• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan

Dalam pembahasan ini diuraikan tentang hasil penelitian mengenai peningkatan prestasi belajar penjumlahan dan pengurangan pecahan menggunakan alat peraga teropong pecahan di kelas IV SDN Warangan I. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan alat peraga teropong pecahan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada materi penjumlahan dan pengurangan pecahan. Hal itu sesuai dengan pendapat Pitadjeng (2006: 141-142) bahwa alat peraga teropong pecahan digunakan untuk membantu

anak memahami konsep pecahan, membandingkan dua pecahan (relasi <, =, dan >), penjumlahan dan pengurangan pecahan. Hal itu dibuktikan dengan adanya peningkatan rata-rata dan ketuntasan belajar siswa dari tahap pra siklus ke siklus I, dan siklus II.

Peningkatan prestasi belajar pada materi penjumlahan dan pengurangan pecahan dapat dilihat melalui hasil peningkatan rata-rata kelas dalam setiap tahapan penelitian, yaitu pada tahap pra siklus nilai rata-rata pre-test

sebanyak 43,78, pada akhir siklus I nilai rata-ratapost-testsebanyak 60,2, dan pada akhir siklus II nilai rata-rata post-test sebanyak 80,67, sehingga pada siklus II nilai rata-rata kelas telah mencapai indikator keberhasilan penelitian yang ditetapkan yaitu ≥65 dari skor maksimum ideal 100. Perbandingan nilai rata-rata pre test, akhir siklus I, akhir siklus II disajikan pada gambar 13.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Pre test Siklus I Siklus II

Perbandingan Nilai Rata-rata Hasil Pre-test, Post-test Akhir Siklus I, dan Post-test Akhir Siklus II

43.78

60.2

80.67

Gambar 14. Grafik Perbandingan Nilai Rata-rata HasilPre-test, Post-test

Peningkatan rata-rata kelas terjadi karena adanya penggunaan alat peraga teropong pecahan dalam pembelajaran. Sebelum adanya tindakan, siswa hanya mendengarkan penjelasan guru saja yang mengakibatkan kurang memahami materi yang disampaikan oleh guru dan tidak terlibat aktif dalam pembelajaran sehingga hasil belajar pada pra tindakan rendah. Pada siklus I terjadi peningkatan sebanyak 16,42 dari pra tindakan. Terjadinya peningkatan tersebut karena telah digunakannya alat peraga teropong pecahan. Akan tetapi, nilai tersebut belum mencapai KKM yang telah ditetapkan karena pada siklus I siswa baru pertama kali menggunakan alat peraga tersebut sehingga masih mengalami kesulitan dalam memahami aturan penggunaannya. Pada siklus II terjadi peningkatan sebanyak 20,47 dari siklus I. Terjadinya peningkatan tersebut karena telah dilakukan refleksi pada siklus sebelumnya dan dilakukan perbaikan berupa aturan penggunaan alat peraga teropong pecahan lebih ditekankan, sehingga siswa tidak mengalami kesulitan lagi dan tepat pada saat menggunakan alat peraga teropong pecahan.

Jumlah siswa yang mencapai KKM ≥65 pada tahap pra siklus hanya 4 siswa dari 15 siswa, pada tahap siklus I mengalami peningkatan sebanyak 4 siswa sehingga menjadi 8 siswa, pada tahap siklus II mengalami peningkatan sebanyak 5 siswa sehingga menjadi 13 siswa. Dengan demikian, pada siklus II jumlah siswa yang sudah mencapai KKM adalah sebanyak 13 siswa. Hali itu sesuai dengan pendapat Nana Sujana (2005:99-100) bahwa pengguanaan alat peraga dalam pengajaran diutamakan untuk mempertinggi mutu belajar-pembelajaran. Dengan perkataan lain menggunakan alat peraga, hasil belajar

yang dicapai akan tahan lama di ingat siswa sehingga pelajaran mempunyai nilai tinggi. Sesuai dengan pendapat Nana Sujana tersebut, dengan menggunakan alat peraga hasil belajar yang dicapai akan tahan lama di ingat siswa. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah siswa yang mencapai KKM pada setiap akhir siklus.

Persentase ketuntasan belajar pada tahap pra siklus yaitu 26,67%, pada akhir siklus I 53,33%, pada akhir siklus II 86,67%, sehingga pada akhir siklus II ketuntasan belajar siswa telah mencapai indikator keberhasilan penelitian yang ditetapkan yaitu jumlah siswa yang mencapai KKM sebanyak 75% dari jumlah seluruh siswa. Perbandingan persentasi jumlah siswa yang tuntas belajar pada materi penjumlahan dan pengurangan pecahan menggunakan alat peraga teropong pecahan pada pra siklus, akhir siklus I, dan akhir siklus II disajikan pada gambar 14.

