• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penanganan Hasil Tangkapan Tuna di Pelabuhan Perikanan Pantai Pondokdadap untuk Memenuhi Standar Pasar Ekspor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penanganan Hasil Tangkapan Tuna di Pelabuhan Perikanan Pantai Pondokdadap untuk Memenuhi Standar Pasar Ekspor"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

PENANGANAN HASIL TANGKAPAN TUNA DI PELABUHAN

PERIKANAN PANTAI PONDOKDADAP UNTUK MEMENUHI

STANDAR PASAR EKSPOR

IMAM FURQAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penanganan Hasil Tangkapan Tuna di Pelabuhan Perikanan Pantai Pondokdadap adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2017

Imam Furqan

(3)

RINGKASAN

IMAM FURQAN. Penanganan Hasil Tangkapan Tuna di Pelabuhan Perikanan Pantai Pondokdadap untuk Memenuhi Standar Pasar Ekspor. Dibimbing oleh TRI WIJI NURANI dan IIN SOLIHIN.

Keberpihakan pemerintah terhadap pentingnya mutu produk perikanan telah ditetapkan dalam KEPMEN-KP 52A/2013 Tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi. Kebijakan tersebut haruslah ditinjaklanjuti melalui implementasi sistem mutu dalam aktivitas perikanan.

Pelabuhan Perikanan Pantai Pondokdadap merupakan pelabuhan penghasil tuna terbesar di Jawa Timur, dengan hasil tangkapan pada tahun 2014 mencapai 3.546,4 ton (DKP Jawa Timur, 2015). Tujuan utama pemasaran hasil tangkapan tuna tersebut yaitu untuk dipasarkan ke perusahaan pengekspor yang berada di Jawa Timur dan sekitarnya yang kemudian diekspor menuju Amerika, Uni Eropa, Kanada, Thailand dan negara lainnya. Namun demikian, sebagian besar pelaku perikanan belum memahami cara penanganan yang baik, akibatnya sebagian ikan tuna yang didaratkan memiliki kualitas yang tidak memenuhi standar pasar ekspor dengan harga jual yang sangat murah. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui penanganan tuna yang saat ini dilakukan di PPP Pondokdadap dan merekomendasikan strategi dan langkah-langkah yang harus dilakukan sehingga dapat meningkatkan kualitas hasil tangkapan nelayan guna memenuhi permintaan pasar ekspor.

Penelitian ini bertujuan untuk; (1) menentukan tingkat kesesuaian penanganan tuna di PPP Pondokdadap dengan standar yang telah ditetapkan, dan (2) merumuskan strategi dan langkah-langkah pencapaiannya untuk keberhasilan implementasi manajemen mutu ikan tuna sesuai KEPMEN-KP 52A/2013. Adapun analisis data yang digunakan yaitu analisis kesenjangan (gap) untuk menentukan tingkat kesesuaian penanganan tuna yang ada di PPP Pondokdadap dengan standar yang telah ditetapkan dan analisis SWOT untuk merumuskan strategi serta Balanced Scorecard untuk merumuskan langkah-langkah pencapaian strategi.

Hasil penilaian tingkat kesesuaian penanganan tuna di PPP Pondokdadap dengan standar yang telah ditetapkan yang meliputi cara penanganan, sumberdaya manusia dan peralatan yaitu kurang sesuai dengan standar dengan tingkat kesesuaian masing-masing sebesar 63%, 60% dan 61%, sedangkan unit penangkapan dan fasilitas hampir sesuai dengan standar dengan tingkat kesesuaian sebesar 72% dan 70%. Terdapat tujuh strategi dalam penerapan kebijakan manajemen mutu di Sendangbiru yaitu; penggunaan teknologi, perbaikan peralatan, fasilitas, kendaraan distribusi, pengadaan penyuluhan dan pelatihan serta adanya pengawasan pada aktivitas penanganan tuna. Adapun langkah jangka pendek yang harus dilakukan untuk pencapaian strategi yaitu pengendalian mutu ikan selama proses produksi, peningkatan kapasitas listrik dipelabuhan, penempelan poster peringatan serta terbentuknya pengawas mutu.

(4)

SUMMARY

IMAM FURQAN. Tuna Catch Handling in Pondokdadap Coastal Fishing Port to Fulfill the Export Market Standard. Supervised by TRI WIJI NURANI and IIN SOLIHIN

The government concern about the quality importance on fishery products as set out in KEPMEN-KP/52A/2013 about the quality assurance requirements and fishery safety products in the process of production, processing and distribution. The policy should be followed up through the implementation of quality systems in fisheries activities.

