UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN PECAHAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA
TEROPONG PECAHAN DI KELAS IV SDN WARANGAN I
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Wahidatul Arifah NIM 12108241166
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
MOTTO
“Berhitung itu dimulai dari angka terkecil hingga terbesar, seperti hal nya menimba ilmu, dimulai dari hal kecil yang bisa menghasilkan hal besar”
(Penulis)
“Ilmu itu diperoleh dari lidah yang gemar bertanya serta akal yang suka berpikir” (Abdullah bin Abbas)
PERSEMBAHAN
Teriring ucapan Alhamdulillah, karya ini saya persembahkan untuk:
1. Kedua orang tuaku yang telah memberikan dukungan material maupun spiritual dalam penyusunan skripsi ini.
UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN PECAHAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA
TEROPONG PECAHAN DI KELAS IV SDN WARANGAN I
Oleh Wahidatul Arifah NIM 12108241166
ABSTRAK
Prestasi belajar penjumlahan dan pengurangan pecahan siswa kelas IV SDN Warangan I masih rendah. Salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya penggunaan alat peraga matematika. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar penjumlahan dan pengurangan pecahan menggunakan alat peraga teropong pecahan di kelas IV SDN Warangan I.
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan dengan model spiral Kemmis & Mc. Tanggart (Sujati: 2003: 23) Langkah kegiatan setiap siklus dalam penelitian terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN Warangan 1 yang berjumlah 14 siswa. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi dan tes dengan instrumen penelitian yaitu lembar observasi dan soal tes. Teknik analisis data berupa analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prestasi belajar penjumlahan dan pengurangan pecahan menggunakan alat peraga teropong pecahan di kelas IV SDN Warangan I. Hal itu ditunjukkan oleh peningkatan jumlah siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dan peningkatan nilai rata-rata tes. Jumlah siswa yang mencapai KKM pada pre-test sebesar 26,67%, akhir siklus I sebesar 53,33%, dan pada akhir siklus II sebesar 86,67% siswa telah mencapai KKM, sedangkan nilai rata-rata tes sebelum tindakan adalah 43,78, akhir siklus I adalah 60,20, dan akhir siklus II adalah 80,67.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan Menggunakan Alat Peraga Teropong Pecahan di Kelas IV SDN Warangan I”. Penyusunan skripsi ini disusun sebagai persyaratan guna memperoleh gelar sarjana pendidikan.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, arahan, perhatian, pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menempuh studi di universitas ini.
2. Dekan FIP UNY yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
3. Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar FIP UNY yang telah memberikan ijin dalam penyusunan proposal skripsi ini.
4. Bapak Petrus Sarjiman, M. Pd. selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan mengarahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Ibu Dra. Yosephine Nurasih selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan nasehat terkait dengan hal-hal akademik kepada penulis.
7. Ibu Umi Sismawati, S. Pd.SD selaku guru kelas IV SD Negeri Warangan 1 yang telah bekerjasama dan membantu dalam pelaksanaan penelitian.
8. Seluruh siswa kelas IV SD Negeri Warangan 1 yang telah bersedia menjadi subjek dalam penelitian ini.
9. Bapak, Ibu dan kedua adikku beserta keluarga yang selalu mendukung dan memberi motivasi.
10. Teman-teman seperjuangan kelas B yang selalu mendukung dalam penyusunan skripsi ini.
11. Sahabat pelangi, sahabat seperjuangan yang selalu memberi motivasi.
12. Renny Rakhma Tsani, Nur Endah Pratiwi, dan Eki Dwi Larasati, teman satu kontrakan yang selalu memberi motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. 13. Maulana Taufiqurrohman, yang selalu memberikan motivasi, dukungan serta
bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.
14. Semua pihak yang telah membantu serta memberi dukungan dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini terdapat kekurangan dan masih jauh dari sempurna, namun demikian penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat.
Yogyakarta, 24 Oktober 2016
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN... .ii
HALAMAN PERNYATAAN... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
HALAMAN MOTTO... v
HALAMAN PERSEMBAHAN... vi
ABSTRAK... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR GAMBAR... xiv
DAFTAR LAMPIRAN... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Identifikasi Masalah... 6
C. Pembatasan Masalah... 6
D. Rumusan Masalah... 6
E. Tujuan Penelitian... 7
F. Manfaat Penelitian... 7
G. Definisi Operasional... 8
BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar ... 10
1. Pengertian Prestasi Belajar... 10
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar... 12
B. Tinjauan Tentang Pembelajaran Matematika Materi Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan... 23
2. Konsep Penjumlahan Pecahan dan Pengurangan Pecahan ... 25
C. Tinjauan Tentang Alat Peraga Teropong Pecahan ... 28
1. Pegertian Alat Peraga... 28
2. Fungsi Alat Peraga... 29
3. Alat Peraga Teropong Pecahan... 31
D. Penelitian yang Relevan ... 43
E. Kerangka Pikir ... 44
F. Hipotesis Tindakan ... 46
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 47
B. SettingPenelitian ... 47
1. Tempat Penelitian... 47
2. Subjek Penelitian... 48
3. Objek Penelitian... 48
4. Waktu Penelitian... 48
C. Desain Penelitian... 49
D. Perencanaan dan Pelaksanaan Tindakan Penelitian... 50
C. Teknik Pengumpulan Data... 52
1. Observasi ... 53
2. Tes ... 53
D. Instrumen Penelitian... 53
1. Lembar Observasi... 54
2. Soal Tes... 54
E. Teknik Analisis Data... 55
1. Analisis Data Observasi... 56
2. Analisis Data Tes... 57
F. Kriteria Keberhasilan... 59
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 60
1. Deskripsi Data Awal Siswa Pra Siklus... 60
3. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan pada Siklus II... 78
B. Pembahasan... 96
C. Keterbatasan Penelitian... 103
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 104
B. Saran ... 104
DAFTAR PUSTAKA... 106
DAFTAR TABEL
hal Tabel 1 Kisi-kisi Instrumen Lembar Observasi... 54 Tabel 2 Kisi-kisi Soal Post Test Siklus I... 55 Tabel 3 Kriteria Penilaian... 56 Tabel 4 Kriteria Penilaian Lembar Observasi Aktivitas Guru dan Siswa
dalam Penggunaan Alat Peraga Teropong Pecahan... 57 Tabel 5 Kriteria Penilaian Tes Prestasi Belajar Penjumlahan dan
Pengurangan Pecahan... 58 Tabel 6 Data HasilPre-testpada Tahap Pra Siklus... 60 Tabel 7 Observasi Aktivitas Guru dan Siswa dalam Penggunaan Alat
Peraga Teropong Pecahan... 74 Tabel 8 Persentase Jumlah Siswa yang Tuntas Belajar pada Siklus I... 75 Tabel 9 Persentase Skor Aktivitas Guru dan Siswa dalam Penggunaan
Alat Peraga Teropong Pecahan pada Pelaksanaan Tindakan
Siklus II... 94 Tabel 10 Persentase Jumlah Siswa yang Tuntas Belajar Tahap Siklus I
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1 Ilustrasi Pecahan... 24
Gambar 2 Alat Peraga Teropong Pecahan dari Samping... 32
Gambar 3 Alat Peraga Teropong Pecahan dari Atas ... 33
Gambar 4 Lingkaran Pecahan ... 34
Gambar 5 Contoh Lingkaran Pecahan... 34
Gambar 6 Lingkaran Pecahan Tanpa Warna... 34
Gambar 7 Membandingkan Dua Pecahan... 36
Gambar 8 Penjumlahan Pecahan Berpenyebut Sama... 37
Gambar 9 Penjumlahan Pecahan Berpenyebut Berbeda... 37
Gambar 10 Pengurangan Pecahan Berpenyebut Sama... 38
Gambar 11 Pengurangan Pecahan Berpenyebut Berbeda... 39
Gambar 12 Skema Kerangka Pikir... 45
Gambar 13 Penelitian Tindakan Kelas Model Kemmis&Mc. Taggart... 49
Gambar 14 Grafik Perbandingan Nilai Rata-rata HasilPre-test, Post-test Siklus I danPost-testSiklus II... 97
Gambar 15 Grafik Perbandingan Persentase Jumlah Siswa yang Tuntas belajar pada pra Siklus, Akhir Siklus I, dan Akhir SIklus II... 99
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I dan Siklus II.... 108
Lampiran 2 Materi Pembelajaran Siklus I dan Siklus II... 125
Lampiran 3 Contoh Lembar Kerja Siswa Siklus I dan Siklus II... 127
Lampiran 4 SoalPre-test, Post-testSiklus I,Post-testSiklus II, dan Kunci Jawaban... 131
Lampiran 5 Hasil Observasi Aktivitas Guru dan Siswa... 145
Lampiran 6 Contoh Hasil PekerjaanPre-testdanPost-testSiswa... 153
Lampiran 7 Daftar Nilai Hasil Pre-test, Post-test Siklus I, dan Post-test Siklus II... 157
Lampiran 8 Surat Izin Penelitian... 158
Lampiran 9 Surat Keterangan Penelitian dari SDN Warangan I... 164
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kebutuhan penting bagi semua manusia. Salah satu peran penting pendidikan yaitu untuk mencerdaskan suatu bangsa. Di suatu bangsa, pendidikan juga memberi kontribusi yang cukup besar. Melalui pendidikan, bangsa Indonesia bisa terbebas dari kebodohan dan keterbelakangan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia sehingga memiliki motivasi yang tinggi untuk bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Pendidikan juga memainkan peranan penting dalam mengembangkan aspek fisik, intelektual, religius, moral, sosial, emosi, pengetahuan dan pengalaman peserta didik.
