• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

D. Pembahasan Hasil Penelitian

Pada bagian ini penulis membahas dan mendeskripsikan penerapan model pembelajaran Blended Based Learning pada materi Gereja dan Dunia kelas XI Bahasa, mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti di SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Surakarta. Penulis menggunakan aplikasi Whatsapp sebagai media untuk melakukan wawancara pada siswa kelas XI Bahasa yang dilakukan secara berkala yang dimulai pada tanggal 20 April dan diakhiri pada tanggal 29 April 2021.

Dari hasil tersebut, responden merasa terbantu dengan adanya pelaksanaan model pembelajaran Blended Based Learning. Sebagian besar siswa mengatakan bahwa hasil yang didapat setelah penerapan model pembelajaran ini cukup memuaskan. Hasil yang diperoleh tidak semata-mata pada mata pelajaran saja namun juga diluar mata pelajaran.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh penulis pada bagian awal penulisan

ini dalam pengertian penerapan menurut J.S Badudu dan Sutan Mohammad Zain (1996 : 1487) yaitu hal, cara atau hasil maka para siswa di kelas XI Bahasa telah melakukan penerapan ini karena siswa melakukan kegiatan lalu mendapatkan hasil dari kegiatan tersebut. Hasil yang didapatkan dari kegiatan tersebut dapat berupa nilai pada mata pelajaran maupun berupa peningkatan soft skills pada masing-masig siswa. Hasil yang didapat pada masing-masing siswa tentu tidak semuanya sama karena produk yang dijadikan sebagai hasil belajar siswa tersebut beragam seperti yang telah dikemukakan penulis di awal.

Penerapan model pembelajaran Blended Based Learning ini dirasa sangat membantu siswa dalam menemukan minat nya untuk belajar. Hal ini dikarenakan siswa bebas untuk memilih jenis produk yang akan dihasilkan dalam rangka untuk penilaian. Seperti yang dikemukakan sebelumnya yaitu pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Blended Based Learning menggabungkan berbagai cara penyampaian, model pendidikan, gaya pembelajaran, serta berbagai media berbasis teknologi yang beragam. Hal serupa juga dilakukan oleh guru mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti ini. Guru tersebut mengajar siswa dengan berbagai cara yang dapat membangun semangat belajar siswa pada saat pembelajaran daring ini berlangsung. Tidak hanya cara mengajar nya saja, berbagai metode pengajaran juga dilakukan agar siswa dapat lebih dengan mudah mengimplementasikan materi yang didapatkan di kelas daring dengan kenyataan yang terjadi di lapangan (lingkungan rumah siswa).

Penerapan model pembelajaran Blended Based Learning yang dilakukan di SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Surakarta ini sejalan dengan karakteristik

Blended Based Learning yang karena menerapkan adanya kontinuitas antara guru dengan siswa. Adanya proses keberlanjutan ini sesuai dengan yang terjadi di sekolah tersebut karena dalam pembuatan satu produk, siswa dimbimbing tidak hanya satu kali namun hingga empat kali pertemuan. Pertemuan ini dilaksanakan setiap hari Selasa dan ditutup dengan presentasi produk oleh siswa dengan bimbingan guru pembimbing produk. Adanya kontinuitas dalam pelaksanaan model pembelajaran ini juga salah satu upaya dari sekolah agar tetap bertanggung jawab atas pendampingan pendidikan siswa saat pembelajaran secara daring. Guru menyadari bahwa siswa saat ini sangat membutuhkan pendampingan dari guru terlebih dalam menciptakan sebuah produk yang terdiri dari berbagai mata pelajaran yang dibaurkan (blended).

Dalam wawancara, responden 1 (R1) mengatakan bahwa keberhasilan pelaksanaan model pembelajaran ini juga tergantung dari siswa lainnya yang tergabung dalam satu kelompok. Hal ini disebabkan pelaksanaan model pembelajaran Blended Based Learning memiliki beberapa aspek dalam aktivitas nya yaitu sinkron maya berupa kelas virtual dan sinkron langsung berupa diskusi.

