• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Pembahasan

Pelaksanaan tindakan telah berjalan sesuai dengan yang direncanakan dalam penelitian. Pembelajaran Matematika yang dilakukan dalam penelitian mengambil KD 5.3 Mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan. Pemilihan KD ini berdasarkan data kondisi awal yang menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa masih rendah. Selain itu, pembelajaran yang dilakukan guru cenderung melatih siswa untuk bekerja secara individu. Oleh karena itu, peneliti memilih melakukan penelitian mengenai kerjasama dan prestasi belajar matematika siswa kelas V SD Kanisius Totogan menggunakan pendekatan PMRI. Selama penelitian peneliti bertindak sebagai observer dengan dibantu oleh teman. Peneliti mengamati dan mencatat setiap kegiatan yang dilakukan guru dan siswa selama proses pembelajaran. Peneliti juga mendokumentasikan kegiatan pembelajaran menggunakan camcorder. Sedangkan teman mengamati perilaku siswa selama melakukan kerjasama menggunakan lembar checklist sesuai indikator perilaku dalam kerjasama.

Dalam penelitian ini, data mengenai kerjasama siswa dikumpulkan menggunakan kuesioner dengan dua indikator yang telah ditentukan oleh peneliti dan divalidasi oleh tim ahli. Kedua indikator tersebut adalah mengungkapkan harapan positif dan berkomunikasi positif. Kedua indikator tersebut diuraikan menjadi 30 pernyataan dalam kuesioner. Selain data kerjasama, peneliti juga mengumpulkan data mengenai prestasi belajar. Prestasi belajar yang ditingkatkan dalam penelitian ini adalah nilai ulangan harian siswa yang mencapai KKM. Rangkuman keadaan kondisi awal, target pencapaian dan capaian setelah tindakan siklus I dan II terdapat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Kondisi awal, Target Keberhasilan, dan Capaian Konstruk Kondisi awal Target keberhasilan Capaian Siklus I Capaian Siklus II Keputusan Deskriptor Instrumen Kerjasama dalam belajar 45% 75% 68% 77% Melampaui kriteria keberhasilan Jumlah siswa yang termasuk kategori kerjasama sangat baik, baik, dan cukup baik dibagi jumlah seluruh siswa dikalikan 100% Kuesioner Prestasi belajar 45% 70% 57% 86% Melampaui kriteria keberhasilan Jumlah siswa yang mendapat nilai mencapai KKM dibagi jumlah seluruh siswa dikalikan 100% Soal tes

Berdasarkan tabel 4.5, dapat dilihat bahwa pelaksanaan tindakan yang dilakukan oleh peneliti sudah melampaui target keberhasilan yang diinginkan. Kondisi awal kerjasama dalam belajar adalah 45% dan hasil siklus II sebesar 77% sehingga melampaui target keberhasilan sebesar 75%. Hal ini berarti pelaksanaan siklus II telah berhasil sehingga peneliti tidak perlu melanjutkan penelitian ke siklus III. Pelaksanaan tindakan siklus II menggunakan pendekatan PMRI telah mampu meningkatkan kerjasama dalam belajar siswa dan prestasi belajar siswa. Pembahasan mengenai peningkatan kerjasama dan prestasi belajar lebih lanjut diuraikan sebagai berikut:

1. Kerjasama Belajar

Kerjasama merupakan kegiatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk menyelesaikan suatu tugas tertentu. Pada pertemuan pertama siklus I, kerjasama tampak pada kegiatan yang dilakukan oleh dua siswa saat mengerjakan lembar kerja. Sedangkan pada pertemuan dua, kerjasama tampak ketika empat atau lima siswa melakukan permainan domino.

Pertemuan pertama siklus I dilaksanakan pada hari Senin tanggal 18 Februari 2013 selama 3x40 menit (3JP). Pada pertemuan pertama ini, kegiatan pembelajaran telah menunjukkan penerapan PMRI. Salah satu dari lima karakteristik yang digunakan dalam upaya meningkatkan kerjasama adalah interaktivitas. Interaktivitas antara siswa dengan siswa muncul dalam kegiatan berkelompok ketika mengerjakan lembar kerja siswa. Setiap kelompok terdiri dari dua siswa yang dipilih sesuai tempat duduknya. Siswa telah menunjukkan kerjasama saat berkelompok. Hal ini tamapak pada gambar 3.

