• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian

3. Koefisien Penentuan (Determinasi)

4.5 Pembahasan Hasil Penelitian

Kehadiran partai politik dalam pelaksanaan Pilkada menjadi salah satu wadah bagi masyarakat untuk mengimplementasikan sistem demokrasi. Sesuai dengan UU No. 8 tahun 2015 pasal 1 ayat (4) bahwa “Pasangan calon

diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang didaftarkan atau mendaftar di Komisi Pemilihan Umum Kabupaten / Kota. Dalam pesta demokrasi terbesar atau pilkada, peran parpol di terapkan pada fungsinya yakni rekrutmen politik.

Melalui proses seleksi, partai politik berfungsi dalam terlaksananya komunikasi politik. Partai politik berperan sebagai penyalur aneka pendapat dan aspirasi masyarakat yang beragam kemudian mengaturnya sedemikian rupa serta menampung dan menggabungkan pendapat dan aspirasi tersebut kepada seperti dalam menentukan calon kepala daerah pada pilkada Provinsi Banten 2017. Sehingga masyarakat dapat mengenal sosok calon pemimpinnya setiap dilaksanakannya pesta demokrasi baik melalui media massa cetak maupun elektronik.

Pada Pemilihan Gubernur Banten 2017 ini, mayoritas masyarakat telah mengenal siapa saja sosok calon gubernur yang menjadi pasangan calon dalam pilgub. Sosok para calon tidak asing lagi di mata masyarakat karena beberapa diantaranya merupakan figur dari pemerintahan sebelumnya. Seperti Wahidin yang berpasangan dengan Andika dengan nomor urut dan Rano

Karno yang merupakan calon petahana berpasangan dengan Embay, maju sebagai pasangan calon nomor urut dua.

Peran parpol dalam fungsi rekrutmennya adalah menyiapkan kader-kader dalam pimpinan politik dan melakukan seleksi terhadap kader-kader-kader-kader yang dipersiapkan. Namun, masyarakat mengetahui bahwa parpol belum transparan dalam melakukan seleksi. Hal ini karena seleksi yang dilakukan oleh parpol belum secara terbuka sehingga masyarakat belum mendapatkan informasi yang memadai tentang siapa calon kepala daerah yang diusung dan seperti bagaimana track record dari masing-masing calon.

Belum terbukanya proses seleksi menyebabkan terjadinya pragmatisme di tubuh partai politik. Sehingga kepemimpinan, kejujuran, kemampuan intelektual, dan keberpihakan pada masyarakat bukan menjadi indikator utama untuk menentukan calon kepala daerah. Selain itu, proses seleksi parpol dinilai sebagai formalitas karena hanya merupakan ajang ritual menjelang pilkada. Hasilnya adalah calon kepala daerah yang diusung merupakan calon pemimpin yang tidak memiliki integritas dan kapabilitas. Sekalipun mempunyai visi dan misi, belum menggambarkan kenyataan kemampuan calon.

Selain itu, seleksi yang belum terbuka dalam penentuan pasangan calon kepala daerah baik akan diusung melalui koalisi partai politik maupun non koalisi tidak bisa memberikan keterbukaan informasi publik.

Proses seleksi yang menjadi acuan terlaksananya demokrasi nyatanya hanya sebuah prosedural dimana tahapan dalam seleksi dilakukan sesuai aturan namun substansinya parpol berperilaku secara pragmatis dan oligarkis. Selain itu, penentuan calon oleh parpol bersifat sentralistik atau terpusat yang mengharuskan rekomendasi dari dewan pimpinan pusat parpol.

Lemahnya proses seleksi oleh parpol karena prosedur yang tidak sesuai substansi mengindikasi terjadinya persaingan yang tidak adil. Para calon melakukan segala cara agar dapat maju dan diusung. Maraknya politik uang membuat parpol melakukan seleksi calon pemimpin berdasarkan kemampuan finansial bukan kemampuan memimpin. Sehingga sosok yang memiliki integritas dan kapabilitas baik tidak mampu menunjukkan loyalitasnya untuk memimpin.

Sebagai dampak lain akibat adanya pragmatisme adalah strategi instan yang digunakan dengan melirik figur terkenal dari kalangan keluarga petahana (incumbent) kepala daerah (elite partai) atau kalangan artis, yang diyakini dapat menjadi modal utuk meraup suara.

Kekuasaan dan kepemimpinan adalah unsur yang tidak bisa terpisah dari partai politik. Namun bentuk kekuasaan ini tidak semestinya terjadi dalam proses seleksi calon kepala daerah oleh parpol. Ketika proses seleksi

yang dilakukan oleh partai politik didominasi oleh calon yang memiliki kekuasaan, maka aspek kualifikasi kemampuan termarjinalkan.

Pencitraan dalam upaya mendapatkan simpati dan dukungan masyarakat belum tentu dapat mempengaruhi oponi pemilih, karena penictraan tentu juga harus diiringi dengan reputasi yang baik kalau tidak maka yang muncul hanyalah partai atau kandidat yang populer namun tidak electability.

