• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH EKSTRAK Cyperus rotundus TERHADAP PERKECAMBAHAN BIJI GULMA BERDAUN LEBAR DAN

KEDELAI

The Effect of Cyperus rotundus Extract to the Germination Weed and Soybean Seeds

Abstrak

Penelitian untuk mempelajari pengaruh aplikasi ekstrak C. rotundus

terhadap perkecambahan gulma berdaun lebar (Asystasia gangetica, Mimosa pigra dan Borreria alata) dan kedelai telah dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB pada bulan September sampai Desember 2011. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap satu faktor, 10 perlakuan dan 3 ulangan. Percobaan menggunakan perbandingan berat C. rotundus/volume aquadest yaitu 0.5 kg/L, sampai dengan 4.5 kg/L dengan interval 0.5 kg/L. Hasil penelitian menunjukkan aplikasi ekstrak C. rotundus 1.0 kg/L menekan perkecambahan biji gulma namun tidak berpengaruh negatif terhadap perkecambahan benih kedelai.

Kata Kunci: ekstrak Cyperus rotundus, Asystasia gangetica, Mimosa pigra, Borreria alata

Abstract

The experiment was conducted in Seed and Technology Laboratory, Department of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agriculture, IPB on September until December 2011 to study the effect of Cyperus rotundus extract to the germination of broadleaf weed (Asystasia gangetica, Mimosa pigra and Borreria alata) germination and soybean. The experiment used completely randomized design with single factor, 10 treatments and 3 replications. The treatment used 0.5 until 4.5 kg/L with interval 0.5 kg/L concentration of extract (C. rotundus biomass with aquadest). The result showed that 1.0 kg/L concentration of C. rotundus extract caused of lower seed weed germination and had no effect on the germination of soybean.

Keyword: Cyperus rotundus (extract), Asystasia gangetica, Mimosa pigra, Borreria alata, Broadleaf weed

Pendahuluan

Gulma menimbulkan gangguan pada tanaman budidaya di sekitarnya karena karakter morfologi, biokimia dan fisiologi (Rizvi et al. 1999; Seigler 1996; Ferguson 2009). Gulma berdasarkan bentuk morfologinya digolongkan salah satunya kedalam gulma berdaun lebar. Tanaman budidaya yang hidup bersama- sama dengan gulma akan mengalami persaingan dalam memperebutkan nutrisi, air, cahaya, ruang serta unsur lain yang dibutuhkan tanaman, sehingga menurunkan produksi.

Salah satu tahap pengendalian gulma adalah pengendalian pada masa perkecambahan. Perkecambahan adalah periode yang menentukan kelangsungan hidup gulma. Proses perkecambahan merupakan suatu fase yang sangat menentukan dalam perkembangan tumbuhan (Moenandir 1993). Pengendalian secara tepat dapat menentukan keberhasilan usaha pengendalian.

Elrokiek (2010) melakukan analisis kromatografi yang menunjukkan bahwa tajuk Cyperus rotundus mengandung asam fenolat berikut: caffeat, ferulat, culmarat, benzoat, vanilat, klorogenat dan sinamat sedangkan umbi mengandung hidroksibenzoat, asam caffeat, ferulat, vanilat dan klorogenat. Beberapa penelitian lain juga membuktikan Cyperus rotundus menghambat perkecambahan gulma diantaranya, penggunaan ekstrak umbi C. rotundus yang terbukti pada konsentrasi 150 g/L efektif menghambat pertumbuhan Amaranthus spinosus (Palapa 2009). Izah (2009) menyatakan C. rotundus menghambat panjang hipokotil jagung pada hari ke-7 sampai hari ke-15.

Asystasia gangetica, Borreria alata dan Mimosa pigra adalah gulma berdaun lebar yang akhir-akhir ini menimbulkan masalah dan mengancam keanekaragaman hayati, mendominasi di perkebunan, pertanian dan lahan non pertanian lainnya. Hal ini karena kemampuan tumbuh yang cepat dan menghasilkan banyak biji sehingga mudah tersebar (SEAMEO Biotrop 2011). Hal inilah yang mendasari dilakukan penelitian untuk mempelajari pengaruh pemberian ekstrak Cyperus rotundus dengan berbagai konsentrasi terhadap perkecambahan biji gulma berdaun lebar (Asystasia gangetica, Borreria alata dan

Mimosa pigra) dan kedelai sebagai perwakilan dari tanaman budidaya berdaun lebar.