Pendidikan diselenggarakan tentu memiliki arah dan tujuan tertentu. Menurut Suharjo (2006:1), sekolah dasar pada dasarnya merupakan lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan enam tahun bagi anak-anak usia 6-12 tahun. Pendidikan di sekolah dasar dimaksudkan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada anak didik berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang bermanfaat bagi dirinya sesuai dengan tingkat perkembangannya, dan mempersiapkan mereka melanjutkan ke jenjang pendidikan sekolah menengah pertama.
Dalam pelaksanaan pendidikan, Matematika diberikan mulai dari sekolah dasar, pendidikan menengah, sampai pada jenjang pendidikan selanjutnya. Menurut Antonius Cahya Prihandoko, (2006:1) Matematika merupakan ilmu dasar yang sudah menjadi alat untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lain. Oleh karena itu, penguasaan terhadap matematika mutlak diperlukan dan konsep-konsep matematika harus dipahami dengan betul dan benar sejak dini. Hal itu menjadi tugas guru untuk menggunakan metode yang cocok dalam menyampaikan materi matematika pada saat pembelajaran agar konsep-konsep dalam matematika tersebut dapat dipahami oleh siswa.
Prihandoko (2006: 5) Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, dan eksperimen, sebagai alat pemecahan masalah melalui pola pikir dan model matematika, serta sebagai alat komunikasi melalui simbol, tabel, grafik, diagram dalam menjelaskan gagasan.
Menurut saya, pelajaran Matematika merupakan salah satu komponen dari serangkaian mata pelajaran yang berperan penting dalam dunia pendidikan. Matematika telah diajarkan kepada anak sejak kecil, mulai dari mengenalkan angka-angka dan diajak berhitung. Pelajaran Matematika juga berhubungan dengan kehidupan sehari-hari misalnya dalam jual beli, kita akan menjumpai penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.
konkret. Artinya untuk memahami suatu konsep, siswa masih harus diberikan kegiatan yang berhubungan dengan benda nyata atau kejadian nyata yang dapat diterima akal mereka. Anak usia SD perlu suatu media yang menarik agar lebih termotivasi ketika mengikuti pelajaran Matematika dan menjadi pelajaran yang disukai oleh anak-anak.
Berdasarkan wawancara peneliti dengan guru Matematika di SDN Warangan I kecamatan Pakis kabupaten Magelang di kelas 4 pada tanggal 8 Februari 2016, diperoleh hasil bahwa sebagian besar siswa belum memahami materi pecahan sehingga prestasi belajarnya rendah. KKM mata pelajaran Matematika di SDN Warangan I adalah 6,5. Pada ulangan harian I materi pecahan, dari 14 siswa, hanya 7 siswa yang mencapai KKM. Pada ulangan harian II, hanya 6 siswa yang mencapai KKM. Sebagian besar siswa baru mendapatkan nilai diatas 50. Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan siswa belum paham tentang konsep pecahan.
anak tersebut. Bahkan matematika dasar seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian pun belum dikuasai. Pada saat pelajaran Matematika berlangsung, semua siswa di kelas memperhatikan guru ketika sedang menjelaskan. Akan tetapi, ketika diberikan soal latihan, sebagian besar siswa tidak bisa mengerjakan.
penelitian tentang Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan Menggunakan Alat Peraga Teropong Pecahan di Kelas IV SD Negeri Warangan I.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit dibandingkan mata pelajaran lainnya.
2. Prestasi belajar matematika materi pecahan rendah.
3. Masih banyak guru yang belum optimal dalam menggunakan alat peraga atau media pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran matematika materi pecahan.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini akan dibatasi pada penggunaan alat peraga teropong pecahan dalam meningkatkan prestasi belajar matematika materi pecahan.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
“Bagaimana penggunaan alat peraga teropong pecahan dapat meningkatkan
siswa kelas IV SDN Warangan 1 Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang?”
E. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar matematika materi pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri Warangan I Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang dengan menggunakan alat peraga teropong pecahan.
F. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: 1. Bagi Siswa
a) Mempermudah pemahaman dan minat belajar siswa terhadap pelajaran Matematika materi pecahan dengan menggunakan alat peraga teropong pecahan.
b) Meningkatkan prestasi belajar matematika materi pecahan dengan menggunakan alat peraga teropong pecahan.
2. Bagi Guru
3. Bagi Peneliti
a) Peneliti mampu menemukan permasalahan yang ada dalam proses pembelajaran, sekaligus mencari alternatif pemecahan masalah yang tepat.
b) Peneliti mampu memperbaiki proses pembelajaran di dalam kelas dalam rangka meningkatkan kemampuan siswa menyelesaikan soal matematika pada materi pecahan.
c) Dengan pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini peneliti memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman tentang penelitian tindakan kelas.
4. Bagi Sekolah
Sebagai bahan masukan agar dapat mengetahui alat peraga yang bervariasi dalam memperbaiki dan meningkatkan kreativitas pembelajaran Matematika terutama materi pecahan.
G. Definisi Operasional
1. Prestasi belajar penjumlahan dan pengurangan pecahan
2. Alat peraga teropong pecahan
Alat peraga teropong pecahan adalah alat bantu pembelajaran yang digunakan untuk mengetahui nilai penjumlahan dan pengurangan pada pecahan yang melibatkan siswa secara langsung. Alat peraga teropong pecahan juga dapat digunakan untuk memahami konsep bilangan pecahan, dan membandingkan dua pecahan. Alat peraga ini terdiri atas 2 komponen, yang disebut penyangga dan lingkaran pecahan. Penyangga terbuat dari papan kayu berbentuk lingkaran berdiameter 20 dan di cat putih yang di bagian tengah ditancapkan kawat besi atau paku setinggi 10 cm. Lingkaran pecahan adalah bangun lingkaran yang terbuat dari mika, dengan diameter maksimal sama dengan diameter maksimal sama dengan diameter alas penyangga dan diberi lubang pada titik pusat lingkaran. Lingkaran pecahan dari mika tersebut menggambarkan nilai pecahan. Cara menggunakan alat peraga teropong pecahan adalah dengan memasukkan lingkaran pcahan ke dalam tiang penyangga.
BAB II KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar
1. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar terdiri dari dua kata yaitu prestasi dan belajar.
Slameto (2003: 2) mengemukakan belajar adalah suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungan. Muhibbin Syah (2008: 225) mengemukakan bahwa prestasi
belajar meliputi prestasi kognitif, prestasi afektif, dan prestasi
psikomotor.
Ngalim Purwanto (1966: 28) menyatakan bahwa prestasi belajar
adalah hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha belajar
sebagaimana yang dinyatakan dalam raport. Maka prestasi belajar
merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah
melaksanakan usaha-usaha belajar.
Hasil pengukuran dan penilaian prestasi belajar itu dicatat dalam
buku akademik yang merupakan alat implementasi program bimbingan
lembaga pendidikan tinggi atau mutlak perlu, dan alat yang vital untuk
laporan orang tua siswa pada tiap semester kemajuan anaknya.
learning situation, interpretation, response, learning outcomes, and reactions to learning”. Artinya bahwa kegiatan belajar itu meliputi beberapa faktor seperti tujuan belajar, kesiapan belajar, situasi belajar,
interpretasi, respon, hasil belajar, dan reaksi terhadap belajar.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi
belajar merupakan hasil yang dicapai seseorang setelah melalui usaha
belajar yang ditandai dengan perkembangan serta perubahan tingkah
laku pada diri seseorang yang diperlukan dari belajar dengan waktu
tertentu. Prestasi belajar ini dapat dinyatakan dalam bentuk nilai atau
huruf dan hasil tes atau ujian. Hasil pengukuran dan penilaian prestasi
belajar itu dicatat dalam raport.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002: 120-121)
prestasi belajar dapat dinilai dengan cara sebagai berikut:
a. Tes formatif
Tes ini digunakan untuk mengukur satu atau beberapa pokok
bahasan tertentu dan bertujuan untuk memperoleh gambaran
tentang daya serap siswa terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes
ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar
bahan/pokok bahasan tertentu dalam waktu tertentu. Dapat pula
dimanfaatkan untuk mengetahui keberhasilan PBM.
b. Tes sumatif
Tes ini diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap
satu atau dua tahun pelajaran. Tujuannya untuk menetapkan tingkat
keberhasilan siswa dalam suatu periode belajar tertentu. Tes ini
meliputi ulangan akhir semester, tes kenaikan kelas, ujian akhir
sekolah, dan Ujian Nasional (UN).
