• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.4. Pembahasan

4.4.2. Pembahasan Hasil Analisis Keseluruhan Tahapan Pembelajaran

55,6%. Artinya kegiatan pembelajaran Matematika yang dilaksanakan di kelas 8E SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta untuk materi Bangun Ruang Sisi Datar menurut standar yang diterbitkan MPG SMP Matematika tahun 2013 dikatakan kurang sesuai dengan pendekatan saintifik yang diidealkan Kurikulum 2013. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan Ibu

97

Siska dan Ibu Eva. “Saya sendiri agak mengejar waktu saat melaksanakan pembelajaran materi bangun ruang sisi datar, sehingga yang saya tekan kan adalah peserta didik mengerti rumus dan tahu cara mengerjakan soal. Sebiasa mungkin pendekatan saintifik tetap diterapkan meski kurang bisa maksimal karena memang membutuhkan waktu yang lebih lama.” ungkap Bu Siska. Meskipun begitu, pembelajaran yang dilaksanakan tetap sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai yakni menentukan luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma, dan limas. Senada dengan hal tersebut, Ibu Eva menyampaikan, “Saya berusaha melaksanakan pembelajaran sesuai dengan Kurikulum yang berlaku yakni Kurikulum 2013. Akan tetapi, pada kenyataan di kelas memang pendekatan ilmiah atau saintifik tidak dapat dilakukan secara utuh karena adanya kendala. Kendala yang paling sering dihadapi adalah waktu.”

Menurut M. Hosnan (2014 : 37), terdapat 8 prinsip pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Dari pembahasan 8 prinsip ini akan menguatkan hasil analisis pembelajaran yang dilaksanakan di kelas 8E materi Bangun Ruang Sisi Datar. Pertama adalah pembelajaran berpusat pada peserta didik. Hal ini tidak tercermin dalam pembelajaran materi Bangun Ruang Sisi Datar yang dilaksanakan di kelas 8E karena sebanyak 3 kali pertemuan guru menjadi pusat dari kegiatan pembelajaran dan peserta didik hanya memperhatikan setiap kali guru mengajar. Kedua adalah pembelajaran membentuk student self concept. Yang dimaksud dengan student self concept adalah peserta didik secara aktif mengkonstruksi

98

konsep, hukum, atau perinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi dan menemukan masalah). Karena dari 3 pertemuan tidak ada satu pun yang menggunakan metode eksperimen, maka peserta didik tidak memiliki kesempatan untuk secara aktif mengkonstruksi konsep hukum, atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi dan menemukan masalah) dari eksperimen yang dilakukan. Ketiga adalah pembelajaran terhindar dari verbalisme. Verbalisme yang dimaksud di sini adalah terlampau banyak penjelasan yang diberikan guru dan melebihi penekanan pada proses pencarian pengetahuan oleh peserta didik. Sama seperti prinsip yang kedua, prinsip ketiga ini juga tidak dilaksanakan dengan baik. Hal ini memerlukan waktu dan kesiapan materi yang lebih banyak dari guru. Keempat dan kelima adalah pembelajaran memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip dan pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir peserta didik. Apabila peserta didik diberi kesempatan untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip maka akan terjadi peningkatan kemampuan berpikir peserta didik. Sebaliknya, jika peserta didik diberikan materi dari guru secara satu arah tanpa adanya proses mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip, maka kemampuan berpikir peserta didik tidak meningkat. Begitu pula yang terlihat selama pembelajaran. Guru hanya memberikan pertanyaan sederhana mengani hal-hal yang tidak memerlukan asimilasi atau akomodasi konsep, hukum, dan prinsip sehingga prinsip

99

keempat dan kelima juga kurang terpenuhi. Keenam adalah pembelajaran meningkatkan motivasi belajar peserta didik dan motivasi mengajar guru. Motivasi ini timbul karena adanya ketertarikan peserta didik untuk belajar dan kepiawaian guru membawakan materi pembelajaran. Sepanjang pembelajaraan berlangsung, guru dinilai piawai membawa peserta didik ke dalam proses pembelajaran sehingga peserta didik menyimak seluruh pembelajaran dengan baik meskipun sebagian besar berupa transfer ilmu dari guru kepada peserta didik. Ketujuh adalah memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melatih kemampuan dalam komunikasi. Menyampaikan pendapat merupakan salah satu bentuk komunikasi yang ingin dibangun dalam pendekatan saintifik Kurikulum 2013. Salah satu contoh sederhana yang dilakukan adalah dengan menjawab pertanyaan dari guru, peserta didik sudah belajar berkomunikasi. Contoh lain yang dianjurkan adalah menyampaikan pendapatnya atau hasil analisisnya mengenai suatu masalah yang diberikan guru dalam kaitannya dengan materi pembelajaran. Kedelapan adalah adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi peserta didik dalam struktur kognitifnya. Jika kembali pada prinsip ketujuh, jawaban peserta didik terhadap pertanyaan yang diberikan guru sebenarnya tidaklah cukup dikatakan sebagai kegiatan komunikasi karena sebelumnya ada serangkaian proses yang harus dilewati. Prinsip yang kedelapan adalah prinsip terakhir. Jika prinsip sebelumnya tidak tercapai, maka prinsip kedelapan ini juga tidak tercapai. Guru hanya memberikan informasi pelajaran, dalam hal ini