Pondokdadap Coastal Fishing Port is the largest tuna fishing port in East Java, with catches in 2014 reached 3546.4 tons (DKP East Java, 2015). The main purpose of tuna marketing was to market products to the export company in East Java and its surroundings and then exported to the USA, Europe, Canada, Thailand and other countries. However, the standard handling have not understood by fishermen, and caused some of tuna in pondokdadap have not standard quality products for export markets, so the fish are sold at bargain prices to the traditional processing industries and around the traditional markets. Therefore it is important to investigated the tuna handling was currently done in Pondokdadap and recommend strategies and measures that should be carried out so as to improve the quality of the catch in order to meet export market demand.

The purpose of this study was; (1) to determine the degree of conformity of the tuna handling in Pondokdadap Coastal Fishing Port with established, and (2) to formulate strategies and measures its achievements to the successful implementation of quality management in accordance KEPMEN-KP / 52A / 2013. Data analysis were carried out with the gap analysis and SWOT analysis to formulate strategies and Balanced Scorecard to formulate measures the achievement of the strategy.

The result of conformity assessment tuna handling in Pondokdadap with established standards covering handling, manpower and equipment that is not in accordance with the standard, while the environment and the facility is almost in accordance with the standard. There are 7 strategies in the application of quality management policies in Pondokdadap namely; The use of technology, improvement of equipment, facilities, vehicle distribution, provision of counseling and training and lack of oversight on the activities of tuna handling. As for short-term measures that must be done to achieve that strategy fish quality control during the production process, increasing electricity capacity in ports, pasting posters warning and the formation of the quality watchdog.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

(6)
(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Perikanan Laut

PENANGANAN HASIL TANGKAPAN TUNA DI PELABUHAN

PERIKANAN PANTAI PONDOKDADAP UNTUK MEMENUHI

STANDAR PASAR EKSPOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

(8)
(9)
(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2016 ini ialah penanganan tuna, dengan judul Penanganan Hasil Tangkapan Tuna di Pelabuhan Perikanan Pantai Pondokdadap untuk Memenuhi Standar Pasar Ekspor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si dan Bapak Dr. Iin Solihin, S.Pi, M.Si selaku pembimbing. Disamping itu, ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Goentoro Soepardi beserta staf Unit Pengelola PPP Pondokdadap, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu dan ayah tercinta serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya, serta teman-teman seperjuangan Pascasarjana (Magister) TPL 2015 atas kebersamaan dan semangatnya.

Penulis sangat berharap kritik dan saran demi penyempurnaan penulisan dimasa yang akan datang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2017

(11)

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

DAFTAR ISTILAH ix

1 PENDAHULUAN 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Kerangka Pemikiran 3

2 METODE 4

Tempat dan Waktu Penelitian 4

Metode Penelitian 5

Metode Pengumpulan Data 5

Analisis Data 6

Analisis Kesenjangan (Gap Analysis) 6

Analisis Perumusan Strategi Penerapan Kebijakan Manajemen Mutu 7

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 8

Pelabuhan Perikanan Pantai Pondokdadap 8

Profil Perikanan Tuna 8

Deskripsi Unit Pancing Ulur (Handline ) 9

Kapal 9

Alat Tangkap 10

Pengoperasian Alat Tangkap 11

Hasil Tangkapan 11

Kegiatan Ekspor Tuna di PPP Pondokdadap 12

Penanganan hasil tangkapan tuna 13

Penanganan tuna di atas kapal 14

Penanganan tuna saat dibongkar 14

Penanganan Tuna di TPI 15

Penanganan tuna di gudang penyimpanan 16

Penanganan Selama Proses Distribusi 19

4 IMPLEMENTASI MANAJEMEN MUTU PADA PERIKANAN TUNA DI

SENDANGBIRU MALANG 19

Pendahuluan 19

Metode Penelitian 21

Metode Pengumpulan Data 21

Analisis Data 22

Hasil 22

Pembahasan 29

Kesimpulan 31

5 STRATEGI PENERAPAN KEBIJAKAN MANAJEMEN MUTU PADA

PERIKANAN TUNA DI SENDANGBIRU MALANG 31

(12)