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2004:138-147)
mengemukakan bahwa prestasi belajar yang dicapai seseorang
merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya baik
dari dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal)
individu. Pengenalan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar penting sekali artinya dalam rangka membantu murid
dalam mencapai prestasi belajar yang sebaik-baiknya.
Yang tergolong faktor internal adalah:
a. Faktor jasmaniah (fisiologi) baik yang bersifat bawaan maupun yang
diperoleh. Yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan,
pendengaran, struktur tubuh, dn sebagainya.
b. Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh
terdiri atas:
1) Faktor intelektif yang meliputi:
a) Faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat.
2) Faktor non-intelektif, yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu
seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi,
penyesuaian diri.
c. Faktor kematangan fisik maupun psikis.
Yang tergolong faktor eksternal ialah:
a. Faktor sosial yang terdiri atas:
1) Lingkngan keluarga;
2) Lingkungan sekolah;
3) Lingkungan masyarakat;
4) Lingkungan kelompok;
b. Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi,
kesenian.
c. Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar,
iklim.
d. Faktor lingkungan spiritual atau keamanan.
Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi secara langsung ataupun
tidak langsung dalam mencapai prestasi belajar. Dari sekian banyak
faktor yang mempengaruhi belajar, dapat digolongkan menjadi tiga
macam, yaitu:
a. Faktor-faktor stimulus belajar.
b. Faktor-faktor metode belajar.
Berikut ini diuraikan secara garis besar mengenai ketiga macam faktor
tersebut.
a. Faktor-faktor stimulus belajar
Yang dimaksudkan dengan stimulus belajar di sini aitu segala hal di
luar individu itu untuk mengadakan reaksi atau perbuatan belajar.
Stimulus dalam hal ini mencakup material, penugasan, serta suasana
lingkungan eksternal yang harus diterima dipelajari oleh pelajar. Berikut
ini dikemukakan beberapa hal yang berhubungan dengan faktor-faktor
stimulus belajar.
1) Banyaknya bahan pelajaran
Banyaknya bahan pelajaran berhubungan dengan jumlah bahan
pelajaran. Semakin banyak bahan pelajaran, semakin banyak pula
waktu yang diperlukan oleh individu untuk mempelajarinya.
Bahkan yang terlalu banyak dapat menyebabkan kesulitan individu
dalam belajar. Kesulitan belajar individu itu tidak semata-mata
karena panjangnya waktu untuk belajar, melainkan lebih
berhubungan dengan faktor kelelahan serta kejemuan si pelajar
dalam menghadapi atau mengerjakan bahan yang banyak itu.
Dengan bahan yang terlalu banyak hal ini membutuhkan waktu
yang panjang pula dalam mempelajarinya. Panjangnya waktu
belajar juga dapat menimbulkan beberapa “interferensi” atas
reproduksi atau kesan lama dengan kesan baru. Kedua kesan itu
muncul bertukaran sehingga terjadi kesalahan maksud yang tidak
disadari.
2) Kesulitan Bahan Pelajaran
Tiap-tiap pelajaran mengandung tingkat kesulitan bahan
pelajran dan mempengaruhi kecepatan belajar. Makin sulit sesuatu
bahan pelajaran, makin lambatlah orang mempelajarinya.
Sebaliknya, semakin mudah bahan pelajaran makin cepatlah orang
dalam mempelajarinya. Bahan yang sulit memerlukan aktivitas
belajar yang lebih intensif, sedangkan bahan yang sederhana
mengurangi intensitas belajar seseorang.
3) Berartinya Bahan Pelajaran
Belajar memerlukan modal pengalaman yang diperoleh dari
belajar waktu sebelumnya. Modal pengalaman itu dapat berupa
penguasaan bahasa, pengetahuan, dan prinsip-prinsip. Modal
pengalaman ini menentukan keberartian dari bahan yang dipelajari
di waktu sekarang. Bahan yang berarti adalah bahan yang dapat
dikenali. Bahna yang berarti memungkinkan individu untuk belajar,
karena individu dapat mengenalnya. Bahan yang tanpa arti sukar
dikenal, akibatnya tak ada pengertian individu terhadap bahan itu.
4) Berat Ringannya Tugas
Mengenai berat atau ringannya tugas, hal ini erat hubungannya
kesukarannya berbeda bagi masing-masing individu. Hal ini
disebabkan karena kapasitas intelektual serta pengalaman mereka
tidak sama. Boleh jadi, berat ringannya suatu tugas berhubungan
dengan usia individu. Ini berarti, bahwa kematangan individu ikut
menjadi indikator atas berat atau ringannya tugas bagi individu
yang bersangkutan.
Dapat dibuktikan, bahwa tugas-tugas yang terlalu ringan atau
mudah adalah mengurangi tantangan belajar, sedangkan tugas-tugas
yang terlalu berat atau sukar membuat individu kapok (jera) untuk
belajar.
5) Suasana lingkungan eksternal
Suasana lingkungan eksternal menyangkut banyak hal antara
lain cuaca (suhu udara, mendung, hujan, kelembaban), waktu (pagi,
siang, sore, petang, malam): kondisi tempat (kebersihan), letak
sekolah, pengaturan fiik kelas, ketengangan, kegaduhan;
penerangan (berlampu, bersinar matahari, gelap, remang-remang);
dan sebagainya. Faktor-faktor ini mempengaruhi sikap dan reaksi
individu dalam aktivitas belajarnya, sebab individu yang belajar
adalah interaksi dengan lingkungannya.
b. Faktor-faktor Metode Belajar
Metode mengajar yang dipakai oleh guru sangat mempengaruhi
bagi proses belajar. Faktor-faktor metode belajar menyangkut hal-hal
berikut ini.
1) Kegiatan Berlatih atau Praktik
Kegiatan berlatih dapat diberikan dalam dosis besar maupun
dosis kecil. Berlatih dapat diberikan secara maraton (non-stop) atau
secara terdistribusi (dengan selingan waktu-waktu istirahat).
Latihan yang dilakukan secara maraton dapat melelahkan dan
membosankan, sedang latihan yang terdistribusi menjamin
terpeliharanya stamina dan kegairahan belajar.
Jam pelajaran atau lathan yang terlalu panjang adalah kurang
efektif. Semakin pendek-pendek distribusi waktu untuk bekerja atau
berlatih, semakin efektiflah pekerjaan atau latihan itu. Latihan atau
kerja memerlukan waktu istirahat. Lamanya istirahat tergantung
kepada jenis tugas atau keterampilan yang dipelajari, atau pada
lamanya periode waktu pelaksanaan seluruh kegiatan.
Kegiatan berlatih secara maraton baru mungkin apabila tugas
mudah dikenal, mudah dilakukan dan materi pernah dipelajari
sebelumnya.
2) OverlearningdanDrill(Belajar lebih danDrill)
Untuk kegiatan yang bersifat abstrak seperti misalnya
materi pelajaran tertentu. Overlearning dilakukan untuk mengurangi kelupaan dalam mengingat keterampilan-keterampilan
yang pernah dipelajari tetapi dalam sementara waktu tidak
dipraktikkan. Overlearning yang terlalu lama menjadi kurang efektif bagi kegiatan praktik.
Drill adalah suatu metode pengajaran dengan melatih peserta didik terhadap bahan yang sudah diajarkan/diberikan agar
memiliki ketangkasan atau keterampilan dari apa yang telah
dipelajari (Sudjana, 1995: 86). Drill berlaku bagi kegiatan berlatih abstraksi misalnya berhitung. Mekanisme drill tidak berbeda dengan overlearning. Baik drill maupun overlearning berguna untuk memantapkan reaksi dalam belajar.
3) Resitasi Selama Belajar
Resitasi adalah suatu metode dengan cara menyajikan bahan
bahan pelajaran dengan memberikan tugas kepada siswa untuk
dipelajari yang kemudian dipertanggungjawabkan di depan kelas.
Metode resitasi juga sering disebut dengan metode pemberian tugas
yakni metode dimana siswa diberi tugas khusus di luar jam
pelajaran (Soekarwati, 1995: 19).
