• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Pembahasan

Memahami implikatur dalam sebuah ujaran salah satu caranya yaitu dengan menganalisis konteks pemakaian ujaran. Ujaran biasanya dilengkapi dengan tingkah laku non-verbal, misalnya gerak anggota tubuh (kepala tunduk, mata melotot), modulasi suara, dan raut muka. Terkadang penggunaan non-verbal disebabkan kata-kata atau respon yang ingin disampaikan oleh peserta komunikasi tidak cukup terwakilkan oleh ucapan verbal. Konteks juga terkait dengan latar belakang yang dimiliki oleh peserta ujaran, situasi sosial, situasi bahsa yang digunakan, dan saluran.

Berdasarkan analisis pada data 1, diketahui bahwa topik yang melatar belakangi percakapan antara P1 dan P2 adalah berita kurang baik yang akan disampaikan oleh P1. Konteks fisik dalam percakapan tersebut yaitu pada suatu kota di Eropa Barat. Pada 11 September 1683 terjadilah ekspansi kedua Panglima Turki yaitu Kara Mustafa ke Wina. Dalam percakapan antara P1 dan P2 terjadi situasi yang menegangkan. P1 memberikan informasi mengenai ekspansi yang akan mereka lakukan ke Wina. P1sangat hormat dan takut kepada P2, hal tersebut

ditandai dengan cara menyampaikan pesan yang terbata-bata. Dapat terlihat pada kutipan percakapan sebagai berikut, “...mmm....Panglima....Apakah Panglima juga berkenan mendengarkan berit yang lainnya?” dengan kalimat ““...mmm....Panglima....” menunjukan bahwa P1 merasa ketakutan untuk menyampaikan berita buruk tersebut. P1 dengan cara menunduk dan terbatah-batah dalam menyampaikan pesan dapat menunjukan bahasa non-verbal melalui gerak-gerik tubuhnya bahwa dia sedang ketakutan. Ekspresi P2 dengan mata yang melotot setelah mendengarkan berita tersebut menunjukan betapa terkejutnya dia terhadap berita yang tidak diharapkan itu.

Cara lain dalam meganalisis implikatur yaitu dengan adanya pelanggaran terhadap maksim pada prinsip kerjasama yang disampaikan oleh Grice. Maksim-maksim tersebut adalah Maksim-maksim kuantitas, kualitas, relevansi, dan Maksim-maksim cara. Untuk mencapai komunikasi yang baik, menurut Grice penutur dan petutur harus mentaati prinsip kerjasama dalam percakapan. Akan tetapi, menurut Sperber dan Wilson suatu percakapan tidak harus mentaati semua maksim dalam prinsip kerjasama Grice, menurut mereka yang terpenting adanya relevansi antara yang diujarkan dengan konteks yang melatarbelakangi percakapan.

Berdasarkan analisis data 1, teks percakapan antara P1 dan P2 melanggar maksim cara. Adapun penjelasannya yaitu sebagai berikut: Penyampaian yang dilakukan P1 dengan cara terbata-bata dan tidak disampaikan secara ringkas. P1 mempertanyakan kesediaan P2 untuk mendengarkan berita buruk yang dia bawa. Berdasarkan maksim cara, P1 seharusnya menyampaikan pesan tersebut secara langsung tanpa mempertanyakan kesediaan P2. Selain itu, jawaban dari P2 mengandung ambiguitas, hal tersebut dapat terlihat pada kalimat “Katakan”

disertai ekspresi wajah dengan mata melotot. Mata melotot menandakan bahwa P2 terkejut dan tidak menginginkan berita buruk tersebut, tapi karena berita buruk tersebut sangat dibutuhkan maka P2 memerintahkan P1 untuk menyampaikannya. Pelanggaran terhadap maksim-maksim Grice akan mengakibatkan implikatur. implikatur pada teks percakapan data 1 yaitu P2 melototkan matanya karena terkejut dan tidak mengharapkan ada berita buruk.

Berdasarkan analisis data 1. Percakapan antara P1 dan P2 mentaati maksim berikut:

1. Maksim kuantitas. Maksim kuantitas ditaati karena P2 memberikan jawaban yang diinginkan oleh P1 dan tidak berlebih-lebihan. P2 hanya mengatakan “Katakan” sebagai jawabannya.