27 

 

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh ekstrak C. rotundus terhadap perkecambahan gulma berdaun lebar (Asystasia gangetica,

Mimosa pigra, Borreria alata) dan kedelai.

 

Bahan dan Metode Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2011, bertempat di Laboratorium Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain benih gulma

Asystasia gangetica, Mimosa pigra, Borreria alata, Cyperus rotundus benih kedelai varietas Anjasmoro, aquades dan air. Alat yang digunakan adalah petridish, kertas merang, ekogerminator, sprayer, saringan, gelas ukur, label dan alat-alat tulis.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini mempunyai 4 percobaan terpisah dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor yaitu pemberian ekstrak C. rotundus. Percobaan terdiri dari 10 perlakuan dan 3 ulangan sehingga diperoleh 30 satuan percobaan untuk masing-masing tanaman uji Asystasia gangetica,

Mimosa pigra, Borreria alata dan kedelai yang diletakkan di petridish berbeda. Perlakuan yang digunakan adalah pemberian konsentrasi ekstrak teki, dengan perbandingan berat C. rotundus/volume aquadest yaitu 0.0 1.0, 1.5 sampai 4.5 kg/L, dengan interval konsentrasi 0.5 kg/L.

C. rotundus yang dipakai adalah yang telah masuk fase generatif dengan menggunakan seluruh bagian baik tajuk maupun umbi. Pembuatan ekstrak dengan konsentrasi 0.5 kg/L, memerlukan 500 g C. rotundus (1/3 bagian umbi, 2/3 bagian daun) ditumbuk dengan menambah 1000 ml aquades (1 L) lalu dibiarkan ± 24 jam kemudian diperas dan disaring, begitu selanjutnya sampai konsentrasi 4.5 kg/L.

Persamaan umum statistik untuk rancangan percobaan ini adalah : Yij : µ + αi+ εij

Dimana : i : ekstrak Cyperus rotundus konsentrasi ektrak ke- 1, 2, 3,…..9 j : ulangan ke - 1, 2, 3;

Yij : respon tanaman terhadap pemberian ekstrak Cyperus rotundus

ke-i dan ulangan taraf ke-j; µ : rataan umum

αi : pengaruh pemberian ekstrak Cyperus rotundus ke- i εij : galat percobaan

Hasil analisis ragam yang berpengaruh nyata pada taraf 5 % selanjutnya di uji lanjut dengan DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) untuk melihat perbedaan antar perlakuan.

Pelaksaan penelitian

Sebanyak 25 biji tanaman uji yang sebelumnya telah dilakukan pematahan dormansi dengan cara pembenaman dalam tanah selama 4 hari kedalaman 40 cm untuk biji B. alata dan perendaman dalam air panas 90 0C untuk biji M. pigra

namun tidak untuk A. gangetica dan kedelai. Masing- masing tanaman uji A. gangetica, M. pigra, B. alata dan kedelai yang diletakkan di dalam petridish berbeda yang telah dialas dengan kertas merang lalu diberi ekstrak C. rotundus

sesuai perlakuan sampai kertas dalam keadaan lembab. Pemberian ekstrak C. rotundus ini hanya diaplikasikan saat awal penelitian. Untuk pemeliharaan dan mencegah kekeringan kertas dipertahankan dalam keadaan lembab dengan menyemprot air. Konsentrasi ekstrak terbaik yang dapat menekan perkecambahan gulma namun tidak berpengaruh negatif terhadap perkecambahan kedelai, akan dipakai pada percobaan berikutnya.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap perkecambahan gulma dan tanaman. Biji dikatakan berkecambah apabila sudah muncul plumula a tau radikula melalui kulit biji (testa). Percobaan ini dilakukan untuk mengamati daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT), dan pembuatan grafik perkecambahan pada masing-

29

jumlah total biji hidup atau yang memperlihatkan gejala hidup yang dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Perkecambahan biji = x 100%

Uji viabilitas biji merupakan uji daya kecambah pada kondisi optimum. Persentase daya berkecambah ialah persentase kecambah normal yang dapat dihasilkan oleh biji pada kondisi optimum dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Untuk menghitung persentase daya berkecambah (DB) b iji digunakan rumus sebagai berikut :

DB= x 100%

Dimana, DB : Daya berkecambah (%)

KN I : Jumlah kecambah normal pada hitungan pertama. KN II : Jumlah kecambah normal pada hitungan kedua.

