• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

B. Analisis Data dan Pembahasan

1. Pematuhan prinsip kerja sama

Prinsip kerja sama yang dilakukan dalam humor dialog

Cekakak-Cekikik Jakarta karya Abdul Chaer meliputi empat maksim, yaitu (1)

Maksim kuantitas, (2) Maksim kualitas, (3) Maksim relevansi, dan (4) Maksim cara. Berikut ini akan dipaparkan mengenai jenis-jenis prinsip kerja sama.

a. Maksim Kuantitas

Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta tutur memberikan informasi yang relatif memadai atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan tutur.Jika peserta tutur memberikan informasi yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan lawan tutur, maka pertuturan tersebut dianggap telah mematuhi maksim kuantitas.

1. Nama Belum Jadi

Petugas : Nama Anda? Sudir : Sudir, Pak! Petugas : Nama Anda? Sukar : Sukar, Pak! Petugas : Nama Anda? Sumar : Sumar, Pak?

Petugas : Kalian bagaimana sih? Nama belum jadi kok sudah dipakai?

(HD/CCK: 14/167)

S (Waktu, tempat, suasana) : Siang hari, kantor kelurahan, suasana ramai P (Peserta tutur) :Petugas, Sudir, Sukar, Sumar

E (Maksud dan tujuan) : Petugas ingin mengetahui nama dari masing-masing lawan tutur.Sudir, Sukar, Sumar bermaksud memberitahukan nama mereka.

A (Bentuk dan isi ujaran) : Bentuk ujaran yang digunakan merupakan kalimat langsung, sedangkan topik pembicaraan mengenai nama dari masing-masing lawan tutur.

K (Nada, cara, semangat) : Petugas bertanya dengan serius dan mengejek, sedangkan Sudir, Sukar, dan Sumar menjawab pertanyaan petugas dengan singkat.

I (Jalur bahasa) : Jalur Lisan. N (Norma/aturan) : Sopan dan Jujur

G (Jenis bahasa) : Eksposisi (Memberikan informasi)

Pertuturan di atas dianggap telah memenuhi maksim kuantitas, karena setiap peserta pertuturan memberikan informasi yang cukup dan relatif memadai pada setiap tahapan pertuturan. Interpretasi konteks pertuturan tersebut terjadi di kantor kelurahan pada Siang hari. Petugas bertanya dengan serius nama dari masing-masing lawan tutur, maka masing-masing lawan tutur menjawab pertanyaan petugas dengan santai. Akan tetapi di

pertuturan yang terakhir bahwa petugas bertutur “Kalian bagaimana sih?

Nama belum jadi kok sudah dipakai?” adalah sebuah kelucuan belaka,

petugas memberikan sindiran kepada lawan tutur dengan mengatakan nama yang mereka gunakan belum jadi, padahal memang benar bahwa nama mereka adalah Sudir, Sukar, dan Sumar. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya jawaban dari pertanyaan petugas yang terakhir. Selain itu,

dialog di atas juga sesuai dengan teori Grice (1975: 45) yang berbunyi “Do not make your contribution more informative than is required”, yang diartikan oleh Nadar (Jangan memberikan informasi yang berlebihan melebihi kebutuhan)1

Teori Grice tersebut menjelaskan bahwa di dalam maksim kuantitas, seorang penutur diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin. Informasi demikian itu tidak boleh melebihi informasi yang sebenarnya dibutuhkan si mitra tutur.2 Tuturan yang tidak mengandung informasi yang cukup, dapat dikatakan

1

F.X. Nadar, op. cit., h. 24

2

melanggar maksim kuantitas dalam prinsip kerja sama Grice. Dengan demikian, tuturan di atas dianggap mematuhi maksim kuantitas, karena sesuai dengan teori Grice yang dikembangkan oleh Rahardi, bahwa masing-masing dari peserta tutur (Sudir, Sukar, Sumar) menjawab pertanyaan petugas dengan cukup dan relatif memadai.

2. Operasi Jantung

Pasien : Dok, apakah operasi jantung itu tidak berbahaya? Dokter : O, sama sekali tidak.