Responden tersebut mengalami hal yang dirasa justru menyulitkannya karena aspek dalam aktivitas Blended Based Learning tidak berjalan dengan baik karena teman satu kelompok yang tidak bekerja sama dengan baik untuk menyelesaikan tugas.

Penerapan model pembelajaran Blended Based Learning pada materi Gereja dan Dunia ini dirasa telah mencapai pada tujuan yang telah dirumuskan di awal. Menurut guru mata pelajaran terkait, praktek katekis yang juga diterapkan

dalam pemberian materi ini juga membantu melancarkan keberhasilan pengajaran.

Siswa mampu untuk menemukan sendiri jawaban atas permasalahan yang menjadi pokok bahasan dalam materi. Sama seperti yang telah dikemukakan oleh Uwes Anis Chaeruman (2018:10) dalam kuadaran seting belajar Blended Based Learning yaitu pada bagian asinkron mandiri bahwa peserta belajar dapat belajar kapan saja, di mana saja, sesuai dengan kondisi dan kecepatan belajarnya masing-masing. Aktivitas belajar dalam AM diantaranya adalah membaca, mendengarkan, menonton, mempraktekkan, mensimulasikan dan latihan dengan memanfaatkan obyek belajar (materi digital) tertentu yang relevan.

Responden 2 (R2) mengungkapkan bahwa pelaksanaan model pembelajaran ini sangat disukai nya karena banyak membantu proses pembelajarannya. Pembelajaran dirasa lebih hidup dan lebih variatif sehingga mampu berpikir seacra lebih luas dan terbuka. Hal yang sama juga dikemukakan oleh responden 3 (R3), responden 4 (R4), dan responden 5 (R5). Mereka mengatakan bahwa pelaksanaan model pembelajaran ini sesuai dengan harapan mereka untuk belajar. Selama bertahun-tahun mereka belajar dengan sistem tanya jawab dan sedikit diskusi dengan sesama siswa akhirnya menurutnya justru menjadikannya menjadi tidak kreatif dan tidak menemukan hal-hal baru.

Responden juga merasa bahwa adanya kecocokan yang terjadi ketika mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti khususnya pada materi Gereja dan Dunia ini diterapkan dengan model pembelajaran Blended Based Learning.

Pada masa pandemi seperti ini pembelajaran secara daring menjadi cara

utama agar pembelajaran tetap berlangsung. Ini justru menjadi tantangan yang tidak mudah bagi guru maupun siswa. Bagi guru, tantangan yang dialami lebih kepada pemberian materi yang sekiranya mudah diterima oleh siswa sehingga pembelajaran yang aktif tetap dapat dilakukan dengan lancar walaupun secara daring. Sedangkan bagi siswa, pembelajaran daring ini juga memiliki tantangan tersendiri yaitu perlunya meningkatkan konsetrasi lebih tinggi dari biasanya agar penjelasan yang disampaikan melalui daring dapat tertangkap dengan baik.

Menurut Miarso (2004:76), penerapan teknologi dalam bidang industri ini (pendidikan) di satu pihak memang membawa korban dengan digantikannya tenaga manusia yang bersifat mekanistis dan kurang efisien, namun dipihak lain juga meningkatkan harkat manusia, karena kegiatan yang non manusiawi dilakukan oleh mesin. Hal tersebut juga dialami oleh guru mata pelajaran terkait karena adanya ketidakseimbangan yang dilakukan dalam proses belajar mengajar, ketidakseimbangan yang terjadi karena pada pembelajaran sebelumnya selalu tidak melalui perantara teknologi. Walau begitu, peran guru tetap menjadi yang utama dan sangat penting. Guru memegang kendali terhadap pendampingan siswa dalam proses belajar meskipun dilakukan secara daring. Hal ini yang pada akhirnya nanti juga menentukan kesuksesan penerapan model pembelajaran ini pada mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti khususnya materi Gereja dan Dunia.