Gambar 15. Grafik Perbandingan Persentase Jumlah Siswa yang Tuntas Belajar pada Pra siklus, Akhir Sklus I, dan Akhir Siklus II

Peningkatan persentase jumlah siswa yang tuntas belajar pada setiap siklus merupakan suatu wujud dari keefektifan penggunaan alat peraga teropong pecahan. Pada tahap pra siklus, siswa yang tuntas belajar hanya mencapai angka 26,67% karena belum digunakannya alat peraga teropong pecahan dalam pembelajaran matematika materi penjumlahan dan pengurangan pecahan. Siswa hanya mendengarkan penjelasan guru saja sehingga kurang memahami materi yang disampaikan guru. Pada siklus I, terjadi peningktanan jumlah siswa yang tuntas belajar sebanyak 26,66%. Pada siklus ini, guru membentuk kelompok-kelompok kecil di dalam kelas. Pembentukan kelompok ini bertujuan apabila dalam kelompok tersebut terjadi kesulitan seperti misalnya belum memahami peraturan penggunaan alat peraga teropong pecahan, siswa yang sudah paham dapat membantu siswa yang mengalami kesulitan, sehingga terjadi kerjasama yang baik di dalam kelompok dan jumlah siswa yang tuntas dapat meningkat. Pada siklus II mengalami peningkatan lagi sebanyak 33,34% sehingga mencapai angka 86,67%. Peningkatan tersebut terjadi karena adanya bimbingan guru selama pembelajaran berlangsung sehingga siswa dapat memahami aturan penggunaan alat peraga teropong pecahan dan tidak kesulitan dalam memperagakan penjumlahan dan pengurangan menggunakan alat peraga tersebut. Faktor lain yang mempengaruhi peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa adalah kerjasama anggota kelompok yang semakin baik lagi dibandingkan dengan siklus I dimana siswa yang sudah paham membantu

siswa yang belum paham membuat bertambahnya siswa tuntas belajar pada hasil test nya.

Persentase rata-rata skor aktivitas guru dan siswa dalam penggunaan alat peraga teropong pecahan dari siklius I ke siklus II meningkat sebesar 19,17% yaitu dari 70,83% menjadi 90%. Berdasarkan hasil observasi pada siklus II, dapat disimpulkan bahwa setiap butir amatan aktivitas guru dan siswa dalam penggunaan alat peraga teropong pecahan telah digunakan dengan sangat baik dalam pelaksanaan tindakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Pitadjeng (2006:52) bahwa pemilihan media belajar, khususnya alat peraga matematika, dapat memudahkan anak untuk belajar jika tepat. Tetapi jika kurang tepat dapat menimbulkan salah konsep pada anak. Sesuai dengan pendapat Pitadjeng tersebut, penggunaan alat peraga teropong pecahan dalam materi penjumlahan dan pengurangan pada pecahan dapat memudahkan belajar siswa dan secara umum dapat berjalan dengan baik seperti yang dapat dilihat dari hasil observasi.

Perbandingan persentase rata-rata skor aktivitas guru dan siswa dalam penggunaan alat peraga teropong pecahan pada hasil observasi siklus I dan siklus II dapat dilihat pada gambar 15.

0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% 100.00% Siklus I Siklus II

Persentase Rata-rata Skor Aktivitas Guru dan Siswa dalam Penggunaan Alat Peraga Teropong Pecahan

Hasil Observasi Siklus I dan Siklus II

70.83%

90.00%

Gambar 16. Grafik Perbandingan Persentase Rata-rata Skor Aktivitas Guru dan Siswa dalam Penggunaan Alat Peraga Teropong Pecahan Hasil

Observasi Siklus I dan Siklus II

Pada grafik di atas, terjadi peningkatan sebanyak 19,17%. Hal tersebut membuktikan bahwa alat peraga teropong pecahan tepat digunakan serta memudahkan anak dalam memahami materi penjumlahan dan pengurangan pecahan sehingga aktivitas guru dan siswa dalam penggunaan alat peraga teropong pecahan secara umum berjalan baik dan terjadi peningkatan.

Berdasarkan data hasil belajar siswa dari tahap pra siklus sampai siklus II dapat disimpulkan bahwa penggunaan alat peraga teropong pecahan dapat meningkatkan prestasi belajar materi penjumlahan dan pengurangan pecahan pada siswa kelas IV SDN Warangan I.

Dokumen terkait