Penetapan hari pertama (KN I) dilihat berdasarkan data grafik kecambah terbanyak, KN II dihitung saat kecambah tumbuh konstan, untuk menghitung kecepatan tumbuh (KCT) digunakan rumus sebagai berikut :

Dimana,

KCT : kecepatan tumbuh

t : kurun waktu perkecambahan

d : persentase kumulatif kecambah normal per etmal KN I + KN II

Jumlah biji yang ditanam

Jumlah benih berkecambah Jumlah benih yang ditanam

Hasil dan Pe mbahasan

Perkecambahan biji Asystasia gangetica pada pe rlakuan pemberian ekstrak Cyperus rotundus

Aplikasi ekstrak C. rotundus menekan perkecambahan A. gangetica. Seluruh biji berkecambah pada kontrol namun terjadi penurunan perkecambahan seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak Cyperus rotundus (Gambar 8). Biji berkecambah 100% pada perlakuan kontrol. Pemberian ekstrak C. rotundus

0.5 kg/L menekan 38.7% perkecambahan gulma, sehingga biji berkecambah 61.3%. Aplikasi C. rotundus konsentrasi 1.0 kg/L menurunkan 73.3% perkecambahan bila dibandingkan kontrol dan hanya berkecambah 26.7%. Pada perlakuan dengan pemberian ekstrak konsentrasi 1.5 kg/L biji gulma berkecambah 16.0 dan 5.3% dengan pemberian ekstrak konsentrasi 3.0 kg/L.

Gambar 8. Perkecambahan biji A. gangetica pada perlakuan pemberian ekstrak C. rotundus berbagai konsentrasi

Waktu perkecambahan biji semakin lama seiring dengan pertambahan konsentrasi ekstrak. Pada perlakuan kontrol diketahui biji berkecambah pada hari sedangkan pada perlakuan ekstrak kemunculan kecambah lebih lambat. Peningkatan konsentrasi ekstrak menyebabkan perkecambahan semakin

0 20 40 60 80 100 120 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 (%) p e r k e c a m b a h a n Kontrol 0.5 kg/L 1.0 kg/L 1.5 kg/L 2.0 kg/L 2.5 kg/L 3.0 kg/L 3.5 kg/L 4.0 kg/L 4.5 kg/L Waktu (hari)

31

terhambat. Diduga hal ini disebabkan karena kandungan alelopati pada ekstrak C. rotundus yang menekan perkecambahan biji gulma sehingga waktu perkecambahan terhambat.

Aplikasi ekstrak C. rotundus memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap daya berkecambah (DB) dan kecepatan tumbuh (KCT), bila dibandingkan

dengan kontrol (Tabel 7). Daya berkecambah maupun kecepatan tumbuh tertinggi diperoleh pada perlakuan kontrol. Daya berkecambah menurun 42.7 % pada pemberian ekstrak konsentrasi 0.5 kg/L, turun 69.7 % pada pemberian ekstrak konsentrasi 1.0 kg/L dan terus menurun lebih dari 80% pada perlakuan lainnya. Peningkatan konsentrasi ekstrak mulai dari konsentrasi 1.5 kg/L menyebabkan penekanakan semakin tinggi terhadap gulma A. gangetica sehingga tidak mampu untuk berkecambah. Aplikasi ekstrak konsentrasi 0.5 dan 1.0 kg/L menghasilkan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap panjang plumula dan radikula, namun berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Tabel 7. Pengaruh pemberian ekstrak C. rotundus terhadap daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT), panjang plumula dan panjang radikula A. gangetica Ekstrak Teki (kg/L) DB (%) KCT (%KN/etmal) Plumula (cm) Radikula (cm) 0.0 97.33 a 18.26 a 1.50 a 1.76 a 0.5 54.66 b 5.73 b 1.36 ab 1.83 a 1.0 28.00 c 2.36 c 1.13 ab 2.33 a 1.5 6.66 d 0.43 d 0.83 bc 0.76 ab 2.0 0.00 d 0.00 d 0.00 d 0.00 b 2.5 0.00 d 0.00 d 0.00 d 0.00 b 3.0 6.66 d 0.33 d 0.43 dc 0.86 b 3.5 0.00 d 0.00 d 0.00 d 0.00 b 4.0 0.00 d 0.00 d 0.00 d 0.00 b 4.5 0.00 d 0.00 d 0.00 d 0.00 b

