• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Alelopati Cyperus rotundus terhadap Tanaman dan Gulma

Alelopati didefinisikan sebagai pengaruh langsung ataupun tidak langsung dari suatu tumbuhan terhadap yang lainnya, termasuk mik roorganisme, baik yang bersifat positif/perangsangan, maupun negatif/penghambatan terhadap pertumbuhan, melalui pelepasan senyawa kimia ke lingkungannya (Rice 1984). Alelopati pada tumbuhan dibentuk di berbagai organ seperti akar, batang, daun, bunga dan biji (Einhellig 1996). Alelopati dari tanaman dan gulma dapat dikeluarkan dalam bentuk eksudat dari akar dan serbuk sari, luruhan organ (decomposition), senyawa yang menguap (volatile) dari daun, batang, dan akar, serta melalui pencucian (leaching) dari organ bagian luar (Inderjit & Mukerji 2005).

Pada umumnya alelokimia merupakan metabolit sekunder yang dikelompokkan menjadi 14 golongan, yaitu asam organik larut air, lakton, asam lemak rantai panjang, quinon, terpenoid, flavonoid, tanin, asam sinamat dan derivatnya, asam benzoat dan derivatnya, kumarin, fenol dan asam fenolat, asam amino non protein, sulfida serta nukleosida (Rice 1984).

Teki (Cyperus rotundus) merupakan gulma yang tersebar di seluruh dunia dan termasuk jenis gulma ganas. Soerjani (1987) menyatakan bahwa teki menimbulkan masalah serius pada perkebunan tebu, palawija, padi dan jagung. Teki dapat mengeluarkan senyawa penghambat pertumbuhan yang disebut alelopati. Ekstrak umbi teki diketahui mengandung senyawa fenol (Trimurti 1988). Menurut Sastroutomo (1990) senyawa fenol dapat meracuni tanaman pokok di sekelilingnya dan menurunkan kualitas hasil.

Teki (Cyperus rotundus L.) sangat mengganggu dan menurunkan produksi (41%) pada pertanaman jagung tomat dan padi. Hal ini akibat persaingan teki dengan tanaman di sekitarnya untuk mendapatkanfaktor tumbuh berupa air, unsur hara, udara, cahaya dan ruang tumbuh (Rizvi et al. 1992). Teki (Cyperus rotundus

L.) dianggap sebagai salah satu dari gulma merugikan di dunia, terdistribusi secara luas di seluruh daerah tropis dan subtropis (Iqbal 2008).

Elrokiek (2010) melakukan analisis kromatografi terhadap C. rotundus

caffeat, ferulat, culmarat, benzoat, vanilat, klorogenat dan sinamat sedangkan umbi mengandung hidroksibenzoat, caffeat, ferulat, vanilat serta klorogenat dan diketahui menekan pertumbuhan Echinochloa crus-galli.

Akhir-akhir ini kajian alelopati banyak mendapat perhatian karena alelopati berpotensi untuk pengendali biologi yang ramah lingkungan. Senyawa alelopati dari tanaman, gulma, residu tumbuhan, maupun mikroorganisme dapat dimanfaatkan untuk pengendalian gulma, patogen, dan hama tanaman dalam mendukung teknologi budi daya tanaman ramah lingkungan pada sistem pertanian berkelanjutan (Junaedi etal.2006).

Pengaruh Alelopati terhadap Kedelai

Kedelai merupakan tanaman berdaun lebar yang ba nyak dibudidayakan di Indonesia. Kacang kedelai (Glycine max (L) Merr.) adalah salah satu tanaman palawija yang termasuk tanaman semusim, tergolong kedalam divisi Magnoliophyta, klas Magnoliopsida, ordo Fabales, family Fabaceae, genus Glycine, dan spesies Glycine max (Singh 2005).

Tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik pada berbagai jenis tanah, asalkan drainasi dan aerasi tanah cukup baik. Pada tanah alluvial, regosol, latosol maupun andosol kedelai dapat tumbuh baik, hanya pada tanah podzolik merah kuning dan tanah yang mengandung pasir kuarsa pertumbuhan kede lai kurang baik. Selanjutnya dinyatakan bahwa pH tanah yang dib utuhkan tanaman kedelai yaitu antara 5,8-7, sedang pH optimum berkisar antara 6-6,5 (Sumarno & Hartono 1983).