Metode Pengumpulan Data 32

Metode Pengambilan Responden 32

Analisis Data 33

Hasil 35

Perumusan Strategi Berdasarkan Analisis SWOT 42

Perumusan Berbagai Perspektif 42

Perumusan Sasaran Strategis 42

Pengembangan Tolok ukur 44

Pembahasan 45

Kesimpulan 47

6 PEMBAHASAN UMUM 47

7 KESIMPULAN DAN SARAN 49

Kesimpulan 49

Saran 50

DAFTAR PUSTAKA 51

LAMPIRAN 54

RIWAYAT HIDUP 69

DAFTAR TABEL

1 Teknik analisis, kebutuhan dan jenis data 5

2 Jumlah armada penangkapan PPP Pondokdadap tahun 2013-2015 9

3 Jumlah Nelayan PPP Pondokdadap tahun 2013-2015 11

4 Data produksi PPP Pondokdadap 2011-2015 12

5 Tujuan pengiriman tuna Sendangbiru 12

6 Penerimaan tuna perusahaan GSM dan jenis olahannya 13

7 Hasil tangkapan tuna di PPP Pondokdadap bulan Juli-Agustus 2016 16

8 Check sheet hasil tangkapan tuna 21

9 Nilai kesenjangan elemen cara penanganan 21

10 Nilai kesenjangan elemen Sumberdaya manusia 21

11 Nilai kesenjangan elemen fasilitas 21

12 Nilai kesenjangan elemen peralatan 21

13 Nilai kesenjangan elemen unit penangkapan 21

14 Hasil perhitungan kesesuaian elemen penanganan 29

15 Matriks IFAS penanganan tuna di PPP Pondokdadap 38

16 Matriks EFAS penanganan tuna di PPP Pondokdadap 39

17 Perspektif balanced scorecard 42

18 Tolok ukur sasaran strategis penanganan tuna di PPP Pondokdadap 43

19 Pengembangkan tolok ukur, identifikasi penyebab 44

(13)

1 Kerangka pemikiran 4

2 Penanganan tuna diatas kapal 14

3 Penanganan tuna saat dibongkar 15

4 Penanganan tuna di TPI 15

5 Harga Jual Ikan tuna di PPP Pondokdadap 16

6 Penanganan tuna saat di gudang penyimpanan 17

7 Alur penanganan tuna di PPP Pondokdadap 18

8 Penanganan tuna saat didistribusikan 17

9 Persentase hasil tangkapan tuna bulan Juli-Agustus 2016 23

10 Matriks SWOT 35

11 Diagram posisi sistem berdasarkan Matriks IFAS-EFAS 39

12 Matriks internal-ekternal penanganan tuna 40

13 Matriks SWOT kebijakan manajemen mutu 41

14 Tujuan strategis strategi penerapan kebijakan manajemen mutu 43

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta lokasi penelitian 54

(14)

Balanced scorecard : Suatu sistem manajemen untuk mengelola implementasi strategi, mengukur kinerja secara utuh, mengkomunikasikan visi, strategi dan sasaran kepada stakeholders.

Baby tuna : Ikan tuna yang berukuran kecil (< 25 kg),

biasanya tidak di ekspor dan dipasarkan ke pasar tradisional dan industri pengolahan tradisional

Checksheet : Lembar pemeriksaan yang dirancang sederhana

berisi daftar hal-hal yang diperlukan untuk tujuan perekaman data sehingga pengguna dapat mengumpulkan data dengan mudah, sistematis dan teratur.

Gap : Perbandingan antara hasil kenyataan dengan hasil yang diharapkan

Grading : Proses pengelompokan tingkat mutu yang

diberikan pada ikan tuna yang memiliki keseragaman tertentu

Kesesuaian : Keselarasan tentang penanganan tuna yang ada di PPP Pondokdadap dengan penanganan standar

Kriteria : Suatu patokan atau karakteristik yang ditetapkan sebagai alat pembanding bagi karakteristik-karakteristik lainnya

Mutu : Tingkat baik buruknya ikan tuna hasil

tangkapan

Pelabuhan Perikanan : Tempat yang terdiri dari daratan dan perairan disekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan, kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan

Penanganan : Suatu cara memperlakukan ikan sesudah ditangkap agar mutu ikan tetap segar dan baik, ketika sampai ke tangan konsumen.

Penanganan standar : Tata cara penanganan hasil tangkapan yang ditetapkan dalam KEPMEN-KP/52A/2013

(15)

Pengambek : Pemilik modal yang membeli ikan yang didaratkan oleh nelayan dan kemudian dijual kembali ke pengusaha tuna

Pengusaha tuna : Orang yang membeli tuna dari

nelayang/pengambak di PPP Pondokdadap yang kemudian dijual ke perusahaan pengekspor

Perikanan : Semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari pra produksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan

Perspektif Balanced

Scorecard

: Penilaian organisasi terhadap empat perspektif yang dimiliki yaitu; keuangan, pelanggan, bisnis internal serta pertumbuhan dan pembelajaran.

Perusahaan : Perusahaan yang membeli tuna dari pengusaha tuna yang ada di PPP Pondokdadap yang kemudian di ekspor

Sanitasi : Perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya.

Standar ekspor : Suatu persyaratan atau ketentuan yang ditetapkan oleh suatu negara untuk menerima produk makanan yang didatangkan dari negara lain

Strategi : Pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu.