Keterangan: angka-angk a yang diik uti huruf yang sama pada k olom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %.

Penelitian menunjukkan pemberian ekstrak mulai dari konsentrasi 1.0 kg/L memberikan persentase penekanan yang tinggi yaitu 69.7 % menekan DB dan 12.5 % menekan Kct. Diduga kandungan alelokimia yang terkandung dalam ekstrak C.rotundus menghambat proses perkecambahan Asystasia gangetica.

Perkecambahan biji Mimosa pigra pada perlakuan pe mberian ekstrak Cyperus rotundus

Ekstrak C. rotundus menurunkan persentase perkecambahan M. pigra. Biji berkecambah 68% pada perlakuan tanpa pemberian ekstrak (kontrol). Pemberian ekstrak konsentrasi 0.5 kg/L menurunkan 33% perkecambahan gulma. Ekstrak C. rotundus konsentasi 1.0 kg/L diketahui menekan 40% perkecambahan bila dibandingkan dengan kontrol. Pertambahan konsentrasi ekstrak menyebabkan kenaikan dan penurunan perkecambahan biji M. pigra, namun persentase perkecambahan lebih rendah bila dibandingkan perlakuan dengan konsentasi 1.0 kg/L. Pada perlakuan dengan konsentasi 1.0, 3.0 dan 3.5 kg/L biji berkecambah 7%. Biji berkecambah 11.00% dengan pemberian ekstrak konsentrasi 2.0 dan 2.5 kg/L sedangkan pada ekstrak dengan konsentrasi 4.0 dan 4.5 kg/L biji gulma berkecambah 3 dan 16% (Gambar 9).

Gambar 9. Perkecambahan biji M. pigra pada perlakuan pemberian ekstrak C. rotundus berbagai konsentrasi

Biji M. pigra mulai berkecambah pada hari kedua, namun dengan pemberian ekstrak C. rotundus waktu perkecambahan biji lebih lambat di bandingkan tanpa pemberian ekstrak (kontrol). Gambar 9 menunjukkan perlakuan

0 10 20 30 40 50 60 70 80 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 (%) p e r k e c a m b a h a n Kontrol 0.5 kg/L 1.0 kg/L 1.5 kg/L 2.0 kg/L 2.5 kg/L 3.0 kg/L 3.5 kg/L 4.0 kg/L 4.5 kg/L Waktu (hari)

33

dengan konsentrasi ekstrak 1.5, 2.0, 2.5 dan 3.0 kg/L menyebabkan biji berkecambah dimulai pada hari 7, dan terus menurun pada konsentrasi yang lebih tinggi. Perlakuan dengan konsentrasi ekstrak 4.0 kg/L menyebabkan biji gulma M. pigra berkecambah hari ke 10 namun dengan konsentasi ekstrak 4.5 kg/L kemunculan benih berkecambah lebih cepat yaitu pada hari ke 3. Hal ini diduga disebabkan konsentrasi yang sangat tinggi menyebabkan biji sudah mulai peka terhadap ekstrak C. rotundus sehingga persentase biji berkecambah dan kemunculan biji mulai mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan konsentrasi yang lebih rendah.

Pemberian ekstrak C. rotundus berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah, kecepatan tumbuh, panjang radikula kecuali untuk panjang plumula

M. pigra (Tabel 8). Ekstrak C. rotundus konsentrasi 0.5 kg/L diketahui menurunkan daya berkecambah sebesar 36% bila dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan dengan konsentrasi 1.0 kg/L menghasilkan penurunan daya berkecambah gulma mencapai 60.66% dan berbeda nyata bila dibandingkan tanpa pemberian ekstrak C. rotundus .