Sebagai salah satu kegiatan dalam pilkada, kampanye belum menjadi cara untuk memberikan informasi yang layak untuk bekal memilih. kampanye dilakukan dengan cara menyindir, bahkan menyerang langsung dengan memopulerkan jargon yang menjatuhkan konsep diri lawan politik sehingga tidak fokus untuk menyampaikan misi visinya dengan baik. Cara-cara ini kurang sesuai bila dijadikan strategi kampanye yang dilakukan banyak calon kepala daerah. Selain itu dampak dari lemahnya seleksi parpol sering kali mengabaikan faktor kualifikasi, kompetensi dan track record seseorang. Partai politik dinilai lebih mengutamakan popularitas, elektabilitas.

Parpol juga lebih mengutamakan kemampuan modal si calon. Calon kepala daerah yang mengeluarkan biaya tinggi juga sudah hampir pasti berpikir bahwa biaya politik yang dikeluarkannya harus kembali. Di titik

inilah, korupsi keuangan daerah akan menjadi jalan pintas untuk mengembalikan kapital yang telah dikeluarkan para kepala daerah.

Proses seleksi calon oleh parpol yang berorientasi pada kemampuan finansial mengakibatkan terbentuknya hubungan antara elit politik dengan pengusaha. Hubungan tersebut merupakan pertukaran kepentingan seperti distribusi posisi kekuasaan, penanganan proyek serta kebijakan yang menguntungkan pengusaha.

Lemahnya aturan yang dirumuskan dalam UU No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik berimplikasi pada lemahnya sistem politik kepartaian, utamanya rendahnya kualitas partai politik. Hasil Perubahan UU No. 8 Tahun 2008 tentang Partai Politik tidak mendorong terbentuknya demokratisasi internal partai politik, utamanya dalam melahirkan calon-calon pemimpin. Tidak ada sanksi yang tegas bagi partai politik yang memainkan politik uang.

Penelitian yang penulis lakukan berkenaan dengan “pengaruh profil calon kepala daerah terhadap persepsi kepemimpinan” dengan melakukan survey terhadap masyarakat pemilih pada pilgub Banten 2017, penulis banyak terjadi praktik politik uang. Berdasarkan hasil penelitian yang sudah

dideskripsikan sebelumnya tentang “pengaruh profil calon kepala daerah terhadap persepsi kepemimpinan” maka sesuai dengan teori yang digunakan

bahwa proses komunikasi akan memunculkan persepsi dengan respon positif atau negative. Organisme menghasilkan perilaku tertentu jika ada stimulus tertentu pula. Maka unsur-unsur dari teori ini adalah pesan (stimulus), komunikan (organisme), efek (response).84

Dengan demikian dapat dijelaskan lebih mendetail bahwa stimulus yang diperhatikan oleh masyarakat responden akan mendapatkan perhatian lebih mereka. Sebab masyarakat responden sebagai organisme aktif memilih stimulus yakni profil calon kepala daerah. Dari stimulus tersebut, masyarakat responden memberikan respons berupa persepsi.

Dalam penelitian ini dapat digambarkan bahwa pengaruh profil calon kepala daerah memiliki hubungan yang kuat terhadap persepsi kepemimpinan di masyarakat Banten. Hal ini dapat dibuktikan dengan jawaban responden pada kuesioner yang sebagian besar menjawab setuju atau bahkan sangat setuju. Selanjutnya, menurut hasil penelitian berdasarkan uji validitas dan reliabilitas, baik variabel X, maupun Y telah memenuhi standar validitas dan reliabilitas. Ini berarti instrumen yang digunakan bisa mewakili dari apa yang diteliti dan bisa digunakan berkali- kali dalam penelitian yang sejenis karena nilai Cronbach Alpha rata- rata di atas 0,800.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya

pengaruh antara variabel “Pengaruh Pofil Calon Kepala Daerah” terhadap “Persepsi Kepemimpinan” pada masyarakat pemilih Provinsi Banten dan

mengukur seberapa besar antara kedua variabel tersebut. Hasil uji korelasi menunjukkan hubungan antara variable profil calon kepala daerah (X) dengan variable persepsi kepemimpinan (Y) memiliki hubungan signifikansi positif terhadap variabel Y, yaitu sebesar 0,741. Ini berarti berdasarkan pedoman interpretasi koefisien korelasi, hubungan antara variabel X dengan variabel Y merupakan hubungan yang kuat karena nilainya berkisar antara 0,60 – 0,799.

