adik tercinta Andre May Rizki, serta kepada kakanda M. Fajri Rahmatul Zafdi dan seluruh keluarga atas segala pengorbanan yang tak terhingga dan limpahan kasih saying, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Rerenstradika Tizar Terryana, Mutiara Dewi, Ida Widiyawati, Bapak Engelbert Manaroingsong, Toyip, Nofrianil, Anita Dawis, Gina Aliasopha, Desty Sulistyowati, Bapak Halim, Kartika Kirana, Nope Gromikora dan Jorge Aroujo atas perhatian dan motifasinya selama ini.
Penghargaan dan terima kasih setulusnya juga penulis sampaikan kepada Robi Saputra dan Leo Mualim yang senantiasa memberi sokongan dan bantuan dalam pelaksaan penelitian maupun dalam penulisan tesis ini.
Akhirnya penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu demi kelancaran penelitian ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bobor, Agustus 2012
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ketinggian (Kab. 50 Kota, Payakumbuh, Sumatera Barat) pada tanggal 4 Desember 1987 dari ayah Syawaluddin dan ibu Aswitati. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Pada tahun 2006 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas 1 Kec. Guguak, Kab 50 Kota. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan pada Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang. Selama pendidikan di Universitas And alas penulis pernah mengikuti Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) XXIII tahun 2010 dan menerima penghargaan setara Perak dari Kementrian Pendidikan Nasional yang bekerja sama dengan Universitas Mahasaraswati, Denpasar. Penulis memperoleh gelar Sarjana Sains pada tahun 2010.
Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan program Magister pada Program Studi Agnonomi dan Hortikultura, Sekolah Pascasarjana IPB. Pada tanggal 19-24 September 2011 penulis telah mengikuti kegiatan Summer Course
dengan topic Sustainable Production of Tropical Agriculture yang diselenggarakan di Institut Pertanian Bogor bersama mahasiswa Ibaraki, Tsukuba dan Ryukyu University, Japan. Penulis juga telah mengikuti kegiatan
International Joint Winter Course on Practical Agriculture Education for Local
DAFTAR ISI
Pengaruh Alelopati Cyperus rotundus Terhadap Tanaman dan Gulma ... 5
Pengaruh Alelopati Terhadap Kedelai ... 6
Status Gulma Asystasia gangetica ... 7
Status Gulma Mimosa pigra... 8
Status Gulma Borreria alata ... 9
PEMATAHAN DORMANSI BIJI GULMA BERDAUN LEBAR... 11
Abstrak ... 43
Pendahuluan... 44
Bahan dan Metode ... 45
Hasil dan Pembahasan ... 48
Kesimpulan ... 76
Daftar Pustaka... 76
ANALISIS KANDUNGAN ALELOKIMIA Cyperus rotundus L. ... 79
Abstrak ... 79
Pendahuluan ... 80
Bahan dan Metode ... 81
Hasil dan Pembahasan ... 81
Kesimpulan ... 84
Daftar Pustaka... 84
PEMBAHASAN UMUM... 87
KESIMPULAN DAN SARAN ... 90
DAFTAR PUSTAKA... 91
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Jumlah biji A. gangetica berkecambah normal, abnormal, dorman
dan mati pada hari ke -21 ... 17
2. Daya berkecambah, indeks vigor, panjang plumula dan radikula
A. gangetica... 17 3. Jumlah biji M. pigra berkecambah normal, abnormal, dorman
dan mati pada hari ke -21 ... 19
4. Daya berkecambah, indeks vigor, panjang plumula dan radikula
M. pigra ... 20
5. Jumlah biji B. alata berkecambah normal, abnormal, dorman dan
mati pada hari ke -21 ... 22
6. Daya berkecambah, indeks vigor, panjang plumula dan radikula
B. alata ... 22
17.Bobot segar dan bobot kering M. pigra pada perlakuan
pemberian C. rotundus... 61
18.Tinggi B. alata pada perlakuan pemberian C. rotundus ... 61
19.Jumlah daun B. alata pada perlakuan pemberian C. rotundus ... 62
20.Jumlah cabang B. alata pada perlakuan pemberian C. rotundus... 63
21.Bobot segar dan bobot kering B. alata pada perlakuan pemberian
C. rotundus ... 67
22.Tinggi kedelai pada perlakuan pemberian C. rotundus ... 68
23.Jumlah daun kedelai pada perlakuan pemberian C. rotundus ... 69
24.Jumlah cabang kedelai pada perlakuan pemberian C. rotundus ... 70
25.Bobot basah dan bobot kering kedelai pada perlakuan pemberian
C. rotundus ... 75
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Bagan alir penelitian... 4
2. Perkecambahan biji A. gangetica ... 16
3. Biji A. gangetica dorman (kiri) dan benih mati (kanan)
perbesaran 40x... 17
4. Perkecambahan biji M. pigra ... 19
5. Biji M. pigra dorman (kiri) dan biji mati (kanan) perbesaran 40x... 20
6. Perkecambahan biji B. alata... 21
7. Biji B. alata dorman (kiri) dan biji mati (kanan) perbesaran 40x ... 22
8. Perkecambahan biji A. gangetica pada perlakuan pemberian
ekstrak C. rotundus berbagai konsentrasi ... 30
9. Perkecambahan biji M. pigra pada perlakuan pemberian ekstrak
C. rotundus berbagai konsentrasi ... 32
10.Perkecambahan biji B. alata pada perlakuan pemberian ekstrak
C. rotundus berbagai konsentrasi ... 34 11.Perkecambahan biji kedelai pada perlakuan pemberian ekstrak C.
rotundus berbagai Konsentrasi... 36
12.Serangan jamur pada ekstrak C. rotundus konsentrasi 2.0 kg/L
(kiri), 3.5 kg/L (tengah), 4.5 kg/L(kanan) ... 37
13.Hifa jamur (tengah), potongan Aspergillus perbesaran 40x
(kanan)... 38
14.Bibit A. gangetica, M. pigra dan B. alata siap tanam ... 47
15.Indeks luas daun A. gangetica pada perlakuan pemberian C.
rotundus... 51
16.Laju asimilasi bersih A. gangetica pada perlakuan pemberian C.
rotundus... 52
17.Laju tumbuh relatif A. gangetica pada perlakuan pemberian C.
rotundus ... 58 20.Laju tumbuh relatif M. pigra pada perlakuan pemberian C.
rotundus ... 59
21.Indeks luas daun B. alata pada perlakuan pemberian C. rotundus... 64
22.Laju asimilasi bersih B. alata pada perlakuan pemberian C.
rotundus ... 65
23.Laju tumbuh relatif B. alata pada perlakuan pemberian C.
rotundus ... 66
24.Indeks luas daun kedelai pada perlakuan pemberian C. rotundus ... 71
25.Laju asimilasi bersih kedelai pada perlakuan pemberian C.
rotundus ... 72
26.Laju tumbuh relatif kedelai pada perlakuan pemberian C.
rotundus ... 73
27.Jumlah bintil akar kedelai pada perlakuan pemberian C. rotundus ... 74
28.Perkembangan A. gangetica secara generatif (a), perkembangan
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Metode analisis alelokimia C. rotundus ... 97
2. Hasil analisis alelokimia C. rotundus... 98
1
PENDAHULUAN
Latar BelakangGulma menimbulkan gangguan pada tanaman budidaya, karena karakter morfologi, biokimia dan fisiologi melalui dua mekanisme, yaitu persaingan dan alelopati. Persaingan adalah upaya dalam memperebutkan air, unsur hara, udara, cahaya dan ruang tumbuh (Rizvi et al. 1999). Alelopati merupakan senyawa kimia yang dihasilkan oleh tanaman melalui pencucian, eksudasi akar, penguapan dan pembusukan organ tumbuhan, sehingga menghambat pertumbuhan, perkembangan dan menurunkan produksi tanaman (Seigler 1996; Ferguson 2009). Beberapa jenis gulma berdaun lebar yang akhir-akhir ini menimbulkan masalah dan mengancam keanekaragaman hayati diantaranya Asystasia gangetica, Borreria alata, Chromolaena odorata, Acacia nilotica, Lantana camara, Mimosa pigra dan Mikania micrantha (SEAMEO Biotrop 2011). Diantara gulma tersebut Asystasia gangetica, Borreria alata dan Mimosa pigra
dilaporkan banyak mendominasi di perkebunan, pertanian dan lahan non pertanian lainnya. Gulma ini perlu mendapat perhatian guna menemukan metoda pengendalian gulma yang efektif serta ramah lingkungan.