Gambar 3. Siswa bekerjasama mengerjakan lembar kerja

Gambar 3 membuktikan bahwa siswa melakukan kerjasama saat mengerjakan tugas. Hal ini didukung dengan data hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa 100% dari 22 siswa terlihat membagi tugas sama rata dan 40% dari 22 siswa berpendapat dalam kerja kelompok. Selain itu tampak 13% dari 22 siswa mempertahankan pendapat; 68% dari 22 siswa saling bertanya; 50% dari 22 siswa menjawab pertanyaan teman sekelompok; dan 59% dari 22 siswa menanggapi pendapat teman sekelompok.

Pertemuan kedua siklus I dilaksanakan pada hari Rabu, 20 Februari 2013 selama 3x40 menit (3JP). Interaktivitas juga telah tampak dalam kegiatan pembelajaran melalui kegiatan permaian domino. Pada permainan domino,

siswa dibagi menjadi lima kelompok sehingga setiap kelompok terdiri dari empat atau lima siswa. Anggota kelompok dipilih secara acak. Gambar kegiatan permainan terlihat pada gambar 4, 5, 6, 7, dan 8.

Gambar 4. Kegiatan kelompok biru Gambar 5. Kegiatan kelompok hijau

Gambar 6. Kegiatan kelompok kuning Gambar 7. Kegiatan kelompok ungu

Gambar 8. Kegiatan kelompok merah

Gambar 4, 5, 6, 7, dan 8 menunjukkan aktivitas siswa selama melakukan permainan domino. Selanjutnya, kuesioner kerjasama diberikan kepada siswa pada akhir siklus I. Berdasarkan perhitungan hasil kuesioner kerjasama, diketahui bahwa 68% dari 22 siswa memiliki kerjasama yang tergolong baik.

Namun, tingkat kerjasama siswa belum mencapai kriteria keberhasilan (75%). Oleh karena itu, peneliti memutuskan melanjutkan penelitian pada siklus II.

Pada pertemuan pertama siklus II, kerjasama tampak pada kegiatan yang dilakukan oleh dua siswa saat mengerjakan lembar kerja. Sedangkan pada pertemuan dua, kerjasama terwujud ketika lima atau enam siswa melakukan permainan rafly. Seperti pada siklus I, pelaksanaan siklus II tetap mengunakan kuesioner dan lembar checklist untuk mengamati aktivitas siswa.

Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 6 Maret 2013 selama 3x40 menit (3JP). Salah satu dari lima karakteristik PMRI yang digunakan dalam upaya meningkatkan kerjasama adalah interaktivitas. Interaktivitas antara siswa dengan siswa tampak dalam kegiatan berkelompok ketika dua orang siswa mengerjakan lembar kerja siswa. Siswa telah menunjukkan kerjasama saat berkelompok. Hal ini didukung dengan data hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa 52% dari 21 siswa berpendapat dalam kerja kelompok. Selain itu tampak 23% dari 21 siswa mempertahankan pendapat; 95% dari 21 siswa saling bertanya; 90% dari 21 siswa menjawab pertanyaan teman sekelompok; dan 57% dari 21 siswa menanggapi pendapat teman sekelompok.

Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Kamis, 7 Maret 2013 selama 3x40 menit (3JP). Interaktivitas juga muncul dalam kegiatan pembelajaran melalui kegiatan permaian rafly. Siswa dibagi menjadi empat kelompok sehingga setiap kelompok terdiri dari empat atau lima siswa. Anggota kelompok dibentuk berdasarkan pengambilan kartu undian. Kegiatan siswa selama melakukan permainan rafly terdapat pada gambar 9, 10, 11, dan 12.

Gambar 9. Kegiatan kelompok BMW Gambar 10. Kegiatan kelompok Ferarri

Gambar 11. Kegiatan kelompok Mercedes Gambar 12. Kegiatan kelompok Toyota

Gambar 9, 10, 11, dan 12 menunjukkan kegiatan kelompok saat melakukan permainan rafly. Pada pertemuan kedua, hasil pengamatan menegaskan bahwa 80% dari 21 siswa berpendapat dalam kerja kelompok; 71% dari 21 siswa menanggapi pendapat teman sekelompok; persentase siswa yang bertanya adalah 100% dari 21 siswa; dan persentase siswa yang menjawab pertanyaan teman sekelompok sebesar 90% dari 21. Sedangkan persentase siswa yang mempertahankan pendapat sebesar 19% dari 21 siswa. Hasil pengamatan observer terdapat pada lampiran 20 halaman 195.