Sortir : Memilih ikan tuna yang diperlukan dan mengeluarkan yang tidak diperlukan

SWOT : Metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang

(opportunities), dan ancaman (threats) dalam

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor tuna terbesar di dunia. Volume ekspor tuna mengalami kenaikan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir yakni dari 67.682,5 ton pada tahun 2010 menjadi 101.111 ton pada tahun 2014 dengan nilai sebesar US$ 197.052,4 juta pada tahun 2010 menjadi US$ 210,341,5 juta pada tahun 2014. Negara yang menduduki peringkat teratas sebagai tujuan ekspor tuna Indonesia adalah Jepang(38,54%), disusul Amerika Serikat (22,17%) dan Uni Eropa (13,72). Data ini menggambarkan bahwa ketiga negara/ kawasan tersebut sangat berpengaruh terhadap kinerja ekspor tuna Indonesia. Upaya dilakukan secara intensif untuk dapat mempertahankan dan meningkatkan akses pasar ke negara tersebut (BPS 2014).

Perkembangan ekspor ikan tuna yang meningkat menunjukkan tingginya permintaan akan komoditi tersebut. Menurut Wicaksono (2009), Negara pengimpor tuna segar Indonesia cenderung memperketat persyaratan mutu produk yang diimpor ke negaranya sehubungan dengan isu food safety, khususnya pasar Uni Eropa yang telah beberapa kali melakukan penolakan terhadap ikan tuna Indonesia karena tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan, oleh karena itu Indonesia dituntut untuk lebih meningkatkan kualitas tuna yang dihasilkan agar dapat memenuhi standar pasar ekspor.

Manajemen mutu terpadu merupakan sekumpulan prosedur terdokumentasi dan praktek-praktek standar untuk manajemen sistem yang bertujuan menjamin kesesuaian dari suatu proses dan produk terhadap kebutuhan atau persyaratan yang telah ditentukan. Beberapa tahun terakhir terjadi perubahan paradigma dalam sistem pengawasan mutu perikanan. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa sistem pengawasan yang terlalu menekankan pada pengawasan produk akhir gagal untuk menjamin mutu dan keamanan makanan. Dengan demikian diperlukan sistem yang bisa mendeteksi secara dini masalah-masalah yang timbul selama proses produksi (Nurani et al. 2011). Muhandri (2006) menambahkan diperlukan tindakan pencegahan untuk menjamin keamanaan pangan dan menetapkan sistem pengendaliannya yang diarahkan pada tindakan pencegahan dan tidak tergantung pada pengujian produk akhir.

Penanganan adalah serangkaian atau perlakuan terhadap ikan tanpa mengubah struktur dan bentuk dasar. Menurut Mboto (2014), salah satu bentuk penanganan adalah dengan menggunakan suhu rendah atau dikenal dengan pendinginan. Pendinginan yang dilakukan sebelum rigor mortis berlalu merupakan cara yang paling efektif jika disertai dengan teknik yang benar.

(18)

ikan secara kuantitatif, melainkan dari sisi kualitas lebih penting untuk diutamakan.

Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Pondokdadap terletak di Desa Tambakrejo, Dusun Sendangbiru Kabupaten Malang yang merupakan perairan yang sangat potensial untuk ikan tuna dan menjadi penyumbang terbesar terhadap jumlah produksi tuna, tongkol dan cakalang (TTC) Kabupaten Malang, dengan produksi tahun 2013 mencapai 3612,1 ton (DKP Jatim 2013). Tingginya produksi tersebut diduga karena posisinya yang strategis, yaitu berada di dekat Samudera Hindia yang merupakan daerah penangkapan potensial jenis TTC dan adanya Pulau Sempu sebagai breakwater alami yang memberikan keamanan pada kapal yang ingin berlabuh dan mendaratkan hasil tangkapannya (UPPPP Pondokdadap 2013).

Tujuan utama pemasaran hasil tangkapan tuna yang didaratkan di PPP Pondokdadap yaitu untuk dipasarkan ke perusahaan pengekspor yang berada di Jawa Timur dan sekitarnya yang kemudian diekspor menuju Amerika, Uni Eropa, Kanada, Thailand dan negara lainnya. Menurut Junianto (2003), untuk mendapatkan ikan yang memenuhi tujuan pasar ekspor diperlukan penanganan dan penempatan secara higienis guna menjaga ikan dari kemunduran mutu, penanganan dan penempatan tersebut misalnya dengan tidak menempatkan ikan pada tempat yang bersuhu panas, terkena sinar matahari langsung dan tempat yang kotor. Hal yang sama tercantum pula dalam KEPMEN-KP 52A/2013 yang merupakan standar yang berlaku sebagai acuan dalam menangani produk perikanan. Peraturan tersebut memuat hal-hal yang berkaitan dengan jaminan mutu dan keamanan produk perikanan termasuk didalamnya yaitu cara penanganan, fasilitas, peralatan, dan lain sebagainya.