100

transfer ilmu, bukan proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi peserta didik dalam struktur kognitifnya.

Setelah dilakukan pembahasan hasil analisis ketiga tahapan pembelajaran sebagaimana yang tercantum dalam MPG SMP Matematika 2013 yang diterbitkan oleh Kemendikbud dan pembahasan delapan prinsip pembelajaran dengan pendekatan saintifik seperti yang dikemukakan oleh M. Hosnan (2014: 37) dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran di kelas 8E SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta dilaksanakan kurang sesuai dengan pendekatan saintifik Kurikulum 2013.

Guru berperan sebagai fasilitator. Selain itu, peran peserta didik sebagai subjek pembelajaran tidak boleh dilupakan. Setiap peserta didik memiliki tanggapan terhadap Kurikulum 2013. Sebagian mengalami kesulitan dan sebagian merasa diuntungkan. Menurut mereka selalu ada kelebihan dan kekurangan yang mengikuti perubahan dalam Kurikulum. “Kurikulum 2013 itu sebenernya cukup nyaman buat anak-anak belajar. Kita juga dituntut untuk lebih aktif dalam pelajaran. Kalau Matematika ya mencari dan menemukan rumus, misalnya. Namun, karena ini adalah kurikulum yang masih baru, maka kurang dipahami oleh peserta didik maupun guru. Masih sulit untuk langsung diterima.” Hal ini diungkapkan

Guido. Sependapat dengan Guido, Glorika mengatakan, “Kalo menurutku

dari persiapannya masih kurang, misalnya waktu kelas 8 beberapa buku baru dikasih di semester 2. Sebelumnya masih yang softcopy. Kalau kurikulumnya sendiri lumayan, nggak terlalu banyak pelajaran, minus

101

akuntansi dan TIK. Soal-soalnya aja kadang tingkat dewa, susah-susah, tugasnya juga ribet, sama pelajaran isinya ppt aja. Hal-hal kayak gitu yang malah membebani murid. Tapi, dengan model yang seperti itu kita jadi lebih siap untuk jenjang selanjutnya.”

Peserta didik sendiri mengungkapkan walau mereka kurang paham dengan pendekatan ilmiah atau saintifik, mereka nyaman dengan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru selama ini. Saat ditanya mengenai pendekatan saintifik, Marcel mengungkapkan, “Apa itu, Bu? Kayaknya pernah denger tapi nggak tahu maksudnya.” Hal yang sama juga

diungkapkan oleh Anja, “Kayaknya sih pernah dijelasin sama Bu Siska.”

Minimnya pengetahuan peserta didik mengenai Kurikulum 2013 adalah cermin dari kurangnya kesiapan pemerintah melaksnakan Kurikulum 2013. Sebaliknya peserta didik merasa terbantu dengan penjelasan yang masih

berpusat pada guru seperti diungkapkan David, “Justru Bu Siska lebih

membantu memahami pelajaran ketimbang bukunya. Kalau buku caranya sulit dipahami kalo Bu Siska langsung.” Sependapat dengan David, Guido

mengiyakan , “Karena gurunya jelasinnya bikin mudeng, ya jadi enak.

Paling kesulitannya kalau belajar di rumah dan nggak ngerti, bukunya nggak begitu bisa membantu.” Terbantunya peserta didik dengan penjelasan yang berpusat pada guru terbukti dengan nilai ulangan peserta didik yang dapat dikatakan bagus. Marcel mendapat nilai 100, Guido mendapat nilai 85, Glorika mendapat nilai 95, David mendapat nilai 89, dan Anja mendapat nilai 100.

102

4.4.3. Pembahasan Hasil Analisis Penggunaan Buku Matematika SMP

Dokumen terkait