• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggapan Responden Tentang Seleksi Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik (Variabel X)

HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian

4.3 Deskripsi Hasil Penelitian

4.3.1 Tanggapan Responden Tentang Seleksi Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik (Variabel X)

Table 4.4 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No.1

X1

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Sangat Tidak Setuju 8 8.0 8.0 8.0

Tidak Setuju 28 28.0 28.0 36.0

Setuju 38 38.0 38.0 74.0

Sangat Setuju 26 26.0 26.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Diagram 4.4

Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada pernyataan X1 tentang “Saya mengetahui peran partai politik dalam seleksi calon tidak transparan” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 38 orang

(38%), sangat setuju sebanyak 26 orang (26%), dan tidak setuju sebanyak 28 orang (28%). Partai politik mempunyai beberapa fungsi seperti fungsi rekrutmen politik, sarana komunikasi politik, sarana sosialisasi politik dan sarana pengatur konflik. UUD menekankan pada salah satu fungsi partai politik yakni fungsi rekrutmen politik.

Melalui proses rekrutmen, partai politik berperan menyiapkan kader-kader dalam pimpinan politik, melakukan seleksi terhadap kader-kader yang dipersiapkan, serta perjuangan untuk penempatan kader yang berkualitas, berdedikasi, dan memiliki kredibilitas yang tinggi serta mendapat dukungan dari masyarakat pada jabatan-jabatan politik yang bersifat strategis. Proses rekrutmen harus berlangsung secara terbuka. Masyarakat harus memperoleh informasi yang memadai dan terbuka tentang siapa kandidat parlemen dari partai politik, track record masing-masing kandidat, dan proses seleksi hingga penentuan daftar calon. Partai politik mempunyai kewajiban menyampaikan informasi (sosialisasi) setiap kandidatnya secara terbuka kepada publik. Di sisi lain, partai juga harus terbuka menerima kritik dan gugatan terhadap kandidat yang dinilai tidak berkualitas oleh masyarakat.

Namun kenyataannya pada pecalonan pilkada Banten 2017 masih menampilkan wajah-wajah lama, dengan pemikiran-pemikiran lama serta pengalaman-pengalaman yang sama, bahkan orang-orang dari dinasti yang sama. Sehingga mayoritas masyarakat mengetahui bahwa peran partai politik

dalam seleksi calon tidak transparan. Pernyataan ini didukung oleh 38 responden (38%) yang menjawab setuju dan 26 responden (26%) menjawab sangat setuju.

Tabel 4.5 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No.2

X2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Sangat Tidak Setuju 5 5.0 5.0 5.0

Tidak Setuju 15 15.0 15.0 20.0

Setuju 55 55.0 55.0 75.0

Sangat Setuju 25 25.0 25.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Diagram 4.5

Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada pernyataan X2 tentang “Kepemimpinan, kejujuran, kemampuan intelektual, dan keberpihakan pada masyarakat belum menjadi indikator utama dalam

menentukan calon kepala daerah” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 55 orang (55%), sangat setuju sebanyak 25 orang (25%), tidak setuju sebanyak 15 orang (15%) dan sangat tidak setuju sebanyak 5 orang (5%).

Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa mayoritas responden setuju dan menyetujui bahwasannya mereka menilai kepemimpinan, kejujuran, kemampuan intelektual, dan kebeberpihakan pada masyarakat belum menjadi indikator utama dalam menentukan calon kepala daerah. Hal ini dikarenakan pada kenyataannya partai politik dalam mencalonkan kepala daerah tidak melalui proses seleksi yang benar-benar matang dan secara pragmatism sehingga belum mampu melahirkan calon pemimpin untuk menjadi kepala daerah sesuai kebutuhan masyarakat.