Dari hasil perhitungan regresi linear dengan program SPSS 21,00 maka persamaan regresi linear dalam penelitian ini adalah sebagai berikut Y= 11,55 + 1,070 X dimana Y adalah Persepsi Kepemimpinan dan X adalah Pengaruh Profil Calon Kepala Daerah. Maka apabila frekuensi “Pengaruh

Pofil Calon Kepala Daerah” (Variabel X) bertambah satu satuan, maka

“Persepsi Kepemimpinan” (Variabel Y) akan bertambah sebesar 1,070. Dan dari hasil perhitungan uji t, menunjukkan bahwa variabel independen, yakni Pengaruh Profil Calon Kepala Daerah mempunyai signifikansi yang kurang dari 0,05 karena nilai signifikansinya adalah 0,000. Dan juga nilai thitung (10,924) > ttabel (1,660) angka tersebut menyatakan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara Profil Calon Kepala Daerah (X) terhadap Persepsi Kepemimpinan(Y). Dari hasil uji

F memperlihatkan bahwa variabel independen yang digunakan dalam penelitian layak untuk menguji persepsi kepemimpinan yang dilakukan di social media. Hal tersebut ditunjukkan dari uji F pada variabel X terhadap Y yang diperoleh sebesar 119,285. Nilai tersebut lebih besar dari Ftabel yaitu 3,97 dan tingkat signifikansi sebesar 0,000 (kurang dari 0,05). Hal tersebut menguatkan hasil dari Uji t bahwa dari hasil hipotesis pada penelitian ditolak. Karena pada variabel X memiliki pengaruh terhadap variabel Y. Dan pada koefisien penentu (Determinasi) menunjukkan bahwa pada nilai R square yaitu 0,544 Yang berarti korelasi antara variable X terhadap variable Y adalah sebesar 54,4%, dan sisanya ditentukan oleh faktor lain. Hasil dari pengujian hipotesis merupakan tahap akhir dari keseluruhan analisis data. Setelah seluruh nilai-nilai diperoleh, maka akan dilanjutkan dengan memberikan kesimpulan dan saran atas penelitian ini, yaitu dalam bagian penutup pada BAB V.

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, permasalahan

yang ingin diketahui dalam penelitian ini adalah mengenai “Pengaruh profil calon kepala daerah terhadap persepsi kepemimpinan pada masyarakat di Provinsi Banten”

dari hasil analisis dan pembahasan yang telah dipaparkan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Profil calon kepala daerah (Variabel X) memiliki nilai presentasi sebesar 74,625% , artinya bahwa masyarakat mengetahui dengan baik profil calon kepala daerah belum dilakukan secara menyeluruh melalui proses seleksi partai politik. Mengenalkan calon kepala daerah oleh partai politik harus dilakukan secara terbuka dan transparan agar masyarakat memperoleh informasi yang memadai mengenai siapa saja sosok yang diusung partai politik sebagai calon kepala daerah.

2. Persepsi kepemimpinan juga termasuk kedalam kategori baik dimana skor pada variabel Y sebesar 77,33% . Yang berarti persepsi kepemimpinan masyarakat banten dipengaruhi dan memiliki hubungan yang kuat terhadap profil calon kepala daerah.

3. Hasil nilai korelasi variabel “Pengaruh profil calon kepala daerah “ terhadap variabel “Persepsi kepemimpinan” adalah sebesar 0,544, maka variabel

“Pengaruh profil calon kepala daerah” menghasilkan pengaruh sebesar54,4%

terhadap variabel “Persepsi Kepemimpinan”. Hal ini berarti 54,4% variabel “Pengaruh profil calon kepala daerah” adalah kontribusi dari variabel

“Persepsi kepemimpinan”. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 45,1% dapat dijelaskan oleh sebab-sebab lain.

5.2 Saran

Dalam sebuah penelitian, seorang peneliti setidaknya dapat sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan, instansi atau lembaga serta berbagai pihak yang terkait dalam penelitian ini. Adapun saran-saran yang penulis berikan setelah meneliti masalah dalam penelitian ini antara lain:

1. Dari kesimpulan di atas menunjukkan profil calon kepala daerah didapat sekor sebesar 74,625%. Masyarakat mengetahui bahwa pengenalan calon gubernur dan calon wakil gubernur Banten 2017 melalui seleksi partai politik belum dilakukan secara terbuka dan transparan. Namun, lembaga terkait seperti Mahkamah Konstitusi, Badan pengawas pemilu, Komisi Pemilihan Umum seakan membiarkan mekanisme ini. Seharusnya mereka lebih mengawasi adanya indikasi politik uang yang terjadi antara elit politik parpol , dan sebisa mungkin mencegah hal tersebut terjadi. Ini demi mewujudkan esensi pilkada

yang kompetitif dan sportif sebagai ajang kontestasi kepemimpinan politik yang belandaskan dengan demokrasi. Hal ini dapat menjadi referensi dan pertimbangan lembaga terkait pemilihan untuk mengevaluasi keadaan pilkada dengan proses seleksi yang dilakukan.

2. Kepada lembaga terkait pemilihan sangat diharapkan adanya perubahan perundang-undangan . Hal ini agar kualitas proses seleksi oleh partai politik dapat terjamin pelaksanaannya berdasarkan demokrasi.

3. Parpol diharapkan dapat mencerdaaskan masyarakat dalam kesadaran politiknya. Proses edukasi politik sangat dibutuhkan masyarakat, sehingga mereka sadar politik bukan hanya dianggap sebagai supporters atau pemilih saja.