Pada pertemuan tiga siklus II, peneliti memberikan kuesioner kerjasama pada siswa. Berdasarkan perhitungan hasil kuesioner kerjasama, diketahui bahwa 77% dari 22 siswa memiliki kerjasama yang baik. Apabila

dibandingkan dengan target keberhasilan, maka hasil tersebut (77%) telah melampaui kriteria keberhasilan penelitian (75%) sehingga penelitian tidak dilanjutkan pada siklus III. Hal ini untuk lebih jelasnya terdapat pada grafik 1.

Grafik 1. Peningkatan Kerjasama dalam Belajar

Grafik 1 menunjukkan bahwa kondisi awal kemampuan kerjasama siswa sebesar 45%, kemampuan kerjasama siswa pada siklus I sebesar 68%, kriteria keberhasilan penelitian adalah 75%, dan kemampuan kerjasama siswa pada siklus II sebesar 77%. Dari grafik tersebut, diketahui bahwa kemampuan kerjasama pada siklus II telah mengalami peningkatan sebesar 32% dari kondisi awal. Selain itu, persentase kerjasama siswa telah melampaui kriteria keberhasilan penelitian sebesar 75%.

Peningkatan kerjasama terjadi karena pembelajaran dilakukan dengan penerapan karakteristik interaktivitas pendekatan PMRI. Wijaya (2012) menjelaskan bahwa dalam karakteristik interaktivitas, proses belajar seseorang bukan banya suatu proses individu melainkan merupakan proses sosial. Lebih lanjut Wijaya (2012: 22) menjelaskan bahwa pendekatan PMRI dapat meningkatkan aktivitas siswa. Melalui karakteristik interaktivitas ini siswa

45% 68% 75% 77% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% Kerjasama Per sen tase

Peningkatan Kerjasama dalam Belajar

Kondisi awal Siklus I Target Capaian Siklus II

dilatih untuk bekerjasama dengan teman saat menyelesaikan suatu tugas dalam permainan. Dengan interaktivitas, keterampilan komunikasi siswa dapat meningkat.

Selain itu, percaya diri, kesadaran bersosial, dan sikap toleransi terhadap perbedaan individu juga akan bertambah. Hal itu disebabkan karena saat bekerjasama, siswa memiliki kesempatan untuk mengungkapkan gagasan, mendengarkan pendapat orang lain, bertanya, menanggapi pendapat, mempertahankan pendapat, serta bersama-sama membangun pengertian untuk menyelesaikan masalah. Hal ini didukung dengan pendapat Elsje Theodora (2011: 17) yang menyatakan bahwa kerjasama menjadi sangat penting dalam belajar karena memiliki unsur yang berguna menantang pemikiran, membangun konsep, dan meningkatkan harga diri seseorang.

Setelah pelaksanaan tindakan siklus II dan hasil analisis kuesioner, peneliti menyimpulkan bahwa penerapan pendekatan PMRI melalui karakteristik interaktivitas merupakan upaya meningkatkan kerjasama siswa. Hal ini dibuktikan dengan hasil kuesioner kerjasama pada siklus II mengalami peningkatan sebesar 32% dari kondisi awal (45%) dan persentase kemampuan kerjasama siswa telah mencapai kriteria keberhasilan (75%). Oleh karena itu, peneliti memutuskan untuk tidak melanjutkan penelitian pada siklus III.

2. Prestasi Belajar

Peneliti berusaha meningkatkan prestasi belajar siswa menggunakan pendekatan PMRI melalui karakteristiknya. Dalam bab II, peneliti telah menyimpulkan bahwa prestasi merupakan hasil usaha yang telah dicapai dari proses belajar siswa sehubungan dengan kemampuan siswa yang harus

dimiliki selama waktu tertentu. Oleh sebab itu, kegiatan pembelajaran dilakukan dalam tiga kali pertemuan setiap siklus sebelum peneliti melakukan evaluasi (ualngan harian) untuk mengukur prestasi belajar. Penerapan pendekatan PMRI terwujud melalui lima karakteristik dalam kegiatan pembelajaran.