Tabel 4.6 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No.3

X3

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Sangat Tidak Setuju 2 2.0 2.0 2.0

Tidak Setuju 25 25.0 25.0 27.0

Setuju 41 41.0 41.0 68.0

Sangat Setuju 32 32.0 32.0 100.0

Diagram 4.6

Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada pernyataan X3 tentang “Seleksi yang dilakukan oleh partai politik masih bersifat formalitas” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 41 orang (41%), sangat setuju sebanyak 32 orang (32%), tidak setuju sebanyak 25 orang (25%), dan sangat tidak setuju sebanyak 2 orang (2%). Partai politik membuka kesempatan seluas-luasnya bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik dan pemerintahan, utamanya dalam pesta besar rakyat yakni Pilkada. Sebelum penentapan calon untuk diusung dalam Pilkada, parpol melakukan proses penjaringan calon yang bertujuan untuk mengetahui potensi dan kemampuan calon dalam berpolitik serta kredibilitas calon dalam memimpin.

Sebagai suatu organisasi, partai politik secara ideal dimaksudkan untuk mengaktifkan dan memobilisasi rakyat, mewakili kepentingan tertentu, dan memberikan jalan kompromi bagi pendapat yang saling bersaing, serta menyediakan sarana suksesi kepemimpinan politik secara damai.

Pada pelaksanaannya, seleksi yang dilakukan partai politik ini tidak lebih hanya sebagai ritual politik partai menjelang Pemilu dilaksanakan. Proses seleksi ini tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan sehingga hasilnya adalah kader partai politik yang tidak memiliki integritas dan visi kenegaraan dalam menyelesaikan masalah bangsa ini. Sehingga saat ini yang dapat disaksikan dalam perpolitikan Indonesia ialah kegiatan saling berdebat dan saling menjatuhkan yang kemudian berujung anarki. Masyarakat sebagai responden, menyatakan sangat setuju (41%) dan setuju (32%) bahwa mereka menilai seleksi yang dilakukan oleh partai politik masih bersifat formalitas.

Tabel 4.7 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No. 4

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Sangat Tidak Setuju 8 8.0 8.0 8.0

Tidak Setuju 25 25.0 25.0 33.0

Setuju 54 54.0 54.0 87.0

Sangat Setuju 13 13.0 13.0 100.0

Diagram 4.7

Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada pernyataan X4 tentang “Visi dan misi calon belum menggambarkan kenyataan kemampuan calon” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 54 orang (54%), sangat setuju sebanyak 13 orang (13%), tidak setuju sebanyak 25 orang (25%), dan sangat tidak setuju sebanyak 8%. setuju dengan pernyataan tersebut.

Setelah ditetapkannya kandidat calon kepala daerah dan nomor urut mulai dari calon gubernur/wakil gubernur, calon bupati/wakil bupati dan calon walikota/wakil walikota, maka dilaksanakan kampanye. Para bakal calon pun memaparkan visi-misi sebagai rentetan syarat dari tahapan pilkada menuju hari pemilihan. Singkatnya visi dan misi ini adalah sekumpulan rencana program kerja yang diusung para calon kandidat apabila terpilih menjadi kepala daerah lima tahun kedepan.

Konten dalam visi-misi para calon kepala daerah tak lepas dari hal-hal seperti pengentasan kemiskinan, memajukan pendidikan, pemberdayaan, dan lain-lain. Namun pengalaman dimasa lalu juga memberikan janji-janji pada saat kampanye yang belum terealisasi.

Sehingga masyarakat sebagai responden menilai bahwa visi dan misi calon belum menggambarkan kenyataan kemampuan calon. Pernyataan ini didukung oleh jawaban responden yang menjawab setuju sebanyak 54 orang (54%).

Tabel 4.8 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No. 5

X5

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Sangat Tidak Setuju 1 1.0 1.0 1.0

Tidak Setuju 19 19.0 19.0 20.0

Setuju 48 48.0 48.0 68.0

Sangat Setuju 32 32.0 32.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada pernyataan X5 tentang “Seleksi yang dilakukan oleh partai politik belum memberikan jaminan dan kualitas karena hal ini juga belum diatur oleh perundang-undangan” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 44 orang (44%), sangat setuju sebanyak 32 orang (32%), tidak setuju sebanyak 19 orang (19%), dan sangat tidak setuju sebanyak 1 orang (1%). Dengan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas masyarakat pemilih di Banten setuju dengan pernyataan tersebut.