Pasien : Berapa tingkat keberhasilan itu, Dok? Dokter : Seribu berhasil, satu gagal.

Pasien : Saya ini pasien ke berapa, Dok?

Dokter : Tunggu dulu. Lihat catatan. O, Anda pasien ke seribu!

Pasien : Jadi???? (si pasien langsung pingsan) (HD/CCJ: 3/163)

S (Waktu, tempat, suasana) : Siang hari, ruang dokter, suasana sunyi. P (Peserta tutur) : Pasien dan dokter

E (Maksud dan tujuan) : Pasien ingin mengetahui apakah operasi jantung berbahaya atau tidak, sedangkan dokter memberitahukan bahwa operasi jantung tidak berbahaya.

A (Bentuk dan isi ujaran) : Bentuk ujaran yang disampaikan merupakan kalimat langsung, dan topik pembicaraan mengenai operasi jantung. K (Nada, cara, semangat) : Pasien bertanya mengenai operasi jantung

dengan serius, sedangkan dokter menjawab setiap pertanyaan pasien dengan tenang meyakinkan.

I (Jalur bahasa) : Jalur lisan N (Norma/aturan) : Sopan dan Jujur G (Jenis bahasa) : Eksposisi

Interpretasi konteks pertuturan di atas terjadi pada siang hari di ruang dokter dengan keadaan yang sunyi. Pertuturan di atas dianggap telah memenuhi maksim kuantitas, karena dokter telah menjawab setiap pertanyaan sesuai dengan kebutuhan pasiennya. Namun, ketika pasien bertanya dengan serius “Saya ini pasien ke berapa, Dok?”, dokter

menjawabnya dengan santai “O, anda pasien ke seribu!”, pasien tersebut

langsung kaget dan pingsan, karena tidak adanya kognitif dalam humor yang dimiliki pasien, sehingga dia berasumsi bahwa termasuk orang yang gagal, padahal dokter mengatakan seribu berhasil satu gagal hanyalah sebuah ilustrasi, hal inilah yang menimbulkan efek lucu dari humor di atas. Efek kelucuan tetap ditimbulkan, namun percakapan yang dilakukan tidaklah menyimpang dari maksim kuantitas.

Hal ini sesuai dengan teori Grice (1975:45) yang mengatakan “Make your information as invormative as required for the current purposes og

exchange”, yang diartikan oleh Nadar (Berikanlah informasi Anda sesuai

kebutuhan dalam rangka tujuan atau maksud pertuturan; jangan memberikan informasi yang berlebihan melebihi kebutuhan)3

Teori Grice tersebut menjelaskan bahwa maksim kuantitas dengan syarat ada sumbangan informasi sebatas yang diperlukan; jangan memberikan sumbangan informasi lebih dari yang diperlukan.4Selanjutnya di dalam maksim kuantitas ini seorang penutur diharapkan dapat memberikan informasi yang benar-benar cukup, memadai, dan berciri seinformatif dan sejelas mungkin. Sebuah informasi yang dianggap cukup memadai tidak boleh melebihi informasi yang sebenarnya dibutuhkan oleh mitra tutur dalam aktivitas bertutur.5 Dengan demikian, pertuturan di atas dianggap telah mematuhi maksim kuantitas, karena sesuai dengan teori Grice yang dikembangkan oleh Rahardi, yaitu seorang dokter memberikan informasi dengan cukup dan sesuai kebutuhan pasiennya di setiap tahapan pertuturan.

3

Nadar, loc. cit

4

Fatimah, op. cit., h. 92

5

3. Pelebaran Kali

Warga baru : Abang berasal dari mana? Warga lama : Dari Tanah Abang

Warga baru : Pindah ke Depok ini kenapa?

Warga lama : Rumah kami tergusur kena proyek pelebaran jalan.

Warga baru : O, begitu!

Warga lama : Abang sendiri berasal dari mana dan juga kenapa pindah ke sini?

Warga baru : Saya juga dari Tanah Abang, Kebon Melati; Pindah ke sini karena terkena proyek pelebaran kali.