Kegiatan pembelajaran siklus I menggunakan pendekatan PMRI dilaksanakan sebanyak 3 kali pertemuan. Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Senin tanggal 18 Februari 2013 selama 3x40 menit (3JP), dengan materi perkalian pecahan menggunakan Pendekatan PMRI. Pada pertemuan ini, karakteristik konsep muncul pada penggunaan cerita kontekstual dalam apersepsi. Karakteristik penggunaan model untuk matematika progresif tampak pada penggunaan botol air mineral dan gambar-gambar pada apersepsi dan lembar kerja siswa. Penggunaan model matematika pada gambar 13.

Gambar 13. Guru menggambar botol air mineral

Gambar 13 membuktikan bahwa karakteristik penggunaan model matematika progresif tampak dalam kegiatan pembelajaran. Selain penggunaan model Sedangkan karakteristik interaktivitas terlihat pada kegiatan berkelompok dalam menyelesaikan lembar kerja siswa serta pada komunikasi antara guru dan siswa selama pembelajaran. Karakterisik

keterkaitan dan hasil konstruksi siswa tampak pada soal yang dikerjakan siswa.

Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Rabu, 20 Februari 2013 selama 3x40 menit (3JP). Karakteristik konsep tampak pada penggunaan cerita kontekstual dalam soal pada lembar kerja. Karakterisik keterkaitan dan hasil konstruksi siswa terwujud pada apersepsi, soal pada lembar kerja siswa dan soal pada permainan domino. Karakteristik penggunaan model untuk matematika progresif terwujud pada penggunaan kartu domino dan gambar- gambar pada lembar kerja siswa. Selain itu, karakteristik interaktivitas juga muncul pada kegiatan berkelompok saat siswa melakukan permainan domino dan menyelesaikan soal pada lembar kerja siswa serta pada komunikasi antara guru dan siswa selama pembelajaran. Hasil kerja siswa tampak pada gambar 14.

Gambar 14. Hasil Permainan Domino Kelompok Kuning

Gambar 14 menunjukkan hasil kerja kelompok saat melakukan permainan kartu domino. Hasil ini membuktikan siswa telah dapat mengkonstruksi pengetahuannya. Awalnya pembelajaran didahului dengan soal kontekstual sehingga siswa dapat menemukan alternatif pemecahan masalah sendiri. Selanjutnya siswa diberikan permainan domino dan dapat menggunakan cara

atau langkah pemecahan masalah yang mereka dapatkan dari pembelajaran sebelumnya.

Pertemuan ketiga pada hari Jumat tanggal 22 Februari 2013 selama 2x40 menit (2JP) juga memunculkan lima karakteristik PMRI. Karakteristik konsep terlihat pada penggunaan cerita kontekstual dalam soal pada lembar kerja dan soal ulangan harian. Karakterisik keterkaitan dan hasil konstruksi siswa terwujud pada soal pada lembar kerja siswa dan soal soal ulangan harian. Karakteristik penggunaan model untuk matematika progresif terwujud pada penggunaan gambar-gambar pada lembar kerja siswa dan soal ulangan harian. Selain itu, karakteristik interaktivitas juga muncul pada komunikasi antara guru dan siswa selama pembelajaran.

Setelah pelaksanaan tindakan siklus I dan hasil nilai ulangan harian, peneliti menyimpulkan bahwa penerapan pendekatan PMRI melalui lima karakteristik PMRI merupakan upaya meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dibuktikan dengan nilai ulangan harian siswa yang mengalami peningkatan sebesar 12% dari kondisi awal, namun belum mencapai kriteria keberhasilan. Oleh karena itu, peneliti melanjutkan penelitian pada siklus II.

Kegiatan pembelajaran siklus II juga dilaksanakan sebanyak 3 kali pertemuan. Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 6 Maret 2013 selama 3x40 menit (3JP), dengan materi pembagian pecahan. Kelima karakteristik PMRI dimunculkan pada kegiatan pembelajaran. Karakteristik konsep muncul pada penggunaan cerita kontekstual dalam apersepsi dan soal cerita pada lembar kerja siswa. Karakteristik penggunaan model untuk matematika progresif tampak pada penggunaan pita warna dan gambar-

gambar dan lembar kerja siswa. Karakteristik penggunaan konteks dan model matematika prograsif tampak pada gambar 15 dan 16.