Ada beberapa cara pengendalian gulma diantaranya secara kimia dengan menggunakan herbisida. Herbisida adalah suatu senyawa kimia yang digunakan sebagai pengendali gulma tanpa mengganggu tanaman pokok (Einhellig 1996). Pesatnya penggunaan herbisida kimia secara terus menerus menimbulkan efek negatif bagi lingkungan, mengakibatkan suatu gulma tertentu menjadi resisten dan juga dapat memicu timbulnya gulma baru yang lebih agresif. Rahayu (2003) menyatakan bahwa penggunaan bahan alami alelopati yang dikeluarkan oleh tumbuhan dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk pengendalian gulma dan dapat menjadi alternatif bioherbisida. Kajian alelopati banyak mendapat perhatian dan mendukung teknologi budidaya tanaman ramah lingkungan pada sistem pertanian berkelanjutan (Junaedi etal. 2006).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa C. rotundus berpotensi sebagai bioherbisida, terutama untuk gulma berdaun lebar. Trimurti (1988) menyatakan bahwa analisis senyawa fenolat dalam umbi menunjukkan bahwa umbi Cyperus rotundus mengandung asam klorogenat. Penggunakan ekstrak umbi (Cyperus rotundus) dengan perbandingan C. rotundus
150 g/L terbukti efektif menghambat pertumbuhan (Amaranthus spinosus) (Palapa 2009). Izah (2009) menyatakan C. rotundus menghambat panjang hipokotil jagung pada hari ke-7 sampai hari ke-15. Mulyani (2010) mengaplikasikan mulsa
Cyperus rotundus 200 g per polibag yang menekan pertumbuhan gulma berdaun lebar namun tidak berpengaruh negatif terhadap tanaman bawang merah. Elrokiek (2010) menyatakan umbi dan tajuk Cyperus rotundus mengandung senyawa fenolat dan menekan pertumbuhan Echinochloa crus-galli. Syarifi (2010) menyatakan pemberian mulsa gulma Cyperus rotundus berpotensi alelopati terhadap tumbuhan berdaun lebar, termasuk gulma daun lebar dan kedelai.
Hasil penelitian memperlihatkan potensi pengembangan C. rotundus sebagai bioherbisida untuk pengendalian gulma berdaun lebar, akan memberikan dampak yang positif terhadap lingkungan dan mengurangi perannya sebagai gulma. Pemanfaatan alelokimia C. rotundus ini sesuai dengan prinsip LEISA (Low External Input and Sustainable Agriculture) yaitu meminimalkan serangan hama (termasuk gulma) dan penyakit pada tanaman melalui pencegahan dan perlakuan yang aman (Rahayu 2003).
Penelitian untuk mempelajari pengaruh suatu senyawa terhadap perkecambahan biji gulma yang sengaja ditanam, sering kali mendapat masalah biji yang dorman. Untuk itu dalam penelitian terlebih dahulu dicari metoda pematahan dormansi biji gulma yang tinggi.
3
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah :
1. Mempelajari pengaruh ekstrak C. rotundus terhadap perkecambahan biji gulma berdaun lebar (Asystasia gangetica, Mimosa pigra, Borreria alata) serta kedelai.
2. Mempelajari pengaruh biomassa C. rotundus terhadap pertumbuhan dan perkembangan gulma berdaun lebar (Asystasia gangetica, Mimosa pigra, Borreria alata)serta kedelai.
3. Menganalisis kandungan alelokimia C.rotundus.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis pada penelitian ini adalah :
1. Ekstrak C. rotundus akan menghambat perkecambahan gulma berdaun lebar (Asystasia gangetica, Mimosa pigra, Borreria alata) serta kedelai.
2. Perlakuan pemberian biomassa C. rotundus akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan gulma berdaun lebar (Asystasia gangetica, Mimosa pigra, Borreria alata) serta kedelai.
Ruang Lingkup Penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA
Pengaruh Alelopati Cyperus rotundus terhadap Tanaman dan Gulma
Alelopati didefinisikan sebagai pengaruh langsung ataupun tidak langsung dari suatu tumbuhan terhadap yang lainnya, termasuk mik roorganisme, baik yang bersifat positif/perangsangan, maupun negatif/penghambatan terhadap pertumbuhan, melalui pelepasan senyawa kimia ke lingkungannya (Rice 1984). Alelopati pada tumbuhan dibentuk di berbagai organ seperti akar, batang, daun,
Pada umumnya alelokimia merupakan metabolit sekunder yang dikelompokkan menjadi 14 golongan, yaitu asam organik larut air, lakton, asam lemak rantai panjang, quinon, terpenoid, flavonoid, tanin, asam sinamat dan derivatnya, asam benzoat dan derivatnya, kumarin, fenol dan asam fenolat, asam amino non protein, sulfida serta nukleosida (Rice 1984).
Teki (Cyperus rotundus) merupakan gulma yang tersebar di seluruh dunia dan termasuk jenis gulma ganas. Soerjani (1987) menyatakan bahwa teki menimbulkan masalah serius pada perkebunan tebu, palawija, padi dan jagung. Teki dapat mengeluarkan senyawa penghambat pertumbuhan yang disebut alelopati. Ekstrak umbi teki diketahui mengandung senyawa fenol (Trimurti 1988). Menurut Sastroutomo (1990) senyawa fenol dapat meracuni tanaman pokok di sekelilingnya dan menurunkan kualitas hasil.
Teki (Cyperus rotundus L.) sangat mengganggu dan menurunkan produksi (41%) pada pertanaman jagung tomat dan padi. Hal ini akibat persaingan teki dengan tanaman di sekitarnya untuk mendapatkanfaktor tumbuh berupa air, unsur hara, udara, cahaya dan ruang tumbuh (Rizvi et al. 1992). Teki (Cyperus rotundus
L.) dianggap sebagai salah satu dari gulma merugikan di dunia, terdistribusi secara luas di seluruh daerah tropis dan subtropis (Iqbal 2008).
Elrokiek (2010) melakukan analisis kromatografi terhadap C. rotundus
caffeat, ferulat, culmarat, benzoat, vanilat, klorogenat dan sinamat sedangkan umbi mengandung hidroksibenzoat, caffeat, ferulat, vanilat serta klorogenat dan diketahui menekan pertumbuhan Echinochloa crus-galli.
