• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Pondokdadap yang terletak di Sendangbiru merupakan perairan yang sangat potensial untuk ikan tuna. Produksi tuna pada tahun 2015 mencapai 1.931,898 ton.

Nelayan Sendangbiru melakukan penangkapan tuna dengan menggunakan alat tangkap pancing ulur atau handline. Alat tangkap utama yang digunakan nelayan untuk menangkap tuna adalah pancing ulur dengan metode cuping, tomba dan batuan. Pancing jenis cuping dan tomba sangat efektif untuk menangkap tuna jenis yellowfin dan mata besar. Sedangkan pancing jenis batuan efektif untuk menangkap tuna jenis albakor dengan kedalaman lebih dari 200 m. Penggunaan batu sebagai alat bantu penangkapan mulai dikenal nelayan Sendangbiru sejak tahun 2005, sampai saat ini batu menjadi salah satu alat bantu penangkapan utama nelayan.

Hasil tangkapan tuna di PPP Pondokdadap sebagian besar ditujukan untuk pasar ekspor, sebagian lainya di pasarkan di pasar tradisional yang berada di wilayah Malang, Probolinggo dan Lamongan. Kegiatan ekspor dimulai dari

pengiriman hasil tangkapan tuna oleh pengusaha tuna setempat menuju perusahaan pengekspor yang berada di Surabaya, Pasuruan, Sidoarjo, Banyuwangi, Bali dan Jakarta. Perusahan-perusahaan inilah yang kemudian mengekspor tuna dari Sendangbiru bersamaan dengan ikan tuna dari daerah lain yang menjadi pemasok bahan baku tuna untuk perusahaan tersebut.

Penanganan hasil tangkapan tuna merupakan hal terpenting dalam menjaga mutu ikan tersebut. Mengingat pentingnya mempertahankan mutu ikan maka perlu dilakukan penanganan yang baik sejak ikan ditangkap, di kapal, di pelabuhan hingga didistribusikan, sehingga ikan memiliki mutu yang baik dan mempunyai nilai jual yang tinggi. Menurut Sari et al (2014) Proses penanganan dan pengendalian mutu ikan merupakan hal yang paling penting agar hasil tangkapan tetap segar saat ikan ditangkap, didaratkan, dan saat transportasi menuju hinterlandnya.

Proses penanganan tuna di atas kapal oleh nelayan Sendangbiru dilakukan dengan cara sederhana. Setelah ikan ditangkap kemudian diangkat menggunakan ganco. Menurut Irianto (2008), Penggancoan untuk menarik ikan ke atas kapal selalu dilakukan pada bagian kepala dan jangan pernah melakukannya pada bagian badan, tenggorokan, atau jantung. Selanjutnya ikan dimatikan dengan cara dipukul di bagian kepala. Menurut Reo (2010) ikan yang mati dipukul dengan kayu pemukul akan lebih cepat mengalami proses penurunan mutu daripada ikan yang mati dengan cara di tusuk tepat pada otaknya. Hal ini disebabkan karena ikan yang mati dengan cara ditusuk akan langsung mati sehingga mutu ikan tetap terjaga. Lain halnya dengan ikan yang dipukul dengan kayu pemukul, proses kematiannya berlangsung 15-20 menit sehingga ikan mati dalam keadaan lemas. Ikan yang mati dengan keadaan lemas akan lebih cepat mengalami proses penurunan mutu. Selanjutnya ikan dibersihkan insang dan isi perutnya menggunakan air laut dan dimasukkan kedalam palka yang terisi es balok yang sudah dihancurkan. Pembongkaran ikan dilakukan pada pagi hingga siang hari. Pembongkaran hasil tangkapan dilakukan oleh 2-3 orang ABK yang masuk langsung kedalam palka, ABK tersebut bertugas mengeluarkan es serta membantu proses pengangkatan ikan keatas dek. Selanjutnya dilakukan pembersihan kembali pada insang dan perut menggunakan air laut, ikan ditutup dengan terpal untuk menghindari sinar matahari langsung.

Proses selanjutnya yaitu ikan dikumpulkan di TPI dengan cara diletakkan di atas lantai. Penempatan ikan tuna yang dilakukan di PPP Pondokdadap disesuaikan dengan jenisnya. Ikan tuna jenis yellowfin dan big eye yang berukuran besar diletakkan di atas lantai yang diberi alas karpet halus untuk mencegah terjadinya kerusakan fisik pada ikan. Sedangkan tuna jenis albakor diletakkan di atas lantai yang permukaannya kasar. Tuna albakor memiliki nilai jual yang rendah dan persentase hasil tangkapan paling tinggi dibanding tuna jenis lain, oleh karena itu tuna jenis ini kurang mendapatkan penanganan yang baik.