Warga lama : Oh, kita sama-sama senasib (HD/CCJ: 100/198)

S (Waktu, tempat, suasana) : Sore hari, di jalan, suasana ramai. P (Peserta tutur) : Warga baru dan warga lama

E (Maksud dan tujuan) : Warga baru ingin mengetahui asal dan alasan warga lama pindah ke Depok, begitu pula dengan warga lama yang juga ingin mengetahui asal dan alasan warga baru pindah ke Depok.

A (Bentuk dan isi ujaran) : Bentuk ujaran merupakan kalimat langsung, sedangkan isi ujaran mengenai tempat tinggal asal penutur dan alasan dari masing-masing penutur pindah ke Depok. K (Nada, cara, semangat) : Warga baru bertanya dengan semangat, dan

warga lama juga menyampaikan ujarannya dengan sungguh-sungguh.

I (Jalur bahasa) : Jalur lisan

N (Norma/aturan : Sopan dan terbuka G (Jalur bahasa) : Narasi

Interpretasi konteks pertuturan di atas terjadi pada siang hari, di jalan dalam keadaan yang ramai. Peserta tutur terdiri dari warga lama dan warga

baru. Pertuturan di atas telah memenuhi maksim kuantitas, karena peserta tutur menjawab setiap pertanyaan yang diberikan dengan jawaban yang sesuai dengan kebutuhan lawan tuturnya. Ketika warga baru bertanya kepada warga lama tentang asal dan alasannya pindah ke Depok, maka warga lama memberi jawaban sesuai dengan keinginan warga baru, begitu pula dengan warga lama yang bertanya tentang asal dan alasan warga baru pindah ke Depok, warga baru pun juga menjawab sesuai dengan pertanyaan yang diajukan oleh lawan tuturnya. Dari humor di atas, tidak ada percakapan yang berlebihan, karena masing-masing dari peserta tutur menjawab semua pertanyaan sesuai kebutuhan lawan tuturnya.

Hal ini sesuai dengan teori Grice yang berbunyi “Make your information as invormative as required for the current purposes og

exchange”, yang diartikan oleh Nadar (Berikanlah informasi Anda sesuai

kebutuhan dalam rangka tujuan atau maksud pertuturan; jangan memberikan informasi yang berlebihan melebihi kebutuhan) 6

Teori Grice tersebut menjelaskan bahwa maksim kuantitas menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan konstribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicaranya. Perhatikan contoh berikut:

(1) + Siapa namamu? - Ani

+ Rumahmu di mana? - Klaten, tepatnya di Pedan + Sudah bekerja?

- Belum masih mencari-cari

Terlihat (-) dalam (1) bersifat kooperatif, memberikan konstribusi yang secara kuantitas memadai, atau mencukupi pada setiap tahapan komunikasi.7 Dengan demikian, tuturan di atas dianggap mematuhi maksim kuantitas karena sesuai dengan teori Grice, bahwa masing-masing

6

Nadar, loc. cit

7

dari peserta tutur (warga baru & warga lama) menjawab masing-masing pertanyaan yang diberikan dengan relatif memadai dan sesuai kebutuhan penutur.

b. Maksim Kualitas

Maksim kualitas menghendaki setiap peserta tutur memberikan informasi yang benar dan logis, menyampaikan sesuatu yang nyata dan sesuai fakta sebenarnya di dalam aktivitas bertutur. Fakta itu harus didukung dan didasarkan pada bukti-bukti yang jelas. Maksim kualitas yang pertama membutuhkan sikap percaya diri, bahwa sesuatu yang dikatakan adalah benar, sedangkan maksim yang kedua bila kita percaya mempunyai bukti yang kuat untuk suatu pernyataan, kita akan mengujarkannya dengan yakin.

4. Betawi Dulu dan Sekarang

A : Kalau sekelompok orang Betawi sedang bercakap-cakap dengan wajah cerah dan penuh keriangan, apa artinya? B : Mereka sedang mempercakapkan Betawi tempo dulu

dengan kebun-kebun dan tanah luas

A : Kalau sekelompok orang Betawi sedang bercakap-cakap dengan penuh kepiluan dan muka ditekuk apa artinya? B : Mereka sedang membicarakan masa kini dan masa

mendatang tanpa kebun, tanpa tanah, dan tanpa harapan. (KL=HD/CCJ: 1/161)

S (Waktu, tempat, suasana) : Pagi hari, di depan rumah para penutur, suasana sepi.