2. Maksim kualitas. Maksim ini terpenuhi dikarenakan P1 menyampaikan berita yang benar berdasarkan apa yang sedang terjadi yaitu berita buruk berdasarkan kejadian yang dilihat oleh anak buah Panglima dan benar-benar terjadi. Hal tersebut dapat dilihat pada penggalan kalimat “Mereka tidak menyerang, Panglima. Tetapi anak buah kita melihat tembakan api

terus-menerus dilontarkan ke udara di dalam benteng”.

3. Maksim relevansi. Berdasarkan kutipan pada maksim kualitas dapat dilihat bahwa apa yang disampaikan dengan situasi yang terjadi saling berhubungan. Ekspresi dari P2 dan jawaban dari P1 menunjukan bahwa adanya persamaan pengetahuan mengenai ekspansi ke Wina. Maksim relevansi dari Grice dapat mewakilkan teori relevansi dari Sperber dan Wilson.

2. Data 2

Berdasarkan analisis data 2 diketahui bahwa yang menjadi topik pembicaraan antara P1 dan P2 yaitu Jilbab mengakibatkan P1 sulit mendapatkan pekerjaan. Kesadaran akan konteks dalam suatu percakapan sangat dibutuhkan agar yang dibicarakan relevan. Konteks fisik atau tempat terjadinya peristiwa ujaran yaitu di dalam bus di kota Wina. P1dan P2 merupakan teman baik, oleh karena itu percakapan terjadi dengan akrab. P1 memberitahukan kepada P2 bahwa memakai jilbab membuat dia susah untuk mendapatkan pekerjaan di negara yang kaum muslimnya menjadi minoritas. P2 beranggapan bahwa P1 sulit mendapatkan pekerjaan karena klasifikasinya yang kurang sesuai. P1 memiliki pengetahuan yang lebih mengenai cara orang melakukan muslim di negara minoritas Islam.

Prinsip percakapan Grice memiliki empat maksim yaitu maksim kuantitas, kualitas, relevansi dan maksim cara. Maksim yang dilanggar menutupi maksim yang lainnya. Misalnya melanggar maksim kuantitas untuk tercapainya maksim kualitas. Maksim relevansi dari Grice sama dengan teori relevansi yang dimiliki Sperber dan Wilson. Menurut mereka yang terpenting dalam suatu percakapan adalah relevansi antara konteks dan percakapan yang dilakukan.

Maksim-maksim yang ada pada prinsip kerjasama dapat di langgar untuk tujuan tertentu. Misalnya dengan cara memberikan informasi yang lebih dari pada yang dibutuhkan oleh petutur. Hal tersebut dikarenakan penutur ingin menyampaikan informasi yang lebih detail sehingga pentutur dapat lebih mengerti. Informasi yang di luar makna semantis serng disebut implikatur. Berdasarkan analisis pada data 2, implikatur dari konteks percakapan antara P1 dan P2 yaitu P1 memperkuat pernyataannya dengan melontarkan pertanyaan balik kepada P2.

Dalam teks percakapan data 2 ada beberapa maksim dari prinsip kerjasama yang dilanggar yaitu:

1. Melanggar maksim kuantitas. Maksim kuantitas dilanggar karena jawaban dari P1 memiliki informasi yang lebih atau tidak sesuai dengan yang ditanyakan secara semantis. P2 menanyakan kepada P1 bahwa sulitnya mendapaatkan pekerjaan mungkin karena kualifikasi atau pengalaman P1 yang kurang dalam pekerjaan sehingga menyebabkan dia susah mendapatkan pekarjaan. Secara semantis seharusnya P1 menjawab dengan “iya” atau “tidak”. Akan tetapi, P1 memberikan informasi yang lebih dengan menjelaskan alasan dari jawabannya. Hal tersebut dapat terlihat kutipan berikut “Ah, tadinya kupikir juga demikian, Hanum. Sampai kuturunkan pilihanku. Katakan padaku, apakah profesionalitas dan kompetensi sangat dibutuhkan sekadar untuk menjadi portir dalam dapur?”