Kombinasi kegiatan membaca dengan resitasi sangat
bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan membaca itu sendiri,
kemudian si pelajar berusaha untuk menghafalnya tanpa melihat
bacaannya. Jika ia telah menguasai suatu bagian, dapat melanjutkan
ke bagian berikutnya dan seterusnya. Resitasi lebih cocok untuk
diterapkan pada belajar membaca atau belajar hafalan.
4) Pengenalan tentang Hasil-Hasil Belajar
Dalam proses belajar, individu sering mengabaikan tentang
perkembangan hasil belajar selama dalam belajarnya. Penelitian
menunjukkan bahwa pengenalan seseorang terhadap hasil atau
kemajuan belajarnya adalah penting, karena dengan mengetahui
hasil-hasil yang sudah dicapai, seseorang akan lebih berusaha
meningkatkan hasil belajar selanjutnya.
5) Belajar dengan Keseluruhan atau Bagian-Bagian
Menurut beberapa penelitian, perbedaan efektivitas antara
belajar dengan keseluruhan belajar dengan bagian-bagian adalah
belum ditemukan. Hanya apabila kedua prosedur itu dipakai secara
simultan, ternyata belajar mulai dari keseluruhan ke bagian-bagian
adalah lebih menguntungkan daripada belajar mulai dari
bagian-bagian karena dengan muali dari keseluruhan individu
menemukan set yang tepat untuk belajar. Kelemahan dari metode
keseluruhan adalah membutuhkan banyak waktu dan pemikiran
6) Penggunaan Modalitas Indra
Modalitas indra yang digunakan individu berbeda. Dalam hal
itu ada tiga impresi yang penting dalam belajar, yaitu oral, visual,
dan kinestetik. Setiap individu dalam menggunakan impresi
tersebut berbeda-beda.
7) Bimbingan dalam Belajar
Intensitas bimbingan yang diberikan guru cenderung membuat
pelajar menjadi tergantung. Bimbingan dapat diberikan dalam
batas-batas yang diperlukan oleh individu. Hal terpenting yaitu
perlunya pemberian modal kecakapan pada individu sehingga yang
bersangkutan dapat melaksanakan tugas yang dibebankan dengan
sedikit bantuan dari pihak lain.
8) Kondisi-kondisi insentif
Insentif adalah objek atau situasi eksternal yang dapat
memenuhi motif individu. Insentif adalah bukan tujuan, melainkan
alat untuk mencapai tujuan. Insentif-insentif dapat digolongkan
menjadi sua macam, yaitu:
a) Insentif intrinsik, yaitu situasi yang mempunyai hubungan
fungsional dengan tugas dan tujuan.
b) Insentif ekstrinsik, yaitu objek atau situasi yang tidak
c. Faktor-faktor individual
Selain faktor stimulus dan metode belajar, faktor individu dapat
berpengaruh terhadap belajar seseorang. Faktor-faktor individu
menyangkut hal-hal, antara lain:
1) Kematangan
Kematangan dicapai oleh individu dari proses pertumbuhan
fisiologisnya. Dengan berkembangnya fungsi otak dan system
syaraf, akan menumbuhkan kapasitas mental seseorang. Kapasitas
mental seseorang mempengaruhi belajar seseorang.
2) Faktor usia kronologis
Semakin tua usia individu, maka kematangan berbagai fungsi
fisiologisnya juga meningkat. Usia kronologis merupakan faktor
penentu daripada tingkat kemampuan belajar individu.
3) Faktor perbedaan jenis kelamin
Perbedaan tingkah laku antara laki-laki dan wanita merupakan hasil
dari perbedaan tradisi kehidupan. Peranan dan perhatian terhadap
suatu pekerjaan berbeda antara laki-laki dan wanita. Ini disebabkan
oleh pengaruh kultural.
4) Pengalaman sebelumnya
Lingkungan mempengaruhi perkembangan dan memberikan
pengalaman bagi individu. Pengalaman yang diperoleh individu
5) Kapasitas mental
Dalam tahap perkembangan tertentu, individu mempunyai
kapasitas-kapasitas mental yang berkembang akibat dari
pertumbuhan dan perkembangan fungsi fisiologis pada system
syaraf dan jaringan otak. Dalam hal ini, inteligensi menentukan
prestasi belajar seseorang.
6) Kondisi kesehatan jasmani
Orang yang belajar membutuhkan kondisi kesehatan. Orang yang
sakit mengakibatkan tidak dapat belajar dengan efektif.
7) Kondisi kesehatan rohani
Gangguan mental pada seseorang dapat mengganggu belajar
seseorang. Orang yang mengalami cacat mental tidak dapat belajar
dengan baik.
8) Motivasi
Motivasi yang berhubungan dengan kebutuhan, motif, dan tujuan,
mempengaruhi kegiatan dan hasil belajar. Motivasi penting dalam
belajar karena motivasi dapat menggerakkan organisme,
mengarahkan tindakan, serta memilih tujuan belajar yang paling
berguna bagi kehidupan individu.
Dari pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang
mempengaruhi belajar berasal dari faktor internal dan eksternal. Faktor
maupun negatif. Seorang individu harus dapat memahami faktor-faktor
tersebut sehingga mampu meningkatkan prestasi dalam belajarnya.
B. Tinjauan Tentang Pembelajaran Matematika Materi Penjumlahan dan
Pengurangan Pecahan
1. Pengertian Pecahan
Menurut Ebbert dan Straker (dalam Marsigit, 2004: 4), materi
pembelajaran Matematika untuk semua jenjang pendidikan meliputi
fakta (facts), pengertian (concepts), keterampilan penalaran, keterampilan algoritmik, keterampilan menyelesaikan masalah
matematika (problem solving), dan keterampilan melakukan penyelidikan(investigation).
Menurut Simanjuntak, dkk (1992: 153) Pengertian bilangan
pecahan pada matematika sekolah dasar dapat didasarkan atas
pembagian suatu benda atau himpunan atas beberapa bagian yang sama.
Bilangan pecahan adalah bilangan yang lambangnya dapat ditulis
dengan bentuk dimana a dan b bilangan bulat dan b≠0. Pada
pecahan , a disebut pembilang dan b disebut penyebut pecahan
tersebut (Darhim, 1991: 163).
Menurut Sri Subarinah (2006: 79) pada prinsipnya, pecahan
digunakan untuk menyatakan beberapa bagian dari sejumlah bagian
yang sama. Jumlah seluruh bagian yang sama ini bersama-sama
membentuk satuan (unit). Dengan demikian pecahan adalah
bagian-bagian yang sama dari keseluruhan. b
a
Jika suatu daerah persegi dibagi menjadi delapan bagian yang sama
besar, maka setiap bagian mempunyai luas seperdelapan dari luas daerah
[image:39.592.267.352.180.244.2]persegi seluruhnya (Cholis Sa’dijah, 1998: 148)
Gambar 1. Ilustrasi Pecahan
Luas bagian yang diarsir adalah seperdelapan dari luas daerah
seluruhnya dan ditulis dengan lambang sedangkan luas bagian yang
tidak diarsir adalah tujuh perdelapan dari luas daerah seluruhnya dan
ditulis dengan lambang bentuk penulisan tersebut disebut pecahan.
Secara umum, bentuk penulisan disebut pecahan dengan a dan
b bilangan cacah dan b≠0. Dalam hal ini a disebut pembilang dan b
disebut penyebut.
Pembelajaran konsep awal pecahan perlu ditanamkan secara baik
sehingga meresap betul dalam benak siswa. Manipulasi terhadap benda
nyata (kertas, karton, kelereng, kerikil, mata uang, pensil, buku, dll)
perlu direncanakan dengan baik dan berintikan kegiatan yang
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk langsung
merasakan dan menghayati bagaimana konsep tersebut tertanam.
Menurut Kennedy (dalam Sukayati, 2003: 2), makna dari pecahan
dapatmuncul dari situasi-situasi sebagai berikut: 8 1
8 7
a. Pecahan sebagai bagian yang berukuran sama dari yang utuh atau
keseluruhan. Sebagai contoh bahwa pecahan
4 menunjukkan menunjukkan banyaknya bagian-bagianyang sama
dari suatu keseluruhan (utuh) dan disebut penyebut, sedangkan 1
menunjukkan banyaknya bagian yang diarsir dan menjadi perhatian
pada saat tertentu disebut pembilang.
b. Pecahan sebagai bagian dari kelompok-kelompok yang
beranggotakan sama banyak, atau menyatakan pembagian.
Contoh: sekumpulan objek yang beranggotakan 12, dibagi menjadi
2 kelompok yang beranggotakan sama banyak, maka disini setiap
kelompok menyatakan
c. Pecahan sebagai perbandingan (rasio). Hubungan antara sepasang
bilangan sering dinyatakan sebagai sebuah perbandingan. Contoh
situasi yang memunculkan rasio misalnya sebuah tali A panjangnya
10 m dibandingkan dengan tali B yang panjangnya 30 m. Rasio
panjang tali A terhadap panjangnya tali B tersebut adalah 10:30 itu
juga diartikan sebagai pecahan.