P (Peserta tutur) : A dan B (Anonim)

E (Maksud dan tujuan) : A ingin mengetahui maksud dari percakapan orang betawi yang dilakukan dengan wajah ceria dan penuh kepiluan, sedangkan B bertujuan memberitahukan perbedaan yang dimaksud oleh A.

A (Bentuk dan isi ujaran) : Bentuk ujaran merupakan kalimat langsung, sedangkan isi ujaran mengenai

perbedaan orang betawi yang bercakap-cakap dengan muka ceria dan penuh kepiluan.

K (Nada, cara, semangat) : A bertanya dengan nada serius, sedangkan B menjawab pertanyaan A dengan semangat yang menyala-nyala.

I (Jalur bahasa) : Jalur lisan N (Norma/aturan) : Akrab dan jujur G (Jalur bahasa) : Narasi

Interpretasi konteks percakapan di atas terjadi pada pagi hari di depan rumah para penutur. Mereka sedang membicarakan kehidupan orang Betawi dulu dan sekarang. Pertuturan di atas telah memenuhi maksim kualitas, karena penutur (B) memberikan infomasi yang benar dan sesuai kenyataan dari setiap pertanyaan yang diajukan oleh (A), orang-orang Betawi pada zaman dahulu bisa dikatakan termasuk golongan orang yang mampu dan mempunyai banyak simpanan, seperti harta warisan, sawah, maupun tempat untuk bermukim. Namun sekarang simpanan mereka lambat laut semakin sedikit, dikarenakan kebutuhan hidup yang terus meningkat, misalnya ketika ada cucu atau anaknya yang menikah, mereka menjual sawahnya untuk dijadikan modal pernikahan, ada pula yang menjual rumah-rumah kontrakan untuk bidang bisnis atau untuk beribadah haji ke tanah suci Mekkah. Semakin banyaknya orang perantauan dari seluruh pelosok yang merantau ke Jakarta, membuat kehidupan orang Betawi juga semakin sempit, begitu juga dengan lahan dan rumah-rumah kontrakan mereka.

Hal ini sesuai dengan teori Grice (1975:45) dalam Nadar yang

mengatakan “Do not say that for which you lack adequate evidence” yang diartikan oleh Nadar (Jangan mengatakan sesuatu yang kebenarannya tidak dapat dibuktikan secara memadai).8

8

Teori Grice tersebut memberikan penjelasan bahwa dengan maksim kualitas ini, seorang peserta tutur diharapkan dapat menyampaikan sesuatu yang nyata dan sesuai dengan fakta yang sebenarnya di dalam aktivitas bertutur sesungguhnya. Fakta kebahasaan yang demikian itu harus didukung dan diasarkan pada bukti-bukti yang jelas, konkrit, nyata, dan terukur. Maka sebuah tuturan akan dapat dikatakan memiliki kualitas yang baik apabila tuturan itu sesuai dengan faktanya, sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya, tidak mengada-ada, tidak dibuat-buat, tidak rekayasa, sehingga informasi yang demikian itu menjadi sangat tidak sesuai dengan kenyataannya ketidaksesuaian yang demikian itu akann menjadikan kualitas pertuturan semakin rendah. Jadi, sesuai dengan maksim ini, selalu berusahalah agar dalam praktik bertutur sapa yang sebenarnya, kualitas pertuturan itu benar-benar dijaga. Caranya, selalu sampaikanlah pernyataan itu sesuai dengan fakta dan keadaan sesungguhnya.9

5. Tokoh Betawi

Guru : Siapa tokoh Betawi yang terkenal? Siswa I : Mohamad Husni Thamrin

Guru : Apa jabatannya? Siswa II : Anggota Volkread Guru : Kapan dia wafat?

