• Tidak ada hasil yang ditemukan

HALAMAN PENGESAHAN PERSEPSI TERHADAP RELASI INTIM ANTAR JENIS PADA PEREMPUAN DEWASA AWAL DENGAN ORANG TUA BERCERAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HALAMAN PENGESAHAN PERSEPSI TERHADAP RELASI INTIM ANTAR JENIS PADA PEREMPUAN DEWASA AWAL DENGAN ORANG TUA BERCERAI"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI TERHADAP RELASI INTIM ANTAR JENIS PADA

PEREMPUAN DEWASA AWAL DENGAN ORANG TUA

BERCERAI

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh: Jennifer Fransiska Andita

149114090

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

ii

DENGAN ORANG TUA BERCERAI

Disusun Oleh: Jennifer Fransiska Andita

NIM: 149114090

Telah disetujui oleh:

Dosen Pembimbing,

(3)

iii

HALAMAN PENGESAHAN

PERSEPSI TERHADAP RELASI INTIM ANTAR JENIS PADA PEREMPUAN DEWASA AWAL DENGAN ORANG TUA BERCERAI

Dipersiapkan dan ditulis oleh: Jennifer Fransiska Andita

NIM: 149114090

Telah dipertanggungjawabkan di depan panitia penguji pada tanggal 23 Januari 2019

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji:

Nama Penguji Tanda Tangan

1. Penguji 1 : Prof. A. Supratiknya, Ph.D.

2. Penguji 2 : Agung Santoso, M.A.

3. Penguji 3 : Ratri Sunar Astuti, S.Psi., M.Si.

Yogyakarta, Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma

(4)

iv

Wasted time is more expensive than wasted money – Paulo Coelho

Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan

layanilah Tuhan. Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan,

dan bertekunlah dalam doa” – Roma 12:11-12

Ora et Labora

If you can dream it, you can do it– Walt Disney

Percayalah dan semesta akan mendukungmu, hardwork never betrayed you

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk:

(6)

vi

tulis tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang saya sebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya suatu karya ilmiah.

Yogyakarta, 25 Januari 2019 Peneliti,

(7)

vii

PERSEPSI TERHADAP RELASI INTIM ANTAR JENIS PADA PEREMPUAN DEWASA AWAL DENGAN ORANG TUA BERCERAI

Jennifer Fransiska Andita

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi persepsi perempuan dewasa awal dengan orang tua bercerai terkait relasi intim antar jenis, khususnya dari segi pemahaman dan penilaian. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode Analisis Isi Kualitatif terarah. Partisipan yang dilibatkan adalah tiga orang perempuan dengan rentang usia 21-23 tahun. Partisipan didapatkan dengan memilih orang-orang tertentu yang sesuai kriteria penelitian (purposeful). Pengambilan data dilakukan dengan wawancara semi terstruktur perorangan. Hasil dari penelitian ini adalah: (1) para partisipan memahami bahwa relasi intim melibatkan tiga komponen, yaitu keintiman, komitmen, dan passion, akan tetapi terlihat bahwa komponen keintiman lebih sering muncul sebagai komponen yang menggambarkan relasi intim; (2) penilaian para partisipan terhadap relasi intim antar jenis ada yang positif maupun negatif, akan tetapi penilaian mereka lebih cenderung positif serta lebih melibatkan komponen keintiman. Kesimpulan dari penelitian ini adalah (1) perempuan dewasa awal dengan orang tua bercerai cenderung memiliki pemahaman dan penilaian positif terhadap relasi intim antar jenis, khususnya terkait komponen keintiman yang diduga muncul karena mereka belajar dengan tidak meniru orang tua mereka serta berusaha memperoleh hal yang tidak ada dalam relasi orang tua mereka yang berakhir perceraian; serta (2) pemahaman dan penilaian negatif terkait relasi intim antar jenis yang diungkapkan oleh perempuan dewasa awal dengan orang tua bercerai diduga muncul akibat pengalaman negatif yang mereka rasakan ketika menjalin relasi intim maupun pengalaman pribadi merasakan apa yang dirasakan oleh orang tua mereka yang bercerai.

(8)

viii ABSTRACT

The purpose of the current study was to explore the perception on intimate relationships with the opposite sex among young adult women with divorced parents, particularly in terms of understanding and evaluation. The current research was qualitative research using a directed qualitative content analysis method. The participants included three women aged between 21 and 23 years old. The participants were selected purposefully based on certain pre-determined criteria. The data retrieval were performed using semi-structured individual interviews, which executed indivudualy. The results of the current research showed that (1) the participants understood that intimate relationships with the opposite sex involved three components, which were intimacy, commitment, and passion. However, it seemed that the intimacy component was most appeared as the component that described intimate relationships with the opposite sex; and

(2) the participants’ evaluation of intimate relationships with the opposite sex was both positive and negative, but their evaluation tend to be positive and was more likely to involve the intimacy component. The conclusions of this study were (1) young adult women with divorced parents tend to understand and evaluate intimate relationships with the opposite sex positively, especially when related to the intimacy component, which was estimated to have emerged because they had learned not to copy their parents and try to obtain things that do not exist in their divorced parents’ relationships; and (2) it was estimated that the understanding and evaluation of intimate relationships with the opposite sex among young adult women with divorced parents would turned negative if they had negative experiences in a relationship with the opposite sex or if they experienced personally the same negative experiences as their divorced parents.

(9)

ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma Nama : Jennifer Fransiska Andita

Nomor mahasiswa : 149114090

demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“Persepsi Terhadap Relasi Intim Antar Jenis Pada Perempuan Dewasa awal Dengan Orang tua Bercerai”

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Yogyakarta Pada tanggal : 25 Januari 2019

Yang menyatakan

(10)

x

dan rahmat-Nya peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Dalam proses penyusunan skripsi ini, peneliti mempelajari banyak hal baru, baik dari segi ilmu pengetahuan maupun pelajaran hidup. Proses yang peneliti lalui selama penyusunan skripsi ini akan memengaruhi kehidupan peneliti kedepannya. Peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya. Penyusunan serta penyelesaian skripsi ini dapat terwujud atas bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Secara khusus peneliti ingin berterima kasih kepada:

1. Tuhan YME yang telah mencurahkan rahmat-Nya sehingga dari awal pemilihan topik, penulisan, hingga penyelesaian skripsi ini penulis mampu menjalaninya dengan baik.

2. Jajaran Fakultas Psikologi dan Universitas Sanata Dharma yang telah menerima dan mewadahi saya selama menempuh pendidikan Strata 1.

3. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah mengajarkan saya banyak hal selama proses perkuliahan serta membantu saya melalui masa studi ini dengan baik dan lancar.

(11)

xi

nasihat yang diberikan kepada kami anak-anak bimbingannya sehingga saya termotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Pak Agung Santoso, M.A. dan Bu Ratri Sunar Astuti, S.Psi., M.Si., selaku penguji 2 dan 3 yang telah memberikan revisi serta berbagai masukan, sehingga skripsi ini menjadi lebih baik dan lebih layak.

6. Ibu M. L. Anantasari, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik yang dengan tips-tips yang diberikan serta kehadirannya saya merasa selalu memiliki tempat bercerita ketika saya membutuhkan tempat cerita atau berkonsultasi selama proses perkuliahan dan penyusunan skipsi ini.

7. Seluruh partsipan yang telah dengan suka rela bersedia terlibat dalam penelitian ini, serta bersedia meluangkan waktu dan direpotkan dengan segala prosedur pengambilan data. Tanpa kesediaan para partisipan, penyusunan skripsi ini tidak akan terselesaikan.

8. Anggota keluarga saya yang selalu memberikan dukungan emosional serta mendoakan yang terbaik untuk saya.

9. Khususnya teruntuk Papa saya yang tidak jemu-jemu menanyakan kabar saya selama merantau, yang sering datang ke Jogja untuk menjenguk, yang selalu siap sedia membantu saya jika saya mengalami kesulitan terkait hal apapun, yang selalu memberikan semangat dan nasihat-nasihat dikala saya kehilangan motivasi, serta yang telah menyediakan sarana prasarana untuk menjalani studi dan kehidupan sehari-hari tanpa berkekurangan.

(12)

xii

11.Mirna selaku teman sekelas selama 4 tahun, teman seorganisasi pertama, teman nugas, teman refreshing, teman makan, teman nyekrip bareng. Yang tidak bosan mendengar keluh kesah saya selama perkuliahan maupun pengerjaan skripsi, serta yang telah memberi masukan kritis ketika saya kebingungan dalam mengerjakan skripsi ataupun tugas lainnya.

12.Teman-teman seperjuangan yang membuat saya merasa tidak berjuang sendirian, yang bersedia saling membantu dikala ada mengalami kesulitan, serta yang saling menyemangati satu sama lain agar tidak menyerah dan tetap optimis.

