• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

D. Pembahasan

Penelitian ini berfokus untuk mencari tahu persepsi terhadap relasi intim antar jenis pada perempuan dengan orang tua bercerai, yang mencakup pemahaman dan penilaian terhadap relasi intim antar jenis.

1. Pemahaman terhadap relasi intim antar jenis

Dari hasil dapat dilihat bahwa para partisipan mampu memahami dengan baik apa itu relasi intim antar jenis, beserta komponen-komponen yang ada di dalamnya sesuai teori segitiga cinta Sternberg (1989), yaitu relasi yang melibatkan komponen keintiman, komitmen, dan passion. Akan tetapi melalui hasil yang didapatkan juga terlihat bahwa para partisipan lebih memberikan penekanan pada komponen keintiman. Hal ini sejalan dengan pengertian relasi intim yang diungkapkan Papalia (2004) yang juga menekankan pada komponen keintiman, bahwa relasi intim merupakan relasi yang melibatkan komponen emosi dari cinta yang meliputi perasaan dengan orang lain, seperti perasaan hangat,

sharing, dan kedekatan emosi.

Dalam penelitian ini, para partisipan kebanyakan mengatakan bahwa relasi yang intim berarti dekat secara emosional dan kedekatan ini paling bisa dilihat dari kemampuan untuk saling memahami serta cara berkomunikasi. Tindakan memahami pasangan dapat terlihat, misalnya melalui memahami maksud tersirat dari perilakunya dan kondisinya. Sedangkan komunikasi intim yang dimaksud oleh para partisipan adalah komunikasi yang lebih intens dan

74

terbuka dibandingkan komunikasi dengan orang lain atau teman. Komunikasi yang intens terlihat dari frekuensi dan durasi komunikasi yang lebih sering dan lebih lama dibanding komunikasi dengan orang lain. Komunikasi yang terbuka berarti mereka bisa mengkomunikasikan hal apapun pada pasangan mereka, misalnya masalah sehari-hari hingga hal-hal privasi sekalipun, termasuk mengkomunikasikan mengenai perasaan terdalam mereka. Para partisipan mengungkapkan bahwa komunikasi yang intim akan bisa membentuk kedekatan emosional dengan pasangan dan memahami merupakan salah satu dari dua hal yang paling penting dalam relasi intim antar jenis karena dengan saling memahami maka dapat membuat relasi bertahan lama serta meminimalkan kemungkinan berpisah.

Penekanan yang dilakukan oleh para partisipan terlihat dari seringnya para partisipan mengungkapkan hal yang berkaitan dengan komponen keintiman ketika ditanya mengenai apa itu relasi intim antar jenis. Pemahaman para partisipan terhadap konsep relasi intim antar jenis diduga berhubungan dengan apa yang mereka lihat dari relasi orang tua mereka. Misalnya dalam penelitian ini pemahaman para partisipan bahwa relasi intim merupakan relasi yang memiliki komunikasi intim, diduga muncul karena para partisipan menganggap ketiadaan hal tersebut dalam relasi orang tua mereka yang akhirnya membuat orang tua mereka berpisah. P1 bahkan mengungkapkan dalam latar belakang bahwa ia menduga hal yang membuat orang tuanya bercerai adalah permasalahan komunikasi. Hal ini serupa dengan temuan dalam penelitian terdahulu di mana

terdapat partisipan yang belajar dari pengalaman tidak baik orang tuanya dalam menjalani relasi dengan pasangannya (South, 2013; Morrison, et. all, 2017).

Dari pembahasan di atas terlihat bahwa pemahaman para partisipan cukup dipengaruhi oleh memori mereka mengenai relasi orang tua mereka sebelum bercerai.Ketika dihadapkan dengan tugas perkembangan untuk menjalin relasi intim, memori negatif terkait hubungan orang tua yang bercerai tidak membuat mereka kehilangan minat dalam menjalin relasi intim antar jenis, melainkan menciptakan suatu pemahaman bagaimana menjalin relasi intim yang lebih baik dibandingkan relasi orang tua mereka. Tidak hanya itu, pengalaman pribadi para partisipan dalam menjalin relasi intim antar jenis setelah perceraian orang tua juga memperkuat penekanan yang dilakukan oleh partisipan terhadap pemahaman mereka mengenai relasi intim antar jenis. Seperti misalnya, selain karena melihat hubungan orang tua, P1 juga diduga memiliki alasan lain mengapa ia sering mengungkapkan mengenai saling memahami, yaitu karena pengalamannya berelasi dengan lawan jenis di mana pasanganya di masa lalu cenderung tidak memahaminya.

Hal ini membuktikan teori yang mengatakan bahwa keduanya, baik memori maupun pengalaman masa lalu dapat memengaruhi persepsi seseorang (Rakhmat, 2011; Sobur, 2003). Dalam hal ini, memori berkaitan dengan perceraian orang tua sedangkan pengalaman masa lalu berkaitan dengan pengalaman pribadi menjalin relasi intim dengan lawan jenis.

76

2. Penilaian terhadap relasi intim antar jenis

Melalui hasil dalam penelitian ini terlihat bahwa secara keseluruhan penilaian para partisipan terhadap relasi intim antar jenis cenderung positif. Hal ini terlihat dari ungkapan seluruh partisipan yang mengungkapkan penilaian positifnya terhadap relasi intim antar jenis. Para partisipan tetap menginginkan ataupun senang menjalin relasi intim dengan lawan jenis. Para partisipan optimis bahwa relasi dapat berjalan dengan baik apabila mereka belajar dan tidak melakukan kesalahan yang sama seperti yang dilakukan oleh orang tua mereka. Hal ini serupa dengan hasil penelitian terdahulu di mana terdapat partisipan yang menjadikan memori negatif menyaksikan pertengkaran orang tua sebagai motivasi untuk tidak mengulangi kesalahan orang tua mereka sehingga dapat menjalin relasi yang tidak putus (Cartwright, 2006; South, 2013; Morrison, et. all, 2017).