Siswa III : Kata ibu saya, ketika kakek lahir. (HD/CCJ: 20/169)

S (Waktu, tempat, suasana) : Pagi hari, di kelas, suasana tenang. P (Peserta tutur) : Guru, siswa I, siswa II, dan siswa III

E (Maksud dan tujuan) : Guru bertanya mengenai tokoh betawi yang terkenal, jabatannya, dan kapan wafatnya, sedangkan siswa I menjawab Mohamad Husni Thamrin, siswa II menjawab sebagai anggota Volkread, sedangkan siswa III menjawab Mohamad Husni Thamrin wafat ketika kakeknya dilahirkan.

9

A (Bentuk dan isi ujaran) : Bentuk ujaran merupakan kalimat langsung, sedangkan isi ujaran mengenai tokoh Betawi yang terkenal.

K (Nada, cara, semangat) : Guru bertanya dengan nada serius dan semangat, sedangkan siswa I, siswa II, dan siswa III juga menjawab dengan nada yang semangat.

I (Jalur bahasa) : Jalur lisan N (Norma/aturan) : Ramah dan Jujur G (Jalur bahasa) : Eksposisi

Interpretasi konteks pertuturan di atas terjadi pada pagi hari, di kelas dengan suasana yang tenang. Peserta tutur terdiri dari guru dan beberapa murid. Pertuturan di atas dianggap mematuhi maksim kualitas, karena penutur siswa I, siswa II, dan siswa III menjawab pertanyaan gurunya dengan jujur, benar, dan tepat. Tokoh betawi yang terkenal adalah Mohamad Husni Thamrin, beliau lahir tanggal 16 Februari 1894 di Weltevreden, Batavia. Selama hidupnya beliau menjabat sebagai anggota

Volkread(Dewan Rakyat), dan pada tanggal 11 Januari 1941 beliau

menghembuskan nafas terakhirnya dan dimakamkan di TPU Karet, Jakarta. Namun, pertanyaan terakhir yang diberikan guru mengenai kapan Mohamad Husni Thamrin wafat, siswa III memberikan jawaban yang diyakini benar dan tidak mengada-ngada, bahwa dia mengatakan kalau Mohamad Husni Thamrin meninggal ketika kakeknya dilahirkan, hal tersebut dia ketahui dari ibunya. Jadi, pertuturan terakhir tetap dikatakan mematuhi maksim kualitas, karena siswa III mengatakan sesuatu yang diketahui dan diyakini benar dengan merujuk kepada “Kata ibu saya, ketika kakek lahir.”

Hal ini sesuai dengan teori Grice (1975: 45) yang mengatakan “Do not say what you believe to be false, do not say that for which you lack adequate evidence” yang diartikan oleh Nadar (Jangan mengatakan

sesuatu yang tidak benar, jangan mengatakan sesuatu yang kebenarannya tidak dapat dibuktikan secara memadai.10

Teori Grice tersebut menjelaskan bahwa maksim kualiti sebagai inti dari kaidah konversasi yang mengatur konversasi dengan ketentuan: (1) Jangan diujarkan bila tidak benar, dan (2) Jangan diujarkan bila kekurangan data yang akurat maksim kualiti yang pertama adalah self-evident ‘percaya diri’ (PD), sedangkan maksim yang kedua bila kita percaya mempunyai bukti yang kuat untuk suatu pernyataan, kita akan mengujarkannya dengan yakin.11Namun, kadang kala penutur tidak merasa yakin dengan apa yang diinformasikannya. Ada cara untuk mengungkapkan keraguan seperti itu tanpa harus menyalahi maksim kualitas. Ungkapan di awal kalimat sepeti setahu saya, kalau tidak salah

dengar, katanya, dan sebagainya, menunjukkan pembatas yang memenuhi

maksim kualitas.12 Hal ini terdapat pada dialog di atas, ketika guru menanyakan kepada siswa III tentang kapan wafatnya Muhammad Husni Thamrin, maka siswa III menjawab dengan tanpa ragu dan yakin, dengan

menunjukkan pembatas maksim kualitas, yaitu „kata ibu saya’.

6. Status Sosial Sopir

Domang : Kabarnya status sosial seorang sopir sangat tergantung pada status sosial majikannya.