13.Teman-teman kos Kak Evlyn yang tidak bosan menyemangati, membantu, memberi motivasi, dan sharing hal-hal terkait pengerjaan skripsi. Juga bersedia diganggu pagi, siang, sore, malam untuk sekedar cerita atau ditanya-tanyai seputar skripsi. Ce Sesil & Ce Mel yang tidak bosan diganggu, yang sering menanyakan kabar, yang sering mengingatkan untuk makan dan jaga kesehatan.

14.Lembert, Gaby, dkk, yang meski jauh tetapi keberadaannya tetap bisa menghibur dikala stress melanda dan selalu ada jika saya membutuhkan teman cerita.

(13)

xiii

16.Diri sendiri yang memutuskan untuk tidak menyerah meskipun menghadapi berbagai kendala dari dalam maupun luar diri sendiri.

Selain rasa terimakasih peneliti kepada berbagai pihak yang telah peneliti sebutkan di atas, peneliti hendak menegaskan bahwa tanggung jawab atas skripsi ini sepenuhnya ditanggung oleh peneliti sendiri. Skripsi ini peneliti persembahkan kepada khalayak umum, para partisipan yang telah memberikan peneliti banyak pelajaran melalui penelitian ini, serta kedua orang tua yang dengan setia mendampingi selama peneliti berproses.

Yogyakarta, 25 Januari 2019 Peneliti,

(14)

xiv

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

1. Manfaat Teoritis ... 9

(15)

xv

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Perempuan Dewasa awal dengan Orang tua Bercerai ... 10

B. Relasi Intim Antar Jenis ... 13

C. Persepsi ... 15

D. Kerangka Konseptual ... 18

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

A. Jenis dan Desain Penelitian ... 21

B. Fokus Penelitian ... 22

C. Partisipan... 24

D. Peran Peneliti ... 25

E. Metode Pengumpulan Data ... 28

1. Protokol Wawancara Latar Belakang ... 29

2. Protokol Wawancara Terkait Topik Penelitian ... 31

3. Perekaman Data ... 33

F. Penegakan Kredibilitas dan Dependabilitas Penelitian ... 34

G. Analisis dan Interpretasi Data ... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

A. Pelaksanaan Penelitian ... 40

B. Latar belakang Partisipan ... 41

C. Hasil Penelitian ... 47

1. Pemahaman terkait Relasi Intim Antar Jenis ... 48

2. Penilaian terkait Relasi Intim Antar Jenis ... 59

(16)

xvi

A. Kesimpulan ... 80

B. Keterbatasan Penelitian ... 81

C. Saran ... 82

1. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 82

2. Bagi Masyarakat yang Berelasi dengan Perempuan Dewasa awal dengan Orang tua Bercerai ... 83

3. Bagi Para Orang Tua yang Sedang Berkonflik ... 83

4. Bagi Para Orang Tua yang Telah Bercerai ... 83

DAFTAR ACUAN ... 84

(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

(18)

xviii

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga merupakan tempat anak pertama kali belajar bagaimana berelasi dengan orang lain dan sebagian besar interaksi orang tua-anak memiliki implikasi masa depan, terutama bagi anak (Baron & Byrne, 2003). Dalam keluarga, orang tua memiliki perannya masing-masing bagi tumbuh kembang anak (Santrock, 2008). Akan tetapi dewasa ini berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik pada tahun 2012-2015, jumlah perceraian meningkat hingga 7% (Badan Pusat Statistik, 2015). Hal ini menunjukkan meningkatnya juga kemungkinan keluarga dengan latar belakang orang tua yang bercerai.

Sebelum perceraian, biasanya anak menyaksikan orang tua berkonflik secara aktif (Santrock, 2008). Perceraian sendiri merupakan suatu peristiwa perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri. Mereka tidak lagi tinggal serumah dan berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami istri. Perceraian sering diwarnai dengan permasalahan yang tidak dapat diselesaikan dengan baik (Dariyo, 2004).

(21)

anak-2

anak dari keluarga tersebut dan akan memengaruhi cara anak bersikap di masa depan, terutama ketika dihadapkan pada situasi yang serupa seperti yang dialami oleh orang tua mereka (Wallerstein & Lewis, 2004). Westervelt dan Vandenberg (dalam Ottaway, 2010) mengungkapkan bahwa anak cenderung belajar managemen konflik yang buruk dan berbagai perilaku menyimpang dari orang tuanya yang bercerai. Pengalaman menyaksikan perpisahan orang tua juga akan membuat anak-anak tersebut takut dan memandang bahwa relasi personal tidak dapat dipercaya, karena bahkan relasi terdekat yaitu keluarga tidak dapat berdiri kokoh (Wallerstein & Lewis, 2004).

Trauma terkait perceraian lebih ditunjukkan oleh anak perempuan dibandingkan laki-laki ketika memasuki masa dewasa (Wallerstein & Blakeslee, 1989, dalam Ottaway, 2010). Anak laki-laki cenderung menunjukkan dampak akibat perceraian orang tuanya ketika memasuki masa remaja, seperti tingginya agresi dan perilaku negatif (Long & Forehand, 1987). Sedangkan, anak perempuan dengan orang tua bercerai cenderung mengalami permasalahan ketika memasuki masa dewasa awal terutama ketika mereka berhadapan dengan tugas perkembangan menjalin relasi intim (Mustonen, Huurre, Kiviruusu, Haukkala, & Aro, 2011).

(22)

memengaruhi relasi jangka panjang individu tersebut (Cartwright, 2006). Tidak hanya itu Cartwright (2006) juga menemukan bahwa perempuan memandang perceraian orang tua membuat mereka kekurangan sosok orang dewasa yang dapat dijadikan contoh dalam menjalin relasi yang baik, memiliki keraguan terhadap komitmen ataupun pernikahan, serta memiliki ketakutan akan perceraian. Dalam penelitian Cartwright (2006) ditemukan bahwa permasalahan terkait relasi intim dengan lawan jenis yang dialami oleh anak dengan orang tua bercerai berhubungan dengan bagaimana mereka memandang relasi intim antar jenis itu sendiri. Misalnya seorang perempuan yang memandang bahwa relasi intim antar jenis tidak akan bertahan lama seperti hubungan orang tua yang berakhir bercerai sehingga ia ragu-ragu untuk memulai suatu hubungan yang ia percaya akan berakhir (Cartwright, 2006). Untuk itu peneliti merasa perlu mencari tahu mengenai cara pandang atau persepsi perempuan dewasa awal dengan orang tua bercerai secara spesifik terkait relasi intim antar jenis itu sendiri.

Persepsi ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu (Leavitt, 1978, dalam Sobur, 2003). Proses persepsi yang terdiri dari proses menerima, mengatur, dan mengevaluasi-menafsirkan stimulus (De Vito, 1997, dalam Sobur, 2003). Hal ini menunjukkan bahwa upaya untuk memberikan arti pada stimulus tampak dari proses terakhir yaitu mengevaluasi-menafsirkan stimulus. Penafsiran merupakan pemahaman seseorang sedangkan penilaian merupakan penilaian seseorang terkait suatu hal

(23)

4

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kita dapat menggali persepsi seseorang dengan mencari tahu bagaimana pemahaman dan penilaian orang tersebut terkait objek persepsi. Dalam penelitian ini persepsi tersebut terkait dengan relasi intim antar jenis, yaitu relasi intim antar laki-laki dan perempuan. Sejauh mana perempuan dengan orang tua bercerai memahami konsep relasi intim antar jenis dan bagaimana penilaian atau pandangan mereka terkait relasi intim antar jenis.

Dalam prosesnya, persepsi melibatkan atau dipengaruhi oleh banyak hal, diantaranya yang berhubungan dengan penelitian ini adalah memori dan pengalaman masa lalu (Rakhmat, 2011; Sobur, 2003). Persepsi dipengaruhi oleh pengalaman terkait figur atau objek yang dipersepsikan, serta akan memengaruhi pembentukan sikap dan perilaku seseorang terhadap figur atau orang tersebut (Sobur, 2003). Sehingga dalam penelitian ini peneliti juga hendak mencari tahu kemungkinan faktor yang mempengaruhi persepsi terhadap relasi intim antar jenis, yaitu tidak hanya memori terkait perceraian orang tua tetapi juga pengalaman masa lalu partisipan terkait relasi intim antar jenis itu sendiri.

(24)

terkait relasi intim antar jenis secara umum, terutama pada anak perempuan dengan orang tua yang bercerai.