Gambar 15. Gambar 16.

Gambar 15 menunjukkan bahwa guru menggunakan soal cerita pada awal pembelajaran dan gambar 16 terlihat guru menggunakan model matematika yaitu pita warna. Karakteristik interaktivitas juga muncul pada kegiatan berkelompok dalam menyelesaikan lembar kerja siswa serta pada komunikasi antara guru dan siswa selama pembelajaran. Karakterisik keterkaitan dan hasil konstruksi siswa tampak pada saat siswa mengerjakan LKS.

Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Kamis, 7 Maret 2013 selama 3x40 menit (3JP). Karakteristik konsep pada pertemuan dua muncul pada penggunaan cerita kontekstual dalam soal pada lembar kerja. Karakterisik keterkaitan dan hasil konstruksi siswa terwujud pada apersepsi, soal pada lembar kerja siswa dan soal pada dan permainan rafly. Karakteristik penggunaan model untuk matematika progresif terwujud pada penggunaan papan rafly dan gambar-gambar pada lembar kerja siswa. Selain itu, karakteristik interaktivitas juga muncul pada kegiatan berkelompok saat siswa melakukan permainan rafly dan menyelesaikan soal pada lembar kerja siswa

serta pada komunikasi antara guru dan siswa selama pembelajaran. Hasil kerja siswa tampak pada gambar 17.

Gambar 17a. Gambar 17b.

Gambar 17a dan 17b menunjukkan hasil kerja kelompok Ferarri dalam permainan rafly pecahan. Hasil ini membuktikan bahwa siswa telah dapat mengkonstruksikan pengetahuannya yaitu penemuan alternatif pemecahan masalah pada pembagian pecahan (telah diuraikan pada deskripsi pelaksanaan penelitian siklu II) untuk menyelesaikan permainaa rafly.

Pertemuan ketiga pada hari Senin, 11 Maret 2013 selama 2x40 menit (2JP) juga memunculkan lima karakteristik PMRI. Karakteristik konsep terlihat pada penggunaan cerita kontekstual dalam soal pada lembar kerja dan soal ulangan harian. Karakterisik keterkaitan dan hasil konstruksi siswa terwujud pada soal pada lembar kerja siswa dan soal soal ulangan harian. Karakteristik penggunaan model untuk matematika progresif terwujud pada penggunaan gambar-gambar pada lembar kerja siswa dan soal ulangan harian. Selain itu, karakteristik interaktivitas juga muncul pada komunikasi antara guru dan siswa selama pembelajaran.

prestasi belajar setelah dilakukan tindakan penelitian siklus II. Hasil peningkatan prestasi belajar terdapat pada grafik 2.

Grafik 2. Peningkatan Prestasi Belajar

Grafik 2 menunjukkan bahwa kondisi awal prestasi belajar siswa sebesar 45%, prestasi belajar pada siklus I sebesar 57%, kriteria keberhasilan prestasi belajar adalah 70%, dan prestasi belajar siswa pada siklus II sebesar 86%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa prestasi belajar pada siklus II telah mengalami peningkatan sebesar 41% dari kondisi awal. Selain itu, persentase prestasi belajar telah melampaui kriteria keberhasilan sebesar 70%. Oleh karena itu, penelitian tidak dilanjutkan pada siklus III.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 1101) mengartikan prestasi belajar sebagai penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukan nilai tes atu nilai yang diberikan oleh guru. Oleh sebab itu, peneliti melakukan penghitungan terhadap nilai ulangan harian yang didapatkan oleh siswa selama mengikuti pembelajaran Matematika. Hasil penghitungan nilai ulangan harian ini yang menjadi nilai

45% 57% 70% 86% 0% 20% 40% 60% 80% 100% Prestasi Belajar Per sen tase

Peningkatan Prestasi Belajar

akhir siswa pada setiap siklus. Selanjutnya nilai akhir tersebut, dibandingkan dengan KKM untuk mengetahui jumlah siswa yang mencapai KKM. Nilai KKM pada kelas V SD Kanisius Totogan pada mata pelajaran matematika adalah 60.