Akhir-akhir ini kajian alelopati banyak mendapat perhatian karena alelopati berpotensi untuk pengendali biologi yang ramah lingkungan. Senyawa alelopati dari tanaman, gulma, residu tumbuhan, maupun mikroorganisme dapat dimanfaatkan untuk pengendalian gulma, patogen, dan hama tanaman dalam mendukung teknologi budi daya tanaman ramah lingkungan pada sistem pertanian berkelanjutan (Junaedi etal.2006).
Pengaruh Alelopati terhadap Kedelai
Kedelai merupakan tanaman berdaun lebar yang ba nyak dibudidayakan di Indonesia. Kacang kedelai (Glycine max (L) Merr.) adalah salah satu tanaman palawija yang termasuk tanaman semusim, tergolong kedalam divisi Magnoliophyta, klas Magnoliopsida, ordo Fabales, family Fabaceae, genus Glycine, dan spesies Glycine max (Singh 2005).
Tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik pada berbagai jenis tanah, asalkan drainasi dan aerasi tanah cukup baik. Pada tanah alluvial, regosol, latosol maupun andosol kedelai dapat tumbuh baik, hanya pada tanah podzolik merah kuning dan tanah yang mengandung pasir kuarsa pertumbuhan kede lai kurang baik. Selanjutnya dinyatakan bahwa pH tanah yang dib utuhkan tanaman kedelai yaitu antara 5,8-7, sedang pH optimum berkisar antara 6-6,5 (Sumarno & Hartono 1983).
Selain dari iklim yang dapat mempengaruhi produksi kedelai adalah keberadaan gulma. Terdapat 56 jenis gulma yang biasa tumbuh di pertanaman kedelai yang terdiri dari 20 jenis rerumputan, 6 teki-tekian dan 30 jenis dari golongan gulma berdaun lebar. Sartoutomo (1990) mencatat 19 jenis gulma yang dominan adalah Digitaria ciliaris, Cyperus rotundus, Ageratum conyzoides dan
Borreria alata. Hasil optimum kedelai dapat diperoleh apabila selama empat minggu setelah tanam, kedelai bebas gulma (Horn & Burnside 1985).
7
menurunkan produksi tanaman kedelai dengan potensi menurunkan 22.75% (Budi dan Hajoeningtijas 2009; Kuntyastuti 2001). Menurut Inawati (2000) gulma C. rotundus mampu menekan jumlah bintil akar kedelai varietas Wilis dan Pangrango. Hal ini disebabkan bakteri bintil akar memerlukan unsur P yang cukup tinggi untuk pembentukan bintil akar sedangkan gulma memiliki kemampuan yang kuat untuk menyerap unsur P tersebut. Oleh karena itu kehadiran gulma akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan dalam penyerapan unsur hara P oleh kedelai sehingga pembentukan bintil akar menjadi tertekan.
Status Gulma Asystasia gangetica
Menurut Natural Heritage Trust (2003) Asystasia gangetica merupakan tumbuhan menjalar dan dapat dengan mudah tersebar baik melalui biji ataupun batang. Tumbuhan ini merupakan salah satu tumbuhan yang dapat mengancam keanekaragaman hayati dan menyebabkan kerusakan lingkungan lainnya. Meski hanya pada tahap awal, keberadaan gulma ini memiliki potensi serius untuk mengubah ekosistem. Sebagai gulma lingkungan, tumbuhan ini dapat memindahkan vegetasi dan mengurangi ketersediaan habitat tanaman asli baik untuk hewan maupun tumbuhan, dan memicu penurunan keanekaragaman hayati. Tumbuhan ini tersebar di daerah tropik dan sub tropik seperti India, Afrika, Australia, Malaysia dan juga di Indonesia. Saat ini tersebar secara luas terutama pada pertanaman kelapa sawit dan tanaman perkebunan lain terutama pada daerah dengan potensial cahaya cukup.
A. gangetica (L.) termasuk famili Acanthaceae dan spesies ini asli dari Afrika, India dan Sri Lanka, baru-baru ini ditemukan ternaturalisasi di Taiwan selatan. A. gangetica mudah dibedakan dari marga lain dalam famili Acanthaceae dengan korolla yang zygomorphic, 4 benang sari, 4 biji dan stipitate dengan kapsul jelas. A. gangetica ditandai dengan daun bulat telur sampai oval, dan bunga bewarna putih (Hsu 2005).
hati-hati, tumbuhan ini sangat cepat sekali menyebar baik dari stek maupun dengan biji. Oleh karena itu pencegahan dan intervensi lebih awal merupakan bentuk pengendalian gulma yang paling hemat biaya (Natural Heritage Trust 2003).
A. gangetica tersebar luas di perkebunan kelapa sawit, karet, nenas dan perkebunan kakao, maupun pada tempat pembuangan limbah. A. gangetica telah dilaporkan baru-baru ini sebagai gulma penting di perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara. A. gangetica memiliki kemampuan menghasilkan biji dalam jumlah besar, ringan dan dapat terbawa oleh angin sehingga penyebarannya sangat cepat di sekitar tanaman induknya. A. gangetica memiliki kemampuan pertumbuhan yang sangat cepat sehingga dibutuhkan tenaga kerja yang lebih untuk mengendalikannya. Penyebaran yang sangat cepat ini juga dapat disebabkan karena biji yang terbawa oleh angin dan menjadi seed bank di areal perkebunan.
Seed bank merupakan biji gulma yang berada di atas pemukaan tanah ataupun di dalam tanah. Jika hal ini dibiarkan begitu saja maka penyebaran gulma ini dapat mendominasi areal perkebunan dan menurunkan produksi (Girsang 2010).
Status Gulma Mimosa pigra
9
M. pigra adalah salah satu gulma berbahaya. Hal ini disebabkan sifat invasif dan kemampuan penyebaran yang dapat merugikan lingkungan secara ekonomi. M. pigra mampu mengganti semua vegetasi asli dalam suatu sistem, mengantikan padang rumput menjadi semak yang dipenuhi M. pigra mengancam produksi, menurunkan nilai- nilai konservasi lahan, dan mengurangi ruang lingkup eksploitasi pada saat melakukan pengolahan pada suatu kawasan (Natural Heritage Trust, 2003). M. pigra menjadi salah satu gulma yang mendominasi waduk-waduk pasca tsunami Aceh yang lalu (Sari et al. 2006). Banyak upaya telah dilakukan untuk mengendalikan M. pigra namun sejauh ini keberhasilannya sangat kecil (Chin 2008).
Holm (1977) menyatakan M. pigra mampu memproduksi 42000 biji/tanaman. Populasi M. pigra meningkat di areal teh dua bulan setelah pangkas, namun memiliki kecepatan tumbuh yang lambat. M. pigra berkecambah 50% lebih tinggi bila terbenam 3 cm di dalam tanah d ibandingkan dengan terbenam 1 cm. Walaupun kecepatan tumbuhnya lambat namun dengan produksi biji yang tinggi dalam pengkelasan gulma termasuk gulma kelas A yang berbahaya dan wajib dikendalikan (Santosa 2009).