Dari penelitian-penelitian terdahulu, terdapat penelitian yang mengangkat topik terkait dampak perceraian secara umum (Long & Forehand, 1987; Amato, Loomis, & Booth, 1995; Wallerstein & Lewis, 2004; Cartwright, 2006; Morrison, et. all, 2017) ataupun dampak negatif perceraian orang tua terhadap hubungan intim anak (Hepworth, Ryder, & Dreyer, 1984; Gabardi & Rosen, 1992; Sinclair & Nelson, 1998; Mullett & Stolberg, 2002; Ottaway, 2010). Sedangkan penelitian yang meneliti mengenai persepsi anak dari keluarga bercerai terkait relasi romantis masih sedikit dan penelitian tersebut bukan diadakan di Indonesia, melainkan di USA (South, 2013).

(25)

6

Teknik analisis data yang digunakan untuk meneliti dampak perceraian juga beragam. Mulai dari yang paling sering adalah analisis data secara statistik menggungakan ANOVA, MANOVA, dan multiple regression untuk mengetahui faktor yang paling menentukan pengaruh perceraian pada anak (Sinclair & Nelson, 1998; Gabardi & Rosen, 1992; Hepworth, et. all, 1984; Amato, et. all, 1995), sampai dengan analisis data kualitatif mengunakan koding terbuka (open

coding) ataupun pendekatan induktif (inductive approach) (Cartwright, 2006;

South, 2013; Morrison, et. all, 2017).

(26)

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, didapati beberapa defisiensi, yaitu dari segi isi dan tempat pelaksanaan penelitian. Pertama, dari segi isi ditemukan bahwa penelitian terdahulu hanya mengeksplor dampak perceraian secara umum ataupun persepsi mengenai dampak perceraian terhadap relasi intim. Persepsi yang dieksplorasi oleh penelitian terdahulu juga lebih menitikberatkan pada pandangan subjek terkait dampak perceraian pada relasi intim antar jenis mereka (South, 2013). Belum ada penelitian yang mengeksplor secara spesifik bagaimana persepsi relasi intim antar jenis itu sendiri pada perempuan muda dengan orang tua bercerai. Padahal persepsi yang mempengaruhi perilaku seorang belum tentu hanya dipengaruhi oleh memori perceraian orang tua. Kemudian yang kedua, penelitian tesebut diadakan bukan di Indonesia, melainkan di USA. Padahal di Indonesia sendiri sejak tahun 2012-2015 terdapat fenomena di mana angka perceraian meningkat 7% akan tetapi angka pernikahan menurun 14-15%.

(27)

8

Penelitian ini akan melibatkan perempuan dengan orang tua bercerai yang tinggal di Yogyakarta. Alasan pemilihan partisipan tersebut adalah karena bahwa dampak perceraian lebih dirasakan oleh perempuan. Ada pula karakteristik partisipan yang hendak dilibatkan adalah berusia 20-30 tahun, yang termasuk dalam rentang dewasa awal dengan tugas utama perkembangannya adalah menjalin relasi intim dengan orang lain (Santrock, 2008). Kemudian diharapkan peserta yang terlibat pernah atau sedang menjalin relasi intim agar memiliki pengalaman masa lalu terkait objek persepsi. Metode yang hendak digunakan adalah metode kualitatif dengan pengambilan data berupa wawancara semi terstruktur secara perorangan. Sebelum wawancara mengenai topik inti, peneliti akan melakukan wawancara awal untuk mengetahui memori terkait perceraian orang tua dan pengalaman masa lalu terkait relasi intim antar jenis yang dialami subjek. Hasil wawancara akan di analisis dengan metode analisis isi kualitatif (AIK), yaitu analisis isi terarah atau deduktif.

B. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan pokok: Bagaimana persepsi perempuan dewasa awal dengan orang tua bercerai terkait relasi intim antar jenis?

Pertanyaan turunan:

(1) Bagaimana pemahaman perempuan dewasa awal dengan orang tua bercerai terkait relasi intim antar jenis, khususnya terkait komponen keintiman,

(28)

(2) Bagaimana penilaian perempuan dewasa awal dengan orang tua bercerai terkait relasi intim antar jenis yang berkaitan dengan komponen keintiman,

passion, dan komitmen?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi persepsi perempuan dewasa awal dengan orang tua bercerai terkait relasi intim antar jenis, khususnya dari segi pemahaman dan penilaian.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur dalam bidang psikologi perkembangan dan sosial. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah kajian psikologis mengenai persepsi terkait relasi intim antar jenis dan terkait perempuan dengan orang tua bercerai.

2. Manfaat Praktis

(29)

10

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Perempuan Dewasa Awal dari Keluarga dengan Orang Tua Bercerai

Dewasa awal merupakan masa perkembangan dengan rentang usia 20-30 tahun. Dalam masa ini, tugas utama perkembangan yang harus dicapai oleh seseorang adalah untuk menjalin relasi intim dengan orang lain (Erik Erikson, 1968, dalam Santrock, 2008). Erikson mengungkap bahwa kegagalan dalam menjalin relasi intim atau hubungan yang bermakna dapat mengganggu kepribadian seseorang dan berujung pada isolasi diri (Santrock, 2008). Keluarga yang merupakan tempat anak pertama kali belajar bagaimana berelasi dengan orang lain serta interaksi orang tua-anak memiliki implikasi masa depan bagi anak, terutama menyangkut keberhasilan anak dalam menjalankan tugas perkembangannya (Baron & Byrne, 2003; Sinclair & Nelson, 1998).

Perceraian orang tua dapat menyebabkan terganggunya relasi anak dengan pemberi perhatian utama, yang dalam hal ini merupakan orang tua (Hoffman & Ledford, 1996, dalam Morrison, Fife, & Hertlein, 2017). Perceraian sendiri merupakan suatu peristiwa perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri. Mereka tidak lagi tinggal serumah dan berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami istri. Perceraian sering diwarnai dengan permasalahan antar orang tua yang tidak dapat diselesaikan dengan baik (Dariyo, 2004).

(30)

berpotensi kehilangan salah satu figur orang tua. Tidak hanya itu, anak juga akan menyaksikan konflik antar orang tua sebelum mereka bercerai. Kondisi ini akan memengaruhi anak yang tumbuh dalam keluarga yang tidak utuh tersebut.

Orang tua merupakan panutan paling berpengaruh bagi anak, sehingga konflik antar orang tua dan perceraian akan memengaruhi kemampuan seseorang dalam membentuk relasi yang stabil dan sehat di kemudian hari (Sinclair & Nelson, 1998). Perceraian orang tua lebih berdampak pada anak perempuan dibanding laki-laki, terutama terkait masalah hubungan interpersonal (Aro & Palosaari, 1992). Berdasarkan temuan penelitian, anak perempuan dengan orang tua bercerai juga lebih sering mengalami konflik dalam berelasi ketika memasuki masa dewasa dibandingkan anak dari keluarga utuh (Mustonen, et. all, 2011).

Gardner (1976) mengungkapkan bahwa untuk sukses dalam suatu relasi, anak memerlukan kedua orang tuanya ketika bertumbuh (Sinclair & Nelson, 1998). Karena setiap orang tua memiliki peranannya masing-masing dalam tumbuh kembang anak (Santrock, 2008). Orang tua dengan gender yang sama akan membantu anak dalam pembentukan identitas diri, sedangkan orang tua dengan gender berlawanan akan menjadi contoh bagi anak untuk berelasi dengan lawan jenis (Sinclair & Nelson, 1998). Jika mereka kehilangan salah satu figur orang tua, biasanya anak-anak dari keluarga tersebut akan mengalami kesulitan dalam membentuk dan merawat relasi intim antar jenis (Sinclair & Nelson, 1998).

(31)

12

komunikasi pada anak laki-laki dibandingkan perempuan (Hetherington, 1989). Bagi anak perempuan, kehilangan kontak dengan figur ayah dapat menyebabkan anak perempuan memiliki insecure attachment dan ketakutan akan ditinggalkan dalam menjalin relasi intim mereka (Amato & Booth, 1994). Mereka akan mengingat pengalaman ditinggal oleh ayah sebagai tempat bersandar (Kalter, 1987, dalam Brown & Amatea, 2000). Anak-anak juga akan menjadi takut dan memandang relasi personal tidak dapat dipercaya setelah menyaksikan konflik dan perpisahan orang tua, karena mereka beranggapan bahwa bahkan relasi terdekat mereka yaitu keluarga mereka tidak berdiri kokoh (Wallerstein & Lewis, 2004).

Seiring berjalannya waktu, konflik yang meliputi perpisahan dan perceraian akan memudar, namun tidak akan dilupakan oleh anak-anak dari keluarga tersebut (Wallerstein & Lewis, 2004). Memori terkait perceraian akan memengaruhi pandangan anak terkait relasi intim, karena salah satu proses yang dilibatkan dalam mempersepsi adalah memori (Desiderato, 1976, dalam Rakhmat, 2011). Ingatan-ingatan mengenai apa yang terjadi dan dialami oleh orang tua mereka sebelum bercerai akan diingat dan terinternalisasi. Bayang-bayang mengenai ingatan tersebut akan terpanggil kembali ketika mereka menemui situasi-situasi tertentu ketika berelasi dengan lawan jenis dan menjadi pengganggu yang kuat dalam relasi mereka saat dewasa (Wallerstein & Lewis, 2004).