2. Maksim cara. Pelanggaran pada maksim ini disebabkan karena jawabam P1 tidak disampaikan dengan ringkas kepada P2. Selain itu, P1 menjawab pertanyaan dari P2 dengan memberikan pertanyaan kembali untuk memperkuat alasan yang disampaikannya. Secara konvensional jawaban dari pertanyaan P2 hanya membutuhkan benar atau salah dari perkiraan yang dilontarkan P2.

Berdasarkan analisis data 2, konteks percakapan antara P1 dan P2 memenuhi maksim-maksim berikut:

1. Maksim kualitas. Percakapan yang dilakukan oleh P1 dan P2 mentaati maksim kualitas karena pernyataan P1 berdasarkan kepada

pengalamannya. P1 menguatkan pendapatnya dengan mengatakan pekerjaan yang dia lamar seharusnya tidak memerlukan profesionalitas dan kompetensi yang dinyatakan oleh P2. P1 melamar sebagai tukang portir di dapur dan masih tidak di terima. Peristiwa tersebut dapat dibuktikan melalui kutipan berikut, “...apakah profesionalitas dan kompetensi sangat

dibutuhkan sekadar untuk menjadi portir dalam dapur?”

2. Maksim relevansi. Maksim ini terpenuhi karena percakapan antara P1 dan P2 sesuai dengan topik yang melatarbelakangi pembicaraan mereka. Berdasarkan analisis data 2, topik percakapan yaitu berjilbab mengakibatkan sulit mendapatkan pekerjaan. P2 memberikan sanggahannya kepada P1 atas pernyataan dan topik yang sedang mereka bicarakan. Sanggahan dari P2 dapat dilihat pada kutipan berikut, “Kenapa kau tak berpikir, mungkin mmm...kualifikasimu kurang sesuai, atau pengalaman kerjamu kurang sehingga perusahaan di sini tidak menerimamu?” P2 tidak sepaham dengan P1 jikalau jilbab dapat menjadi salah satu faktor sulitnya mendapatkan pekerjaan. Sanggahan atau pernyataan dari P2 di respon baik oleh P1 dengan memberikan contoh pengalaman pribadinya.

3. Data 3

Berdasarkan analisis data 3, percakapan antara P1 dan P2 dilatarbelakangi oleh topik coklat Milka. P1 menawarkan coklat Milka kepada P2 untuk memberi kesan yang baik sewaktu perkenalan. P2 menolak pemberian P1 karena dia sedang berpuasa. Percakapan terjadi di kelas bahasa Jerman, karena itu P1 mencampur bahasanya dengan bahasa Jerman dan dengan nada yang akrab. Percakapan antara P1 dan P2 menyimpan sebuah implikatur. implikatur adalah sesuatu informasi yang disampaikan diluar ujaran secara konvensional. Implikatur pecakapan juga terjadi karena adanya pelanggaran terhadap maksim dalam prinsip kerjasama yang dinyatakan oleh Grice. Implikatur percakapan antara P1 dan P2 yaitu P2 menolak pemberian P1 karena melakukan ibadah puasa.

Maksim Grice yaitu berupa berupa maksim: 1) kuantitas yang berkaitan dengan keinformatifan suatu ujaran; 2) maksim kualitas yang berhubungan dengan kebenaran; 3) maksim relevansi yang menuntut kerelevalan antara ujaran

dan konteks; 4) dan maksim cara berkaitan dengan cara dan informasi yang disampaikan bisa di mengerti atau tidak. Pelanggaran terhadap maksim-maksim Grice berdasarkan pada analisis data 3 yaitu sebagai berikut:

1. Maksim kuantitas. Pelanggaran terhadap maksim ini terjadi pada saat jawaban P2 atas tawaran P1 untuk menerima cokelat pemberiannya. Hal tersebut dapat terlihat pada kutipan yang terdapat dalam analisis data 3. P2 melanggar maksim kuantitas karena tidak memberikan informasi yang dibutuhkan oleh P1. P2 tidak menyebutkan namanya, akan tetapi memberikan pernyataan sukanya terhadap coklat yang ditawarkan P1. P2 tidak menerima coklat itu meskipun dia suka.