Status Gulma Borreria alata
B. alata termasuk jenis tanaman dikotil berdaun lebar dari famili Rubiaceae, banyak dijumpai di lahan pertanian ataupun non pertanian. Affandi et al. (2005) menemukan bahwa B. alata merupakan salah satu tanaman inang beberapa jenis tungau tanaman jeruk yang tumbuh di bawah kanopi jeruk mandarin di Sumatra Barat. Sastroutomo (1990) menyatakan bahwa B. alata
putih. Buah berbentuk kapsul dengan panjang 3-4 mm. B. alata berkembang biak dengan biji, penyebaran bisa melalui air, dap at tumbuh di daerah kering dan daerah ternaungi dari dataran rendah sampai ketinggian 1600 mdpl. B. alata dapat tumbuh pada tanah miskin hara dan merupakan salah satu gulma penting di Indonesia.
Syawal (2006) menyatakan bahwa B. alata merupakan gulma penting yang mendominasi lahan pertanaman kopi robusta (Coffea canephora Pierre) dengan SDR tertinggi dibandingkan gulma lainnya yaitu 27.30 %. Pada perkebunan karet B. alata memiliki nilai SDR tertinggi pada karet yang belum menghasilkan dengan SDR 15.47 dan 4.43 % pada karet yang telah mengasilkan
PEMATAHAN DORMANSI GULMA BERDAUN LEBAR
Broadleaf Weed Breaking of DormancyAbstrak
Penelitian untuk mempelajari sifat dormansi dan metode pematahan dormansi biji gulma Asystasia gangetica, Mimosa pigra dan Borreria alata telah dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB pada bulan Juli 2011. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan untuk masing- masing gulma Asystasia gangetica, Mimosa pigra dan Borreria alata. Perlakuan tersebut adalah kontrol, perendaman dengan air hangat 50 0C selama 24 jam, perendaman dengan dengan air panas 90 0C selama 30 menit dan pembenaman 4 hari dalam tanah. Hasil penelitian menunjukkan Mimosa pigra
dan Borreria alata memiliki sifat dorman, namun tidak untuk Asystasia gangetica. Pembenaman biji Borreria alata dalam tanah selama 4 hari, perendaman Mimosa pigra dalam air panas 90 0C dapat digunakan sebagai metoda pematahan dormansi sedangkan Asystasia gangetica tidak memerlukan pematahan dormansi.
Kata Kunci: pematahan dormansi
Abstract
The experiment was conducted at Seed and Technology Laboratory, Departement of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agriculture, IPB on July 2011 to study breaking treatment of seed dormancy for Asystasia gangetica, Mimosa pigra and Borreria alata. The experiment was using completely randomized design with 4 treatments and 4 replications for weed. The dormancy breaking treatments were control, soaked in 50 0C warm water for 24 hours, soaked in 90 0C hot water and embedded in soil for 4 days. The result showed that Mimosa pigra and Borreria alata have dormancy but no for Asystasia gangetica. Burrying Borreria alata seed in the soil for 4 days, soaking Mimosa pigra seed in hot water could be used as dormancy breaking treatments. No dormancy breaking treatment needed for Asystasia gangetica.
Pendahuluan
Gulma merupakan bagian dari kehidupan pertanian sehari- hari. Penurunan hasil dari gulma dapat mencapai 20–80% bila gulma tidak disiangi (Moenandir 1993). Gulma dapat berkembang biak secara generatif dengan menggunakan biji. Beberapa jenis gulma berdaun lebar yang akhir-akhir ini menimbulkan masalah dan mengancam keanekaragaman hayati, mendominasi di perkebunan, pertanian dan lahan non pertanian lainnya. Hal ini disebabkan kemampuan tumbuh yang cepat dan menghasilkan banyak biji yang mudah tersebar seperti Asystasia gangetica, Borreria alata dan Mimosa pigra (SEAMEO Biotrop 2011).
Biji gulma memegang peranan penting dalam kaitan keberhasilan usaha pengendalian gulma. Setiap gulma berpotensi menghasilkan biji dengan jumlah yang berbeda. Banyaknya biji yang yang ada di dalam tanah dikenal sebagai seed bank atau simpanan biji (Sastroutomo 1990). Seed bank adalah propagul dorman dari gulma yang berada di dalam tanah yaitu berupa biji, stolon dan rimpang, yang akan berkembang menjadi individu gulma jika kondisi lingkungan mendukung (Fenner 1995).
Salah satu tahap pengendalian gulma adalah pengendalian pada masa perkecambahan. Penelitian dengan tujuan pengendalian gulma pada masa perkecambahan dan menggunakan gulma yang sengaja ditanam, sering mengalami kesulitan. Hal ini akibat sifat gulma yang apabila sengaja ditanam sering tidak dapat tumbuh seperti di alam. Gulma tidak mampu berkecambah dan tumbuh karena mengalami dormansi.
13
dalam tanah selama beberapa tahun. Hal ini menjelaskan keberadaan tanaman yang tidak diinginkan (gulma) di lahan pertanian yang ditanami secara rutin (Ilyas 2007).
Roberts (1972) menyatakan bahwa dormansi dapat terjadi meskipun biji viabel, biji tidak berkecambah pada kondisi yang sudah memenuhi syarat untuk berkecambah (suhu, air dan oksigen yang cukup). Dormans i dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embrio. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi biji dan memulai proses perkecambahannya. Pre-treatment
skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi yang disebabkan kulit biji yang keras, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embrio. Perendaman di dalam air panas dilakukan untuk pematahan dormansi dengan kulit biji yang keras (Bonner et al. 1994).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari sifat dormansi dan teknik pematahan dormansi gulma Asystasia gangetica, Mimosa pigra dan
Borreria alata.
Bahan dan Metode Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011, bertempat di Laboratorium Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain biji gulma
Asystasia gangetica, Mimosa pigra, Borreria alata, aquadest dan air. Alat yang digunakan adalah petridish, kertas merang, ekogerminator, sprayer, mikroskop label dan alat-alat tulis.
Rancangan Percobaan
uji Asystasia gangetica, Mimosa pigra dan Borreria alata. Perlakuan pematahan dormansi yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Tanpa pematahan dormansi (kontrol)
2. Pematahan dormansi dengan air hangat 50 0C selama 24 jam
3. Pematahan dormansi dengan air panas 90 0C selama 30 menit. Benih diletakkan dalam piring kaca kemudian disiram dengan air panas, lalu didiamkan sampai dingin (30 menit) kemudian dikecambahkan.
4. Dibenamkan 4 hari dalam tanah. Biji gulma dibungkus dengan kain kasa dibenamkan kedalam tanah dengan ked alaman 40 cm selama 4 hari. Persamaan umum statistik untuk rancangan percobaan ini adalah :
Yij : µ + αi+ εij
Dimana : i : pematahan dormansi gulma ke- 1, 2, 3 J : ulangan ke - 1, 2, 3, 4;
Yij : respon tanaman terhadap pematahan dormansi ke-i dan ulangan
taraf ke-j; µ : rataan Umum
αi : pengaruh pematahan dormansi ke- i
εij : galat percobaan
Analisis ragam yang berpengaruh nyata pada taraf 5 % diuji lanjut dengan DMRT (Duncan’s Multiple Range Test).
Pelaksaan penelitian
15
Pengamatan. Pengamatan dilakukan terhadap kecambah normal, abnormal, dan mati. Biji dikatakan berkecambah apabila sudah muncul plumula atau radikula melalui kulit biji (testa). Pembuatan grafik perkecambahan dilakukan dengan mengamati seluruh biji yang dapat berkecambah dengan rumus sebagai berikut:
Perkecambahan biji = x 100%
Uji viabilitas biji merupakan uji daya kecambah pada kondisi optimum. Persentase daya berkecambah adalah persentase kecambah normal yang dapat dihasilkan oleh biji pada kondisi optimum dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Untuk menghitung persentase daya berkecamba h (DB) biji digunakan rumus sebagai berikut :
DB = x 100%
Dimana, DB : Daya berkecambah (%)
KN I : Jumlah kecambah normal pada hitungan pertama. KN II : Jumlah kecambah normal pada hitungan kedua.