(32)

orang tua yang bercerai cenderung mempersepsi relasi romantis secara negatif. Mereka biasanya mempersepsi relasi romantis sebagai sesesuatu yang sulit mereka pahami karena tidak memiliki contoh yang baik dari orang tua mereka. Para perempuan dewasa awal tersebut juga mengungkapkan mereka tidak percaya dengan pernikahan sebagai akibat dari perceraian orang tua mereka (South, 2013).

B. Relasi Intim Antar Jenis

Menjalin relasi intim merupakan tugas perkembangan pada masa dewasa awal (Santrock, 2008). Seseorang yang tidak dapat menjalin relasi intim akan merasa terisolasi dan kesepian. Rasa terisolasi dan kesepian ini akan berdampak buruk bagi individu yang mengalaminya (Erikson, 1968, dalam Santrock, 2008). Ketika membaca beberapa acuan terkait relasi intim, khususnya relasi antar jenis, teori yang selalu disebut adalah terkait teori Segitiga Cinta yang diungkapkan Sternberg (Baron & Byrne, 2003; Papalia, 2004; Santrock, 2008). Hal ini yang mendasari penggunaan teori Segitiga Cinta Sternberg dalam penelitian ini.

(33)

14

kebahagiaan bersama orang yang dikasihi, (3) sangat menghormati orang yang dikasihi, (4) bisa mengandalkan orang yang dikasihi ketika membutuhkan, (5) saling memahami satu sama lain, (6) berbagi diri sendiri maupun kepemilikan dengan orang yang dikasihi, (7) mendapatkan dukungan emosional dari orang yang dikasihi, (8) memberikan dukungan emosional pada orang yang dikasihi, (9) komunikasi yang intim dengan orang yang dikasihi, dan (10) menghargai orang yang dikasihi dalam hidupnya (Sternberg & Grajek, 1984, dalam Sternberg, 1986).

Komponen kedua, yaitu passion menyangkut dorongan yang merujuk pada percintaan/romansa, ketertarikan fisik, perilaku seksual, serta hal-hal terkait dalam hubungan saling mengasihi (Sternberg, 1986). Hatfield dan Walster (1981) mengungkapkan bahwa suatu kondisi di mana seseorang memiliki keinginan yang kuat untuk bersatu dengan pasangannya secara fisik termasuk dalam passion. Dalam komponen ini, kebutuhan seksual merupakan hal yang mendominasi. (Sternberg, 1986). Komponen ini dapat diekspresikan melalui tindakan seperti (1) berciuman, (2) berpelukan, (3) menatap, (4) bersentuhan, dan (5) berhubungan badan (Sternberg, 1986).

(34)

ini mempresentasikan faktor kognitif (Baron & Byrne, 2003). Komponen komitmen dapat diekspresikan melalui beberapa hal seperti, (1) perjanjian atau kesepakatan, (2) kesetiaan, (3) mempertahankan hubungan dalam kedaan sulit, (4) pertunangan, dan (5) pernikahan (Sternberg, 1986).

Berdasarkan teori tersebut, maka ketika membahas mengenai persepsi terkait relasi intim antar jenis dalam penelitian ini, berarti membahas mengenai persepsi terkait komponen keintiman, passion, dan komitmen. Seperti anggapan perempuan dengan orang tua bercerai yang tidak percaya dengan pernikahan, mereka menjadi berpikir sangat analitis mengenai apakah terdapat cukup kesamaan minat baginya untuk menjadikan seseorang pacarnya, dan lain sebagainya (South, 2013; Cartwright, 2006). Dalam penelitian ini, perempuan dengan orang tua bercerai menyaksikan contoh nyata dari muncul atau tidaknya ketiga komponen cinta tersebut dalam relasi intim kedua orang tuanya sebelum bercerai yang secara tidak langsung juga memengaruhi persepsinya terkait relasi intim antar jenis yang melibatkan ketiga hal tersebut.

C. Persepsi terhadap Relasi Intim Antar Jenis

(35)

16

memahami mengenai tingkah laku terkait relasi intim antar jenis dari perempuan dengan orang tua bercerai.

Gambar 1. Proses Persepsi (De Vito, 1997, dalam Sobur, 2003)

Berdasarkan Gambar 1. dapat dilihat bahwa De Vito (dalam Sobur, 2003) mengungkap proses persepsi yang terdiri dari proses menerima, mengatur, dan mengevaluasi-menafsirkan stimulus. Berdasakan pengertian persepsi secara luas dan bangan proses persepsi, dapat dilihat bahwa upaya untuk memberikan arti pada stimulus tampak dari proses terakhir yaitu mengevaluasi-menafsirkan stimulus. Untuk itu dapat dikatakan bahwa persepsi seseorang merupakan evaluasi maupun penafsiran seseorang terkait suatu hal. Penafsiran sendiri dapat diungkapkan melalui pengertian maupun pemahaman seseorang terkait suatu hal

(Mar’at, 1981; Sobur, 2003). Sedangkan, evaluasi merupakan suatu penilaian (kbbi.web.id). Penilaian yang dimaksud di sini memuat komponen kognitif, emosi, dan psikomotor (Sobur, 2003).

Berdasarkan penjelasan di atas, secara sederhana jika ingin mengetahui persepsi seseorang dapat dilakukan dengan mengetahui bagaimana orang tersebut memahami maupun menilai hal tersebut. Dalam penelitian ini, berarti persepsi perempuan dewasa awal terkait relasi intim antar jenis merupakan pemahaman dan penilaian mereka terkait relasi intim antar jenis. Di mana penilaian mereka

Terjadinya stimulasi alat

indra

Stimulasi alat indra diatur

(36)

berkaitan dengan bagaimana perempuan dewasa awal dengan orang tua bercerai memandang relasi intim antar jenis, serta emosi dan tanggapan seperti apa yang muncul berkaitan dengan hal tersebut..

Pemahaman dan penilaian setiap orang terhadap suatu hal berbeda-beda dan tidak semata didasarkan pada rangsangan dari luar, melainkan ada banyak faktor yang dapat memengaruhi persepsi seseorang (Sobur, 2003). Seperti faktor dari dalam diri, yaitu memori dan pengalaman masa lalu terkait hal yang dipersepsi (Rakhmat, 2011; Sobur, 2003). Memori dan pengalaman masa lalu setiap orang terkait suatu hal yang sama pastilah berbeda-beda. Cara setiap orang memaknai memori dan pengalaman masa lalu itupun berbeda-beda. Perbedaan cara memaknai memori dan pengalaman masa lalu ini juga dapat menyebabkan pemahaman dan penilaian seseorang terkait hal yang sama pun menjadi berbeda.

(37)

18

D. Kerangka Konseptual

Pada tahap perkembangan dewasa awal, yaitu pada usia 20-30 tahun, seseorang akan dihadapkan dengan tugas perkembangan untuk menjalin relasi intim (Santrock, 2008). Pada masa ini, anak perempuan dengan orang tua bercerai sering mengalami permasalahan atau kesulitan dalam menjalin relasi intim antar jenis (Aro & Palosaari, 1992). Anak membutuhkan kedua orang tua untuk dapat bekembang dengan baik (Santrock, 2008), akan tetapi keluarga dengan orang tua yang bercerai menyebabkan relasi anak dengan pemberi perhatian utama terganggu, yang dalam hal ini merupakan orang tua (Hoffman & Ledford, 1996, dalam Morrison, Fife, & Hertlein, 2017).

Anak perempuan dengan orang tua bercerai cenderung akan kehilangan kontak dengan figur ayah, yang menyebabkan mereka memiliki insecure

attachment dan ketakutan akan ditinggalkan ketika menjalin relasi intim, serta

kehilangan contoh dan guru untuk berelasi dengan lawan jenis (Amato & Booth, 1994; Gardner, 1976, dalam Sinclair & Nelson, 1998). Tidak hanya itu, pengalaman dan memori anak terkait konflik serta perpisahan orang tua menyebabkan rusaknya kapasitas anak untuk mencintai dan dicintai dalam menjalin relasi jangka panjang yang melibatkan komitmen (Wallerstein & Lewis, 2004). Memori tersebut akan menghantui dan memengaruhi cara mererka memandang dan berperilaku ketika berelasi dengan orang lain (Cartwright, 2006).