Hasil wawancara awal yang dilakukan kepada pengelola pelabuhan, pengusaha tuna dan sebagian nelayan di PPP Pondokdadap mengatakan bahwa, adanya tata cara mengenai penanganan yang baik dan benar umumnya telah diketahui oleh beberapa pihak tersebut. Namun demikian dalam pelaksanaanya masih sulit untuk diterapkan. Nelayan cenderung melakukan penanganan berdasarkan pengalaman dan kebiasaan, sehingga mengakibatkan sebagian hasil tangkapan tuna yang didaratkan memiliki kualitas tidak layak ekspor. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana kebijakan manajemen mutu tersebut telah diterapkan di PPP Pondokdadap. Selanjutnya yaitu merekomendasikan strategi dan langkah-langkah yang harus dilakukan sehingga dapat meningkatkan kualitas hasil tangkapan nelayan guna memenuhi permintaan pasar ekspor.

Perumusan Masalah

(19)

Melalui latar belakang yang telah dijelaskan di atas dapat dirumuskan masalah yang harus dijawab pada penelitian ini yakni sebagai berikut:

1. Bagaimana penanganan tuna di PPP Pondokdadap bila dibandingkan dengan kebijakan yang telah ditetapkan?

2. Bagaimana strategi penerapan kebijakan manajemen mutu di PPP Pondokdadap?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Memperoleh tingkat kesesuaian penanganan tuna di PPP Pondokdadap dengan standar yang telah ditetapkan.

2. Mendapatkan strategi dan langkah-langkah pencapaiannya untuk keberhasilan implementasi manajemen mutu ikan tuna sesuai standar.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan informasi kepada nelayan mengenai penanganan tuna yang baik sejak di kapal, di pelabuhan hingga didistribusikan agar dapat menghasilkan tuna dengan kualitas ekspor yang bernilai jual tinggi.

2. Memberikan rekomendasi dan sebagai bahan pertimbangan oleh PPP Pondokdadap dalam mengontrol proses penanganan tuna yang baik.

Kerangka Pemikiran

(20)

Ya

Gambar 1 Kerangka pemikiran

2

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian lapang dilaksanakan pada bulan Juli dan Agustus 2016. Penelitian bertempat di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Pondokdadap, Dusun Sendangbiru, Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur (Lampiran 1).

Output

Analisis SWOT

dan Balanced

Scorecard

Cukup Persentase hasil

tangkapan tuna layak

Analisis gap

Input

Proses

Mulai

Pengumpulan data

Tidak Kualitas hasil

tangkapan Penanganan tuna di PPP Pondokdadap

Strategi penerapan kebijakan manajemen mutu

(21)

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif komparatif yang berfungsi untuk membandingkan penanganan tuna di PPP Pondokdadap saat ini dengan standar penanganan yang seharusnya. Metode ini juga digunakan untuk membandingkan faktor internal dan faktor eksternal dalam merumuskan strategi penerapan kebijakan manajemen mutupada perikanan tuna di Sendangbiru.

Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara maupun observasi. Pengambilan data wawancara dilakukan dalam bentuk komunikasi langsung dengan pegawai PPP Pondokdadap, pegawai Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Malang, pegawai KUD Mina Jaya, pedagang, pemilik usaha pancing ulur, serta nelayan setempat. Pengambilan data observasi dilakukan dengan mengambil data secara langsung dilapang yaitu melalui pengamatan terhadap kegiatan penanganan ikan tuna di pelabuhan mulai dari pembongkaran ikan di palka hingga didistribusikan. Data sekunder diperoleh dari studi literarur dan laporan tahunan Unit Pengelola Pelabuhan Perikanan Pantai Pondokdadap, KUD Mina Jaya dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Malang. Adapun data-data yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 1.

Metode penentuan responden yang digunakan adalah metode purposive

sampling. Menurut Sugiyono (2009), metode purposive sampling adalah metode

pengambilan data dengan tujuan dan pertimbangan tertentu. Pertimbangan ini misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek yang diteliti. Sampel yang purposive dalam penelitiam ini adalah pegawai pelabuhan, pegawai TPI, nelayan, pedagang dan pemilik usaha perikanan pancing ulur yang berjumlah 26 orang.