Penetapan hari pertama kecambah normal (KN I) dilihat berdasarkan data grafik kecambah terbanyak, (KN II) dihitung saat kecambah tumbuh konstan, sedang pengujian vigor biji merupakan metode untuk mengevaluasi vigor biji dan bertujuan memberikan informasi kemungkinan kemampuan biji untuk tumbuh menjadi tanaman normal dan berproduksi optimum meskipun keadaan biofisik sub optimum (Sutopo 2002). Untuk menghitung indeks vigor digunakan rumus sebagai berikut :
Indeks vigor = x 100% Kecambah normal pada hitungan pertama Jumlah biji yang ditanam
KN I + KN II Jumlah biji yang ditanam
Hasil dan Pe mbahasan
Perkecambahan Biji Asystasia gangetica
Biji A. gangetica tidak memiliki sifat dorman. Pematahan dormansi gulma
A. gangetica menunjukkan perlakuan kontrol, perendaman dalam air 50 0C selama 24 jam dan perendaman dengan air 90 0C memiliki persentase perkecambahan tertinggi dengan persentase 99%. Perlakuan pematahan dormansi dengan pembenaman biji 4 hari dalam tanah pada awal pengamatan menunjukkan persentase perkecambahan tertinggi namun pada hari ke 12 hingga akhir pengamatan memiliki perkecambahan yang lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya (Gambar 2). Pembenaman biji A. gangetica berpotensi menyebabkan biji dorman sehingga dapat menjadi seed bank di dalam tanah.
Gambar 2. Pola perkecambahan biji A. gangetica pada berbagai perlakuan
Perkecambahan gulma A. gangetica dimulai dari pengamatan hari pertama (Gambar 2). Pertambahan perkecambahan sampai hari ke 6 diketahui relatif rendah. Perkecambahan gulma meningkat dimulai hari ke 7 sampai hari ke
17
11 dan terus bertambah hingga hari ke 17 namun sampai hari ke 21 tidak te rdapat pertambahan perkecambahan gulma A. gangetica.
Tabel 1. Jumlah biji A. gangetica berkecambah normal, abnormal, dorman dan mati pada hari ke-21
Perlakuan Kondisi biji
Normal Abnormal Dorman Mati
Kontrol 97 1 2 -
Air 50 0C 98 - - 2
Air 90 0C 97 2 - 1
Dibenamkan dalam tanah 84 15 - 1
Hasil pengamatan pada Tabel 1 memperlihatkan dari perlakuan dengan 4 ulangan dimana 1 ulangan terdiri dari 25 biji, diperoleh 100 biji yang diamati untuk masing- masing pelakuan. Pengamatan menunjukkan pembenaman biji di dalam tanah memiliki jumlah kecambah normal terkecil dan abnormal terbesar dibandingkan perlakuan lainnya. Biji A. gangetica tanpa pematahan dormansi memiliki jumlah kecambah yang sama dengan biji yang diberi perlakuan pematahan dormansi. Biji gulma dorman dan biji gulma yang mati dengan menggunakan mikroskop dapat dilihat pada Gambar 3.
Tabel 2 menunjukkan pembenaman biji 4 hari dalam tanah memiliki daya kecambah yang terendah dibandingkan perlakuan lainnya. Indeks vigor pada perlakuan tanpa pematahan dan pembenaman biji dalam tanah memberikan pengaruh yang nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan perendaman dengan air 50 0C selama 24 jam dan perendaman dengan air 90 0C. Perlakuan pematahan dormansi biji memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap panjang plumula dan radikula. Perlakuan tanpa pematahan dormansi menyebabkan daya berkecambah paling tinggi dibanding perlakuan lainnya. Hasil penelitian membuktikan Asystasia gangetica dapat tumbuh secara normal tanpa bantuan pematahan dormansi.
Perkecambahan Biji Mimosa pigra
Gulma Mimosa pigra diketahui memiliki sifat dorman. Perlakuan perendaman dalam air panas menghasilkan persentase perkecambahan tertinggi, dimana 30% biji berkecambah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan pematahan dormansi dengan perendaman dalam air hangat dan kontrol menghasilkan perkecambahan terendah. Biji M. pigra dari semua perlakuan diketahui berkecambah dimulai pada pengamatan hari pertama. Gambar 4 menunjukkan pola perkecambahan gulma pada setiap perlakuan meningkat pada pengamatan hari ke 4 kemudian cendrung tidak bertambah dari hari ke 7 sampai akhir pengamatan, kecuali pada perlakuan perendaman dalam air panas dan pembenaman 4 hari dalam tanah. Persentase perkecambahan tertinggi diperoleh dengan metode perendaman biji dalam air panas 90 0C dengan persentase perkecambahan 30%.
19
Gambar 4. Pola perkecambahan biji M. pigra pada berbagai perlakuan
Hasil pengamatan pada Tabel 3 menunjukkan perlakuan dengan perendaman dengan air panas 90 0C memiliki jumlah kecambah normal tertinggi dan kecambah abnormal terendah dibandingkan perlakuan lainnya. Mimosa pigra
dengan kulit biji yang keras memerlukan perlakuan air panas untuk memecah dormansi.
Tabel 3. Jumlah biji M. pigra berkecambah normal, abnormal, dorman dan mati pada hari ke -21
Perlakuan Kondisi biji
Normal Abnormal Dorman Mati
Gambar 5. Biji M. pigra dorman (kiri) dan biji mati (kanan) perbesaran 40x
Perendaman biji dalam air panas 90 0C menyebabkan daya berkecambah serta indeks vigor tertinggi dan berbeda nyata dibandingkan perlakuan lainnya (Tabel 4). Perlakuan pematahan dormansi memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap panjang plumula dan radikula. Pematahan dormansi
Mimosa pigra diketahui dapat dilakukan dengan merendam biji dalam air panas 90 0C. Perendaman biji di dalam air panas dapat menyebabkan kulit biji menjadi lunak sehingga imbibisi terjadi setelah air mendingin. Cara perendaman ini efektif dipakai untuk memecah dormansi pada beberapa genus dari famili Leguminosae (Bonner 1994).
Tabel 4. Daya berkecambah, indeks vigor, panjang plumula dan radikula M.pigra
21
pembenaman dalam tanah dan terus meningkat perlahan sampai 97 % hingga hari ke 21. Gambar 6 menunjukkan secara keseluruhan diketahui perlakuan kontrol, perendaam dalam air 50 0C dan 90 0C memberikan peningkatan perkecambahan hingga hari ke 10 namun dari hari ke 13 hingga akhir pengamatan perkecambahan cendrung tidak bertambah.
Gambar 6. Pola perkecambahan biji B. alata pada berbagai perlakuan
Tabel 5 memperlihatkan dari perlakuan dengan 4 ulangan dimana 1 ulangan terdiri dari 25 biji, diperoleh 100 biji yang diamati untuk masing- masing pelakuan. Pengamatan menunjukkan perlakuan pembenaman biji 4 hari dalam tanah memiliki jumlah kecambah normal tertinggi dan kecambah abnormal terendah dibandingkan perlakuan pematahan dormansi lainnya. Perlakuan kontrol, perendaman dalam air 50 dan 90 0C memiliki jumlah biji dorman yang lebih tinggi dibandingkan biji yang berhasil berkecambah.