Tabel 8. Pengaruh pemberian ekstrak C. rotundus terhadap daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT), panjang plumula dan panjang radikula M. pigra Ekstrak Teki (kg/L) DB (%) KCT (%KN/etmal) Plumula (cm) Radikula (cm) 0.0 66.66 a 9.90 a 2.53 3.30 a 0.5 30.66 b 4.10 b 1.66 0.56 b 1.0 6.00 cd 0.73 c 2.33 1.40 b 1.5 2.66 d 0.16 c 1.53 1.60 b 2.0 12.00 c 0.80 c 1.73 1.23 b 2.5 5.33 cd 0.36 c 1.46 1.53 b 3.0 8.00 cd 0.53 c 1.36 1.26 b 3.5 4.00 cd 0.56 c 1.30 1.36 b 4.0 1.33 d 0.20 c 0.40 0.70 b 4.5 9.33 d 0.70 c 1.83 1.90 b

Keterangan: angka-angk a yang diik uti huruf yang sama pada k olom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %.

Kecepatan tumbuh Mimosa pigra secara keseluruhan dianggap rendah, hanya 9.90% pada kontrol dan semakin menurun dengan pemberian ekstrak C.

rotundus. Hal ini diduga karena sifat Mimosa pigra yang memiliki kemampuan kecepatan perkecambahan biji yang rendah. Santosa (2009) mengemukakan bahwa M. pigra berkecambah 50% lebih tinggi bila terbenam 3 cm di dalam tanah dibandingkan dengan terbenam 1 cm. Walaupun kecepatan tumbuhnya lambat namun dengan produksi biji yang tinggi dalam pengkelasan gulma termasuk gulma kelas A yang berbahaya.

Perkecambahan B. alata dengan pe mberian ekstrak C. rotundus

Persentase perkecambahan Borreria alata dipengaruhi oleh pemberian ekstrak C. rotundus. Pada perlakuan tanpa pemberian ekstrak (kontrol) biji berkecambah 96%, menurun 40% dengan pemberian ekstrak dengan konsentrasi 0.5 kg/L bila dibandingkan dengan kontrol. Biji gulma berkecambah 36% dan menurun 60% dengan pemberian ekstrak konsentrasi 1.0 kg/L (Gambar 10).

Gambar 10. Perkecambahan biji B. alata pada perlakuan pemberian ekstrak C. rotundus berbagai konsentrasi

Penambahan konsentrasi ekstrak C. rotundus menurunkan persentase perkecambahan gulma sampai pada konsentrasi 2.0 kg/L tidak ada gulma yang mampu berkecambah, namun pada konsentrasi yang lebih tinggi gulma kembali muncul dan kembali tidak berkecambah pada konsentrasi 3.5 kg/L. Hasil

0 20 40 60 80 100 120 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 (%) p e r k e c a m b a h a n Kontrol 0.5 kg/L 1.0 kg/L 1.5 kg/L 2.0 kg/L 2.5 kg/L 3.0 kg/L 3.5 kg/L 4.0 kg/L 4.5 kg/L Waktu (hari)

35

penelitian menunjukkan persentase perkecambahan B. alata menurun dengan pemberian ekstrak C. rotundus berbagai konsentrasi.

Tabel 9. Pengaruh pemberian ekstrak C. rotundus terhadap daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT), panjang plumula dan panjang radikula B. alata Ekstrak Teki (kg/L) DB (%) KCT (%KN/etmal) Plumula (cm) Radikula (cm) 0.0 96.00 a 15.63 a 1.63 a 2.33 a 0.5 52.00 b 6.33 b 0.96 b 0.60 c 1.0 32.00 c 2.73 c 0.86 b 0.86 b 1.5 14.66 d 1.06 d 1.03 b 0.70 bc 2.0 0.00 f 0.00 e 0.00 d 0.00 d 2.5 1.33 ef 0.03 e 0.10 d 0.13 d 3.0 5.33 ef 0.23 e 0.56 c 0.53 c 3.5 0.00 f 0.00 e 0.00 d 0.00 d 4.0 5.33 ef 0.23 e 1.06 b 0.76 cd 4.5 9.33 ed 0.40 e 1.03 b 0.53 c

Keterangan: angka-angk a yang diik uti huruf yang sama pada k olom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %.