Tabel 1 Teknik analisis, kebutuhan dan jenis data data serta hasil yang diharapkan untuk memenuhi tujuan penelitian

No Tujuan Penelitian Teknis

Analisis Kebutuhan Data

-Hasil tangkapan tuna yang sudah dikumpulkan oleh bakul

-Tujuan pengiriman dan reject

tuna

-Persentase tuna layak ekspor -Aktivitas pembongkaran kapal

pancing ulur

-Fasilitas dan sarana serta kegiatan yang menunjang penanganan hasil tangkapan -penanganan tuna di pelabuhan

dan di kapal

-Peralatan yang digunakan untuk aktivitas penanganan

(22)

No Tujuan Penelitian Teknis -Faktor internal dan eksternal pada

aktivitas penanganan tuna -Hasil analisis SWOT -Data sekunder dan pustaka

pendukung terkumpul. Data yang terkumpul dianalisis sesuai dengan karakteristik datanya dengan fokus untuk menjawab tujuan penelitian. Penelitian ini terdiri dari dua tahapan yaitu; penentuan kesesuaian standar penanganan tuna menggunakan analisis kesenjangan (gap) dan merumuskan strategi dan langkah-langkah pencapaiannya dalam implementasi kebijakan manajemen mutu yaitu dengan menggunakan analisis SWOT (Rangkuti 1999) dan balanced scorecard (Kaplan dan Norton (1996).

Analisis Kesenjangan (Gap Analysis)

Analisis gap digunakan untuk menilai seberapa besar kesenjangan antara penanganan tuna di PPP Pondokdadap saat ini dengan penanganan standar yang telah ditetapkan dalam KEPMEN-KP 52A/2013 Tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi. Semakin besar nilai gap suatu atribut maka tingkat kesesuaiannya semakin rendah.

Pendekatan yang digunakan untuk menilai kesenjangan dari sistem penanganan tuna adalah dengan menggunakan metode gap. Menurut Palan (2007) Gap

dihitung berdasarkan formula sebagai berikut:

Gap= Penanganan Standar Penanganan saat ini

Penanganan saat ini berupa nilai kuantitatif yang dihitung dari hasil kuesioner, sedangkan penanganan standar adalah standar yang telah ditetapkan melalui KEPMEN-KP 52A/2013. Penentuan nilai kesenjangan dibuat selang frekuensi berdasarkan data tingkat kesesuaian dan selisih nilai. Dalam penelitian ini digunakan 5 selang frekuensi (0-4). Analisis gap dalam penanganan tuna di PPP Pondokdadap meliputi beberapa tahap yaitu:

1. Mengidentifikasi elemen-elemen sistem penanganan tuna

2. Melakukan penilaian terhadap elemen-elemen. Penentuan nilai kesenjangan dibuat selang frekuensi berdasarkan data tingkat kesesuaian dan selisih nilai. Dalam penelitian ini digunakan 5 selang frekuensi (0-4)

(23)

Pengambilan keputusan kesenjangan penanganan tuna di PPP Pondokdadap berdasarkan kriteria berikut:

0% - ≤ 34 %  Penanganan sangat tidak sesuai standar 34% - ≤ 50%  Penanganan tidak sesuai standar

50% - ≤ 65%  Penanganan hampir sesuai dengan standar 65% - ≤ 80%  Penanganan kurang sesuai standar

80% - ≤ 100%  Penanganan sesuai dengan standar

Analisis Perumusan Strategi Penerapan Kebijakan Manajemen Mutu

Perumusan strategi penerapan kebijakan manajemen mutu menggunakan Analisis SWOT dan Balanced Scorecard. Analisis SWOT digunakan untuk membandingkan kondisi internal dan eksternal dari suatu sistem. Kondisi internal mencakup kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness), sedangkan kondisi eksternal berupa peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Strategi dirumuskan dengan cara memaksimalkan kekuatan dan peluang, serta meminimalkan kelemahan dan ancaman (Rangkuti 1998). Proses dalam perumusan strategi mencakup 3 tahap yaitu:

1. Evaluasi faktor internal dan eksternal.

2. Pembuatan matriks internal, eksternal dan matriks SWOT. 3. Perumusan strategi

Balance scorecard merupakan suatu sistem manajemen, pengukuran, dan

pengendalian yang secara cepat, tepat dan komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada stakeholder tentang langkah-langkah dalam mencapai tujuan (Nurani et al. 2014). Adapun Tahap-tahap dalam penyusunan Balanced Scorecard

mengacu pada Nurani et al. (2011) yaitu sebagai berikut: 1. Perumusan strategi berdasarkan analisis SWOT

Perumusan strategi dilakukan melalui evaluasi terhadap kondisi internal dan eksternal terhadap aktivitas penanganan tuna di PPP Pondokdadap.

2. Perumusan strategi dalam perspektif balancedscorecard

Strategi yang didapatkan dari hasil analisis SWOT disesuaikan dengan 4 perspektif yang ada pada balanced scorecard yaitu keuangan, learning and

growth, Internal process, serta masyarakat/stakeholder.