Selain dari iklim yang dapat mempengaruhi produksi kedelai adalah keberadaan gulma. Terdapat 56 jenis gulma yang biasa tumbuh di pertanaman kedelai yang terdiri dari 20 jenis rerumputan, 6 teki-tekian dan 30 jenis dari golongan gulma berdaun lebar. Sartoutomo (1990) mencatat 19 jenis gulma yang dominan adalah Digitaria ciliaris, Cyperus rotundus, Ageratum conyzoides dan

Borreria alata. Hasil optimum kedelai dapat diperoleh apabila selama empat minggu setelah tanam, kedelai bebas gulma (Horn & Burnside 1985).

Kedelai sering kali harus bersaing dengan gulma untuk memperoleh air, unsur hara, dan cahaya. Persaingan antara kedelai dan gulma C. rotundus dapat

7

menurunkan produksi tanaman kedelai dengan potensi menurunkan 22.75% (Budi dan Hajoeningtijas 2009; Kuntyastuti 2001). Menurut Inawati (2000) gulma C. rotundus mampu menekan jumlah bintil akar kedelai varietas Wilis dan Pangrango. Hal ini disebabkan bakteri bintil akar memerlukan unsur P yang cukup tinggi untuk pembentukan bintil akar sedangkan gulma memiliki kemampuan yang kuat untuk menyerap unsur P tersebut. Oleh karena itu kehadiran gulma akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan dalam penyerapan unsur hara P oleh kedelai sehingga pembentukan bintil akar menjadi tertekan.

Status Gulma Asystasia gangetica

Menurut Natural Heritage Trust (2003) Asystasia gangetica merupakan tumbuhan menjalar dan dapat dengan mudah tersebar baik melalui biji ataupun batang. Tumbuhan ini merupakan salah satu tumbuhan yang dapat mengancam keanekaragaman hayati dan menyebabkan kerusakan lingkungan lainnya. Meski hanya pada tahap awal, keberadaan gulma ini memiliki potensi serius untuk mengubah ekosistem. Sebagai gulma lingkungan, tumbuhan ini dapat memindahkan vegetasi dan mengurangi ketersediaan habitat tanaman asli baik untuk hewan maupun tumbuhan, dan memicu penurunan keanekaragaman hayati. Tumbuhan ini tersebar di daerah tropik dan sub tropik seperti India, Afrika, Australia, Malaysia dan juga di Indonesia. Saat ini tersebar secara luas terutama pada pertanaman kelapa sawit dan tanaman perkebunan lain terutama pada daerah dengan potensial cahaya cukup.

A. gangetica (L.) termasuk famili Acanthaceae dan spesies ini asli dari Afrika, India dan Sri Lanka, baru-baru ini ditemukan ternaturalisasi di Taiwan selatan. A. gangetica mudah dibedakan dari marga lain dalam famili Acanthaceae dengan korolla yang zygomorphic, 4 benang sari, 4 biji dan stipitate dengan kapsul jelas. A. gangetica ditandai dengan daun bulat telur sampai oval, dan bunga bewarna putih (Hsu 2005).

A. gangetica tumbuh dengan cepat pada daerah dengan sinar mata hari yang melimpah seperti di Indonesia. Untuk mengatasi perkembangan gulma ini pengetahuan mengenai simpanan biji dalam tanah merupakan kunci dalam usaha pengendaliannya. Pengendalian dengan cara penyiangan harus dilakukan dengan

hati-hati, tumbuhan ini sangat cepat sekali menyebar baik dari stek maupun dengan biji. Oleh karena itu pencegahan dan intervensi lebih awal merupakan bentuk pengendalian gulma yang paling hemat biaya (Natural Heritage Trust 2003).

A. gangetica tersebar luas di perkebunan kelapa sawit, karet, nenas dan perkebunan kakao, maupun pada tempat pembuangan limbah. A. gangetica telah dilaporkan baru-baru ini sebagai gulma penting di perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara. A. gangetica memiliki kemampuan menghasilkan biji dalam jumlah besar, ringan dan dapat terbawa oleh angin sehingga penyebarannya sangat cepat di sekitar tanaman induknya. A. gangetica memiliki kemampuan pertumbuhan yang sangat cepat sehingga dibutuhkan tenaga kerja yang lebih untuk mengendalikannya. Penyebaran yang sangat cepat ini juga dapat disebabkan karena biji yang terbawa oleh angin dan menjadi seed bank di areal perkebunan.

Seed bank merupakan biji gulma yang berada di atas pemukaan tanah ataupun di dalam tanah. Jika hal ini dibiarkan begitu saja maka penyebaran gulma ini dapat mendominasi areal perkebunan dan menurunkan produksi (Girsang 2010).