Memori menyaksikan relasi orang tua mereka yang bercerai tidak membuat mereka menghindari relasi intim antar jenis melainkan mereka belajar dan menjadikan hal tersebut motivasi mereka untuk menjalin relasi yang tidak putus. Misalnya, para partisipan percaya bahwa relasi intim dengan lawan jenis dapat berjalan baik serta bertahan lama jika melibatkan keintiman, seperti komunikasi yang intim, saling memahami, memberi dukungan, dan menerima dukungan dari pasangan. Pembelajaran para partisipan dibuktikan misalnya melalui ungkapan salah satu partisipan yaitu P2, melalui pengamatannya orang tuanya bercerai disebabkan oleh tidak bisa saling memahami, sehingga ketika ia berelasi hal tersebut merupakan yang penting. Dengan ada hal tersebut P2 yakin relasi dapat bertahan.

Tidak hanya belajar dari pengalaman menyaksikan relasi orang tua, penilaian positif para partisipan lainnya, yaitu bahwa relasi intim antar jenis membuat mereka merasa senang, diduga karena mereka mendapatkan hal yang tidak mereka dapatkan dari ketidakharmonisan keluarga serta relasi yang tidak baik dengan orang tua mereka. Misalnya dalam penelitian ini, para partisipan mengungkapkan mendapatkan dukungan emosional dari pasangan, merasa bahagia, merasa dihargai, ataupun membuat mereka dapat menjadi pribadi yang lebih baik melalui relasi intim antar jenis. Temuan ini diperkuat dengan pernyataan salah satu partisipan yaitu P3 di latar belakangnya, bahwa ia kurang mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya. Hal ini membuat P3 mencari hal-hal yang ia butuhkan seperti kasih sayang dan orang yang dapat memahaminya melalui relasi intim dengan lawan jenis.

Beberapa hal tersebut menunjukkan bahwa para partisipan memiliki penilaian yang cenderung positif terhadap relasi intim antar jenis terlepas dari memori perceraian orang tua mereka. Hal ini diduga disebabkan oleh pengalaman pribadi positif yang dialami para partisipan ketika menjalin relasi intim antar jenis. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa penilaian positif para partisipan menjadi negatif jika mereka mengalami secara langsung apa yang dialami oleh orang tua mereka ataupun ketika mereka memiliki pengalaman pribadi yang negatif ketika menjalin relasi intim antar jenis. Misalnya dalam penelitian ini, beberapa partisipan mengungkapkan kesulitan mempercayai lawan jenis serta takut untuk memulai lagi relasi intim dengan lawan jenis. Penilaian ini muncul

78

salah satunya karena adanya pengalaman negatif yang melibatkan komponen komitmen, yaitu pengalaman beberapa kali diselingkuhi oleh pasangan.

Dari uraian di atas terlihat bahwa pengalaman pribadi terhadap relasi intim antar jenis cukup berpengaruh dalam pembentukan penilaian positif maupun negatif para partisipan. Hal ini menunjukkan bahwa temuan terdahulu di mana terdapat dampak negatif seperti, kurangnya kepercayaan pada pasangan ataupun keragu-raguan untuk memulai ketika menjalin relasi intim antar jenis pada perempuan dengan orang tua bercerai yang disebabkan oleh perceraian orang tua mereka (Cartwright, 2006; South, 2013) kurang terbukti dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa pengalaman negatif yang dialami secara pribadi oleh para partisipan terutama yang berkaitan dengan komponen komitmen yang mendasari penilaian negatif mereka terhadap relasi intim antar jenis, bukan sebagai akibat dari memori menyaksikan pertengkaran maupun perceraian orang tua mereka. Hal ini sekaligus membuktikan bahwa persepsi dapat dipengaruhi oleh pengalaman di masa lalu terkait objek persepsi (Sobur, 2003), yang dalam hal ini merupakan pengalaman pribadi para partisipan dalam menjalin relasi intim antar jenis.

Penilaian para partisipan dalam penelitian ini tetap disimpulkan cenderung positif dikarenakan jika dikaitkan dengan perceraian orang tua, para partisipan justru cenderung belajar untuk menjadi lebih baik, bukan malah mengadaptasi perilaku tidak baik orang tua mereka. Para partisipan juga mengaku tetap menjalin relasi intim antar jenis. Kemudian pengalaman pribadi secara langsung yang positif cenderung memperkuat pembelajaran positif yang

dilakukan oleh para partisipan. Sedangkan penilaian negatif cenderung akan mucul ketika partisipan memiliki pengalaman pribadi negatif saat menjalin relasi intim antar jenis, bukan karena trauma akibat perceraian orang tua mereka. Jika dibandingkan, adanya perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu yang menemukan berbagai dampak negatif terhadap relasi intim yang dialami oleh perempuan dewasa awal akibat perceraian orang tua, hal ini diduga karena terdapat perbedaan dari bagaimana cara seseorang memaknai suatu hal (Sobur, 2003).

80

BAB V

PENUTUP

Dokumen terkait