(38)

mempertahankan relasi jangka panjang, dan lain sebagainya (Cartwright, 2006). Tidak hanya itu, perempuan dengan orang tua bercerai cenderung menikmati berhubungan badan dengan lawan jenis tanpa memiliki keinginan untuk berkomitmen pada hubungan tersebut. Jika mereka akhirnya jatuh cinta pada pria tersebut mereka akan mengalami kebingungan mengenai apa yang harus mereka lakukan (Wallerstein & Lewis, 2004).

Erikson mengungkap bahwa kegagalan dalam menjalin relasi intim atau hubungan yang bermakna pada masa dewasa awal dapat mengganggu kepribadian seseorang dan berujung pada isolasi diri (Santrock, 2008). Persepsi berperan untuk menentukan bagaimana seseorang berperilaku terkait suatu hal (Robbins & Judge, 2017). Hal ini menunjukkan pentingnya untuk mengetahui persepsi perempuan dewasa awal dengan orang tua bercerai terkait relasi intim antar jenis agar dapat memahami, mencegah, ataupun merespon dampak negatif yang biasa ditimbulkan akibat perceraian orang tua. Bedasarkan teori persepsi, faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang tidak hanya memori akan tetapi juga pengalaman masa lalu (Rakhmat, 2011; Sobur, 2003).

(39)

20

(40)

21

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif interpretatif. Penelitian kualitatif interpretatif menganut paradigma relativis yang tercermin dari cara peneliti memperlakukan data dan menganalisisnya (Supratiknya, 2018). Data dalam penelitian jenis ini berupa ungkapan atau penuturan para partisipan dalam mengeksplorasi fenomena atau konsep pokok yang menjadi fokus penelitian (Supratiknya, 2015). Data berupa ungkapan partisipan penelitian dipandang sebagai cara partisipan penelitian mengkonstruksi makna dalam kehidupan mereka. Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan kisah yang kaya dan rinci yang memungkinkan peneliti memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai cara partisipan membuat atau menciptakan aneka makna. Dalam jenis penelitian kualitatif interpretatif, hasil analisis data merupakan cerminan cara partisipan memaknai suatu hal sekaligus juga cara peneliti memaknai makna yang diciptakan oleh para partisipan. Hal ini memungkinkan peneliti memberikan makna atas pengalaman para partisipan melampaui apa yang mampu atau mau diakui oleh para partisipan sendiri (Willig, 2012, dalam Supratiknya, 2018). Rancangan awal pada proses penelitian kualitatif bersifat meluas dan sangat mungkin berubah setelah peneliti terjun ke lapangan untuk mengumpulkan data (Creswell, 2009, dalam Supratiknya, 2015).

(41)

22

pendekatan analisis deduktif atau analisis isi terarah yang bertujuan untuk memvalidasi atau memperluas kerangka konseptual atau teori dalam konteks dan kelompok subjek yang baru (Zhang & Wildemuth, 2005, dalam Wildemuth, 2009; Hsieh & Shannon, 2005, dalam Supratiknya, 2015). Dalam pendekatan ini, peneliti menafsirkan isi data berupa teks secara subjektif dengan proses klasifikasi sistematik berupa coding atau pengodean dan pengidentifikasian aneka tema atau pola yang telah dikemukakan pada tinjauan pustaka (Hsieh & Shannon, 2005, dalam Supratiknya, 2015). Untuk mempermudah proses pengodean ini, peneliti juga membuat kerangka analisis yang digunakan sebagai acuan saat mengode. Peneliti juga membenamkan diri dalam data yang diperoleh sehingga memungkinkan munculnya tema baru yang berasal dari data (Zhang & Wildemuth, 2005, dalam Wildemuth, 2009).

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi persepsi terhadap relasi intim antar jenis pada perempuan dewasa awal dengan orang tua bercerai di Yogyakarta, khususnya mengenai pemahaman dan penilaian terhadap relasi intim antar jenis. Untuk itu metode pengambilan data yang akan digunakan adalah wawancara semi-terstruktur dengan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka dan eksploratik untuk memberi partisipan kesempatan mengungkapkan secara bebas apa yang ingin mereka ungkapkan terkait topik penelitian.

B. Fokus Penelitian

(42)

dengan rentang usia 20-30 tahun, yang sedang dalam masa perkembangan dewasa awal (Santrock, 2008) dengan orang tua bercerai. Relasi intim antar jenis yang hendak digali melibatkan tiga komponen meninjau teori segitiga Sternberg (1986), yaitu keintiman, passion, dan komitmen.

Komponen keintiman mencakup, (1) keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan orang yang dikasihi, (2) merasakan kebahagiaan bersama orang yang dikasihi, (3) sangat menghormati orang yang dikasihi, (4) bisa mengandalkan orang yang dikasihi ketika membutuhkan, (5) saling memahami satu sama lain, (6) berbagi diri sendiri maupun kepemilikan dengan orang yang dikasihi, (7) mendapatkan dukungan emosional dari orang yang dikasihi, (8) memberikan dukungan emosional pada orang yang dikasihi, (9) komunikasi yang intim dengan orang yang dikasihi, dan (10) menghargai orang yang dikasihi dalam hidupnya. Komponen passion mencakup dorongan yang merujuk pada percintaan/romansa, ketertarikan fisik, perilaku seksual, serta hal-hal terkait dalam hubungan saling mengasihi. Komponen ini dapat diekspresikan misalnya melalui tindakan seperti berciuman, berpelukan, menatap, bersentuhan, dan berhubungan badan. Terakhir, komponen komitmen atau keputusan mencakup aspek jangka pendek yang berarti seseorang sampai keputusan mencintai seseorang dan jangka panjang yang merupakan keinginan untuk merawat atau mempertahankan relasi, misalnya melalui perjanjian/ kesepakatan, kesetiaan, mempertahankan hubungan dalam keadaan sulit, pertunangan, maupun pernikahan (Sternberg, 1986).

(43)

24

jenis. Pemahaman yang dimaksud adalah sejauh mana partisipan memahami dan mengerti relasi intim antar jenis dan ketiga komponennya, yaitu keintiman,

passion, dan komitmen. Penilaian mencakup bagaimana pandangan, emosi, dan

tanggapan partisipan terkait keintiman, passion, dan komitmen dalam relasi intim antar jenis, bisa positif maupun negatif. Pemahaman dan penilaian partisipan terkait relasi intim didapat dari penjelasan, deskripsi, maupun pendapat partisipan mengenai relasi intim antar jenis ataupun ketiga komponennya.

C. Partisipan

Dalam penelitian kualitatif, pengambilan sampel selalu dilakukan dengan tujuan tertentu (purposeful) yaitu dengan sengaja memilih partisipan yang dipandang mampu memberikan data yang paling kaya informasi (Morrow, 2005). Para partisipan juga dipilih dengan kriteria yang disesuaikan dengan tujuan penelitian (Herdiansyah, 2015). Penelitian ini hendak membahas persepsi relasi intim antar jenis pada perempuan dengan orang tua bercerai, untuk itu para partisipan dipilih berdasarkan kriteria sebagai berikut: jenis kelamin perempuan, sedang menempuh masa perkembangan dewasa awal (20-30 tahun), memiliki orang tua yang bercerai, tinggal dengan ibu setelah perceraian terjadi, tinggal di Yogyakarta selama penelitian berlangsung, serta memiliki pengalaman menjalin relasi intim antar jenis.

(44)

informasi baru yang diperoleh dengan menambahkan data (Lincoln & Guba, 1985, dalam Morrow, 2005). Teknik yang dipandang efektif untuk memeroleh sampel dengan kriteri serta sesuai dengan tujuan yang diinginkan adalah, teknik

snowball atau chain sampling (Morrow, 2005, dalam Supratiknya, 2018), yaitu

mencari partisipan baru untuk melengkapi data dari partisipan sebelumnya (Sugiyono, 2012).

Dalam penelitian ini, partisipan yang terlibat adalah 3 (tiga) orang perempuan dewasa awal dengan orang tua bercerai yang tinggal bersama ibu setelah perceraian. Jumlah partisipan sebanyak 3 (tiga) orang ini dirasa peneliti sudah memenuhi kriteria kejenuhan data atau redundansi. Kejenuhan yang dimaksud adalah jawaban P2 dan P3 tidak menambahkan informasi baru dari jawaban P1. Rentang usia partisipan yang dilibatkan adalah 21-23 tahun dengan latar belakang pendidikan yang sama yaitu sedang menempuh S1. Rentang usia dan kesamaan latar belakang pendidikan para partisipan yang terlibat dipengaruhi oleh status peneliti yang juga merupakan mahasiswa S1. Para partisipan yang dilibatkan merupakan kenalan peneliti ataupun kenalan dari kenalan peneliti. Ada pula rincian partisipan yang terlibat adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Data Partisipan

No. Inisial Usia Partisipan Usia Perceraian Orang tua

1. P1 23 tahun ± 11 tahun

2. P2 21 tahun ± 10 tahun

3. P3 22 tahun ± 3tahun

D. Peran Peneliti

(45)

26

lokasi penelitian untuk mengumpulkan data (Supratiknya, 2015). Penelitian ini membahas persepsi perempuan dewasa awal dengan orang tua bercerai terkait relasi intim antar jenis. Dalam hal ini peneliti berperan untuk turun langsung mencari partisipan yang sesuai dengan kriteria yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu jenis kelamin perempuan, sedang menempuh masa perkembangan dewasa awal (20-30 tahun), memiliki orang tua yang bercerai, tinggal dengan ibu setelah perceraian terjadi, serta tinggal di Yogyakarta selama penelitian berlangsung. Setelah mendapatkan orang dengan kriteria yang sesuai, peneliti harus melakukan pendekatan dan meminta persetujuan keterlibatan dalam penelitian, kemudian barulah peneliti dapat mengumpulkan data penelitian.