2. Maksim cara. Pelanggaran terjadi karena P2 tidak menjawab pertanyaan P1secara tertata dan singkat. P2 tidak menjawab siapa namanya dan menjelaskan kenapa dia menolak pemberian P1. Alasan penolakan itu tidak dipertanyakan oleh P1, akan tetapi P2 menjelaskan alasannya sehingga P1 tidak merasa tersinggung.

Maksim yang terpenuhi dalam percakapan antara P1 dan P2 berdasarkan analisis data 3, yaitu sebagai berikut:

1. Maksim kualitas. Maksim ini terpenuhi karena jawaban P2 tidak bisa mernerima pemberian dari P1 dikarenakan dia memang sedang berpuasa. Ada alasan yang dapat di pertanggungjawabkan kebenarannya dikarenakan yang menyampaikan alasan tersebut adalah orang yang mengalaminya. 2. Maksim relevansi. Maksim relevansi berhubungan dengan teori relevansi

yang dinyatakan oleh Sperber dan wilson. Sperber dan Wilson menyanggah prinsip kerjasama Grice. Menurut mereka dengan adanya relevansi, komunikasi akan berjalan dengan lancar. Teori relevansi ditepati karena P1 dan P2 memiliki pengetahuan yang sama mengenai puasa pada hari senin-kamis. Selain itu, P1 dan P2 sama-sama mengetahui coklat Milka sehingga percakapan mereka menjadi relevan.

4. Data 4

Implikatur sering kali dikaitkan dengan Grice, yang mengasumsikan di dalam komunikasi hendaklah bekerjasama dengan petutur agar komunikasi efisien dan efektif. Partisipan komunikasi harus mematuhi prinsip kerjasama yang

dapat dijabarkan menjadi empat maksim, yaitu maksim kuantitas, kualitas, relevansi, dan maksim cara. Namun, partisipan komunikasi pada umumnya tidak mematuhi prinsip kerjasama. Salah satu sebabnya adalah komunikasi itu tidak selalu berupa penyampaian pesan atau informasi saja. Informasi yang ingin disampaikan oleh penutur di luar makna semantis suatu ujaran haruslah memiliki kesesuain konteks antara penutur dan petutur. Konteks tersebut berupa konteks dimana peristiwa itu terjadi, situasi apa, konteks sosial seperti apa, dan pengetahuan mengenai konteks pada saat berlangsungnya percakapan. Implikatur dalam percakapan antara P1 dan P2 berdasarkan analisis data 4 yaitu P2 menolak ajakan P1 untuk menghangatkan badan di kafe.

Penggalan percakapan pada data 4 terlihat bahwa peristiwa komunikasi terjadi di Bukit Kahlenberg karena cuaca dingin mereka pindah ke Gereja Saint Joseph. Berdasarkan pengetahuan yang dimiliki P1 bahwa wanita yang berjilbab akan merasa tidak nyaman masuk ke dalam gereja. Akan tetapi, berdasarkan jawaban P2 pada konteks percakapan data 4 terlihat bahwa P2 tidak merasa keberatan mengeni hal tersebut.

Dalam penggalan percakapan berdasarkan analisis data 4, antara P1 dan P2 terdapat beberapa pelanggaran maksim dalam prinsip kerjasama Grice, yaitu sebagai berikut:

1. Maksim kuantitas. Maksim ini dilanggar karena tanggapan atau jawaban P2 memberikan informasi lebih banyak dari pada yang diperlukan oleh P1. Jawaban yang diberikan P2 secara tak langsung tidak hanya menolak saran yang diberikan oleh Hanum, tetapi juga memberikan sebuah alasan. Alasannya yaitu gereja memiliki relief yang artistik sehingga P1 mengurungkan niatnya mengajak P2 menghangatkan badan di kafe. Dalam prinsip kerjasama Grice, maksim kuantitas ditaati apabila informasi yang diberikan seinformatifmungkin dan tidak lebih dari yang diinginkan oleh petutur atau lawan bicara.