3. Perumusan sasaran strategis

Tahapan ini merinci visi pada tiap-tiap perspektif dan merumuskan sasaran strategis sebagai indikator ukuran hasil atau indikator akibat.

4. Identifikasi faktor-faktor keberhasilan atau tolok ukur

Pada tahap ini akan ditetapkan faktor-faktor yang menjadi tolok ukur atau kunci keberhasilan program.

5. Pengembangan tolok ukur, identifikasi penyebab dan dampak serta membuat keseimbangan

(24)

3

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Pelabuhan Perikanan Pantai Pondokdadap

Pelabuhan Perikanan Pantai Pondokdadap terletak di Dusun Sendangbiru, Desa Tambakrejo Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur. Sendangbiru merupakan salah satu wilayah yang memiliki sumberdaya ikan yang besar karena terletak di kawasan perairan pesisir selatan Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia yang merupakan salah satu wilayah dengan potensi kelautannya yang sangat besar, baik ditinjau dari segi keberlimpahan biotanya maupun cakupan sebaran wilayahnya. Potensi sumberdaya perikanan di perairan Samudera Hindia yang termasuk dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 573 yaitu sebesar 1.076.890 ton/tahun dan baru dimanfaatkan sekitar 0,7% dari potensi lestari. Eksistensi Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Pondokdadap diharapkan sebagai sentra usaha/bisnis sektor perikanan dan mendorong perkembangan perekonomian di kawasan Jawa Timur bagian selatan.

Kawasan Pesisir Sendangbiru merupakan kawasan daerah potensial perikanan, khususnya sebagai penghasil ikan tuna dan cakalang. Posisinya yang relatif aman dari gelombang yang besar karena pelabuhan tersebut dilindungi oleh keberadaan pulau Sempu yang sekaligus merupakan kawasan cagar alam. Produksi ikan yang didaratkan oleh nelayan Sendangbiru adalah sebesar 6.569,411/tahun, sedangkan potensi stok ikan pelagis besar yang ada di Selatan Jawa 22.000 ton/tahun, sehingga baru dimanfaatkan sebesar 19% (Hermawan 2006).

Pembangunan sektor kelautan dan perikanan pada saat ini menjadi salah satu prioritas pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah Kabupaten Malang. Kebijakan tersebut ditempuh mengingat lokasinya yang terletak di perairan Samudera Hindia yang kaya akan sumberdaya ikan pelagis besar, seperti madidihang (Thunnus albacares), tuna mata besar (Thunnus obesus), albakora

(Thunnus allalunga), dan cakalang (Katsuwonus pelamis) (Hermawan 2006).

Profil Perikanan Tuna

Perikanan tuna di kawasan Sendangbiru mulai ada sejak kedatangan nelayan andon yang berasal dari bugis (Sulawesi Selatan) yaitu sekitar tahun 1997-1998. Nelayan ini membawa armada pancing sebanyak tiga unit yang kemudian berkembang menjadi 10 armada, dan tepatnya pada tahun 2000 berkembang menjadi 40 armada pemancing. Karena dari tahun ke tahun terjadi peningkatan hasil tangkapan, akhirnya nelayan andon banyak yang memilih menetap di Sendangbiru dan sebagian lainnya memilih datang ke Sendangbiru hanya pada saat musim ikan.

(25)

luar pelabuhan. Kedua yaitu pancing ulur yang digunakan untuk menangkap tuna yang dioperasikan dengan kapal yang berukuran 5-18 GT dengan daerah penangkapan mencapai 200 mil dari PPP Pondokdadap. Ikan tuna yang dominan tertangkap yaitu tuna Albakor (Thunnus Alalunga), tuna sirip kuning (Thunnus

albacares) dan tuna mata besar (Thunnus obesus). Ikan cakalang, tongkol,

tenggiri, marlin, dan lemadang merupakan hasil tangkapan sampingan. Armada pancing ulur merupakan alat tangkap dominan yang dioperasikan oleh nelayan di PPP Pondokdadap (Tabel 2).

Tabel 2 Jumlah armada penangkapan PPP Pondokdadap tahun 2013-2015

No Jenis Armada Jumlah (Unit)

2013 2014 2015 1 Pancing Ulur:

a. Lokal 374 374 365

b. Andon 200 200 200

2 Purse Saine :

a. Lokal 32 36 29

b. Andon - - -

3 Pancing ulur (Jukung)

a. Lokal 76 82 87

b. Andon - -

Jumlah 682 692 690

Sumber: PPP Pondokdadap (2016)