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara semi-terstruktur secara perorangan. Para partisipan yang terlibat umumnya adalah kenalan peneliti. Sedangkan untuk tempat penelitian, karena peneliti sedang menempuh pendidikan di Yogyakarta maka penelitian dilaksanakan di kos peneliti atau partisipan. Sebelum wawancara dilakukan, peneliti meminta persetujuan keterlibatan secara lisan dan tertulis. Persetujuan keterlibatan para partisipan secara tertulis diminta dengan menandatangani informed consent atau kesepakatan partisipasi penelitian. Kesepakatan partisipasi penelitian berisi garis besar tujuan dan jalannya penelitian.

(46)

pengambilan data. Selama wawancara, peneliti bertugas untuk melontarkan pertanyaan terbuka yang bertujuan menstimulasi partisipan agar bercerita mengenai topik penelitian tanpa melontarkan pertanyaan yang bersifat mengarahkan. Pertanyaan-pertanyaan yang digunakan dalam pengambilan data sebelumnya telah diuji coba terlebih dahulu untuk mengetahui keefektifan pertanyaan dalam menstimulasi partisipan.

Isu etis yang mungkin muncul dalam penelitian ini adalah terkait kerahasiaan identitas para partisipan. Untuk mengatasi isu ini, peneliti dan partisipan telah menandatangani lembar kesepakatan partisipasi penelitian atau

informed consent yang di dalamnya berisi penjelasan bahwa peneliti tidak akan

menyebutkan nama partisipan dalam laporan yang disusun. Peneliti menggunakan inisial P1 (partisipan satu), P2, dan seterusnya, untuk membedakan antar partisipan.

(47)

28

Dalam penelitian ini peneliti berefleksi bahwa bias mungkin terjadi karena peneliti memiliki kesamaan gender dan usia perkembangan dengan para partisipan. Hal ini dapat membuat peneliti merasa memahami para partisipan sehingga kurang kritis dalam melakukan probing yang mungkin saja penting. Tidak hanya itu, salah satu partisipan (P1) yang terlibat juga merupakan teman yang cukup dekat dengan peneliti. Kedekatan ini ada karena partisipan dan peneliti pernah tinggal bersama selama sebulan dan sudah mulai menceritakan pengalaman pribadi satu sama lain ketika tinggal bersama, termasuk membicarakan topik mengenai relasi dengan lawan jenis. Partisipan ini juga merupakan sosok yang melatarbelakangi peneliti memilih topik penelitian ini. Bias mungkin terjadi karena sebelumnya sudah mengetahui pengalaman dan cara berpikir satu sama lain terkait relasi intim dengan lawan jenis. Peneliti mengurangi kemungkinan bias tersebut dengan menayakan pendapat rekan sejawat dan dosen pembimbing selaku tenaga ahli terutama saat menganalisis data atau mengoding transkrip wawancara.

E. Metode Pengumpulan Data

(48)

Untuk itu peneliti merumuskan beberapa pertanyaan terbuka sebagai pedoman wawancara yang sekiranya mampu menstimulasi partisipan.

Peneliti menganggap topik terkait perceraian orang tua merupakan topik yang bersifat pribadi, sehingga peneliti memutuskan untuk menggunakan metode wawancara perorangan. Metode wawancara perorangan ini memiliki kelebihan di mana partisipan bisa lebih leluasa memberikan informasi mengenai kehidupan masa lalunya tanpa kehadiran orang lain yang mungkin membuat tidak nyaman (Creswell, 2009). Wawancara yang dilakukan memiliki dua sesi atau bagian, yang pertama adalah wawancara latar belakang dan yang kedua adalah wawancara terkait topik penelitian. Wawancara latar belakang bertujuan untuk mengetahui data diri partisipan dan latar belakang keluarga para partisipan. Wawancara terkait topik penelitian bertujuan untuk mengetahui pengalaman masa lalu para partisipan dalam menjalin relasi intim antar jenis dan persepsi mereka terkait relasi intim antar jenis. Wawancara tersebut dilakukan pada waktu dan tempat yang telah disepakati oleh peneliti dan partisipan. Adapula pedoman wawancara yang digunakan peneliti dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Protokol Wawancara

a. Protokol wawancara latar belakang

Pertanyaan pembuka:

Selamat pagi/siang/sore/malam. Bagaimana kabarnya hari ini? (Rapport) Bagian transisi (penyampaian terkait Informed consent):

(49)

30

isi dari informed consent tersebut adalah identitas peneliti, identitas partisipan, tujuan penelitian, proses wawancara atau pengambilan data, kerahasiaan data, hak partisipan untuk hanya mengungkapkan hal yang ingin diungkapkan serta hak untuk menghentikan partisipasi, serta pernyataan kesediaan mengikuti penelitian secara sukarela.

2) Memberikan waktu kepada partisipan untuk membaca isi informed

consent dengan seksama dan memberikan kesempatan jika ada

pertanyaan.

3) Penandatanganan informed consent. 4) Memulai wawancara inti.

Pertanyaan inti:

Bisa/ boleh Anda ceritakan mengenai perceraian orang tua Anda?/ Apa yang Anda ingat mengenai perceraian orang tua Anda?

(memori mengenai perceraian orang tua)

Probing:

1) Berapa usia Anda ketika orang tua Anda bercerai?

2) Apa alasan orang tua Anda bercerai?/ Hal apa yang membuat orang tua Anda bercerai?

3) Bagaimana kondisi rumah sebelum orang tua Anda bercerai? 4) Bagaimana perasaan Anda saat itu? (merujuk pertanyaan no.3) 5) Setelah perceraian, Anda tinggal dengan siapa?

(50)

8) Apa yang Anda rasakan setelah perceraian orang tua Anda? Mengapa demikian?

9) Bagaimana hubungan Anda dengan ibu Anda setelah perceraian? 10)Apakah hubungan Anda dengan ibu Anda berubah jika dibandingkan

sebelum dan setelah perceraian? Perubahan yang bagaimana? 11)Bagaimana hubungan Anda dengan ayah Anda setelah perceraian? 12)Apakah hubungan Anda dengan ayah Anda berubah jika

dibandingkan sebelum dan setelah perceraian? Perubahan yang bagaimana?

13)Apakah Anda memiliki saudara kandung yang tinggal dengan Anda baik sebelum maupun setelah perceraian orang tua Anda? Boleh ceritakan mengenai saudara Anda dan relasinya dengan Anda?

b. Protokol wawancara terkait topik penelitian (persepsi relasi intim

antar jenis)

Pertanyaan pembuka:

Selamat Pagi/ Siang/ Sore/ Malam bagaimana kabarnya hari ini?

(Rapport)

Pertanyaan pendahulu:

(51)

32

Pertanyaan transisi:

Hal apa yang paling berkesan ketika menjalin relasi dengan lawan jenis (laki-laki)? (Pengalaman masa lalu terkait relasi intim antar jenis) Pertanyaan kunci:

1) Bisa tolong deskripsikan apa yang Anda pahami mengenai relasi intim antar jenis? Atau Menurut Anda relasi intim antara laki-laki dan perempuan itu relasi yang seperti apa? Boleh jelaskan lebih jauh? (pemahaman relasi intim antar jenis secara umum)

Probing:

a) Apakah anda bisa membedakan mana orang yang sedang menjalin relasi intim dan yang tidak? Jika iya bagaimana? (pemahaman relasi intim antar jenis secara umum)

b) Menurut Anda hal yang harus ada dalam relasi intim antara laki-laki dan perempuan itu apa? (pemahaman relasi intim antar jenis secara umum)

c) Menurut Anda hal yang paling penting dari relasi intim antara laki-laki dan perempuan itu apa? (pemahaman relasi intim antar jenis secara umum)

d) Menurut Anda keintiman itu apa? (pemahaman keintiman) e) Menurut Anda gairah/passion itu apa? (pemahaman passion) f) Menurut Anda komitmen itu apa? (pemahaman komitmen) 2) Bolehkah Anda jelaskan bagaiamana relasi intim yang ideal bagi

(52)

tersebut? Mengapa demikian? (penilaian relasi intim antar jenis secara umum)

Probing:

a) Dalam menjalin relasi intim antar jenis hal apa saja yang dapat membuat Anda merasa tidak nyaman (sedih/ marah/ takut/ gelisah)? (penilaian terkait relasi intim antar jenis)

b) Dalam relasi antar jenis hal apa yang membuat Anda merasa nyaman (senang)? (penilaian terkait relasi intim antar jenis) c) Menurut Anda apa yang seharusnya dilakukan oleh laki-laki

maupun perempuan ketika mereka menjalin relasi intim? (penilaian mengenai keintiman)

d) Bagaimana pendapat Anda jika melihat laki-laki dan perempuan menunjukkan kemesraan di tempat umum? Apakah Anda akan melakukan perilaku serupa? (penilaian mengenai passion)

e) Menurut Anda apakah relasi intim antar jenis harus bertahan lama? Mengapa demikian? (penilaian mengenai komitmen) Pertanyaan penutup:

Apakah ada hal lain yang ingin Anda sampaikan terkait relasi intim antar jenis yang menjadi topik kita?/ Apakah ada tambahan jawaban dari beberapa hal telah kita bahas sebelumnya?

2. Perekaman Data

(53)

34

milik peneliti dan voice recorder. Perekaman data audio ini bertujuan untuk mempermudah proses penggabungan dan penyeragaman data yang diperoleh menjadi bentuk tulisan, atau yang disebut verbatim wawancara (Herdiansyah, 2015).

F. Penegakan Kredibilitas dan Dependabilitas Penelitian

Kredibilitas dan dependabilitas penelitian dilakukan untuk memeriksa keakuratan temuan penelitian dan memastikan konsistensi pendekatan yang diterapkan peneliti jika dibandingkan dengan peneliti-peneliti lain. Tipe kredibilitas yang digunakan peneliti adalah tipe kredibilitas internal. Strategi kredibilitas yang digunakan adalah member checking dan thick description (Supratiknya, 2015). Peneliti memastikan keakuratan temuan dengan cara menunjukkan rumusan tema yang ditemukan kepada partisipan. Setelah partisipan menyetujui temuan rumusan tema tersebut barulah peneliti boleh menuliskannya sebagai laporan akhir. Kemudian peneliti juga melakukan deskripsi mendalam mengenai apa saja yang ditemukan dalam proses pengambilan data serta melakukan refleksi diri dan memuat cacatan kritis mengenai bias yang mungkin dibawa peneliti dalam proses maupun analisis data. Untuk dependabilitas, peneliti melakukan pengecekan silang pada hasil pengodean.

(54)

laporan akhir (Supratiknya, 2015; Sugiyono, 2012). Hal ini diterapkan peneliti dengan menghubungi kembali para partisipan dan mengungkapkan temuan tema peneliti untuk dipastikan apakah sudah sesuai dengan maksud para partisipan.

Strategi thick description atau deskripsi mendalam dalam memaparkan temuan-temuan dalam penelitian bertujuan untuk menyajikan hasil penelitian dengan lebih realistik dan lebih kaya. Deskripsi mendalam dilakukan dengan mendeskripsikan dengan sangat rinci tentang latar atau lingkungan penelitan serta mendiskusikan tema-tema melalui berbagai sudut pandang (Supratiknya, 2015). Hal ini dilakukan peneliti dengan menjelaskan mengenai latar belakang partisipan berupa pengalamannya terkait relasi intim antar jenis dan memorinya terkait perceraian orang tua.

Sedangkan untuk dependabilitas penelitian, salah satu cara yang ditempuh peneliti adalah dengan selalu membandingkan data dengan kode-kode yang berhasil dirumuskan dengan pengertiannya, serta membandingkan kode-kode antar partisipan. Hal ini dilakukan untuk memastikan tidak ada pergeseran pada definisi kode-kode atau perubahan makna kode-kode yang terjadi selama prosedur pengodean (Gibbs, 2007, dalam Creswell, 2009).

G. Analisis dan Interpretasi Data

(55)

36

peneliti dalam melakukan pengodean adalah seperti yang dikemukakan oleh Hsieh dan Shannon (2005, dalam Supratiknya, 2015), yaitu seraya membaca keseluruhan transkrip wawancara, peneliti langsung melakukan pengodean dengan menggunakan kode-kode yang sudah ditentukan dalam kerangka analisis. Sesudah selesai dengan pengodean, bagian-bagian teks yang tidak bisa segera dimasukkan ke dalam salah satu kode yang tersedia, dianalisis untuk menentukan apakah bagian-bagian tersebut merepresentasikan satu atau lebih kategori baru atau hanya merupakan subkategori dari salah satu kode yang sudah tersedia.

Analisis data dimulai dengan mentranskripkan rekaman audio hasil wawancara menjadi teks tertulis atau dokumen. Selanjutnya teks tertulis tersebut ditata atau disusun dengan sistematika tertentu, misalnya berdasarkan jenisnya, sumbernya, waktu pemerolehannya, dan sebagainya. Kemudian keseluruhan teks dibaca berulang kali untuk mengetahui makna keseluruhan (Creswell, 2009). Setelah itu, barulah teks tertulis ini kemudian dikelompokan menjadi beberapa kategori menggunakan kerangka analisis yang telah dibuat, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kerangka Analisis Persepsi Terhadap Relasi Intim Antar Jenis

(56)
(57)
(58)

Komponen Pemahaman Penilaian

Positif Negatif

Misalnya: harapannya sih hubungan/ relasi intim yang long last, maunya sih sampai nikah, dsb.

bahkan

(59)

40

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2018 di Yogyakarta. Pengambilan data berupa wawancara semi-terstruktur yang dilakukan secara tatap muka perorangan. Partisipan yang terlibat berjumlah 3 orang dengan inisial P1, P2, dan P3. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 13-15 September 2018 di kos peneliti, dan tanggal 16 September 2018 di kos P3. Seluruh pengambilan data dilaksanakan di daerah Sleman, Yogyakarta.

Pertemuan dengan P1 dilaksanakan pada tanggal 13 dan 14 September 2018. Pertemuan pertama pada tanggal 13 September 2018 dilakukan untuk meminta tanda tangan informed consent dan dilanjutkan dengan wawancara latar belakang P1. Pertemuan kedua keesokan harinya pada tanggal 14 September 2018 dilakukan untuk melanjutkan wawancara P1 terkait topik penelitian, yaitu persepsi relasi intim antar jenis. Pertemuan dengan P2 dilakukan pada tanggal 15 September 2018. Pada pertemuan ini peneliti meminta tanda tangan informed

consent, wawancara latar belakang, dan wawancara topik penelitian pada P2.

Pertemuan berikutnya, tanggal 16 September 2018 ditujukan untuk meminta tanda tangan informed consent, wawancara latar belakang, dan wawancara terkait topik penelitian pada P3.

(60)

dan 14 September 2018 di kos peneliti. Durasi wawancara pada tiap pertemuan berlangsung selama kurang lebih 2 jam 20 menit. Ketika wawancara berlangsung, P1 dengan lancar dan terbuka menceritakan terkait keluarganya. P1 sempat berkaca-kaca tetapi tidak sampai menangis ketika menceritakan terkait ingatannya tumbuh tanpa sosok ayah.

Wawancara dengan P2 berlangsung satu kali, yaitu pada tanggal 15 September di kos peneliti. Wawancara berlangsung selama kurang lebih 1 jam 40 menit. Ketika wawancara berlangsung, P2 menunjukkan reaksi yang stabil dari awal hingga akhir proses wawancara. P2 dengan tenang, lancar, dan terbuka menjawab pertanyaan-pertanyaan dari peneliti baik ketika menceritakan mengenai keluarganya maupun ketika membahas terkait topik penelitian. P2 tidak menunjukkan reaksi yang terlalu berarti selama wawancara.

Wawancara dengan P3 berlangsung satu kali, yaitu pada tanggal 16 September 2018 di kos P3. Wawancara berlangsung selama kurang lebih 2 jam. Sebelum wawancara P3 sempat menyatakan tidak terlalu suka membahas mengenai keluarganya. Akan tetapi ketika wawancara berlangsung, P3 dapat menceritakan dengan terbuka kondisi keluarganya.

B. Latar belakang Partisipan

1. Partisipan 1 (P1)

(61)

42

(62)

Sejak perpisahan itu pula, P1 merasa mulai lebih membuka diri dan senang bergaul dengan teman laki-laki yang ia rasa bisa memahami dan menghiburnya dengan baik. P1 memiliki banyak teman laki-laki dan juga sahabat laki-laki. P1 mengaku senang memiliki teman dan sahabat laki-laki. P1 mengaku telah menjalin relasi intima atau berpacaran sebanyak 3 kali. Dari 3 kali pacaran, hanya satu dari tiga mantannya yang memberi kesan positif, dua lainnya berpisah dengan P1 karena mereka memiliki perempuan lain. P1 sekarang berusia 23 tahun dan berstatus lajang. P1 mengatakan bahwa ia trauma dengan mantan pasangannya yang terakhir dan belum berani untuk memulai relasi intim baru lagi. Hal ini karena hubungan P1 dengan pasangannya yang terakhir, yang ia bina selama 4 tahun tidak berakhir baik. Bahkan selama menjalaninya pun P1 mengaku banyak mengalamai hal negatif, mulai dari pasangannya sulit dihubungi, tidak merasa dihargai sebagai perempuan, dan lain sebagainya. Hingga P1 diselingkuhi dan tidak dianggap pacar selama 4 tahun tersebut. Padahal selama 4 tahun tersebup P1 benar-benar serius menjalani relasi tersebut. Relasi terakhir tersebut juga merupakan relasi intim dengan lawan jenis terlama yang pernah dijalin P1.

2. Partisipan 2 (P2)

(63)

44

(64)

Kemudian untuk relasi dengan lawan jenis, P2 mengatakan tidak memiliki masalah dalam berelasi dengan lawan jenis. P2 bahkan mengatakan bahwa ia tidak merasakan relasi dengan lawan jenis adalah hal yang membebani atau mengerikan. Hal ini diperkuat dengan pernyataan P2 bahwa dulu ia bahkan memiliki teman dekat laki-laki. P2 sekarang berusia 21 tahun dan sekarang sedang menjalin relasi intim atau pacaran dengan lawan jenis. Relasi ini baru berjalan hampir setahun dan merupakan relasi intim pertamanya sampai saat ini. P2 akhirnya memutuskan untuk menjalin relasi intim dengan lawan jenis karena ia merasakan kecocokan dengan pasangannya yang sekarang. P2 merasa memiliki prinsip dan orientasi yang sama dalam menjalin relasi intim dengan pasangannya, yaitu mau saling memahami dan membangun serta memang relasi serius yang memiliki orientasi hidup bersama pada akhirnya.

3. Partisipan 3 (P3)

(65)

46

(66)

berandai-andai orang tuanya tidak bercerai ataupun rujuk kembali, akan tetapi P3 masih memiliki perasaan tidak terima bahwa keluarganya sudah hancur seperti di sinetron-sinetron.

P3 mengaku relasinya dengan lawan jenis baik-baik saja. Ia memiliki teman laki-laki dan juga pernah berelasi intim atau berpacaran sebanyak 6 (enam) kali. Relasi intim P3 dengan lawan jenis bertahan mulai dari satu bulan sampai dua tahun. Alasan kandasnya relasi intim P3 dengan lawan jenis adalah kebanyakan karena pasangannya yang tidak bisa menerima kekurangan P3 atau banyak menuntut P3. Relasi-relasi intim P3 sebelumnya memberikan pengalaman negatif maupun positif bagi P3. Negatif karena beberapa kali ia diselingkuhi, dijadikan simpanan atau wanita kedua, hanya menginginkan badan P3, dan kemudian memutuskan hubungan dengan P3. P3 mengaku bahwa tidak hanya sekali ia didekati oleh laki-laki mesum dan laki-laki yang sudah memiliki relasi intim dengan wanita lain. Meskipun telah disakiti, P3 merasa relasi intim dengan lawan jenis adalah kebutuhannya, ia tidak pernah membayangkan hidup tanpa relasi intim dengan lawan jenis. Selain pengalaman negatif, P3 juga mengaku selama ia berpacaran dengan lawan jenis ia mendapatkan hal positif juga dari mereka seperti perhatian, kebahagiaan, dan membuat P3 menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya, dan lain sebagainya. P3 mengatakan bahwa hal ini mungkin yang membuatnya tidak betah lama-lama melajang.

C. Hasil Penelitian

(67)

48

perempuan itu relasi yang seperti apa? Atau bisa tolong deskripsikan apa yang Anda pahami mengenai relasi intim antar jenis?, (2) Bolehkah Anda jelaskan relasi intim yang ideal bagi Anda? Apakah Anda yakin bisa mewujudkan relasi intim ideal tersebut? Mengapa demikian? Jawaban-jawaban dari pertanyaan ini kemudian dikategorisasikan berdasarkan kerangka analisis yang telah dibuat sebelumnya. Temuan mengenai persepsi relasi intim antar jenis dalam penelitian ini mencakup pemahaman dan penilaian terhadap relasi intim antar jenis yang melibatkan komponen keintiman, komitmen, dan passion. Adapun hasil yang ditemukan sebagai berikut:

1. Pemahaman terhadap Relasi Intim Antar Jenis

Pemahaman terkait relasi intim antar jenis berhubungan dengan bagaimana perempuan dewasa awal dengan orang tua bercerai memahami dan mengerti relasi intim antar jenis yang terdiri dari tiga komponen, yaitu keintiman,

passion, dan komitmen. Dari data yang didapatkan, para partisipan

menggambarkan relasi intim antar jenis sebagai relasi pacaran. Para partisipan juga menunjukkan pemahaman terkait ketiga komponen dalam relasi intim tersebut dengan baik. Dari ketiga komponen dalam relasi intim, komponen yang paling sering diungkapkan oleh para partisipan adalah komponen keintiman. Sedangkan ungkapan mengenai komponen komitmen dan passion tidak sesering komponen keintiman.

a. Pemahaman terkait keintiman

(68)

kebahagiaan bersama orang yang dikasihi, (3) sangat menghormati orang yang dikasihi, (4) bisa mengandalkan orang yang dikasihi ketika membutuhkan, (5) saling memahami satu sama lain, (6) berbagi diri sendiri maupun kepemilikan dengan orang yang dikasihi, (7) mendapatkan dukungan emosional dari orang yang dikasihi, (8) memberikan dukungan emosional pada orang yang dikasihi, (9) komunikasi yang intim dengan orang yang dikasihi, dan (10) menghargai orang yang dikasihi dalam hidupnya. Ketika diminta menjelaskan atau mendeskripsikan mengenai relasi intim, pemahaman para partisipan mengenai kesepuluh clusters tersebut muncul semua melalui ungkapan mereka.

Dari kesepuluh clusters keintiman tersebut, yang paling sering diungkapkan oleh para partisipan adalah cluster saling memahami. Partisipan sering mengungkapkan bahwa dalam relasi intim antar jenis harus saling memahami satu sama lain, misalnya memahami perilaku atau

memahami kondisi pasangan. Hal ini terlihat dari pernyataan partisipan yang

mengungkapkan bahwa:

P2. Menurutku ya itu kalau berpatok pada dia akan menjadi teman hidup ku, sampai mati nanti. Aku pikir akan sangat baik ketika saling memahami dan mau membangun tuh loh.

P2. Aku coba.. maksudnya ketika aku tidak nyaman. Aku coba mikir dulu. Kenapa sih aku nggak nyaman, salah dia apa, atau salahnya di aku.

P1. Kalau pacar ya dia benar-benar mengerti kondisiku..

P1. dia memahami aku. Bahkan aku belum bilang apapun dia udah tau.

Gambar

Gambar 1. Proses Persepsi (De Vito, 1997, dalam Sobur, 2003)
Gambar 2. Kerangka Konseptual
Tabel 2. Kerangka Analisis Persepsi Terhadap Relasi Intim Antar Jenis
Tabel 3. Rangkuman Hasil Wawancara

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal kekuatan pembuktian berdasarkan pada ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menyatakan

PENGARUH MEDIA ‘MAHIR MATH SD 05’  TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR  MATEMATIKA ANAK TUNARUNGU KELAS D5 SLB­B YRTRW SURAKARTA TAHUN AJARAN 2008/2009

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi terbaik hidrolisis enzim yaitu pada konsentrasi enzim selulase 5% v/v selama 12 jam pada hidrolisat asam sulfat 1%

Manfaat dari kerja sama yang saling ketergantungan antarsiswa di dalam pembelajaran kooperatif berasal dari empat faktor diungkapkan oleh Slavin (dalam Eggen dan Kauchak, 2012:

Periksa kondisi konduktor penghubung EW ke tanah apakah normal, putus, hilang, korosi, rantas atau

This material is sole property of SINERGI CONSULTING including its intellectual property rights, copyrights, and it should not be disclosed to any other party, photocopied or

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Simanjuntak (2011) pada orang tua yang berasal dari keluarga miskin diketahui terdapat hubungan nilai dengan kemampuan keluarga

Kecenderungan dari adaptasi linguistik yang terkait dengan kuat-kurangnya pengaruh bahasa Sasak terhadap bahasa Bajo pada enklave Tanjung Luar berkategori sedang dan