Daman : Maksudmu?

Domang : Ya, status sosial sopir mobil Presiden tentu lebih tinggi dari status sosial sopir Menteri; dan status sosial sopir Menteri lebih tinggi dari status sosial sopir mobil Camat.

Daman : Jadi, status sosial sopir mobil tinja gimana? (HD/CCJ: 110/203)

S (Waktu, tempat, suasana) : Siang hari, di warung nasi, suasana ramai. P (Peserta tutur) : Domang dan Daman

E (Maksud dan tujuan) : Domang ingin memberitahukan bahwa status sosial seorang sopir sangat tergantung

10

Nadar, loc. cit

11

Fatimah Djajasudarma, op. cit., h. 92

12

kepada status sosial majikannya, sedangkan Daman mendengarkan pernyataan Domang dengan menanyakan status sosial mobil tinja A (Bentuk dan isi ujaran) : Bentuk ujaran merupakan kalimat

langsung, sedangkan isi ujaran mengenai status sosial sopir yang bergantung kepada status sosial majikannya.

K (Nada, cara, semangat) : Domang memberikan informasi dengan semangat yang menyala-nyala, sedangkan Daman menanggapi pernyataan Domang dengan santai.

I (Jalur bahasa) : Jalur lisan

N (Norma/aturan) : Ramah dan bersahabat G (Jenis bahasa) : Narasi

Interpretasi konteks pertuturan di atas terjadi pada siang hari, di sebuah warung dengan suasana yang ramai. Peserta tutur terdiri dari Domang dan Daman. Pertuturan di atas disampaikan dengan jenis bahasa berupa narasi dan dianggap telah mematuhi prinsip kerja sama yang berupa maksim kualitas, karena penutur Domang memberikan informasi yang benar mengenai status sosial seorang sopir, bahwa profesi menjadi sopir itu bisa berbeda tingkat kehormatannya tergantung kepada siapa majikannya. Namun di akhir percakapan, tuturan Daman yang menanyakan bagaimana status sosial sopir mobil tinja, tidak mendapatkan jawaban dari Domang, karena disinilah letak kelucuan humor di atas, Jika akan dijawab sopir mobil tinja sama halnya dengan sopir angkot, maupun sopir taksi, karena

kata „tinja’ bukanlah disamakan dengan nama majikan yang sama halnya

dengan presiden, menteri dan camat. Mobil tinja adalah sejenis kendaraan sama halnya dengan angkutan umum, bis, maupun taksi.

Hal ini sesuai dengan teori Grice (1975: 45) yang berbunyi “Do not say what you believe to be false, do not say that for which you lack adequate evidence” yang diartikan oleh Nadar (Jangan mengatakan

sesuatu yang tidak benar, jangan mengatakan sesuatu yang kebenarannya tidak dapat dibuktikan secara memadai.13

Teori Grice tersebut menjelaskan bahwa maksim ini menghendaki agar peserta pertuturan itu mengatakan hal yang sebenarnya; hal yang sesuai dengan data dan fakta.14Di dalam berbicara secara kooperatif, masing-masing peserta percakapan harus berusaha sedemikian rupa agar mengatakan sesuatu yang sebenarnya. Peserta tindak tutur hendaknya mengatakan sesuatu berdasarkan atas bukti-bukti yang memadai. Dari data yang terkumpul, terlihat bahwa oposisi logis dan tidak logis merupakan aspek penting di dalam penciptaan dialog.15

c. Maksim Relevansi

Maksim relevansi mengharapkan setiap peserta tutur dapat memberikan informasi yang relevan atau berhubungan dengan topik pembicaraan. Jika peserta tutur mampu memberikan informasi yang relevan dan ada hubungan implikasionalnya pada setiap tahapan pertuturan, maka dianggap telah mematuhi maksim relevansi.

7. Pemuda Berkharisma

Nina : Kudengar kamu tidak mau punya pacar pemuda berkharisma. Memang kenapa?

Nani : Harapanku, minimal punya pacar berinova. Syukur-syukur kalau dapat yang ber-BMW.