Hasil analisis kesenjangan menunjukan bahwa terdapat kesenjangan antara penanganan tuna yang dilakukan di PPP Pondokdadap saat ini dengan standar yang telah ditetapkan. Masalah yang terjadi yaitu berkaitan dengan cara penanganan yang menyebabkan terjadinya kemunduran pada ikan, rendahnya kesadaran nelayan maupun pekerja di pelabuhan akan pentingnya menjaga mutu hasil tangkapan. Selain itu, tidak adanya pengetahuan khusus yang dimiliki nelayan dan pekerja dalam menangani ikan tuna. Masalah lain yang terjadi yaitu

peralatan yang kurang memadai dan fasilitas yang tidak berfungsi secara optimal menyebabkan proses penanganan tidak berjalan dengan baik.

Penerapan atau implementasi manajemen mutu sesuai dengan KEPMEN- KP 01/2007 yang diperbaharui menjadi KEPMEN-KP 52A/2013 telah diimplementasikan pada kapal penangkap ikan di PPN Palabuhanratu oleh Nurani

et al (2012). Hasil menunjukkan bahwa kebijakan tersebut masih sulit untuk

diimplementasikan. Kapal berukuran kecil, memiliki keterbatasan ruang dan keterbatasan pengetahuan ABK yang menjadi faktor sulitnya untuk memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Pada kapal longline dan pancing tonda, persyaratan struktur dan kelayakan kapal serta regristasi sudah diimplementasikan, namun terkait dengan higiene kapal dan penanganan masih belum diimplementasikan dengan baik.

Adapun strategi yang perlu dilakukan agar kebijakan manajemen mutu pada KEPMEN-KP 52A/2013 dapat diterapkan di PPP Pondokdadap yaitu, penggunaan teknologi penanganan yang berupa palka berpendingin dan papan seluncur untuk proses pembongkaran hasil tangkapan. Menurut Poernomo (2002), pengangkutan ikan tuna dari atas kapal ke darmaga sebaiknya menggunakan papan peluncur yang pada bagian atasnya diberikan tenda pelindung dari sinar matahari. Permukaan dan sudut papan peluncur harus halus dan dalam keadaan basah yang terus dialiri air dengan suhu 0°C. Adanya kendaraan distribusi yang bersih dan mampu menjaga mutu ikan, peningkatan persentase hasil tangkapan layak ekspor yaitu ikan tuna dengan mutu A dan B, pengadaan, perbaikan serta perawatan fasilitas pelabuhan sehingga mendukung kelancaran proses penanganan tuna, pengadaan dan perbaikan pada peralatan yang digunakan untuk menangani ikan tuna, perlu adanya penyuluhan dan pelatihan kepada nelayan dan pekerja di pelabuhan sehingga meningkatkan keterampilan dan kesadaran dalam menangani tuna dan diperlukan adanya pengawasan terhadap aktivitas penanganan tuna di pelabuhan.

7 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Kesesuaian penanganan tuna di PPP Pondokdadap dengan kebijakan manajemen mutu rata-rata mencapai 65%. Elemen yang meliputi cara penanganan, sumberdaya manusia dan peralatan yaitu kurang sesuai dengan standar, sedangkan unit penangkapan dan fasilitas sesuai dengan standar. 2. Terdapat tujuh rumusan strategi penerapan standar penanganan tuna yang dapat

digunakan, yaitu; (1) penggunaan teknologi penanganan tuna baik di atas kapal maupun di pelabuhan, (2) tersedia fasilitas distribusi yang layak,(3) peningkatan persentase hasil tagkapan tuna layak ekspor, (4) pengadaan, perbaikan dan perawatan fasilitas pelabuhan sehingga dapat berfungsi secara optimal, (5) pengadaan dan perawatan peralatan secara rutin, (6) pengadaan penyuluhan dan pelatihan guna meningkatkan keterampilan dan kesadaran nelayan dalam menangani tuna dengan baik, (7) pengawasan terhadap aktivitas penanganan tuna. Adapun langkah-langkah jangka pendek yang harus dilakukan untuk pencapaian strategi yaitu pengendalian mutu ikan selama

proses produksi, peningkatan kapasitas listrik di pelabuhan, penempelan poster peringatan serta terbentuknya pengawas mutu.

Saran

1. Diperlukan koordinasi dan kerjasama yang baik antara pengelola pelabuhan, nelayan dan pengusaha tuna dalam menerapkan standar penanganan tuna sehingga tercipta aktivitas penanganan yang dapat menghasilkan produk ekspor.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan berkaitan dengan prioritas strategi yang harus dilakukan dalam menerapkan standar penanganan tuna di PPP Pondokdadap.

Dokumen terkait