• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2. Pembahasan

Gambar 52. Grafik Kenaikan Aspek Afektif Khusus

4.2. Pembahasan

Berdasarkan analisis data yang sudah dilakukan diperoleh data-data

sebagai berikut:

1) Pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap prestasi belajar

Ada tiga sasaran yang dianalisis pada data prestasi belajar, sebagai berikut:

(1)Selisih pretest prestasi belajar kelompok eksperimen ke posttest

prestasi belajar kelompok eksperimen.

Selisih skor pretest ke skor posttest hasil prestasi belajar

kelompok eksperimen dapat dilihat berdasarkan mean dari skor pretest

kelompok eksperimen dibandingkan dengan mean dari skor posttest

kelompok eksperimen, kemudian dilihat selisihnya. Berdasarkan

 

ganda dari kelompok eksperimen sebesar 3,43 sedangkan mean skor

posttest untuk tes pilihan ganda dari kelompok eksperimen sebesar

4,64. Hal tersebut menunjukkan bahwa mean skor posttest lebih tinggi

dari pada skor pretest.

Dari hasil analisis data dengan T-test diperoleh sig.(2-tailed)

0,006 sehingga sig.(2-tailed) kurang dari 0,05. Jadi, dapat dikatakan

bahwa ada perbedaan yang positif dan signifikan antara rata-rata skor

pretest dan posttest prestasi belajar di kelompok eksperimen yang

menggunakan metode inkuiri. Kenaikan pada mean dari skor pretest ke

skor posttest dipengaruhi karena adanya treatment yang dilakukan

pada kelompok eksperimen dengan metode inkuiri terbimbing.

(2)Menganalisis perbedaan rata-rata selisih yang terjadi di kelompok

eksperimen dengan rata-rata selisih yang terjadi di kelompok kontrol.

Selisih pada kelompok eksperimen sangat berbeda dengan

kelompok kontrol. Pada saat pembelajaran kelompok eksperimen

diberikan perlakuan menggunakan metode inkuiri terbimbing,

sedangkan pada kelompok kontrol hanya menggunakan metode

tradisional atau ceramah. Selisih pada kelompok eksperimen dengan

kelompok kontrol dapat dilihat juga dari mean masing-masing

kelompok. Mean kelompok eksperimen sebesar 1,21 sedangkan mean

kelompok kontrol sebesar 0,72. Perbedaan rata-rata tersebut

menunjukkan bahwa selisih rata-rata pada kelompok eksperimen lebih

 

Setelah dilihat mean dari masing-masing kelompok kemudian

dilakukan uji hipotesis. Berdasarkan hasil analisis data dari uji

hipotesis diperoleh sig.(2-tailed) sebesar 0,295 berarti sig.(2-tailed)

lebih dari 0,05, sehingga Hnull diterima dan Hi ditolak. Artinya tidak

ada perbedaan yang signifikan antara selisih skor prestasi belajar pada

kelompok eksperimen dengan selisih skor prestasi belajar pada kelas

kontrol. Dengan demikian, metode inkuiri dan metode ceramah

sama-sama efektif dalam meningkatkan prestasi belajar, jika digunakan

instrumen tes pilihan ganda. Ada beberapa kemungkinan yang menjadi

faktor penyebabnya. Pertama, penggunaan jenis tes objektif (pilihan

ganda) kurang relevan untuk pembelajaran inovatif seperti metode

inkuiri terbimbing pada penelitian ini. Kedua, ada kemungkinan siswa

hanya menyontek jawaban dari teman pada saat mengerjakan soal

pilihan ganda. Ketiga, siswa hanya asal menjawab ketika mengerjakan

soal tanpa mereka berpikir terlebih dahulu. Keempat, siswa di kelas

kontrol dapat mengikuti pembelajaran dengan baik. Walaupun di kelas

kontrol siswa tidak diberikan treatment, tetapi siswa mampu

memperhatikan dengan baik penjelasan guru. Siswa aktif bertanya jika

mereka merasa kurang memahami penjelasan guru, sehingga skor

posttest di kelompok kontrol juga lebih tinggi dari skor pretest. Dari

penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengan metode

inkuiri maupun metode ceramah sama-sama efektif dalam

meningkatkan prestasi belajar jika diukur dengan tes objektif (pilihan

 

(3)Menganalisis rata-rata selisih kemampuan berpikir kritis kategori

kognitif pada masing-masing aspek kognitif.