Lemahnya aturan yang dirumuskan dalam UU No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik berimplikasi pada lemahnya sistem politik kepartaian, utamanya rendahnya kualitas partai politik. Hasil Perubahan UU No. 8 Tahun 2008 tentang Partai Politik tidak mendorong terbentuknya demokratisasi internal partai politik, utamanya dalam melahirkan calon – calon pemimpin bagi bangsa ini, dimulai dari Kepala Daerah, Anggota Legislatif baik di DPR maupun DPRD, dan Pejabatan - Pejabat Negara di tingkat Lembaga Negara.

Selain itu perubahan ini juga tidak mengatur secara rinci, jelas, disertai sanksi yang tegas bagi partai politik yang memainkan politik uang, padahal politik uang inilah yang menjadi sumber kebobbrokan tatanan dan peradaban politik. Tanpa ketentuan tersebut, keberadaan partai politik justru dapat membahayakan perkembangan demokrasi, serta eksistensi dan peradaban bangsa, seperti komersialisasi pemilukada, dan munculnya elit politik yang tidak berkualitas.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 resonden yang menjawab setuju terdapat 48 responden (48%). Mayoritas masyarakat menyatakan setuju bahwa seleksi yang dilakukan oleh partai politik belum memberikan jaminan dan kualitas karena hal ini juga belum diatur oleh perundang-undangan.

Tabel 4.9 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No. 6

Diagram 4.9

X6

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Sangat Tidak Setuju 1 1.0 1.0 1.0

Tidak Setuju 22 22.0 22.0 23.0

Setuju 50 50.0 50.0 73.0

Sangat Setuju 27 27.0 27.0 100.0

Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada pernyataan X6 tentang “Proses demokrasi dalam seleksi hanya bersifat prosedural atau secara aturan” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 50 orang (50%), sangat setuju sebanyak 27 orang (27%), tidak setuju sebanyak 22 orang (22%), dan sangat tidak setuju sebanyak 1 orang (1,3%).

Dalam demokrasi, kepentingan masyarakat adalah sangat diunggulkan. Kedaulatan masyarakat yang artinya pemimpin tertinggi adalah masyarakat. Kedaulatan ini bermaksud untuk memposisikan masyarakat dalam posisi puncak pemerintahan. Semua kepentingan masyarakat harus menjadi dasar gerak pemerintahan. Kekuasaan tertinggi berada di masyarakat. Pimpinan pemerintahan daerah seharusnya hanya menjadi representatif masyarakat guna terwujudnya pemerintahan yang pro kepada masyarakat.

Partai politik mempunyai posisi (status) dan peranan (role) yang sangat penting dalam setiap sistem demokrasi. Sebagai fungsinya dalam rekrutmen politik, partai menjadi penghubung strategis pemerintah dengan aspirasi rakyat. Maka dalam pelaksanaan pilkada, parpol mengusung calon-calon pemimpin yang memiliki integritas dan kapabilitas yang baik. Selain itu proses seleksi semestinya dilakukan secara terbuka agar masyarakat dapat secara langsung menyampaikan saran siapa bakal calon kepala daerah dan menilai bakal calon kepala daerah yang diusung oleh parpol.

Namun pada realitasnya, partai politik sering menyuguhkan tontonan yang tidak bisa dijadikan tuntunan dalam menegakkan prinsip-prinsip demokrasi. Perubahan masih bergerak pada tataran prosedural dan legal – formal, belum menyentuh pada perubahan mental, budaya, sikap dan prilaku para elit politik dan masyarakat, sehingga berimplikasi pada berbagai pelanggaran.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 resonden yang menjawab setuju terdapat 50 responden (50%). Mayoritas masyarakat menyatakan setuju bahwa proses demokrasi dalam seleksi hanya bersifat prosedural atau secara aturan.