Ekstrak C. rotundus memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap perkecambahan B. alata baik pada pengamatan daya berkecambah, kecepatan tumbuh, panjang plumula dan radikula. Daya berkecambah B. alata bila dibandingkan kontrol pada aplikasi ekstrak C. rotundus konsentrasi 0.5 kg/L turun sebesar 44%, kemudian menurun hingga 64 dan 81.34% pada perlakuan dengan konsentrasi 1.0, 1.5 kg/L dan terus menurun seiring pertambahan konsentrasi ekstrak.

Perkecambahan benih kedelai pada perlakuan pe mberian ekstrak Cyperus rotundus

Aplikasi ekstrak C. rotundus tidak berpengaruh negatif terhadap persentase perkecambahan kedelai. Perlakuan pemberian ekstrak C. rotundus

memiliki persentase perkecambahan yang tinggi baik pada hari ke 3 maupun ke 5 bila dibandingkan dengan tanpa pemberian ekstrak C. rotundus (kontrol).

Gambar 11 menunjukkan perkecambahan kedelai hari ke 3 dengan pemberian ekstrak konsentrasi 3.0 kg/L memiliki persentase perkecambahan tertinggi yaitu 47% benih berkecambah, sedangkan persentase terendah yaitu 21% pada perlakuan dengan konsentrasi ekstrak 4.5 kg/L. Pengamatan hari ke 5

memperlihatkan benih kedelai berkecambah 99% pada perlakuan dengan konsentrasi ekstrak 1.5 kg/L dan terendah pada perlakuan berkonsentrasi 3.5 kg/L dengan persentase perkecambahan sebesar 80%.

Gambar 11. Perkecambahan benih kedelai pada perlakuan pemberian ekstrak C. rotundus berbagai konsentrasi

Aplikasi ekstrak C. rotundus diketahui tidak berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah dan kecepatan tumbuh benih kedelai, bila dibandingkan dengan kontrol (Tabel 10). Daya berkecambah paling tinggi terlihat pada perlakuan dengan konsentrasi 1.0 kg/L, meningkat 9.34% dan meningkatkan kecepatan tumbuh 10.4% bila dibandingkan kontrol. Aplikasi ekstrak C. rotundus

konsentrasi 3.5 kg/L memiliki panjang radikula tertinggi dan berbeda nyata bila dibandingkan perlakuan lain. Kenaikan konsentrasi ekstrak C. rotundus

menurunkan panjang plumula kedelai kecuali pada konsentrasi 0.5 kg/L sampai 1.5 kg/L yang memperlihatkan pengaruh yang tidak berbeda nyata bila dibandingkan kontrol. 0 20 40 60 80 100 120 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 (% ) perkecambahan hari ke 3 hari ke 5

37

Tabel 10. Pengaruh pemberian ekstrak C. rotundus terhadap daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT), panjang plumula dan panjang radikula

kedelai Ekstrak Teki (kg/L) DB (%) KCT (%KN/etmal) Plumula (cm) Radikula (cm) 0.0 86.66 54.23 11.53 a 8.83 cd 0.5 96.00 62.63 11.40 a 9.10 cd 1.0 85.33 45.93 11.16 a 10.23 ab 1.5 90.66 54.26 10.66 ab 9.96 abc 2.0 88.00 43.16 9.13 bc 9.06 bcd 2.5 89.33 38.93 7.53 cd 8.36 d 3.0 90.66 34.76 6.76 d 7.86 d 3.5 78.66 57.03 9.20 bc 10.80 a 4.0 78.66 52.86 9.06 bc 9.10 bcd 4.5 80.00 61.90 6.63 d 8.53 d

Keterangan: angka-angk a yang diik uti huruf yang sama pada k olom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %.