2. Konsep Penjumlahan Pecahan dan Pengurangan Pecahan
Menurut Sri Subarinah (2006:87-100) penjumlahan dan
pengurangan pecahan dijelaskan dalam pembahasan berikut ini.
a. Konsep Penjumlahan Pecahan
Konsep penjumlahan pada bilangan pecahan pada dasarnya
sama dengan konsep penjumlahan bilangan-bilangan yang lain, 4
1
. c b a c b c
a yaitu menggabungkan. Untuk langkah awal pengenalan
penjumlahan pecahan adalah dengan menjumlahkan
pecahan-pecahan senama. Setelah konsep ini tertanam dengan baik
kemudian dilanjutkan dengan penjumlahan pecahan yang tidak
senama dan pecahan campuran. Berikut ini merupakan konsep
penjumlahan pada pecahan:
1) Penjumlahan Pecahan Senama
Untuk a, b, c bilangan bulat dengan c ≠ 0, maka
2) Penjumlahan pecahan Tak Senama
Untuk menjumlahkan dua pecahan dengan penyebut yang tidak
sama, lakukan langkah-langkah berikut:
a) Carilah KPK dari penyebut kedua pecahan tersebut.
b) Ubah kedua pecahan tersebut sehingga kedua pecahan
senama dengan penyebut KPK yang diperoleh dalam
langkah a)
c) Setelah kedua pecahan tersebut senama, jumlahkan dengan
ketentuan seperti di bawah ini.
Contoh:
Jawab: KPK dari 2 dan 3 adalah 6
b. Konsep Pengurangan Pecahan
Konsep pengurangan pada pecahan pada dasarnya juga sama
dengan konsep pengurangan pada bilangna bulat. Hanya saja
pengurangan pada pecahan lebih rumit, terutama pada pengurangan
pecahan campuran. Mengurangi berarti mengambil. Jadi a-b pada
dasarnya adalah mengambil b dari a. Berikut ini merupakan konsep
pengurangan pecahan:
1) Pengurangan Pecahan Senama
Untuk a, b, c bilangan bulat dengan c≠ 0,maka
2) Pengurangan Pecahan Tak Senama
Untuk mengurangkan dua pecahan dengan penyebut yang tidak
sama, lakukan langkah-langkah berikut:
i. Carilah KPK dari penyebut kedua pecahan tersebut.
ii. Ubah kedua pecahan tersebut sehingga kedua pecahan
senama dengan penyebut KPK yang diperoleh dalam
langkah 1
iii. Setelah kedua pecahan tersebut senama, kita kurangkan
dengan ketentuan seperti di bagian a.
Contoh :
KPK dari 2 dan 5 adalah 10, sehingga
2
1 senilai dengan 10 5 ... 5 2 2 1
c b a c b c
5
2 senilai dengan 10
4
Jadi
10 1 10
4 10
5 5 2 2
1
C. Tinjauan Tentang Alat Peraga Teropong Pecahan
1. Pengertian Alat Peraga
Dalam mengajarkan Matematika kita harus berusaha agar anak-anak
itu lebih banyak mengerti dan mengikuti pelajaran Matematika dengan
gembira, sehingga minatnya dalam Matematika akan lebih besar.
Anak-anak akan lebih besar minatnya dalam Matematika bila pelajaran
itu disajikan dengan baik dan menarik. Dengan dipergunakannya alat
peraga maka anak-anak akan lebih tertarik dalam Matematika
(Ruseffendi, 1984:383).
Menurut Nana Sujana (2005:110), alat bantu pengajaran atau lebih
populer disebut alat peraga pengajaran harus menjadi bagian integral
dalam proses belajar-pembelajaran terutama dalam metode
pembelajaran.
Dari pendapat dua ahli di atas dapat penulis simpulkan, bahwa alat
peraga merupakan alat bantu untuk membantu guru dalam
menyampaikan materi serta meningkatkan motivasi belajar anak
terutama utuk pelajara Matematika yang abstrak. Penggunaan alat peraga
juga bertujuan agar siswa terlibat aktif pada saat proses pembelajaran
Alat peraga yang baik harus memenuhi beberapa kriteria,
diantaranya:
a. Tahan Lama
b. Bentuk dan warnanya menarik
c. Sederhana dan mudah digunakan
d. Ukurannya sesuai, tidak terlalu besar atau terlalu kecil untuk anak
e. Dapat menyajikan konsep matematika baik dalam bentuk nyata,
gambar, atau diagram
f. Sesuai dengan konsep matematika.
g. Aman atau tidak membahayakan bagi siswa.
2. Fungsi Alat Peraga
Menurut Nana Sujana (2005:99-100), ada emam pokok fungsi
dari alat peraga dalam proses belajar-pembelajaran. Keenam fungsi
tersebut adalah:
a) Penggunaan alat peraga dalam proses belajar-pembelajaran bukan
merupakan fungsi tambahan tetapi memiliki fungsi tersendiri
sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar-pembelajaran
yang efektif.
b) Penggunaan alat peraga merupakan bagian yang intergral dari
seluruh situasi pembelajaran. Ini berarti bahwa alat peraga
merupakan salah satu unsur yang harus dikembangkan guru.
c) Alat peraga dalam pembelajaran penggunaanya integral dengan
bahwa penggunaan alat peraga harus melihat pada tujuan dan bahan
pembelajaran.
d) Penggunaan alat peraga dalam pengajaran bukan semata-mata alat
hiburan, dalam arti digunakan hanya sekedar melengkapi proses
belajar supaya lebih menarik perhatian siswa.
e) Penggunaaan alat peraga dalam pengajaran lebih diutamakan untuk
mempercepat proses belajar pembelajaran dan membantu siswa
dalam menangkap pengertian yang diberikan guru.
f) Pengguanaan alat peraga dalam pengajaran diutamakan untuk
mempertinggi mutu belajar-pembelajaran. Dengan perkataan lain
menggunakan alat peraga, hasil belajar yang dicapai akan tahan
lama di ingat siswa sehingga pelajaran mempunyai nilai tinggi.
Menurut Ruseffendi (1984:384), pentingnya alat peraga untuk
mengajarkan Matematika adalah:
1. Supaya anak-anak lebih besar minatnya.
2. Supaya anak-anak dapat dibantu daya tiliknya sehingga lebih
mengerti dan lebih besar daya ingatnya.
3. Supaya anak-anak dapat melihat hubungan antara ilmu yang
dipelajarinya dengan alam sekitar dan masyarakat.
Sedangkan menurut Rusgianto (1984:iv) fungsi alat peraga
1. Merupakan alat bantu guru atau siswa dalam pengajaran Matematika
sehingga diharapkan memperjelas penanaman konsep Matematika
pada siswa.
2. Meningkatkan efisiensi waktu dalam proses belajar mengajar
Matematika.
3. Meningkatkan motivasi siswa dalam proses belajar mengajar
Matematika, dan
4. Meningkatkan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).
Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran matematika yang abstrak memerlukan alat
bantu yang konkret agar siswa mudah memahami dan menangkap
materi pelajaran. Alat bantu tersebut bertujuan untuk memberikan
ingatan dan meningkatkan motivasi belajar siswa terutama
pelajaran Matematika. Pembelajaran yang bersifat hafalan siswa
akan mudah untuk lupa. Pembelajaran akan lebih mudah dingat
apabila dilakukan perbuatan yaitu dengan memerlukan alat peraga.
3. Alat Peraga Teropong Pecahan
1) Pengertian alat peraga teropong pecahan
Alat peraga teropong pecahan adalah alat yang digunakan untuk
mengetahui nilai penjumlahan dan pengurangan pada pecahan yang
melibatkan siswa secara langsung, karena belajar matematika adalah
materi yang dipelajari, serta mencari hubungan antara konsep dan
struktur matematika itu.
Menurut Pitadjeng (2006:141) alat peraga teropong pecahan
digunakan untuk membantu anak memahami konsep bilangan pecahan,
membandingkan dua pecahan (relasi <, =, dan >), penjumlahan dan
pengurangan pecahan. Alat peraga teropong pecahan terdiri atas dua
komponen, yang disebut penyangga dan lingkaran pecahan.
2) Cara membuat
Cara membuat alat peraga teropong pecahan menurut Pitadjeng
(2006: 142) adalah sebagai berikut:
a) Penyangga
Buatlah lingkaran dari papan kayu dengan diameter kira-kira
20 cm. Haluskan dan dicat putih bagian atasnya. Tancapkan kawat
besi dengan panjang kira-kira 10 cm di tengah lingkaran yang telah
dicat putih.