Prestasi belajar siswa meningkat disebabkan oleh adanya kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan PMRI. Penerapan pembelajaran menggunakan pendekatan PMRI ini diwujudkan melalui lima karakteristik PMRI. Lima karakteristik tersebut sesuai tulisan Treffers (Marpaung, 2008: 7) dan Wijaya (2012: 21) antara lain: penggunaan konteks, penggunaan model dan simbol untuk matematika progresif, penggunaan hasil konstruksi siswa, interaktivitas, dan keterkaitan. Melalui kelima karakteristik itu siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan dari dunia nyata ke dalam pembelajaran matematika. Pembelajaran PMRI diawali dengan masalah kontekstual. Hal ini didukung dengan tulisan Wijaya (2012: 41), yang menjelaskan bahwa PMRI merupakan pendekatan pembelajaran khusus matematika yang tidak langsung memulai proses pembelajaran matematika pada tingkat formal melainkan menggunakan konteks untuk membangun konsep matematika.

Melalui penggunaan konteks ini, diharapkan siswa mampu menemukan sendiri alternatif pemecahan masalah tanpa menghafalkan rumus. Selain itu, siswa akan terbiasa untuk menyelesaikan masalah kontekstual (soal cerita) bukan hanya soal abstrak dengan rumus yan telah ditentukan. Jika pembelajaran tetap meminta siswa untuk mengahafalkan rumus maka siswa tidak dapat membangun pengetahuannya sendiri terhadap konsep matematika. Seperti ungkapan Freudenthal (Wijaya, 2012: 20) bahwa matematika

sebaiknya tidak diberikan kepada siswa sebagai suatu produk jadi yang siap pakai tetapi sebagai bentuk kegiatan dalam mengkonstruksi konsep matematika. Melalui PMRI pula siswa mampu berperan aktif dalam proses pembelajaran bersama teman-temannya dalam memecahkan masalah. Sediono, dkk (Gora & Sunarto, 2010: 12) juga menjelaskan bahwa pembelajaran yang tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Bukti yang menyatakan bahwa siswa telah mampu menemukan pemecahan masalah sendiri dengan penggunaan konteks terlihat pada hasil ulangan harian pada gambar 18 dan 19.

Gambar 18. Hasil ulangan harian Agl

Gambar-gambar tersebut membuktikan bahwa siswa menemukan cara yang berbeda dalam penyelesaian soal kontekstual yang sama. pada gambar 18, terlihat cara yang digunakan siswa dalam pembagian adalah membagi penyebut dan bilangan pembagin dengan bilangan seratus. sedangkan pada gambar 19, cara yang digunakan siswa dalam pembagian menggunakan cara bersusun. Hadi (2005) juga memaparkan bahwa dalam proses pembelajaran siswa harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali (to reinvent) matematika melalui bimbingan guru, dan bahwa penemuan kembali (reinvention) ide dan konsep matematika tersebut harus dimulai dari penjelajahan berbagai situasi dan persoalan “dunia riil”. Dengan demikian, siswa akan memaknai setiap materi yang dipelajari dalam proses pembelajaran matematika sehingga prestasi belajar siswa mengalami peningkatan. Pemahaman konsep matematika dan penemuan alternatif pemecahan masalah telah muncul pada kegiatan siswa pada pertemuan pertama siklus II seperti yang telah diuraikan peneliti pada observasi pertemuan pertama siklus II dan terlihat pada gambar 22 dan 23.

Gambar 20. Gambar 21.

Gambar 20 merupakan gambar hasil perhitungan Bgs pada pertemuan pertama siklus II dan gambar 21 merupakan hasil perhitungan Ttn. Bgs menyelesaikan soal dengan mengubah satuan meter menjadi desimeter terlebih

dulu sebelum membagi. Sedangkan Ttn mengubah pecahan sedimal menjadi pecahan biasa lalu menyelesaikan pembagian pecahan itu dengan mengalikan dengan kebalikan dari pecahan pembaginya. Kedua gambar tersebut membuktikan bahwa siswa menemukan cara yang berbeda dalam penyelesaian soal kontekstual yang sama.

Berdasarkan data yang diperoleh oleh peneliti selama melakukan penelitian, peneliti menyimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran dengan penerapan karakteristik pendekatan PMRI dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan prestasi belajar matematika. Hal itu terbukti dengan persentase prestasi belajar pada kondisi awal sebesar 45% dan pada penelitian siklus II meningkat menjadi sebesar 86% sehingga telah melampaui kriteria penelitian (70%).

Dokumen terkait