Tabel 5. Jumlah biji B. alata berkecambah normal, abnormal, dorman dan mati pada hari ke -21
Perlakuan Kondisi biji
Normal Abnormal Dorman Mati
Kontrol 39 1 58 2
Air 50 0C 43 0 57 0
Air 90 0C 45 0 50 5
Dibenamkan dalam tanah 97 0 3 0
Biji gulma dorman dan biji gulma yang mati dengan menggunakan mikroskop dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Biji B. alata dorman (kiri) dan biji mati (kanan) perbesaran 40x
Pembenaman biji gulma 4 hari dalam tanah memberikan indek vigor tertinggi, sedangkan daya berkecambah, panjang plumula dan radikula tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan pematahan dormansi. Ini artinya pematahan dormansi Borreria alata dapat dilakukan dengan metoda pembenaman biji dalam tanah selama 4 hari (Tabel 6).
Tabel 6. Daya berkecambah, indeks vigor, panjang plumula dan radikula B. alata
23
Chozin (1988) menyatakan bahwa pembenaman biji gulma pada tanah kering menghasilkan perkecambahan yang lebih baik dari pada penyimpanan biji lainnya. Kelembaban dan suhu dalam tanah dapat menginduksi proses imbibisi dan pelunakan kulit biji. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian, dimana pembenaman biji Borreria alata 4 hari didalam tanah dapat memecah dormansi dengan persentase perkecambahan yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya.
Hasil penelitian menunjukkan metode pematahan dormansi gulma menyebabkan daya berkecambah dan indeks vigor yang berbeda untuk masing-masing jenis gulma. Daya berkecambah dan indeks vigor tertinggi untuk gulma
Asystasia gangetica ditemukan pada perlakuan tanpa pematahan dormansi,
Borreria alata dengan pembenaman biji dalam tanah selama 4 hari sedangkan
Mimosa pigra dengan melakukan perendaman biji selama 30 menit di dalam 90
0
C air panas.
Daya kecambah biji dapat diartikan sebagai persentase biji yang dapat tumbuh menghasilkan bibit normal pada lingkungan optimum de ngan jangka waktu tertentu. Untuk dapat tumbuh dengan baik bibit memerlukan kelembaban dan oksigen yang cukup. Banyaknya biji yang berkecambah setiap satuan luas sangat penting. Imbibisi atau meresapnya air kedalam biji merupakan syarat utama kelangsungan perkecambahan (Sutopo 2002).
Vigor merupakan kekuatan biji atau kekuatan kecambah, kemampuan biji untuk menghasilkan perakaran dan pucuk yang kuat pada kondisi yang tidak menguntungkan serta bebas dari serangan mikroorganisme (Justice 2002). Kehilangan vigor dapat dianggap sebagai tahap perantara dari kehilangan biji, yaitu terjadi antara awal dan akhir proses kemunduran (kematian).
Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Biji-biji Borreria alata dan Mimosa pigra memiliki sifat dorman sedangkan biji-biji Asystasia gangetica tidak memiliki sifat dorman kecuali dengan pembenaman di dalam tanah.
2. Dormansi biji Borreria alata dapat dipatahkan dengan perlakuan pembenaman biji dalam tanah selama 4 hari, biji Mimosa pigra dengan perlakuan perendaman dalam air panas 90 0C.
Daftar Pustaka
Bonner FT, Vozzo JA, Elam WW, Land SB. 1994. Tree Seed Tecnology Training Course. Instructor’s Manual. United State Departement of Agriculture. Forest Service.Southern Forest Experiment station. New Orleans, Lousiana.
Chozin MA, Nakagawa K. 1988. Autecological studies on Cyperus iria L. and C. microiria STEUD., annual Cyperaceous weeds. J. Weed Research. Japan. 33:22-30.
Fenner M. 1995. Ecology of seed banks. In. J. Kigel and G. Galili. Seed Development and Germination. Marcel Dekker, NY. 507-528.
Ilyas S, Diarni WT. 2007. Persistensi dan pematahan dormansi benih pada beberapa varietas padi gogo. Jurnal Agrista 11:92-101.
Justice OL. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Moenandir J. 1993, Ilmu Gulma Dalam Sistem Pertanian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Roberts EH. 1972. Viability of Seeds. London:Chapman and Hall Ltd.
Sastroutomo SS. 1990. Ekologi Gulma. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
[SEAMEO Biotrop] Southeast asian regional center for tropical biology. 2011. Invasive Alien Species. [terhubung berkala] http://www.biotrop.org/database.php?act=dbias [11Mei 2011].
PENGARUH EKSTRAK Cyperus rotundus TERHADAP
PERKECAMBAHAN BIJI GULMA BERDAUN LEBAR DAN
KEDELAI
The Effect of Cyperus rotundus Extract to the Germination Weed and Soybean Seeds
Abstrak
Penelitian untuk mempelajari pengaruh aplikasi ekstrak C. rotundus
terhadap perkecambahan gulma berdaun lebar (Asystasia gangetica, Mimosa pigra dan Borreria alata) dan kedelai telah dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB pada bulan September sampai Desember 2011. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap satu faktor, 10 perlakuan dan 3 ulangan. Percobaan menggunakan perbandingan berat C. rotundus/volume aquadest yaitu 0.5 kg/L, sampai dengan 4.5 kg/L dengan interval 0.5 kg/L. Hasil penelitian menunjukkan aplikasi ekstrak C. rotundus 1.0 kg/L menekan perkecambahan biji gulma namun tidak berpengaruh negatif terhadap perkecambahan benih kedelai.
Kata Kunci: ekstrak Cyperus rotundus, Asystasia gangetica, Mimosa pigra, Borreria alata
Abstract
The experiment was conducted in Seed and Technology Laboratory, Department of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agriculture, IPB on September until December 2011 to study the effect of Cyperus rotundus extract to the germination of broadleaf weed (Asystasia gangetica, Mimosa pigra and Borreria alata) germination and soybean. The experiment used completely randomized design with single factor, 10 treatments and 3 replications. The treatment used 0.5 until 4.5 kg/L with interval 0.5 kg/L concentration of extract (C. rotundus biomass with aquadest). The result showed that 1.0 kg/L concentration of C. rotundus extract caused of lower seed weed germination and had no effect on the germination of soybean.
Pendahuluan
Gulma menimbulkan gangguan pada tanaman budidaya di sekitarnya karena karakter morfologi, biokimia dan fisiologi (Rizvi et al. 1999; Seigler 1996; Ferguson 2009). Gulma berdasarkan bentuk morfologinya digolongkan salah satunya kedalam gulma berdaun lebar. Tanaman budidaya yang hidup bersama-sama dengan gulma akan mengalami persaingan dalam memperebutkan nutrisi, air, cahaya, ruang serta unsur lain yang dibutuhkan tanaman, sehingga menurunkan produksi.
Salah satu tahap pengendalian gulma adalah pengendalian pada masa perkecambahan. Perkecambahan adalah periode yang menentukan kelangsungan hidup gulma. Proses perkecambahan merupakan suatu fase yang sangat menentukan dalam perkembangan tumbuhan (Moenandir 1993). Pengendalian secara tepat dapat menentukan keberhasilan usaha pengendalian.