Tiang (Terbuat dari kawat)
Alas (Terbuat dari kayu atau
tripleks di cat putih)
Tiang
[image:48.592.208.375.85.155.2]Alas
Gambar 3. Teropong pecahan dari atas
b) Lingkaran pecahan
Lingkaran pecahan merupakan model bangun lingkaran yang
dibuat dari mika atau kaca, dengan diameter maksimal sama dengan
diameter alas perangkat keras. Warna gambar arsiran dan garis pembagi
yang dipakai untuk membagi sama pada satu nama pecahan, berbeda
dengan warna pada nama pecahan yang lain. Misalkan warna yang
dipakai untuk pembagi 2 sama (pecahan seperdua) merah, warna untuk
pembagi 3 sama (pecahan sepertiga, duapertiga) hijau, warna untuk
pecahan perempatan kuning, dan lain sebagainya.
Lubang Lubang
Model lingkaran pecahan (dari mika atau kaca)
Gambar 4. Lingkaran Pecahan
Cara membuatanya, gambarlah lingkaran di transparansi dengan
diameter 20 cm. Bagilah dengan garis pembagi menurut diameter
menjadi bagian-bagian yang sama sesuai dengan bilangan pecahan yang
dikehendaki. Kemudian arsirlah beberapa bagian dengan warna.
[image:48.592.177.464.455.531.2]dari diameter tiang. Untuk menggunakannya, tiang dimasukkan ke
lubang di tengah lingkaran. Berikut ini merupakan contoh lingkaran
[image:49.592.175.458.169.317.2]pecahan:
Gambar 5. Contoh lingkaran pecahan
Gambar lingkaran-lingkaran di atas merupakan beberapa contoh
lingkaran pecahan yang menunjukkan pecahan
Banyaknya lingkaran pecahan menurut kebutuhan, sesuai dengan
keluasaan bilangan pecah yang dipelajari anak. Misalkan topik perduaan,
pertigaan, dan perempatan diperlukan lingkaran pecahan dengan warna
serta lingkaran pecahan tanpa warna untuk perduaan, pertigaan,
[image:49.592.144.502.564.634.2]perempatan, perenaman, dan perduabelasan.
Gambar 6. Lingkaran pecahan tanpa warna
3) Cara menggunakan
Berikut ini akan dijabarkan cara menggunakan alat peraga teropong
pecahan (Pitadjeng, 2006: 142-146) sesuai dengan materi yang disampaikan.
a) Konsep bilangan pecahan
Untuk memahami konsep bilangan dilakukan langkah-langkah
sebagai berikut:
i. Ambillah pecahan berwarna setengah, lalu pasang pada tiang
penyangga.
ii. Untuk membuktikan bahwa pembagiannya sama besar, ambillah
lingkaran pecahan setengah tanpa warna, pasang di atasnya dan
aturlah sehingga garis pembaginya berimpit.
iii. Apabila garis pembaginya sudah berimpit, putarlah lingkaran tanpa
warna sampai bagian lingkaran yang tadinya berimpit berpindah
tempat serta garis pembaginya berimpit. Hal ini menunjukkan
bahwa kedua bagian itu sama besar sehingga disebut pecahan
Kegiatan untuk menunjukkan konsep pecahan seperempat, sepertiga,
dan lainnya sama caranya dengan pecahan setengah.
b) Membandingkan dua pecahan (relasi <, =, >)
Misalnya akan membandingkan pecahan dengan pecahan
dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
i. Ambillah pecahan duapertiga berwarna hijau dan pasang di
penyangga.
2 1
2 1 3
ii. Kemudian amnbil pecahan setengah berwarna merah, pasang di atas
pecahan duapertiga dan aturlah sehingga salah satu garis pembagi
sisi yang berwarna berimpit dan warnanya bertumpuk. Amatilah
mana warna yang lebih luas. Tampak warna hijau lebih luas dari
merah, jadi,
&
[image:51.592.181.508.196.317.2]& >
Gambar 7. Membandingkan dua pecahan
Dengan cara yang sama, dapat dibandingkan antara dua pecahan,
pecahan mana yang lebih besar, pecahan mana yang lebih kecil, atau dua
pecahan yang sama.
c) Menjumlahkan dua pecahan
Misalnya untuk menjumlahkan pecahan dilakukan
langkah-langkah seperti berikut ini:
i. Pasanglah pecahan dua perempat yang berwarna kuning pada tiang
penyangga.
ii. Kemudian pasanglah pecahan seperempat yang berwarna kuning di
atasnya, dan aturlah sehingga garis pembagi kedua pecahan berimpit
dan warna kuning bersambung dengan warna kuning.
iii. Tampak lingkaran terbagi empat sama besar dan yang berwarna 3
bagian. Jadi, 2 1 2 1 3 2 3 2 3 2 2 1 4 1 4 2 4 3 4 1 4
+ =
Gambar 8. Penjumlahan dua pecahan berpenyebut sama
Contoh lain dalam menjumlahkan pecahan
langkah-langkahnya sebagai berikut:
i. Pasanglah pecahan setengah yang berwarna merah pada tiang
penyangga.
ii. Kemudian pasang pecahan sepertiga yang berwarna hijau di atasnya
dan atur sehingga garis pembagi kedua pecahan berimpit dan
warnanya menyambung.
+ = ?
Gambar 9. Penjumlahan Pecahan Berpenyebut Berbeda
iii. Karena hasilnya belum jelas (pembaginya belum terlihat jelas),
maka pasanglah lingkaran pecahan tanpa warna untuk melihat
pembagiannya yang sama. Cobalah pasang lingkaran perempatan,
perenaman atau perdelapanan.
3 1 2 1 2
1
4 1
4 3
2 1
[image:52.592.189.491.427.532.2]iv. Aturlah agar semua garis pembagi pecahan-pecahan yang berwarna
dapat berimpit dengan garis pembagi pecahan tanpa warna. Maka
akan didapatkan hasil bahwa pecahan perenaman yang dapat
berimpit dengan garis pembaginya.
&
v. Jadi tampak bahwa ada lima bagian yang berwarna sehingga
setengah dikurangi sepertiga sama dengan lima perenam.
d) Mengurangkan dua pecahan
Misalkan untuk mengurangkan dua pecahan dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
i. Pasanglah pecahan dua pertiga berwarna hijau pada tiang
penyangga.
ii. Kemudian pasang pecahan satu pertiga yang berwarna abu-abu di
atasnya dan aturlah sehingga garis pembagi kedua pecahan berimpit
dan warna abu-abu menutup di atas warna hijau.
[image:53.592.165.514.557.656.2]- =
Gambar 10. Pengurangan dua pecahan berpenyebut sama
3 1 3 2
3 2
3 1
iii. Tampak lingkaran terbagi tiga sama besar dan warna hijau yang
tidak tertutupi abu-abu satu bagian. Jadi,
Contoh lain dalam mengurangkan pecahan
langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
i. Pasanglah pasangan setengah berwarna merah pada tiang
penyangga.
ii. Kemudian pasang pecahan sepertiga yang berwarna abu-abu di
atasnya dan atur sehingga garis pembagi kedua pecahan berimpit
dan warnanya bertumpuk.
[image:54.592.182.518.319.432.2]- = ?
Gambar 11. Pengurangan dua pecahan berpenyebut berbeda
iv. Karena hasilnya belum jelas (pembaginya belum terlihat jelas),
maka dipasang lingkaran yang tidak berwarna untuk melihat
pembagian yang sama. Cobalah pasang lingkaran perempatan,
perenaman, atau perdelapanan.
v. Aturlah agar semua garis pembagi pecahan-pecahan dapat berimpit
dengan garis pembagi pecahan tanpa warna. Maka akan didapatkan
hasil bahwa pecahan perenaman yang dapat berimpit dengan garis
pembaginya.
3 1 3 1 3
2
3 1 2 1
2 1
vi. Kemudian hitunglah berapa bagian warna merah yang tidak tertutupi
warna abu-abu.
&
vii. Jadi tampak bahwa ada satu bagian berwarna merah yang tidak
tertutup sehingga
Untuk mencari selisih dua pecahan pada penggunaan alat peraga ini
belum menggunakan KPK. Dengan pendekatan induktif-induktif dapat
digunakan untuk menemukan rumus pengurangan dua pecahan tak
senama. Dalam alat peraga ini digunakan bentuk lingkaran karena bagian
lingkaran berbentuk juring lingkaran. Perbedaan yang jelas tersebut
diperlukan untuk memudahkan anak memahami konsep bagian.
Pembelajaran matematika di sekolah dasar disesuaikan dengan
karakteristik pembelajaran yang sesuai dengan tingkat berpikir siswa.