2. Maksim cara. Maksim ini dilanggar karena cara P2 menanggapi pertanyaan P1 disampaikan berlebihan dari informasi yang dibutuhkan dan tidak singkat. Berdasarkan analisis data 4, secara literal seharusnya P2

menjawab pertanyaan atau ajakan P1 dengan ikut atau menolak ajakan P1 tanpa memberikan alasan. Maksim cara menuntut agar informasi yang disampaikan jelas, singkat, dan tertata.

Adapun maksim yang terpenuhi dalam percakapan pada penggalan percakapan berdasarkan analisis data 4, yaitu sebagai berikut:

1. Maksim kualitas. Maksim ini dalam prinsip kerjasama Grice ditaati apabila mengatakan sesuatu yang benar dan dapat dibuktikan kebenarannya. Berkaitan dengan hal tersebut, tanggapan P2 bahwa mereka sudah terlanjur berlari ke gereja dan di dalam banyak patung reilief yang artistik, benar secara faktual dan dapat dibuktikan. Dengan demikian maksim kualitas dapat ditaati.

2. Maksim relevansi. Selain dari teori Grice mengenai prinsip kerjasama, teori Sperber dan Wilson terpenuhi dalam penggalan percakapan yang dilakukan oleh P1 dan P2. Sperber dan Wilson berpendapat bahwa yang terpenting dari prinsip kerjasama adalah adanya relevansi. Maksim relevansi atau relevan secara semantis merujuk kepada komunikasi yang saling berhubungan atau berkaitan dengan hal yang sedang dibicarakan. Atas dasar konsep tersebut, pertanyaan yang dilontarkan P2 kenapa harus pindah dan alasannya kenapa harus melanjutkan untuk menghangatkan diri di gereja mentaati maksim relevansi. P1 dan P2 memiliki pengetahuan yang sama mengenai wanita berjilbab tidak seharusnya di gereja. Akan tetapi karena mereka memiliki alasan untuk menghangatkan diri, P2 tidak merasa keberatan berada di gereja. P2 sudah pernah berkunjung ke gereja tersebut sebelumnya.

5. Data 5

Implikatur terjadi apabila ada pelanggaran terhadap beberapa maksim dari prinsip kerjasama Grice. Ia mengatakan dalam percakapan seorang pembicara mempunyai maksud tertentu ketika mengujarkan sesuatu. Maksud yang ingin disampaikan haruslah memiliki kesesuaian dengan konteks dalam proses ujaran. Implikatur pada konteks percakapan antara P1 dan P2 berdasarkan analisis data 5 yaitu P1 tidak keberatan membicarakan mengenai gereja. P1 menjelaskan alasan

kenapa menyuruh P2 untuk diam tiba-tiba. Ketidakberatan P1 dinyatakan melalui alasan dia menyuruh P2 diam sejenak yaitu dengan mengungkapkan kekesalannya terhadap turis yang sedang mengolok-olok Islam.

Dalam penggalan percakapan pada analisis data 5 percakapan terjadi di sebuah kafe dalam situasi yang santai. Selain dari konteks peristiwa percakapan terjadi, konteks pengetahuan dari ujaran yang dilontarkan juga sangat mempengaruhi proses memahami ujaran. Berdasarkan analisis data 5, P1 dan P2 sama-sama mengetahui bahwa croissant menyerupai bulan salah satu lambang dari bendera Turki. Roti Croissant dibuat untuk merayakan kekalahan Turki saat melakukan ekspansi ke Wina pada abad ke-17 M. Turis-turis yang di kafe memanfaatkan hal tersebut untuk mengolok-olok Islam sehinnga memicu emisi Hanum.

Komunikasi yang dilakukan tidaklah hanya sekedar memberikan pesan sehingga peserta komunikasi sering melanggar prinsip kerjasama Grice. Adapun maksim-maksim yang dilanggar dalam penggalan percakapan analisis data 5 yaitu sebagai berikut:

1. Maksim kuantitas. Jawaban yang diberikan oleh P1 melebihi dari informasi yang dibutuhkan oleh P2 sehingga jawaban P1 melanggar maksim kuantitas dari prinsip kerjasama Grice. P1 mengetahui maksud dari pertanyaan P2, P1 menjawab pertanyaan tersebut dengan menjabarkan alasannya, terlihat dalam kutipan berikut, “Kurasa tamu di balik tembok ini sedang menjelek-jelakan Islam. Mereka menyebut croissant melambangkan bendera Turki yang bisa dimakan. Kau makan croissant artinya makan Islam! Pokoknya menyebalkan!”