Elrokiek (2010) melakukan analisis kromatografi yang menunjukkan bahwa tajuk Cyperus rotundus mengandung asam fenolat berikut: caffeat, ferulat, culmarat, benzoat, vanilat, klorogenat dan sinamat sedangkan umbi mengandung hidroksibenzoat, asam caffeat, ferulat, vanilat dan klorogenat. Beberapa penelitian lain juga membuktikan Cyperus rotundus menghambat perkecambahan gulma diantaranya, penggunaan ekstrak umbi C. rotundus yang terbukti pada konsentrasi 150 g/L efektif menghambat pertumbuhan Amaranthus spinosus (Palapa 2009). Izah (2009) menyatakan C. rotundus menghambat panjang hipokotil jagung pada hari ke-7 sampai hari ke-15.
Asystasia gangetica, Borreria alata dan Mimosa pigra adalah gulma berdaun lebar yang akhir-akhir ini menimbulkan masalah dan mengancam keanekaragaman hayati, mendominasi di perkebunan, pertanian dan lahan non pertanian lainnya. Hal ini karena kemampuan tumbuh yang cepat dan menghasilkan banyak biji sehingga mudah tersebar (SEAMEO Biotrop 2011). Hal inilah yang mendasari dilakukan penelitian untuk mempelajari pengaruh pemberian ekstrak Cyperus rotundus dengan berbagai konsentrasi terhadap perkecambahan biji gulma berdaun lebar (Asystasia gangetica, Borreria alata dan
27
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh ekstrak C. rotundus terhadap perkecambahan gulma berdaun lebar (Asystasia gangetica,
Mimosa pigra, Borreria alata) dan kedelai.
Bahan dan Metode
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2011, bertempat di Laboratorium Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain benih gulma
Asystasia gangetica, Mimosa pigra, Borreria alata, Cyperus rotundus benih kedelai varietas Anjasmoro, aquades dan air. Alat yang digunakan adalah petridish, kertas merang, ekogerminator, sprayer, saringan, gelas ukur, label dan
alat-alat tulis.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini mempunyai 4 percobaan terpisah dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor yaitu pemberian ekstrak C. rotundus. Percobaan terdiri dari 10 perlakuan dan 3 ulangan sehingga diperoleh 30 satuan percobaan untuk masing-masing tanaman uji Asystasia gangetica,
Mimosa pigra, Borreria alata dan kedelai yang diletakkan di petridish berbeda. Perlakuan yang digunakan adalah pemberian konsentrasi ekstrak teki, dengan perbandingan berat C. rotundus/volume aquadest yaitu 0.0 1.0, 1.5 sampai 4.5 kg/L, dengan interval konsentrasi 0.5 kg/L.
Persamaan umum statistik untuk rancangan percobaan ini adalah : Yij : µ + αi+ εij
Dimana : i : ekstrak Cyperus rotundus konsentrasi ektrak ke- 1, 2, 3,…..9 j : ulangan ke - 1, 2, 3;
Yij : respon tanaman terhadap pemberian ekstrak Cyperus rotundus
ke-i dan ulangan taraf ke-j; µ : rataan umum
αi : pengaruh pemberian ekstrak Cyperus rotundus ke- i εij : galat percobaan
Hasil analisis ragam yang berpengaruh nyata pada taraf 5 % selanjutnya di uji lanjut dengan DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) untuk melihat perbedaan antar perlakuan.
Pelaksaan penelitian
Sebanyak 25 biji tanaman uji yang sebelumnya telah dilakukan pematahan dormansi dengan cara pembenaman dalam tanah selama 4 hari kedalaman 40 cm untuk biji B. alata dan perendaman dalam air panas 90 0C untuk biji M. pigra
namun tidak untuk A. gangetica dan kedelai. Masing- masing tanaman uji A. gangetica, M. pigra, B. alata dan kedelai yang diletakkan di dalam petridish berbeda yang telah dialas dengan kertas merang lalu diberi ekstrak C. rotundus
sesuai perlakuan sampai kertas dalam keadaan lembab. Pemberian ekstrak C. rotundus ini hanya diaplikasikan saat awal penelitian. Untuk pemeliharaan dan mencegah kekeringan kertas dipertahankan dalam keadaan lembab dengan menyemprot air. Konsentrasi ekstrak terbaik yang dapat menekan perkecambahan gulma namun tidak berpengaruh negatif terhadap perkecambahan kedelai, akan dipakai pada percobaan berikutnya.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap perkecambahan gulma dan tanaman. Biji dikatakan berkecambah apabila sudah muncul plumula a tau radikula melalui kulit biji (testa). Percobaan ini dilakukan untuk mengamati daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT), dan pembuatan grafik perkecambahan pada
29
jumlah total biji hidup atau yang memperlihatkan gejala hidup yang dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Perkecambahan biji = x 100%
Uji viabilitas biji merupakan uji daya kecambah pada kondisi optimum. Persentase daya berkecambah ialah persentase kecambah normal yang dapat dihasilkan oleh biji pada kondisi optimum dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Untuk menghitung persentase daya berkecambah (DB) b iji digunakan rumus sebagai berikut :
DB= x 100%
Dimana, DB : Daya berkecambah (%)
KN I : Jumlah kecambah normal pada hitungan pertama. KN II : Jumlah kecambah normal pada hitungan kedua.
Penetapan hari pertama (KN I) dilihat berdasarkan data grafik kecambah terbanyak, KN II dihitung saat kecambah tumbuh konstan, untuk menghitung kecepatan tumbuh (KCT) digunakan rumus sebagai berikut :
Dimana,
KCT : kecepatan tumbuh
t : kurun waktu perkecambahan
d : persentase kumulatif kecambah normal per etmal KN I + KN II
Jumlah biji yang ditanam
Hasil dan Pe mbahasan
Perkecambahan biji Asystasia gangetica pada pe rlakuan pemberian ekstrak Cyperus rotundus
Aplikasi ekstrak C. rotundus menekan perkecambahan A. gangetica. Seluruh biji berkecambah pada kontrol namun terjadi penurunan perkecambahan seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak Cyperus rotundus (Gambar 8). Biji berkecambah 100% pada perlakuan kontrol. Pemberian ekstrak C. rotundus
0.5 kg/L menekan 38.7% perkecambahan gulma, sehingga biji berkecambah 61.3%. Aplikasi C. rotundus konsentrasi 1.0 kg/L menurunkan 73.3% perkecambahan bila dibandingkan kontrol dan hanya berkecambah 26.7%. Pada perlakuan dengan pemberian ekstrak konsentrasi 1.5 kg/L biji gulma berkecambah 16.0 dan 5.3% dengan pemberian ekstrak konsentrasi 3.0 kg/L.
Gambar 8. Perkecambahan biji A. gangetica pada perlakuan pemberian ekstrak C. rotundus berbagai konsentrasi
Waktu perkecambahan biji semakin lama seiring dengan pertambahan konsentrasi ekstrak. Pada perlakuan kontrol diketahui biji berkecambah pada hari sedangkan pada perlakuan ekstrak kemunculan kecambah lebih lambat. Peningkatan konsentrasi ekstrak menyebabkan perkecambahan semakin
31
terhambat. Diduga hal ini disebabkan karena kandungan alelopati pada ekstrak C. rotundus yang menekan perkecambahan biji gulma sehingga waktu perkecambahan terhambat.