Menurut Brunner (Pitadjeng, 2006: 29) terdapat tiga tahap proses belajar
matematika, yaitu: 1) tahap enaktif, 2) tahap ikonik, dan 3) tahap
simbolik. Implikasi dari tahapan tersebut dalam pembelajaran
menggunakan alat peraga teropong pecahan adalah sebagai berikut:
a) Tahap enaktif
Pada tahap ini siswa diarahkan untuk menggunakan atau
memanipulasi objek-objek konkret secara langsung yaitu 6
1 3 1 2
matematika materi pecahan. Siswa memerlukan pengalaman untuk
menggunakan alat peraga secara langsung sebelum masuk pada
tahap membayangkan objek konkret tersebut.
b) Tahap ikonik
Tahap ikonik merupakan tahapan dimana siswa memberikan
gambaran terhadap objek-objek konkret. Implikasinya dalam
penjumlahan dan pengurangan pecahan, setelah siswa
menggunakan objek secara langsung siswa diminta untuk
menggambarkan ke dalam objek dua dimensi yaitu dalam media
kertas sesuai dengan apa yang mereka lihat. Tahapan ini berkaitan
erat dengan mental siswa untuk membayangkan dan
menggambarkan alat peraga teropong pecahan dan menuangkannya
dalam media gambar.
c) Tahap simbolik
Tahap simbolik merupakan tahap dimana siswa memanipulasi
simbol-simbol secara langsung. Dalam hal ini siswa sudah tidak
lagi bergantung pada alat peraga yang digunakan sebelumnya.
4) Keunggulan dan kelemahan alat peraga teropong pecahan
Setiap alat peraga tentunya memiliki keunggulan dan kelemahan
masing-masing. Keunggulan dari alat peraga teropong pecahan ini sudah
sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Selain itu,
keunggulan lainnya adalah alat peraga teropong pecahan telah
i. Dapat digunakan untuk membantu anak memahami konsep
bilangan pecahan, membandingkan dua pecahan, penjumlahan dan
pengurangan pecahan.
ii. Menarik perhatian siswa karena berwarna-warni.
iii. Tahan lama dan reusable karena terbuat dari papan kayu sehingga bisa digunakan lagi pada pembelajaran yang akan datang.
iv. Bentuknya sederhana dan mudah digunakan
v. Ukurannya sesuai, tidak terlalu besar atau terlalu kecil untuk siswa
kelas IV.
vi. Bahan dasarnya mudah diperoleh.
vii. Siswa antusias mengikuti pembelajaran dengan menggunakan alat
peraga teropong pecahan.
b) Kelemahan alat peraga teropong pecahan
Selain memiliki keunggulan, alat peraga teropong pecahan juga
memiliki beberapa kekurangan, antara lain:
i. Tidak bisa digunakan untuk penjumlahan dan pengurangan pecahan
yang hasilnya >1 (lebih dari satu) dan <0 (kurang dari nol).
ii. Tiang penyangga yang terbuat dari besi memungkinkan dapat
D. Penelitian yang Relevan
1. Penelitian Kristanti Widyastuti (2011) berjudul “Peningkatan Pretasi
Belajar Matematika Materi Pecahan Melalui pembelajaran dengan
Bantuan Alat Peraga Teropong Pecahan Bagi Siswa Kelas IV Sekolah
Dasar Negeri 2 Temanggung 1 Kabupaten Temanggung”,
menyimpulkan bahwa dengan menggunakan bantuan alat peraga
teropong pecahan dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa
dan kualitas proses pembelajaran siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri 2
Temanggung 1. Meningkatnya prestasi belajar siswa dapat dilihat dari
nilai rata-rata sebelum diberi tindakan adalah 40,5 dengan ketuntasan
belajar sebesar 11%, nilai rata-rata post test siklus pertama sebesar 62,2 dengan ketuntasan belajar sebesar 61% dan nilai rata-ratapost testsiklus kedua sebesar 80,5 dengan ketuntasan belajar sebesar 89%.
Meningkatnya kualitas proses pembelajaran ditandai dengan partisipasi
siswa meningkat dibandingkan sebelum diberi tindakan. Presentase
peningkatan partisipasi siswa selama proses pembelajaran siklus
pertama ke siklus kedua adalah 42%.
2. Penelitian Widyana Cahyaning Gerhastuti berjudul “Meningkatkan
Pemahaman Konsep Pengurangan pada Pecahan Menggunakan Alat
Peraga Teropong Pecahan Siswa Kelas IVB SD Negeri Bangirejo 1
Yogyakarta. Meningkatnya pemahaman konsep pengurangan pada
pecahan dibuktikan dengan meningkatnya nilai rata-rata tes dan
akhir siklus II. Nilai rata-rata siswa sebelum tindakan adalah 54, nilai
rata-rata siswa pada akhir siklus I adalah 69,03 dan nilai rata-rata siswa
pada akhir siklus II adalah 88,19. Jumlah siswa yang mencapai KKM
pada hasilpre-test sebanyak 7 siswa (28%) pada hasilpost-testsiklus II semua siswa (100%) mencapai KKM.
E. Kerangka Pikir
Berdasarkan kajian teori di atas, dapat disusun kerangka pikir sebagai
berikut. Prestasi belajar penjumlahan dan pengurangan pecahan siswa kelas
IV SDN Warangan 1 Magelang tergolong rendah. Salah satu penyebabnya
adalah guru belum menggunakan alat peraga yang dapat meningkatkan
pemahaman siswa dalam mengajarkan materi pecahan. Karakteristik siswa
kelas IVSD adalah berada dalam tahap belajar operasional konkret (7-12
tahun). Oleh karena itu mereka akan lebih mudah belajar jika disajikan objek
konkret atau gambar-gambar objek konkret.
Alat peraga sangat penting dihadirkan dalam proses pembelajaran materi
penjumlahan dan pengurangan pecahan. Tanpa alat peraga, siswa akan sulit
memahami materi penjumlahan dan pengurangan pecahan.. Penggunaan alat
peraga pada saat proses pembelajaran dapat memudahkan siswa menerima
pelajaran. Siswa juga akan memiliki persepsi yang kuat sehingga dapat
menerima materi yang disampaikan, merangsang perhatian siswa terhadap
materi yang disampaikan sehingga pemahaman konsep meningkat. Salah
mengenal pecahan, membandingkan dua pecahan, sampai pada penjumlahan
dan pengurangan pada pecahan.
Siswa SD yang berada pada tahap belajar operasional konkret akan lebih
memudahkan guru dalam mengajarkan materi penjumlahan dan pengurangan
pecahan dengan menggunakan alat peraga teropong pecahan dalam
pembelajaran. Jadi dapat disimpulkan bahwa alat peraga teropong pecahan
sangat tepat apabila digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar
penjumlahan dan pengurangan pecahan.
[image:60.592.132.513.328.677.2]Pernyataan di atas dapat dijelaskan pada bagan di bawah ini.
Gambar 12. Skema Kerangka Pikir Kondisi Awal Tindakan Kondisi Akhir Belum menggunakan alat peraga/ media pembelajaran dalam pembelajaran
Hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika tergolong rendah dibandingkan mata pelajaran lainnya.
Menggunakan alat peraga teropong pecahan dalam materi penjumlahan dan pengurangan pecahan Menggunakan alat peraga teropong pecahan pada penjumlahan dan pengurangan pecahan yang bersiklus
E. Hipotesis Tindakan
Hipotesis dalam penelitian ini adalah penggunaan alat peraga teropong
pecahan dapat meningkatkan prestasi belajar penjumlahan dan pengurangan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian yang akan dilaksanakan adalah penelitian tindakan kelas
(Classroom Action Research). Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang
dilakukan secara kolaboratif oleh peneliti dan guru di kelasnya sendiri dengan
cara (1) merencanakan, (2) melaksanakan, dan (3) merefleksikan tindakan secara
kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai guru,
sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat (Wijaya Kusumah, 2011: 9).
Penelitian ini dilakukan secara kolaboratif antara peneliti dengan guru kelas IV di
SDN Warangan I Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang. Tindakan dalam
penelitian ini berupa penggunaan alat peraga teropong pecahan dengan tujuan
meningkatkan prestasi belajar konsep penjumlahan dan pengurangan pecahan di
kelas IV SDN Warangan I Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang.
B. SettingPenelitian
Settingpeneltian tindakan kelas (PTK) ini meliputi: tempat penelitian, subjek
penelitian, dan waktu penelitian. Adapunsettingpenelitian tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Tempat Penelitian
Tempat yang dipilih untuk penelitian ini adalah kelas IV SDN Warangan
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa kelas IV SDN Warangan I dengan jumlah
siswa 15 orang yang terdiri dari 4 siswa perempuan dan 11 siswa laki-laki.
Alasan peneliti memilih siswa kelas IV SDN Warangan I sebagai subjeek
penelitian adalah karena masalah yang diangkat peneliti benar-benar dialami
oleh siswa kelas IV SDN Warangan I. Hal tersebut diketahui oleh peneliti
dari wawancara terhadap guru yang diperkuat dengan pengamatan peneliti
terhadap hasil ulangan harian. Peneliti bersama guru sepakat untuk
mengatasi masalah tersebut.
3. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah meningkatkan prestasi belajar penjumlahan
dan pengurangan pada pecahan.
4. Waktu Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan pada bulan Mei pada
semester II tahun ajaran 2015/2016. Jika hasil dalam siklus pertama yang
didapatkan belum sesuai dengan indikator keberhasilan penelitian, maka
penelitian ini akan dilanjutkan pada siklus kedua. Namun jika hasil yang
didapatkan pada siklus pertama diperoleh hasil yang sesuai indikator
keberhasilan penelitian, tidak perlu lagi melanjutkan ke siklus kedua. Untuk
jadwal penelitian, peneliti menyesuaikan dengan jadwal kelas IV SDN
C. Desain Penelitian
Kemmis & Mc. Taggart (Sujati, 2000:23) mengembangkan modelnya
berdasarkan konsep yang dikembangkan oleh Lewin, dengan disertai beberapa
perubahan. Dalam perencanaan Kemmis & Mc. Taggart menggunakan siklus
sistem spiral, yaitu rencana, tindakan, observasi dan refleksi.
1. Rencana : Rencana tindakan apa yang akan dilakukan peneliti untuk
memperbaiki, meningkatkan proses dan hasil belajar di kelas.
2. Tindakan : Apa yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya memperbaiki
dan meningkatkan kondisi pembelajaran yang ada sehingga kondisi yang
diharapkan dapat tercapai.
3. Observasi : Peneliti mengamati hasil atau dampak dari tindakannya.
4. Refleksi : Peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan atas
dampak dari tindakannya dengan menggunakan berbagai kriteria.
Berdasarkan hasil refleksi tersebut peneliti melakukan modifikasi terhadap
rencana tindakan berikutnya.
[image:64.612.144.454.521.633.2]Keempat langkah tersebut dapat digambarkan seperti pada gambar di bawah ini.
Gambar 13. Penelitian Tindakan Kelas Model Kemmis & Mc. Taggart (Sujati) Keterangan:
Siklus I : 1. Perencanaan I
2. Tindakan dan Observasi I 3. Refleksi I
Siklus II : 4. Perencanaan II
D. Perencanaan dan Pelaksanaan Tindakan Penelitian
Peneliti dalam penelitian tindakan ini bekerjasama dengan guru kelas IV
dimana peneliti bertindak sebagai pelaksana pembelajaran sedangkan guru kelas
melakukan pengamatan terhadap tindakan berupa penggunaan alat peraga
teropong pecahan dalam pembelajaran penjumlahan dan pengurangan pada
pecahan. Tahapan-tahapan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Perencanaan(Planning)
Pada tahap ini peneliti merencanakan tindakan yang akan
dilaksanakan sebagai berikut.
1) Peneliti menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
tentang materi yang akan diajarkan yang kemudian dikonsultasikan
kepada guru kelas IV SDN Warangan I. RPP ini berguna sebagai
pedoman guru pada dalam melaksanakan pembelajaran di kelas.
2) Peneliti menyiapkan lembar observasi.
3) Peneliti menyiapkan alat peraga yang digunakan dalam
pembelajaran yaitu teropong pecahan.
4) Peneliti menyusun soal post-test yang kemudian dikonsultasikan
kepada guru kelas IV SDN Warangan I. Soal post-test diberikan
b. Pelaksanaan Tindakan (Action)
Tindakan dalam penelitian tindakan kelas adalah guru sebagai
peneliti yang dilakukan secara sadar dan terkendali dan yang merupakan
variasi praktik yang cermat dan bijaksana. Selama melaksanakan
tindakan, guru mengacu pada program yang telah dipersiapkan dan
disepakati bersama dengan teman sejawat. Peneliti yang akan mengubah
atau melaksanakan perbaikan atas metode tindakan kelas, perlu ada
alasan yang mendasar dan ada kesepakatan bersama. Untuk itu, situasi
kelas ataupun faktor lain yang dapat mempengaruhi penyimpangan
kegiatan di kelas harus dihindari sehingga perubahan yang muncul
benar-benar diakibatkan adanya tindakan yang sengaja dilakukan untuk
perbaikan, bukan karena faktor lain.
Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kelemahan dalam
pelaksanaan tindakan, persiapan, dan perencanaan perlu dilakukan
secara maksimal.
c. Observasi
Observasi adalah kegiatan pengamatan (pengambilan data) untuk
memotret seberapa jauh mana efek tindakan telah mencapai sasaran.
Observasi dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung yaitu
untuk mengetahui sejauh mana pembelajaran dengan menggunakan alat
terhadap materi penjumlahan dan pengurangan pada pecahan. Observasi
dilakukan oleh peneliti sendiri dan dibantu guru SDN Warangan I
dengan menggunakan lembar observasi terhadap pelaksanaan tindakan.
d. Refleksi
Refleksi adalah kegiatan mengulas secara kritis tentang perubahan
yang terjadi secara kritis pada siswa, suasana kelas, dan guru (Suharsimi
Arikunto, dkk, 2015: 229). Refleksi bertujuan untuk menemukan
kemungkinan penyebab terjadinya kekurangan-kekurangan yang terjadi
selama pelaksanaan tindakan. Apabila ditemukan cara atau strateginya
maka diperlukan rencana untuk melaksanakan tindakan atau siklus
berikutnya. Siklus ini merupakan perbaikan dari siklus sebelumnya,
tahapan dari setiap siklus perlu disusun rencana yang matang dengan
memperhatikan hasil refleksi dari siklus sebelumnya.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa
mengetahui teknik pengumulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data
yang memenuhi standar data yang ditetapkan. (Sugiyono, 2011: 308). Adapun
teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai
1. Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara
mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap
kegiatan yang sedang berlangsung (Nana Syaodih Sukmadinata, 2010: 220).
Observasi dilakukan dengan mengamati secara langsung proses
pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi yang telah disusun.
Beberapa hal yang diamati terhadap pelaksanaan tindakan misalnya tingkah
laku siswa pada waktu belajar, tingkah laku guru pada waktu mengajar,
kegiatan diskusi siswa, partisipasi siswa dalam simulasi, dan penggunaan
alat peraga pada waktu mengajar dengan menggunakan alat peraga teropong
pecahan pada materi konsep penjumlahan dan pengurangan pecahan siswa
kelas IV SDN Warangan I.
2. Tes
Suharsimi Arikunto (2006: 150) menyatakan bahwa tes adalah
serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk
mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat
yang dimiliki oleh individu atau kelompok.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan oleh peneliti dalam
data mudah diolah. Instrumen yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini
adalah:
1. Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan untuk pengamatan guna memperoleh
data-data tentang kegiatan guru dan siswa dalam melaksanakan pembelajaran
menggunakan alat peraga teropong pecahan. Lembar observasi disediakan
oleh peneliti dan dikonsultasikan kepada dosen pembimbing. Adapun
[image:69.612.154.535.334.395.2]kisi-kisi instrumen lembar observasi dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen Lembar Observasi
No Aspek Jumlah Butir Nomor Butir
1 Persiapan 8 1,2,3,4,5,6
2 Pelaksanaan 7 7,8,9,10,11,12,13,14,15
Total Butir 15
Berdasarkan Tabel 1, kisi-kisi lembar observasi terdiri atas 2 aspek yaitu
aspek persiapan dan pelaksanaan. Terdiri atas 15 butir, aspek persiapan pada
nomor butir 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 dan aspek pelaksanaan pada nomor butir 7,
8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, dan 15,
2. Soal tes
Tes digunakan sebagai alat untuk memperoleh data hasil belajar konsep
penjumlahan dan pengurangan pada pecahan. Tes disediakan oleh peneliti
pertemuan setiap siklus. Tes ini berbentuk soal essay yang dikerjakan oleh
[image:70.612.160.534.166.365.2]siswa secara individu. Kisi-kisi instrumen soal terdapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Kisi-kisi Soal Post Test Siklus I
Kompetensi Dasar Materi Indikator Butir Soal
6.3 Menjumlahkan
Pecahhan PenjumlahanPecahan 6.3.1 Menjumlahkandua pecahan biasa berpenyebut sama
1, 2, 9, 10
6.3.2 Menjumlahkan dua pecahan biasa berpenyebut tidak sama
3, 4, 11, 12
6.4 Mengurangkan
Pecahan PenguranganPecahan 6.4.1 Mengurangkandua pecahan biasa berpenyebut sama
5, 6, 13, 14
6.4.2 Mengurangkan dua pecahan biasa berpenyebut berbeda
7, 8, 15, 16
Berdasarkan tabel 2, kisi-kisi instrumen terdiri atas em