Aspek kognitif dalam pilihan ganda meliputi interpretasi,

analisis, evaluasi, inferensi, dan eksplanasi. Berdasarkan hasil analisis

data menggunakan statistik diperoleh mean setiap aspek sebagai

berikut: mean aspek interpretasi sebesar 0,36, mean aspek analisis

sebesar 0,18, mean aspek evaluasi sebesar 0,39, mean aspek inferensi

sebesar 0,46, dan mean aspek eksplanasi sebesar -0,18. Mean tertinggi

pada aspek inferensi, sedangkan mean terendah pada aspek eksplanasi.

Dari perhitungan dengan PASW 18 for Windows, harga Asymp.

Sig. (2-tailed) pada tabel sebesar 0,038 sehingga harga Asymp. Sig.

lebih kecil dari 0,05 yang berarti ada perbedaan yang signifikan di

antara data kenaikan tiap aspek kognitif. Urutan ranking aspek kognitif

dari yang tertinggi sampai yang terendah yaitu aspek inferensi sebesar

79,00, aspek evaluasi sebesar 77,95, aspek interpretasi sebesar 75,91,

aspek analisis sebesar 67,88, dan aspek eksplanasi sebesar 51,77. Dari

urutan tersebut dapat dilihat bahwa ranking tertinggi adalah aspek

inferensi sebesar 79,00 dan ranking terendah adalah aspek eksplanasi

sebesar 51,77. Aspek inferensi mendapat ranking tertinggi dapat

dikarenakan siswa lebih kritis dalam menarik kesimpulan dan

merumuskan hipotesis dari pada aspek-aspek kognitif lainnya,

sedangkan aspek eksplanasi merupakan aspek yang paling rendah

 

masih kesulitan untuk menjelaskan permasalahan-permasalahan yang

mereka hadapi saat pembelajaran.

2) Pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan berpikir kritis

kategori disposisi afektif khusus

Ada tiga sasaran yang dianalisis pada data kemampuan berpikir kritis,

sebagai berikut:

(1)Menganalisis selisih pretest kemampuan berpikir kritis kategori

disposisi afektif khusus kelompok eksperimen ke posttest kemampuan

berpikir kritis kategori disposisi afektif khusus kelompok eksperimen.

Selisih skor pretest ke skor posttest hasil kemampuan berpikir

kritis kategori disposisi afektif khusus kelompok eksperimen dapat

dilihat berdasarkan mean dari skor pretest kelompok eksperimen

dibandingkan dengan mean dari skor posttest kelompok eksperimen,

kemudian dilihat selisihnya. Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan mean skor pretest untuk kemampuan berpikir kritis kategori

disposisi afektif khusus dari kelompok eksperimen sebesar 26,14

sedangkan mean skor posttest untuk kemampuan berpikir kritis

kategori disposisi afektif khusus dari kelompok eksperimen sebesar

26,18. Hal tersebut menunjukkan bahwa mean skor posttest

kemampuan berpikir kritis kategori disposisi afektif khusus lebih

tinggi dibandingkan dengan skor pretest kemampuan berpikir kritis

 

Dari hasil analisis data diperoleh sig.(2-tailed) sebesar 0,962

yang lebih besar dari 0,05. Jadi, dapat dikatakan bahwa tidak ada

selisih yang positif dan signifikan antara rata-rata skor posttest dengan

rata-rata skor pretest kemampuan berpikir kritis kategori disposisi

afektif khusus kelompok eksperimen. Dengan demikian metode inkuiri

tidak meningkatkan kemampuan berpikir kritis kategori disposisi

afektif khusus. Ada beberapa kemungkinan yang menjadi faktor

penyebabnya. Pertama, siswa di kelas eksperimen tidak terbiasa

menggunakan metode inkuiri, sehingga siswa bingung ketika diberi

treatment. Kedua, siswa di kelas eksperimen kurang aktif dalam

pembelajaran, terlihat siswa tidak banyak bertanya tentang eksperimen

yang sedang mereka lakukan, sehingga tidak dapat diketahui apakah

siswa mengalami kesulitan atau tidak dalam melakukan eksperimen

tersebut.

(2)Menganalisis perbedaan rata-rata selisih yang terjadi di kelompok

eksperimen dengan rata-rata selisih yang terjadi di kelompok kontrol.

Selisih pada kelompok eksperimen sangat berbeda dengan

kelompok kontrol. Pada saat pembelajaran kelompok eksperimen

diberikan perlakuan menggunakan metode inkuiri terbimbing,

sedangkan pada kelompok kontrol hanya menggunakan metode

tradisional atau ceramah. Selisih pada kelompok eksperimen dengan

kelompok kontrol dapat dilihat juga dari mean masing-masing

 

khususnya. Mean kelompok eksperimen sebesar 0,04 sedangkan mean

kelompok kontrol sebesar -0,59. Perbedaan rata-rata tersebut

menunjukkan bahwa selisih rata-rata pada kelompok eksperimen lebih

tinggi daripada rata-rata kelompok kontrol.