(HD/CCJ: 88/194)

S (Waktu, tempat, suasana) : Siang hari, di depan rumah para penutur, suasana sunyi.

P (Peserta tutur) : Nina dan Nani

E (Maksud dan tujuan) : Nina ingin mengetahui alasan Nani tidak mau punya pacar pemuda yang mempunyai motor karisma, dan Nani memberitahukan

13

Nadar, loc. cit

14

Chaer, Kesantunan Berbahasa, h. 35

15

bahwa minimal dia punya pacar yang mempunyai mobil inova atau BMW.

A (Bentuk dan isi ujaran) : Bentuk ujaran merupakan kalimat langsung, sedangkan isi ujaran mengenai tipe pacar yang diharapkan.

K (Nada, cara, semangat) : Nina dan Nani berdialog dengan nada yang santai

I (Jalur bahasa) : Jalur lisan

N (Norma/aturan) : Akrab dan terbuka G (Jenis bahasa) : Narasi

Pertuturan di atas telah mematuhi maksim relevansi karena penutur (Nani) memberikan jawaban yang relevan dengan pertanyaan lawan tuturnya (Nina). Pemuda berkharisma yang dimaksud adalah pemuda yang

mempunyai kendaraan motor bermerek “Karisma”. Nina menanyakan

bahwa mengapa Nani tidak mau punya pacar yang mempunyai motor

“karisma”, karena ada pengetahuan yang dimiliki bersama oleh Nina dan

Nani, maka Nani langsung menjawab bahwa harapannya adalah mempunyai pacar yang berinova atau syukur-syukur yang ber-BMW, pacar yang berinova dan ber-BMW maksudnya adalah pemuda yang

mempunyai mobil merek “Inova” atau “BMW”.

Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Grice (1975: 45)

yang berbunyi “Be relevant”, yang diartikan oleh Nadar (Harap relevan).16 Teori Grice yang mengatakan bahwa dalam maksim relevansi, peserta tutur hendaknya memberikan informasi atau jawaban yang relevan dengan topik pembicaraan, bahwa sebuah pernyataan P dinyatakan relevan dengan sebuah pernyataan Q jika P dan Q, bersama-sama dengan pengetahuan latar belakang, menghasilkan informasi baru yang bukan hanya diperoleh dari P dan Q. Interpretasi itu berarti bahwa relevansi antara pernyataan A

16

dan pernyataan B tidak hanya dalam wujud tuturan bersifat langsung, tetapi juga bersifat tidak langsung.17

8. Tidak Lihat Ada Bapak

Petugas : Apakah kamu tidak melihat ada larangan membelok?

Pengemudi : Lihat, Pak!

Petugas : Tapi, mengapa kamu belok juga? Pengemudi : Karena saya tidak melihat ada bapak! (HD/CCJ: 23/170)

S (Waktu, tempat, suasana) : Malam hari, di jalan raya, suasana ramai P (Peserta tutur) : Petugas dan pengemudi

E (Maksud dan tujuan) : Petugas ingin mengetahui mengapa pengemudi tetap melanggar meskipun sudah ada tanda larangan membelok, dan pengemudi berargumen bahwa dia tidak melihat ada petugas di jalan raya.

A (Bentuk dan isi ujaran) : Bentuk ujaran merupakan kalimat langsung, dan isi ujaran mengenai pelanggaran lalu lintas.

K (Nada, cara, semangat) : Petugas bertanya dengan nada serius, dan pengemudi menjawab pertanyaan petugas dengan khawatir.

I (Jalur bahasa) : Jalur lisan N (Norma/aturan) : Tegas G (Jenis bahasa) : Argumentasi

Konteks pertuturan di atas terjadi pada malam hari, di jalan raya dengan keadaan lalu lintas yang masih ramai. Peserta tutur terdiri dari petugas dan pengemudi. Masalah dari percakapan di atas ialah adanya seorang pengemudi yang melanggar lalu lintas berupa larangan berbelok. Petugas bertanya dengan nada serius “Tapi, mengapa kamu belok juga?”,

17

maka pengemudi menjawab dengan rasa khawatir “Karena saya tidak

Dokumen terkait