Aplikasi ekstrak C. rotundus memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap daya berkecambah (DB) dan kecepatan tumbuh (KCT), bila dibandingkan
dengan kontrol (Tabel 7). Daya berkecambah maupun kecepatan tumbuh tertinggi diperoleh pada perlakuan kontrol. Daya berkecambah menurun 42.7 % pada pemberian ekstrak konsentrasi 0.5 kg/L, turun 69.7 % pada pemberian ekstrak konsentrasi 1.0 kg/L dan terus menurun lebih dari 80% pada perlakuan lainnya. Peningkatan konsentrasi ekstrak mulai dari konsentrasi 1.5 kg/L menyebabkan penekanakan semakin tinggi terhadap gulma A. gangetica sehingga tidak mampu untuk berkecambah. Aplikasi ekstrak konsentrasi 0.5 dan 1.0 kg/L menghasilkan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap panjang plumula dan radikula, namun berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Tabel 7. Pengaruh pemberian ekstrak C. rotundus terhadap daya berkecambah
Perkecambahan biji Mimosa pigra pada perlakuan pe mberian ekstrak Cyperus rotundus
Ekstrak C. rotundus menurunkan persentase perkecambahan M. pigra. Biji berkecambah 68% pada perlakuan tanpa pemberian ekstrak (kontrol). Pemberian ekstrak konsentrasi 0.5 kg/L menurunkan 33% perkecambahan gulma. Ekstrak C. rotundus konsentasi 1.0 kg/L diketahui menekan 40% perkecambahan bila dibandingkan dengan kontrol. Pertambahan konsentrasi ekstrak menyebabkan kenaikan dan penurunan perkecambahan biji M. pigra, namun persentase perkecambahan lebih rendah bila dibandingkan perlakuan dengan konsentasi 1.0 kg/L. Pada perlakuan dengan konsentasi 1.0, 3.0 dan 3.5 kg/L biji berkecambah 7%. Biji berkecambah 11.00% dengan pemberian ekstrak konsentrasi 2.0 dan 2.5 kg/L sedangkan pada ekstrak dengan konsentrasi 4.0 dan 4.5 kg/L biji gulma berkecambah 3 dan 16% (Gambar 9).
Gambar 9. Perkecambahan biji M. pigra pada perlakuan pemberian ekstrak C. rotundus berbagai konsentrasi
Biji M. pigra mulai berkecambah pada hari kedua, namun dengan pemberian ekstrak C. rotundus waktu perkecambahan biji lebih lambat di bandingkan tanpa pemberian ekstrak (kontrol). Gambar 9 menunjukkan perlakuan
33
dengan konsentrasi ekstrak 1.5, 2.0, 2.5 dan 3.0 kg/L menyebabkan biji berkecambah dimulai pada hari 7, dan terus menurun pada konsentrasi yang lebih tinggi. Perlakuan dengan konsentrasi ekstrak 4.0 kg/L menyebabkan biji gulma M. pigra berkecambah hari ke 10 namun dengan konsentasi ekstrak 4.5 kg/L kemunculan benih berkecambah lebih cepat yaitu pada hari ke 3. Hal ini diduga disebabkan konsentrasi yang sangat tinggi menyebabkan biji sudah mulai peka terhadap ekstrak C. rotundus sehingga persentase biji berkecambah dan kemunculan biji mulai mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan konsentrasi yang lebih rendah.
Pemberian ekstrak C. rotundus berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah, kecepatan tumbuh, panjang radikula kecuali untuk panjang plumula
M. pigra (Tabel 8). Ekstrak C. rotundus konsentrasi 0.5 kg/L diketahui menurunkan daya berkecambah sebesar 36% bila dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan dengan konsentrasi 1.0 kg/L menghasilkan penurunan daya berkecambah gulma mencapai 60.66% dan berbeda nyata bila dibandingkan tanpa pemberian ekstrak C. rotundus .
rotundus. Hal ini diduga karena sifat Mimosa pigra yang memiliki kemampuan kecepatan perkecambahan biji yang rendah. Santosa (2009) mengemukakan bahwa M. pigra berkecambah 50% lebih tinggi bila terbenam 3 cm di dalam tanah dibandingkan dengan terbenam 1 cm. Walaupun kecepatan tumbuhnya lambat namun dengan produksi biji yang tinggi dalam pengkelasan gulma termasuk gulma kelas A yang berbahaya.
Perkecambahan B. alata dengan pe mberian ekstrak C. rotundus
Persentase perkecambahan Borreria alata dipengaruhi oleh pemberian ekstrak C. rotundus. Pada perlakuan tanpa pemberian ekstrak (kontrol) biji berkecambah 96%, menurun 40% dengan pemberian ekstrak dengan konsentrasi 0.5 kg/L bila dibandingkan dengan kontrol. Biji gulma berkecambah 36% dan menurun 60% dengan pemberian ekstrak konsentrasi 1.0 kg/L (Gambar 10).
Gambar 10. Perkecambahan biji B. alata pada perlakuan pemberian ekstrak C. rotundus berbagai konsentrasi
35
penelitian menunjukkan persentase perkecambahan B. alata menurun dengan pemberian ekstrak C. rotundus berbagai konsentrasi.
Tabel 9. Pengaruh pemberian ekstrak C. rotundus terhadap daya berkecambah
Ekstrak C. rotundus memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap perkecambahan B. alata baik pada pengamatan daya berkecambah, kecepatan tumbuh, panjang plumula dan radikula. Daya berkecambah B. alata bila dibandingkan kontrol pada aplikasi ekstrak C. rotundus konsentrasi 0.5 kg/L turun sebesar 44%, kemudian menurun hingga 64 dan 81.34% pada perlakuan dengan konsentrasi 1.0, 1.5 kg/L dan terus menurun seiring pertambahan konsentrasi ekstrak.
Perkecambahan benih kedelai pada perlakuan pe mberian ekstrak Cyperus rotundus
Aplikasi ekstrak C. rotundus tidak berpengaruh negatif terhadap persentase perkecambahan kedelai. Perlakuan pemberian ekstrak C. rotundus
memiliki persentase perkecambahan yang tinggi baik pada hari ke 3 maupun ke 5 bila dibandingkan dengan tanpa pemberian ekstrak C. rotundus (kontrol).
memperlihatkan benih kedelai berkecambah 99% pada perlakuan dengan konsentrasi ekstrak 1.5 kg/L dan terendah pada perlakuan berkonsentrasi 3.5 kg/L dengan persentase perkecambahan sebesar 80%.
Gambar 11. Perkecambahan benih kedelai pada perlakuan pemberian ekstrak C. rotundus berbagai konsentrasi
Aplikasi ekstrak C. rotundus diketahui tidak berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah dan kecepatan tumbuh benih kedelai, bila dibandingkan dengan kontrol (Tabel 10). Daya berkecambah paling tinggi terlihat pada perlakuan dengan konsentrasi 1.0 kg/L, meningkat 9.34% dan meningkatkan kecepatan tumbuh 10.4% bila dibandingkan kontrol. Aplikasi ekstrak C. rotundus
konsentrasi 3.5 kg/L memiliki panjang radikula tertinggi dan berbeda nyata bila dibandingkan perlakuan lain. Kenaikan konsentrasi ekstrak C. rotundus
menurunkan panjang plumula kedelai kecuali pada konsentrasi 0.5 kg/L sampai 1.5 kg/L yang memperlihatkan pengaruh yang tidak berbeda nyata bila dibandingkan kontrol.
0 20 40 60 80 100 120
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5
(%
) perkecambahan hari ke 3
hari ke 5