2. Maksim cara. Pelanggaran terhadap maksim ini karena P1 memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan pertanyaan yang lontarkan P2. Jawaban P1 tidak disampaikan dengan tertata dan tidak singkat. Cara P1 menyuruh P2 untuk diam sejenak memberikan ekspresi yang tidak jelas sehingga P2 tidak mengerti kenapa dia diminta untuk diam.

Maksim yang terpenuhi dalam penggalan percakapan pada analisis data 5 yaitu sebagai berikut:

1. Maksim kualitas. Jawaban P1 mengenai turis yang mengolok-olok Islam dengan roti croissant memang terjadi pada saat proses pengupingan yang dia lakukan. Dengan demikian, jawaban P1 mentaati hukum maksim kualitas karena maksim kualitas berkaitan dengan kebenaran yang terkandung dalam ujaran atau informasi yang disampaikan.

2. Maksim Relevansi. Maksim ini terpenuhi dikarenakan hal yang dibicarakan memiliki keterkaitan dengan konteks yang melatar belakangi pembicaraan. Teori relevansi Sperber dan Wilson sama halnya dengan maksim relevansi yang ada pada prinsip kerjasama Grice. P1 menyampaikan informasi yang sesuai dengan konteks dan kejadian sebenarnya yaitu mengenai beberapa turis yang menjelek-jelekkan Islam.

6. Data 6

Berdasarkan analisis data 6 konteks percakapan terjadi di ruang kelas pada saat pelajaran tarikh Islam. P2 memotivasi murid-muridnya dengan mimpinya mengunjungi Eropa untuk menapak jejak perjalanan Islam. P2 dalam menjawab pertanyaan yang diajukan oleh P1 tidak mematuhi prinsip kerjasama yang dicetuskan oleh Grice. Kerjasama tersebut dilihat dari kepatuhan untuk mentaati maksim-maksim yang ada. Maksim tersebut yaitu maksim kuantitas yang berkaitan dengan informasi yang disampaikan, maksim kualitas berkaitan dengan kebenaran informasi, maksim relevansi berkaitan dengan relevan atau tidaknya ujaran terhadap konteks percakapan, dan maksim cara yang berkaitan dengan cara dalam penyampaian informasi. Pelanggaran terhadap maksim-maksim tersebut akan menimbulkan implikatur. implikatur pada data 6 berdasarkan analisis data 6 yaitu P2 ingin ke Wina untuk mempelajari sejarah Islam. Selain dari teori Grice, peneliti juga menganalisa berdasarkan teori relevansi yang di cetuskan oleh Sperber dan Wilson. Maksim relevansi menjadi fokus utamanya dalam menentukan komunikasi antara penutur dan petutur berjalan dengan baik.

Penggalan percakapan pada analisis data 6 melanggar beberapa maksim dari prinsip kerjasama Grice. Maksim-maksim yang dilanggar yaitu:

1. Maksim kuantitas. Maksim kuantitas dilanggar oleh pak P2 karena dia tidak menjawab pertanyaan yang diucapkan oleh P1. Secara tidak langsung pak P2 ingin mengatakan bahwa dia ingin pergi ke Wina untuk belajar mengenai sejarah Islam. Akan tetapi, informasi yang diberikan oleh P2 lebih dari yang dibutuhkan oleh P1. Pertanyaan P1 secara semantis telah mengandung pilihan jawaban untuk P2. Dia seharusnya menjawab berdasarkan pilihan tersebut, yaitu pergi ke Wina untuk belajar sejarah Islam atau untuk musik. Akan tetapi, P2 memberikan pernyataan seperti dalam kutipan berikut, “Wina-lah kota terakhir tempat ekspansi Islam berhenti” pernyataan tersebut meminta P1 menyimpulkan sendiri jawabannya.