Hasil penelitian menunjukan ekstrak C. rotundus tidak menekan perkecambahan benih kedelai. Benih kedelai memiliki persentase perkecambahan paling rendah 83%, daya berkecambah 78%, Kct 54.23 % dengan aplikasi ekstrak

C. rotundus. Benih yang bermutu tinggi memiliki daya kecambah minimal 80% (ISTA 2010). Hal ini membuktikan aplikasi ekstrak C. rotundus tidak berpengaruh negatif terhadap perkecambahan benih kedelai.

Pada pengamatan perkecambahan biji gulma baik A. gangetica, M. pigra

ataupun B. alata terlihat adanya serangan jamur yang mulai muncul pada hari ke 3 sampai hari ke 14 dari konsentrasi ekstrak 2.0 kg/L (Gambar 12).

Gambar 12. Serangan jamur pada ekstrak C. rotundus konsentrasi 2.0 kg/L (kiri), 3.5 kg/L (tengah), 4.5 kg/L(kanan)

Serangan jamur semakin meningkat seiring pertambahan konsentrasi ekstrak. Koloni jamur paling banyak ditemukan pada perlakuan dengan

konsentrasi ekstrak 3.5 kg/L, namun pada konsentrasi yang lebih tinggi serangan jamur mulai berkurang. Pada perlakuan dengan konsentrasi ekstrak 4.0 dan 4.5 kg/L serangan jamur sudah tidak terlihat lagi. Identifikasi menunjukkan

Aspergillus sp dan Curvularia terdapat pada perlakuan yang terserang jamur (Gambar 13).

Gambar 13. Hifa jamur (tengah), potongan Aspergillus sp. perbesaran 40x (kanan).

Penggunaan ekstrak rumput teki yang terdiri dari bagian umbi dan tajuk, dimana umbi merupakan bagian yang banyak mengandung nutrisi diduga menjadi salah satu yang memicu infeksi jamur. Aplikasi ekstrak C. rotundus terbukti menghambat perkecambahan gulma sehingga menyebabkan biji tidak berkembang diteruskan dengan timbulnya serangan jamur. Diduga kandungan nutrisi yang terdapat pada umbi teki menginduksi tumbuhnya jamur, dimulai dari konsentrasi 2.0 sampai 3.5 kg/L. Kenaikan konsentrasi ekstrak C. rotundus membuat jamur tidak dapat tumbuh sehingga pada konsentrasi 4.0 dan 4.5 kg/L serangan jamur sudah tidak terlihat.

Menurut Salisbury (1995) selama biji tetap hidup, biji mempertahankan cadangan bahan pangan di dalam sel. Segera setelah biji mati, bahan tersebut mulai bocor keluar. Setelah mati biji akan segera tertutupi bakteri dan hifa fungi yang tumbuh pada makanan yang bocor keluar. Biji yang mampu tumbuh akan menghasilkan antibiotik yang mencegah serangan patogen. Hal inilah yang menyebabkan penurunan perkecambahan dan timbulnya serangan jamur serta matinya gulma. Pemberian ekstrak C. rotundus untuk kedelai tidak menurunkan kemampuan perkecambahan benih kedelai dan juga hanya ditemukan adanya beberapa serangan jamur sehingga tidak menghambat proses perkecambahan kedelai. Diduga hal ini karena kemampuan berkecambah benih kedelai yang

39

cepat, sehingga pada saat terjadi serangan jamur, organ-organ perkecambahan telah terbentuk.

Perlakuan pemberian ekstrak C. rotundus dari penelitian yang telah dilakukan membuktikan dapat menghambat perkecambahan biji gulma Asystasia gangetica, Mimosa pigra dan Borreria alata namun tidak berpengaruh negatif terhadap perkecambahan benih kedelai. Menurut Weston (1996) efek alelopati bersifat selektif, perbedaan spesies menentukan perbedaan tanggapan terhadap alelokimia. Penurunan persentase perkecambahan seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak serta memicu penurunan daya kecambah benih. Daya kecambah atau viabilitas benih dapat diartikan sebagai persentase benih yang dapat tumbuh menghasilkan bibit normal pada lingkungan optimum dengan jangka waktu tertentu (Sutopo 2002).