Setelah dilihat mean dari masing-masing kelompok kemudian

dilakukan uji hipotesis. Berdasarkan hasil analisis data dari uji

hipotesis diperoleh sig.(2-tailed) sebesar 0,393 berarti sig.(2-tailed)

lebih besar dari 0,05, sehingga Hnull diterima dan Hi ditolak. Artinya

tidak ada perbedaan yang signifikan antara selisih skor kemampuan

berpikir kritis kategori disposisi afektif khusus pada kelompok

eksperimen dengan kemampuan berpikir kritis kategori disposisi

afektif khusus pada kelas kontrol. Dengan demikian, baik metode

inkuiri maupun metode ceramah sama-sama tidak meningkatkan

kemampuan berpikir kritis kategori disposisi afektif khusus. Ada

beberapa kemungkinan yang menjadi faktor penyebabnya. Pertama,

siswa di kelas eksperimen tidak terbiasa menggunakan metode inkuiri,

sehingga siswa bingung ketika diberi treatment. Kedua, siswa di kelas

eksperimen kurang aktif dalam pembelajaran, terlihat siswa tidak

banyak bertanya tentang eksperimen yang sedang mereka lakukan,

sehingga tidak dapat diketahui apakah siswa mengalami kesulitan atau

tidak dalam melakukan eksperimen tersebut. Ketiga, siswa di kelas

kontrol hanya diberi ceramah atau penjelasan saat pembelajaran,

sehingga siswa tidak terbiasa untuk menganalisis

 

kritis kategori afektif khusus adalah ketajaman dalam menganalisis

permasalahan dan latar belakangnya. Dari penjelasan di atas maka

dapat disimpulkan bahwa dengan metode inkuiri maupun metode

ceramah sama-sama tidak meningkatkan kemampuan berpikir kritis

kategori disposisi afektif khusus.

(3)Menganalisis rata-rata selisih kemampuan berpikir kritis kategori

afektif khusus pada masing-masing aspek afektif khusus.

Berdasarkan hasil analisis data menggunakan statistik diperoleh

mean untuk setiap aspek kemampuan berpikir kritis kategori disposisi

afektif khusus antara lain: mean aspek 1 yaitu kejelasan merumuskan

masalah sebesar 0,07, mean aspek 2 yaitu sabar dalam menghadapi

masalah yang kompleks sebesar 0,07, mean aspek 3 yaitu tekun

mencari informasi yang relevan sebesar 0,04, mean aspek 4 yaitu

rasional dalam menyeleksi dan menerapkan suatu kriteria sebesar 0,00,

mean aspek 5 yaitu memfokuskan perhatian dalam menghadapi suatu

permasalahan sebesar 0,14, mean aspek 6 yaitu daya tahan menghadapi

kesulitan sebesar -0,21, dan mean aspek 7 yaitu ketajaman dalam

menganalisis permasalahan dan latar belakangnya sebesar 0,00. Mean

tertinggi pada aspek 5 yaitu memfokuskan perhatian dalam

menghadapi suatu permasalahan sebesar 0,14 dan mean terendah pada

aspek 6 yaitu daya tahan menghadapi kesulitan.

Dari perhitungan dengan PASW 18 for Windows, harga Asymp.

 

dari 0,05 yang berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan di

antara data kenaikan tiap aspek afektif khusus. Urutan ranking

kenaikan afektif khusus dari yang tertinggi sampai yang terendah yaitu

aspek 5 sebesar 112,46, aspek 2 sebesar 99,48, aspek 1 sebesar 99,45,

aspek 4 sebesar 98,30, aspek 7 sebesar 96,00, aspek 3 sebesar 94,21,

dan aspek 6 sebesar 89,59. Dari urutan tersebut dapat dilihat bahwa

ranking tertinggi adalah aspek 5 sebesar 112,46 dan ranking terendah

adalah aspek 6 sebesar 89,59. Aspek 5 yaitu memfokuskan perhatian

dalam menghadapi suatu permasalahan mendapat ranking tertinggi

dapat dikarenakan siswa dapat lebih fokus dalam menghadapi suatu

permasalahan, sedangkan aspek 6 yaitu daya tahan menghadapi

kesulitan merupakan aspek yang paling rendah dibandingkan dengan

aspek afektif khusus lainnya dimungkinkan siswa belum dapat

menyelesaikan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya dalam proses

pembelajaran.

Dokumen terkait