2. Maksim cara. P2 melanggar maksim cara karena dia menyampaikan jawaban dari pertanyaan P1 tidak tertata dan memiliki ambiguitas. Jawaban dari pak P2 tidak menegaskan apakah dia ingin ke Wina untuk belajar sejarah Islam atau musik. P2 memberikan pernyataan yang mengiginkan P1 untuk menyimpulkannya sendiri. Berdasarkan kepada konteks percakapan bahwa P2 mengutarakan keinginannya mempelajari sejarah Islam di Eropa maka P1 dapat menyimpulkan bahwa P2 ingin mempelajari sejarah Islam ke Wina. Wina terletak di Eropa bagian barat. Pernyataan dari P2 akan menjadi ambigu apabila P1 tidak mengetahui atau tidak bisa menebak maksud dari pernyataan P2. P1 akan menganggap peryataan P2 sebagai bagian pelajaran pada saat itu.

Berdasarkan analisis data 6, percakapan antara P1 dan P2 memenuhi maksim-maksim berikut:

1. Maksim kualitas. Maksim kualitas ditaati oleh P2 karena apa yang dikatakannya benar. Wina merupakan ekspansi terakhir Turki untuk menyebarkan Islam di Eropa karena di Wina Turki mengalami ke kalahan. Wiina memiliki sejarah Islam yang pentung di Eropa, karena itu P2 mengiginkan pergi ke Wina.

2. Maksim relevansi. Jika maksim relevansi ditaati secara otomatis teori relevansi dari Sperber dan Wilson terpenuhi. Maksim relevansi terpenuhi karena jawaban dari P2 sesuai dengan konteks yang melatar belakanginya

yaitu keinginan dia untuk mengunjungi Eropa khususnya Wina untuk tapak tilas sejarah Islam.

7. Data 7

P1 dan P2 berdasarkan analisis data 7 melakukan percakapan mengenai menyesuaikan diri di negeri minoritas Islam. P1 melakukan percakapan dengan P2 di kafe dengan situasi yang santai. Mereka membicarakan cara bersikap menjadi seorang muslim yang tidak emosian di negara dimana muslim menjadi kaum minoritas. P2 memiliki banyak pengalaman mengenai hal tersebut. P2 sebagai teman P1 memberikan nasehat untuk menyikapi cemooh atau perlakuan tidak menyenangkan yang disebabkan alasan agama ataupun etnis.

Percakapan antara P1 dan P2 menggar beberapa prinsip kerjasama Grice. Prinsip kerjasama bukanlah suatu aturan yang mutlak dipenuhi oleh penutur atau petutur. Prinsip kerjasama Grice memiliki empat maksim yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara. Suatu percakapan tidak selalu memiliki makna sesuai dengan makna konvensionalnya, ada maksud tertentu di luar makna harfiah yang ingin disampaikan oleh penutur. Maksud tertentu tersebut dinamakan implikatur. implikatur dalam percakapan antara P1 dan P2 berdasarkan analisis data 7 yaitu P2 tidak sepaham dengan P1. Ahli lainnya yaitu Sperber dan Wilson dalam teori relevansinya hanya menyetujui bahwa yang dapat mewakilkan setiap maksim dalam prinsip kerjasama Grice adalah maksim relevansi.

Pelanggaran terhadap maksim relevansi yang dilakukan dalam percakapan P1 dan P1 dalam penggalan percakapan pada analisis data 7 yaitu:

1. Maksim kuantitas. Maksim kuantitas menuntut agar informasi yang diberikan kepada lawan bicara sesuai dengan apa yang dibutuhkannya. Dari pertanyaan P1, dia membutuhkan bagaimana cara P2 tidak marah menghadapi orang-orang yang bercanda mengenai Islam. Jawaban yang diberikan oleh P2 memiliki informasi yang lebih dari yang dibutuhkan oleh P1. P2 menjelaskan pengalamannya terlebih dahulu, pengalaman P2 sebenarnya bukan merupakan informasi yang diinginkan oleh P1 berdasarkan dari pertanyaannya secara semantis. P2 memberikan informasi

yang lebih dengan tujuan P1 agar lebih memahami apa yang dia sampaikan.

2. Maksim cara. Maksim cara dilanggar karena P2 memberikan informasi yang tidak singkat. Pelanggaran tersebut terjadi pada bagian kedua dalam

Dokumen terkait