Menurut Friedman & Horowitz (1971) C. rotundus mempunyai kemampuan untuk menghasilkan senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman lain yang hidup bersamanya. Jangaard et al. (1971) mengisolasi C. rotundus dan menemukan adanya senyawa-senyawa fenolat pada hijauan dan umbi. Elrokiek (2010) menyatakan umbi dan tajuk Cyperus rotundus mengandung senyawa fenolat dan menekan pertumbuhan Echinochloa crus-galli. Kandungan alelokimia di dalam rumput teki inilah yang diduga dapat menghambat perkecambahan gulma.

Mekanisme pengaruh alelokimia fenolat (khususnya yang menghambat) terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme sasaran melalui serangkaian proses yang cukup kompleks. Menurut Einhellig (1996) proses tersebut diawali dengan terjadinya kekacauan struktur membran plasma, modifikasi saluran membran, atau hilangnya fungsi enzim ATP-ase. Hal ini akan berpengaruh terhadap penyerapan, konsentrasi ion dan air yang kemudian mempengaruhi pembukaan stomata dan proses fotosintesis. Hambatan berikutnya mungkin terjadi dalam proses sintesis protein, pigmen dan senyawa karbon lain, serta aktivitas beberapa fitohormon. Sebagian atau seluruh hambatan tersebut kemudian bermuara pada terganggunya pembelahan dan pembesaran sel yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sasaran.

Menurut Darmawan (2010) perkecambahan terjadi dimulai dari imbibisi air. kemudian sel-sel dalam embryo membesar, dan organel-organel subseluler terorganisasi. Pada beberapa tumbuhan aktifitas sitokinin dan gibberellin meningkat dengan cepat segera setelah embryo menjadi turgid kembali. Pada biji serelia seperti gandum, gibberellin dilepaskan dari embryo dan diangkut ke endosperm. Zat ini menyebabkan dimulainya perombakan simpanan pati dan

protein. Gibberellin menginisiasi sintesis α amilase, enzim pencerna dan sel-sel aleuron, lapisan sel-sel paling luar dari endosperma.

Gibberellin juga terlibat dalam mengaktifkan sintesis protease dan enzim- enzim hidrolitik lainnya. Senyawa-senyawa gula dan asam-asam amino, zat- zat dapat larut yang dihasilkan oleh aktivitas amilase dan protease, ditransport ke embrio, dan zat-zat tersebut mendukung perkembangan embryo serta munculnya kecambah. Gangguan akibat adanya asam fenolat pada ekstrak C.rotundus, menyebabkan proses perkecambahan terganggu seperti yang diuraikan oleh Einhellig (1996), ekstrak C.rotundus pada awalnya mempengaruhi membran sel tumbuhan dan akhirnya dapat menghambat proses perkecambahan tumbuhan tersebut.

Penelitian membuktikan, dari seluruh variabel pengamatan ekstrak C. rotundus mulai dari konsentrasi 1.0 kg/L sampai 4.5 kg/L memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata dan menurunkan kemampuan berkecambah biji gulma

Asystasia gangetica, Mimosa pigra dan Borreria alata lebih dari 60%. Aplikasi ekstrak C. rotundus konsentrasi 1.0 kg/L ini tidak menyebabkan serangan jamur sehingga konsentrasi ini dipilih sebagai konsentrasi terbaik untuk pengendalian perkecambahan biji gulma namun tidak menekan perkecambahan benih kedelai. Oleh karena itu ekstrak teki konsentrasi 1.0 kg/L akan digunakan pada percobaan berikutnya.

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Ekstrak Cyperus rotundus 1.0-4.5 kg/L menekan perkecambahan biji gulma berdaun lebar (Asystasia gangetica, Mimosa pigra, Borreria alata).

41

2. Ekstrak Cyperusrotundus tidak berpengaruh negatif terhadap perkecambahan benih kedelai.

3. Konsentrasi ekstrak 1.0 kg/L menekan lebih dari 60% perkecambahan biji gulma Asystasia gangetica, Mimosa pigra dan Borreria alata namun tidak menurunkan perkecambahan benih kedelai.

Daftar Pustaka

Darmawan J, Baharsjah JS. 2010. Dasar – Dasar Fisiologi Tanaman. Jakarta: