ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
D. Pembahasan Hasil Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh positif
tingkat pendidikan orang tua, jenis pekerjaan orang tua, dan motivasi
terhadap cita-cita siswa Kelas XI SMA di Kota Yogyakarta. Berdasarkan
hasil penelitian pada uraian di atas, maka pembahasannya adalah sebagai
berikut:
1. Tidak Ada Pengaruh Positif Tingkat Pendidikan Orang Tua Terhadap
Cita-Cita Siswa Kelas XI SMA di Kota Yogyakarta.
Berdasarkan data penelitian tentang cita-cita siswa terhadap 12
SMA di Kota Yogyakarta yang terdiri dari 7 SMA Negeri (305 siswa) dan
5 SMA Swasta (259 siswa) memiliki nilai mean sebesar 75,97, median
sebesar 76 dan modus sebesar 76. Kesimpulan dari skor mean, median,
dan modus termasuk ke dalam interval 68-78 yaitu kategori tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa cita-cita yang dimiliki siswa Kelas XI SMA di Kota
Yogyakarta tergolong tinggi. Berdasarkan data penelitian tentang tingkat
pendidikan orang tua menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat
pendidikan ayah siswa relatif tinggi dengan jumlah 388 orang sedangkan
tingkat pendidikan ibu relatif tinggi juga dengan jumlah 340 orang.
Berdasarkan hasil analisis chi-square yang diketahui bahwa tingkat
pendidikan ayah terhadap cita-cita siswa memiliki nilai chi-squarehitung
lebih besar dari = 0,05, sedangkan tingkat pendidikan ibu terhadap cita-cita siswa memiliki nilai chi-square hitung (pearson chi-square) sebesar
0,798 dengan nilai asymp. sig sebesar 0,671 lebih besar dari =0,05. Hal ini menunjukkan bahwa antara tingkat pendidikan orang tua dengan
cita-cita tidak memiliki hubungan positif sehingga dapat disimpulkan bahwa
tidak ada pengaruh yang positif tingkat pendidikan orang tua terhadap
cita-cita siswa. Dengan kata lain, orang tua yang berpendidikan tinggi belum
tentu cita-cita siswa itu tinggi dan sebaliknya siswa yang orang tuanya
berpendidikan rendah belum tentu cita-cita siswa itu rendah juga, karena
tinggi rendahnya cita-cita siswa SMA tidak dipengaruhi oleh tinggi
rendahnya tingkat pendidikan orang tuanya.
Hal tersebut terjadi kemungkinan karena orang tua tidak menetapkan
batas-batas dan memberikan dukungan penuh untuk anak-anak mereka.
Mereka terlalu sibuk untuk melakukannya atau bahkan tidak begitu peduli
mengenai anak-anak mereka. Pada umumnya, orang tua masih berpikir
konservatif bahwa sekolah formal adalah nomor satu dan menjadi
satu-satunya cara untuk meraih sukses sehingga mereka mungkin hanya sibuk
dengan pekerjaan mereka atau lebih banyak menghabiskan waktunya
pada kegiatan pilihan yang mereka sukai dan mengabaikan perkembangan
anak tanpa tahu apa yang sebenarnya anak-anak inginkan. Kesibukan dan
ketidakpedulian yang konstan dari orang tua membuat anak merasa
kurang perhatian yang akan berdampak buruk terhadap anak-anak. Anak
apa yang diinginkan, gagal dalam belajarnya dan dia tidak mampu
mengembangkan potensi yang dimiliki karena kurang pengarahan orang
tuanya.
Terkadang meskipun orang tua mengiyakan apa yang jadi cita-cita
anak namun pada kenyataannya tidak konsisten terhadap pernyataannya.
Hal ini ditunjukkan dengan tidak mendukung dan mengarahkan apa yang
diinginkan anak karena menganggap mimpi dan cita-cita anak tidak bisa
menjadi profesi yang layak untuk menghidupi si anak di masa mendatang.
Pada umumnya orang tua seperti itu akan cenderung memaksakan
kehendak kepada anaknya sehingga si anak tidak memiliki pilihan atas
masa depannya sendiri. Pada banyak kasus, orang tua sering memaksakan
kehendak mereka terhadap anak-anak mereka tanpa mengindahkan
pikiran dan suara hati anak. Orang tua merasa paling tahu apa yang
terbaik untuk anak-anak mereka. Hal ini sering dilakukan oleh orang tua
yang berusaha mewujudkan impian mereka, yang tidak dapat mereka raih
saat mereka masih muda, melalui anak mereka. Kejadian seperti ini tidak
seharusnya terjadi jika orang tua menyadari potensi dan bakat yang
dimiliki oleh anak mereka. Serta memberikan dukungan moril dan sarana
untuk membantu anak mereka mengembangkan potensi dan bakat yang
ada.
Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa orang tua sangat berperan
penting dalam membentuk masa depan anak agar menjadi orang yang
membentuk masa depan anak yang diharapkan. Orang tua dapat
menjelaskan betapa pentingnya memiliki cita-cita bagi kehidupan
anaknya dimasa depan kelak. Orang tua harus memahami bahwa
pembinaan kepribadian anak dalam menuju arah masa depan tidak hanya
dilakukan oleh guru di sekolah melainkan dalam keluarga. Oleh karena
itu, orang tua berkewajiban mendukung cita-cita anak dan menciptakan
lingkungan keluarga yang baik, karena lingkungan yang baik akan
berpengaruh positif terhadap perkembangan anak. Orang tua juga dapat
memberi waktu yang cukup kepada anak mereka, bukan dari segi
kuantitas tapi kualitas karena sibuk dengan pekerjaan tidak pernah dapat
membenarkan kurangnya perhatian dan waktu yang diberikan kepada
anak dan membuat sebuah titik untuk mendengarkan anak sebelum orang
tua mulai berbicara. Perlakukan mereka sebagai teman bukan sebagai
musuh. Bentuk lain dari perhatian orang tua adalah memberikan nasihat
kepada anak. Menasihati anak berarti memberi saran-saran untuk
memecahkan suatu masalah, berdasarkan pengetahuan, pengalaman dan
pikiran sehat. Nasihat dan petuah memiliki pengaruh yang cukup besar
dalam membuka mata anak-anak terhadap kesadaran akan hakikat sesuatu
serta mendorong mereka untuk melakukan sesuatu perbuatan yang baik.
Nasihat dapat diberikan orang tua kepada anaknya adalah agar anaknya
rajin belajar, kerjakan tugas-tugas sekolah, jangan menyerah untuk meraih
Orang tua juga dapat memberikan bimbingan atau bantuan kepada
anak dalam membuat pilihan-pilihan secara bijaksana dan dalam
penyesuaian diri terhadap tuntutan-tuntutan hidup agar anak lebih terarah
dalam meraih cita-citanya, pendidikannya, dan bertanggungjawab dalam
menilai kemampuannya sendiri dan menggunakan pengetahuan mereka
secara efektif bagi dirinya, serta memiliki potensi yang berkembang
secara optimal meliputi semua aspek pribadinya sebagai individu
potensial. Kemungkinan yang lain adalah ketika siswa atau responden
mengisi kuesioner tidak dengan sungguh-sungguh sehingga hasilnya tidak
seperti yang diharapkan dan di luar dugaan peneliti.
2. Tidak Ada Pengaruh Positif Jenis Pekerjaan Orang Tua Terhadap Cita-Cita
Siswa Kelas XI SMA di Kota Yogyakarta.
Informasi mengenai deskripsi data cita-cita siswa pada tabel 4.6
menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memiliki cita-cita dengan
kategori tinggi. Hal ini didukung dengan adanya data yang menyebutkan
ada responden terbanyak yaitu 344 responden atau 61,0% memiliki
cita-cita dengan kategori tinggi, sedangkan deskripsi data mengenai jenis
pekerjaan orang tua menunjukkan sebagian besar orang tua siswa memiliki
pekerjaan yang cukup baik yaitu pada golongan II dengan jumlah 577
orang atau 51,2%.
Berdasarkan hasil analisis chi-square, diketahui bahwa jenis
pekerjaan orang tua (ayah) terhadap cita-cita siswa memiliki nilai
signifikansinya 0,05 dengan nilai asym. sig. 2-sided lebih besar dari 0,05
yaitu 0,749, sedangkan jenis pekerjaan orang tua (ibu) terhadap cita-cita
siswa memiliki nilai chi-squarehitung (pearson chi-square) sebesar 0,946, df= 2 dan taraf signifikansinya 0,05 dengan nilai asym. sig. 2-sided lebih
besar dari 0,05 yaitu 0,623, maka dapat disimpulkan bahwa H02 diterima dan H02 ditolak tidak ada pengaruh positif jenis pekerjaan orang tua terhadap cita-cita siswa Kelas XI SMA di Kota Yogyakarta.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa yang orang tuanya
memiliki pekerjaan dengan jabatan yang cukup baik belum tentu cita-cita
siswa itu tinggi dan siswa dengan orang tuanya yang memiliki pekerjaan
dengan jabatan rendah belum tentu cita-cita siswa itu rendah, karena
tinggi rendahnya jabatan atau pekerjaan orang tua tidak mempengaruhi
tinggi rendahnya cita-cita siswa. Hal ini terjadi kemungkinan karena
orang tua yang memiliki pekerjaan dengan jabatan tinggi hanya akan
sibuk dengan pekerjaan mereka dengan alasan demi mencukupi
kebutuhan ekonomi keluarga tetapi mereka lupa bahwa anak mereka juga
membutuhkan perhatian lebih dari orang tua. Kesibukan yang dimiliki
membuat orang tua tidak memiliki banyak waktu hanya untuk sekedar
mengawasi, membimbing, mengarahkan dan menasehati anak dalam
membentuk masa depan anak sehingga anak menjadi kurang terarah.
Orang tua tidak sepenuhnya memiliki waktu untuk dapat membagi cerita
sehingga wawasan anak mengenai dunia pekerjaan tidak seperti yang
diharapkan.
Mayoritas orang tua tidak memiliki nyali untuk mengambil
keputusan pasti dalam mendukung cita-cita anaknya. Apalagi jika si anak
memiliki cita-cita di luar kebiasaan anak pada umumnya. Biasanya orang
tua yang berprofesi sebagai karyawan atau bekerja di perusahaan orang
lain cenderung tak punya nyali, sementara orang tua yang berwisausaha
justru lebih punya nyali untuk mendukung keputusan anak-anak mereka.
Masih banyak orang tua Indonesia yang tidak merencanakan dengan
matang biaya pendidikan bagi anak-anak mereka. Padahal, dengan
mempersiapkan biaya pendidikan anak sejak dini, masa depan gemilang
anak akan lebih mudah diraih.
Orang tua juga dapat memberi waktu yang cukup kepada anak
mereka bukan dari segi kuantitas tapi kualitas, perlakukan mereka sebagai
teman bukan sebagai musuh, gali potensi yang mereka miliki dan bantu
anak dalam mengembangkan potensi tersebut, dengarkan dan pahami apa
yang menjadi keinginan anak jangan menjadi orang tua yang otoriter
karena orang tua rasa gengsi ketika tahu cita-cita si anak sangat jauh dari
harapan orang tuanya, berikan nasihat kepada anak sebagai bentuk
perhatian. Menasihati anak berarti memberi saran-saran untuk
memecahkan suatu masalah, berdasarkan pengetahuan, pengalaman dan
pikiran sehat. Nasihat, petuah dan wawasan mengenai pengalaman
terhadap kesadaran akan hakikat sesuatu serta mendorong mereka untuk
melakukan sesuatu perbuatan yang baik untuk masa depannya. Nasihat
dapat diberikan orang tua kepada anaknya adalah agar anaknya rajin
belajar, kerjakan tugas-tugas sekolah, jangan menyerah untuk meraih
cita-cita dan masih banyak lagi.
Orang tua juga dapat memberikan bimbingan atau bantuan kepada
anak dalam membuat pilihan-pilihan secara bijaksana dan dalam
penyesuaian diri terhadap tuntutan-tuntutan hidup agar anak lebih terarah
dalam meraih cita-citanya, pendidikannya, dan bertanggungjawab dalam
menilai kemampuannya sendiri dan menggunakan pengetahuan mereka
secara efektif bagi dirinya, serta memiliki potensi yang berkembang
secara optimal meliputi semua aspek pribadinya sebagai individu
potensial. Kemungkinan yang lain adalah ketika siswa atau responden
mengisi kuesioner tidak dengan sungguh-sungguh sehingga hasilnya tidak
seperti yang diharapkan, hal ini di luar dugaan peneliti.
3. Ada Pengaruh Motivasi Belajar Terhadap Cita-Cita Siswa Kelas XI SMA
di Kota Yogyakarta.
Berdasarkan hasil analisis chi-square, diketahui bahwa pengaruh
motivasi belajar siswa terhadap cita-cita siswa memiliki nilai
chi-squarehitung sebesar 51,111 dengan nilai asymp.sig lebih kecil dari = 0,05 yaitu sebesar 0,000. Pengaruh motivasi belajar siswa terhadap cita-cita
siswa SMA Kelas XI di Kota Yogyakarta memiliki derajat asosiasi
interpretasi derajat asosiasinya adalah rendah. Berdasarkan hasil
penelitian terbukti bahwa antara motivasi belajar dengan cita-cita siswa
memiliki derajat hubungan yang rendah sehingga dapat disimpulkan
bahwa pengaruh motivasi belajar terhadap cita-cita juga rendah. Hal ini
dapat disebabkan karena motivasi belajar diduga bukan satu-satunya
faktor yang dominan dapat mempengaruhi cita-cita siswa atau dengan
kata lain ada faktor lain yang dapat mempengaruhi cita-cita siswa.
Motivasi merupakan suatu upaya untuk menimbulkan atau
meningkatkan dorongan yang menumbuhkan perilaku tertentu untuk
mencapai suatu tujuan. Hal ini berarti bahwa meskipun anak-anak
memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi, jika tidak diikuti dengan
motivasi yang tinggi untuk mencapai prestasi belajar yang optimal sesuai
dengan kecerdasan intelektualnya, maka prestasi belajarnya akan kurang
memuaskan. Pada dasarnya, motivasi belajar masih bisa ditingkatkan lagi
menjadi lebih tinggi agar cita-cita siswa juga menjadi sangat tinggi. Oleh
karena itu agar tercapai prestasi yang maksimal, maka orang tua perlu
memotivasi dan memberikan penghargaan kepada anaknya agar tercapai
cita-citanya.
Peran orang tua dalam memotivasi anaknya agar berprestasi baik di
lingkungan sekolah maupun diluar sekolah sangatlah besar. Oleh karena
itu orang tua perlu motivasi anaknya dalam hal belajar agar tercapainya
prestasi, hal ini dapat diwujudkan dengan cara diantaranya adalah
dalam belajar, membantu anak menentukan target atau cita-citanya, dan
memberikan kesempatan kepada anak untuk pengembangan dirinya.
Tersedianya fasilitas dan kebutuhan belajar yang memadai akan
berdampak positif dalam aktivitas belajar anak. Anak-anak yang tidak
terpenuhi kebutuhan belajarnya sering kali tidak memiliki semangat
belajar. Lain halnya jika segala kebutuhan belajarnya tercukupi, maka
anak tersebut lebih bersemangat dan termotivasi dalam belajar.
Pengawasan orang tua terhadap anaknya biasanya lebih
diutamakan dalam masalah belajar. Dengan cara ini orang tua akan
mengetahui kesulitan apa yang dialami anak, kemunduran atau kemajuan
belajar anak, apa saja yang dibutuhkan anak sehubungan dengan aktivitas
belajarnya, dan lain-lain. Dengan demikian orang tua dapat membenahi
segala sesuatunya hingga akhirnya anak dapat meraih hasil belajar yang
maksimal. Pengawasan orang tua bukanlah berarti pengekangan terhadap
kebebasan anak untuk berkreasi tetapi lebih ditekankan pada pengawasan
kewajiban anak yang bebas dan bertanggung jawab. Ketika anak sudah
mulai menunjukkan tanda-tanda penyimpangan, maka orang tua yang
bertindak sebagai pengawas harus segera mengingatkan anak akan
tanggung jawab yang dipikulnya terutama pada akibat-akibat yang
mungkin timbul sebagai efek dari kelalaiannya.
Orang tua dan sekolah merupakan dua unsur yang saling berkaitan
dan memiliki keterkaitan yang kuat satu sama lain. Kerjasama dari dua
tidak salah dalam mendidik anak. Orang tua mendidik anaknya di rumah
dan di sekolah untuk mendidik anak diserahkan kepada pihak sekolah atau
guru. Agar berjalan dengan baik kerja sama di antara orang tua dan
sekolah maka harus ada dalam suatu rel yang sama supaya bisa seiring
seirama dalam memperlakukan anak baik di rumah ataupun di sekolah,
sesuai dengan kesepahaman yang telah disepakati oleh kedua belah pihak
dalam memperlakukan anak. Bagi siswa yang selalu memperhatikan
materi pelajaran yang diberikan, bukanlah masalah bagi guru karena di
dalam diri siswa tersebut ada motivasi, yaitu motivasi intrinsik. Siswa
yang demikian biasanya dengan kesadaran sendiri memperhatikan
penjelasan guru. Rasa ingin tahunya lebih banyak terhadap materi
pelajaran yang diberikan. Berbagai gangguan yang ada disekitarnya,
kurang dapat mempengaruhinya agar memecahkan perhatiannya. Lain
halnya bagi siswa yang tidak ada motivasi di dalam dirinya, maka motivasi
ekstrinsik yang merupakan dorongan dari luar dirinya mutlak diperlukan.
Di sini tugas guru adalah membangkitkan motivasi peserta didik sehingga
ia mau melakukan belajar. Guru dapat menumbuhkan motivasi belajar
siswa dengan cara selalu menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik dan
memastikan bahwa apa yang mereka pelajari disekolah adalah sesuatu
yang memang mereka butuhkan untuk menjawab tantangan jamannya
kelak dan memberikan apresiasi atau pujian setiap kali siswa berprestasi.
Hal ini akan memicu siswa lain untuk mengejar siswa yang berprestasi,
didik secara individual maupun kelompok dan menggunakan metode yang
bervariasi sehingga kegiatan pembelajaran lebih menyenangkan.
Motivasi dari orang lain juga tidak akan efektif tanpa adanya
dorongan dari dalam diri sendiri, maka untuk siswa diharapkan memiliki
kesadaran bahwa mempersiapkan masa depan sangatlah penting. Jangan
menjadi orang yang tidak mempunyai tujuan hidup yang jelas. Siswa juga
harus mengenali diri ingin menjadi apa kelak dan keterampilan apa yang
dimiliki. Setelah mengetahui apa yang menjadi tujuan hidupnya, siswa
dapat meningkatkan motivasi dari dalam diri sendiri untuk dapat
meraihnya karena motivasi dari luar misalnya keluarga, guru, teman atau
96
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan di BAB IV dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Tidak Ada Pengaruh Positif Tingkat Pendidikan Orang Tua Terhadap
Cita-Cita Siswa Kelas XI SMA di Kota Yogyakarta.
Berdasarkan data penelitian tentang cita-cita siswa terhadap 12 SMA
di Kota Yogyakarta yang terdiri dari 7 SMA Negeri (305 siswa) dan 5
SMA Swasta (259 siswa) memiliki nilai mean sebesar 75,97, median
sebesar 76 dan modus sebesar 76. Kesimpulan dari skor mean, median,
dan modus termasuk ke dalam interval 68-78 yaitu kategori tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa cita-cita yang dimiliki siswa kelas XI SMA di Kota
Yogyakarta tergolong tinggi. Berdasarkan data penelitian tentang tingkat
pendidikan orang tua menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat
pendidikan ayah siswa relatif tinggi dengan jumlah 388 orang sedangkan
tingkat pendidikan ibu relatif tinggi juga dengan jumlah 340 orang.
Berdasarkan hasil analisis chi-square yang diketahui bahwa tingkat
pendidikan ayah terhadap cita-cita siswa memiliki nilai chi-square hitung
(pearson chi-square) sebesar 1,105 dengan nilai asymp. sig sebesar 0,576
lebih besar dari = 0,05, sedangkan tingkat pendidikan ibu terhadap cita-cita siswa memiliki nilai chi-square hitung (pearson chi-square) sebesar
ini menunjukkan bahwa antara tingkat pendidikan orang tua dengan
cita-cita tidak memiliki hubungan yang signifikan sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak ada pengaruh yang positif tingkat pendidikan orang tua
terhadap cita-cita siswa.
2. Tidak Ada Pengaruh Positif Jenis Pekerjaan Orang Tua Terhadap Cita-Cita
Siswa Kelas XI SMA di Kota Yogyakarta.
Berdasarkan data penelitian tentang cita-cita siswa terhadap 12
SMA di Kota Yogyakarta yang terdiri dari 7 SMA Negeri (305 siswa) dan
5 SMA Swasta (259 siswa) memiliki nilai mean sebesar 75,97, median
sebesar 76 dan modus sebesar 76. Kesimpulan dari skor mean, median,
dan modus termasuk ke dalam interval 68-78 yaitu kategori tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa cita-cita yang dimiliki siswa kelas XI SMA di Kota
Yogyakarta tergolong tinggi, sedangkan berdasarkan data penelitian
tentang jenis pekerjaan orang tua siswa menunjukkan bahwa sebagian
besar jenis pekerjaan ayah siswa termasuk dalam golongan II dengan
jumlah 353 orang sedangkan pekerjaan ibu siswa termasuk dalam
golongan I dengan jumlah 262 orang.
Berdasarkan hasil analisis chi-square yang diketahui bahwa jenis
pekerjaan ayah terhadap cita-cita siswa memiliki nilai chi-square hitung
(pearson chi-square) sebesar sebesar 0,577 dengan nilai asymp. sig lebih
besar dari = 0,05 yaitu sebesar 0,671, sedangkan jenis pekerjaan ibu terhadap cita-cita siswa memiliki nilai chi-square hitung (pearson
yaitu sebesar 0,623. Hal ini menunjukkan bahwa antara jenis pekerjaan
orang tua dengan cita-cita tidak memiliki hubungan yang signifikan
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh yang positif jenis
pekerjaan orang tua terhadap cita-cita siswa.
3. Ada Pengaruh Positif Motivasi Belajar Terhadap Cita-Cita Siswa Kelas XI
SMA di Kota Yogyakarta.
Berdasarkan data penelitian tentang cita-cita siswa terhadap 12
SMA di Kota Yogyakarta yang terdiri dari 7 SMA Negeri (305 siswa) dan
5 SMA Swasta (259 siswa) memiliki nilai mean sebesar 75,97, median
sebesar 76 dan modus sebesar 76. Kesimpulan dari skor mean, median,
dan modus termasuk ke dalam interval 68-78 yaitu kategori tinggi,
sehingga dapat disimpulkan bahwa cita-cita yang dimiliki siswa kelas XI
SMA di Kota Yogyakarta tergolong tinggi. Berdasarkan data penelitian
tentang motivasi belajar siswa terhadap 12 SMA di Kota Yogyakarta
menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memilki motivasi belajar yang
cenderung sedang yaitu sebanyak 242 siswa. Hal ini didukung dengan
nilai mean sebesar 52,32, median sebesar 52 dan modus sebesar 54 yang
termasuk ke dalam interval 48-53 yaitu kategori sedang.
Berdasarkan hasil analisis chi-square yang menunjukkan bahwa
motivasi belajar terhadap cita-cita siswa memiliki nilai adalah chi-square
hitung (pearson chi-square) sebesar 51,111 dengan nilai asymp.sig lebih kecil dari = 0,05 yaitu sebesar 0,000. Motivasi belajar siswa terhadap cita-cita siswa kelas XI SMA di Kota Yogyakarta memiliki derajat asosiasi
sebesar 0,35. Nilai tersebut berada pada rentang 0,20 < r ≤ 0,40 dengan
interpretasi derajat asosiasinya adalah rendah. Hal ini menunjukkan bahwa
antara motivasi belajar dengan cita-cita siswa memiliki derajat hubungan
yang rendah sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh motivasi belajar
terhadap cita-cita juga rendah.