Tabel 4.10 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No. 7

X7

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Vali d

Sangat Tidak Setuju 3 3.0 3.0 3.0

Tidak Setuju 20 20.0 20.0 23.0

Setuju 49 49.0 49.0 72.0

Sangat Setuju 28 28.0 28.0 100.0

Diagram 4.10

Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada pernyataan X7 tentang “Proses sleksi bersifat sentralistik/terpusat” dari 100

responden yang menjawab setuju sebanyak 49 orang (49%), sangat setuju sebanyak 28 orang (28%), tidak setuju sebanyak 20 orang (20%), dan sangat tidak setuju sebanyak 3 orang (3%).

Harapan dan animo masyarakat untuk memilih sangat dipengaruhi bakal pasangan calon yang di tawarkan parpol pengusung. Ketika sebagian besar

harapan masyarakat terpenuhi pada “produk unggulan” parpol pengusung,

keinginan pemilih untuk memberikan dukungan dan berpartisipasi akan tinggi.

Hal ni juga berpengaruh pada penentuan bakal calon yang diusung parpol. Ketika proses pencalonan tidak demokratis yaitu tidak melibatkan anggota partai dan mengharuskan rekomendasi dari dewan pimpinan pusat parpol.

Masyarakat digerakkan oleh kesadaran dan memiliki kepercayaan memilih. Sebaliknya jika parpol pengusung tidak cukup mampu memuaskan harapan masyarakat akan pemimpin masa depan (yang ideal) keterlibatan masyarakat akan rendah bahkan cenderung apatis untuk terlibat dalam proses demokrasi di daerahnya. Masyarakat sudah jenuh dan kehabisan energi untuk memilih lagi.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 resonden, yang menjawab setuju sebanyak 49 orang (49%). Hasil jawaban menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat menyatakan setuju bahwa proses seleksi bersifat sentralistik/terpusat.

Tabel 4.11 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan X8

X8

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Sangat Tidak Setuju 2 2.0 2.0 2.0

Tidak Setuju 16 16.0 16.0 18.0

Setuju 47 47.0 47.0 65.0

Sangat Setuju 35 35.0 35.0 100.0

Diagram 4.11

Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada pernyataan X8 tentang “Proses seleksi parpol belum mencerminkan persaingan secara adil” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 47 orang (47%), sangat setuju sebanyak 35 orang (35%), tidak setuju sebanyak 16 orang (16%), dan sangat tidak setuju sebanyak 2 orang (2%).

Persaingan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan baik dalam pendidikan, dunia kerja, maupun pada dunia hiburan bahkan dalam dunia politik. Sama halnya persaingan dalam dunia politik terjadi baik antar partai maupun calon yang maju pada pilkada. Para calon yang mengikuti proses seleksi oleh partai politik bersaing ketat dan melakukan segala cara agar terpilih menjadi calon yang diusung. Salah satunya yang memang telah marak terjadi dalam perpolitikan partai adalah money politic bahkan partai politik cenderung “memasang harga dipintu” bagi siapa saja sosok yang ingin menjadikan partai sebagai kendaraan

memeperoleh kekuasaan kepemimpinan. Selain itu para bakal calon yang diusung parpol merupakan petahana atau yang memiliki hubungan kekerabatan.

Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Sebastian Salang menilai, partai politik belum memiliki sistem seleksi yang bagus dalam mencalonkan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Akhirnya perpol cenderung menjadi sangat pragmatis.

Saat penentuan calon hanya berdasar hasil survey. Rata-rata yang

elektabilitas tinggi adalah petahana. Parpol tak perhatikan lagi apakah petahana itu punya integritas baik atau tidak.Petahana juga relatif mempunyai modal uang yang cukup besar. “Maka tak heran, yangmaju pada pilkada ini adalah

petahana.”81

Pada akhirnya dapat dilihat bahwa deretan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang maju dan bersaing merupakan orang-orang berduit. Sehingga sosok yang memiliki integritas dan kapabilitas baik tidak mampu menunjukkan loyalitas kemampuannya dalam memimpin. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 resonden yang menjawab setuju sebanyak 35 orang (35%) dan sangat setuju sebanyak 47 orang (47%). Mayoritas masyarakat menyetujui bahwa proses seleksi parpol belum mencerminkan persaingan secara adil.

4.3.2 Tanggapan Responden Mengenai Persepsi Kepemimpinan (Variabel X)