Status Gulma Mimosa pigra

M. pigra termasuk dalam famili Mimosaceae, merupakan tanaman asli daerah tropik, pada saat muda memiliki batang berduri tunggal. Kemudian bercabang, menjadi semak berduri, tinggi hingga 6 m. Panjang duri 5-10 mm. Daun bipinatus, dengan duri di tengahnya yang sensitif terhadap sentuhan dan menutup pada malam, memiliki 5-15 pinnae dan 18-51 pasang leaflets. Bunganya berwarna ungu muda hingga merah muda dan memiliki kepala bulat diameter 1 cm. Setiap kepala memiliki sekitar 100 bunga dan menghasilkan 10-25 polong biji. Polong muncul saat dewasa, dengan permukaan padat berbulu. kemudian pecah menjadi segmen-segmen. Dimana setiap segmen memiliki biji oblong dengan lebar 2.2–2.6 mm dengan panjang 4-6 mm. Mimosa pigra sering ditemukan di daerah lembab, tempat sampah, di sepanjang tepi sungai, kanal, dan waduk yang membentuk hutan lebat dan tumbuh pada ketinggian 1-700 m (Lonsdale 1992). M. pigra merupakan salah satu sumber simpanan biji dalam tanah pada perkebunan teh (Santosa 2009).

9

M. pigra adalah salah satu gulma berbahaya. Hal ini disebabkan sifat invasif dan kemampuan penyebaran yang dapat merugikan lingkungan secara ekonomi. M. pigra mampu mengganti semua vegetasi asli dalam suatu sistem, mengantikan padang rumput menjadi semak yang dipenuhi M. pigra mengancam produksi, menurunkan nilai- nilai konservasi lahan, dan mengurangi ruang lingkup eksploitasi pada saat melakukan pengolahan pada suatu kawasan (Natural Heritage Trust, 2003). M. pigra menjadi salah satu gulma yang mendominasi waduk-waduk pasca tsunami Aceh yang lalu (Sari et al. 2006). Banyak upaya telah dilakukan untuk mengendalikan M. pigra namun sejauh ini keberhasilannya sangat kecil (Chin 2008).

Holm (1977) menyatakan M. pigra mampu memproduksi 42000 biji/tanaman. Populasi M. pigra meningkat di areal teh dua bulan setelah pangkas, namun memiliki kecepatan tumbuh yang lambat. M. pigra berkecambah 50% lebih tinggi bila terbenam 3 cm di dalam tanah d ibandingkan dengan terbenam 1 cm. Walaupun kecepatan tumbuhnya lambat namun dengan produksi biji yang tinggi dalam pengkelasan gulma termasuk gulma kelas A yang berbahaya dan wajib dikendalikan (Santosa 2009).

Status Gulma Borreria alata

B. alata termasuk jenis tanaman dikotil berdaun lebar dari famili Rubiaceae, banyak dijumpai di lahan pertanian ataupun non pertanian. Affandi et al. (2005) menemukan bahwa B. alata merupakan salah satu tanaman inang beberapa jenis tungau tanaman jeruk yang tumbuh di bawah kanopi jeruk mandarin di Sumatra Barat. Sastroutomo (1990) menyatakan bahwa B. alata

merupakan gulma penting dan banyak ditemukan pada pertanaman jagung, kedelai dan ketela pohon.

Soejarni (1987) menyatakan bahwa B. alata merupakan salah satu tanaman herba setahun yang tumbuhnya bisa menjalar atau tegak dengan ketinggian 5-75 cm. Batang berbentuk segi empat, sukulen dan berbulu pada tepinya. Daun bulat lonjong sampai bulat telur dan letaknya berhadapan. Anak tulang daun dapat dilihat dengan jelas dari bawah. Bunga berkelompok pada ketiak daun, mahkota bunga berwarna lembayung muda, kadang–kadang bewarna

putih. Buah berbentuk kapsul dengan panjang 3-4 mm. B. alata berkembang biak dengan biji, penyebaran bisa melalui air, dap at tumbuh di daerah kering dan daerah ternaungi dari dataran rendah sampai ketinggian 1600 mdpl. B. alata dapat tumbuh pada tanah miskin hara dan merupakan salah satu gulma penting di Indonesia.

Syawal (2006) menyatakan bahwa B. alata merupakan gulma penting yang mendominasi lahan pertanaman kopi robusta (Coffea canephora Pierre) dengan SDR tertinggi dibandingkan gulma lainnya yaitu 27.30 %. Pada perkebunan karet B. alata memiliki nilai SDR tertinggi pada karet yang belum menghasilkan dengan SDR 15.47 dan 4.43 % pada karet yang telah mengasilkan (Meilin 2006).

PEMATAHAN DORMANSI GULMA BERDAUN LEBAR