Kegiatan perikanan tuna di PPP Pondokdadap secara sosial memberikan kontribusi yang berarti. Hal ini dapat diketahui dari keterlibatan masyarakat dalam sektor ini. Masyarakat terlibat dalam sektor ini adalah sebagai nelayan, pedagang, penyedia jasa kebutuhan melaut dan tenaga kerja pengolahan serta tenaga kerja pendukung. Berdasarkan data di PPP Pondokdadap diperkirakan jumlah nelayan tuna kurang lebih 2900 orang, pengambak dan pedagang pengumpul berjumlah 20 orang dan tenaga kerja lain yaitu yang bekerja sebagai kuli panggul dan penyedia bahan perbekalan sekitar 70 orang. Selain itu terdapat juga tenaga kerja tidak langsung yang terlibat, yang tidak dapat dikalkulasikan secara pasti, namun menurut wawancara kepada kepala pelabuhan dapat diperkirakan sekitar 30% dari jumlah tenaga kerja langsung.

Deskripsi Unit Pancing Ulur (Handline )

Kapal

Kapal yang digunakan nelayan di Pondokdadap untuk mengoperasikan alat tangkap pancing ulur adalah kapal berbahan kayu dengan ukuran 5-18 GT dengan panjang (LOA) 13-20 meter, lebar 2,5-3 meter dan tinggi 2-2,5 meter. Rata-rata nelayan pancing ulur di Pondokdadap menggunakan dua buah mesin

inboard yang terdiri dari mesin utama bermerek Yanmar dan mesin bantu

bermerek Jandong berkekuatan 12 HP. Mesin inboard ini menggunakan bahan bakar solar dan menghabiskan kurang lebih 400 liter dalam satu kali operasi.

(26)

daerah penangkapan mencapai Samudera Hindia yang memiliki ombak yang cukup besar.

Dalam pengoperasiannya, kapal pancing ulur menggunakan alat bantu GPS (Global Positioning System), kompas, dan alat keselamatan di laut berupa

life jacket. Alat bantu GPS digunakan untuk menentukan daerah penangkapan

ikan (fishing ground). Daerah penangkapan ikan (fishing ground) ditandai dengan rumpon yang ditanam di perairan yang berfungsi untuk mempermudah mendapatkan ikan hasil tangkapan.

Alat Tangkap

Alat tangkap yang digunakan nelayan untuk menangkap tuna di Pondokdadap adalah pancing ulur atau handline. Konstruksi utama alat tangkap terdiri atas tali pancing (monofilament), mata pancing, kili-kili dan pemberat. Tali pancing yang digunakan untuk menangkap ikan tuna memiliki kisaran ukuran

monofilamen bernomor 300–2000 dengan ukuran mata pancing (kait berbalik)

berkisar antara nomor 2 dan 3. Setiap satu alat tangkap pancing memiliki mata pancing tunggal, nomor mata pancing disesuaikan dengan ukuran tali pancing. Setiap satu alat tangkap pancing memiliki dua ukuran tali pancing yang berbeda, bagian atas lebih besar dibandingkan ukuran bagian bawah (sekitar 10– 20 meter dari mata pancing). Selain alat tangkap utama ini, nelayan juga dilengkapi dengan pancing lainnya untuk menangkap ikan umpan seperti sotong/cumi, ikan layang, ikan terbang, ikan komo/tongkol ataupun baby tuna.

Alat tangkap utama yang digunakan nelayan untuk menangkap tuna adalah pancing cuping, tomba dan batuan. Pancing jenis cuping dan tomba sangat efektif untuk menangkap tuna jenis yellowfin dan mata besar, sedangkan pancing jenis batuan efektif untuk menangkap tuna jenis albakor dengan kedalaman lebih dari 200 m. Penggunaan batu sebagai alat bantu penangkapan mulai dikenal nelayan Sendangbiru sejak tahun 2005, sampai saat ini batu menjadi salah satu alat bantu penangkapan utama nelayan.

Nelayan

Nelayan pancing ulur di PPP Pondodadap terdiri dari nelayan lokal dan nelayan andon. Nelayan lokal merupakan nelayan yang mendiami daerah setempat, sedangkan nelayan andon yaitu nelayan yang berasal dari Sulawesi Selatan yang datang ke Pondokdadap hanya pada saat musim ikan tuna. Nelayan andon yang berasal dari Sulawesi selatan mempunyai sifat nekat atau pemberani dalam hal menangkap ikan, jarak daerah penangkapan yang ditempuh mencapai 300 mil menggunakan kapal yang relatif kecil yaitu sekitar 5-18 GT.

(27)

Tabel 3 Jumlah Nelayan PPP Pondokdadap tahun 2013-2015

No Jenis Armada Jumlah (Orang)

2013 2014 2015 1 Pancing ulur

a. Lokal 1.340 1.390 1.870

b. Andon 1.000 1.000 1.000

2 Purse Seine

a. Lokal 1.120 910 1.015

b. Andon - - -

3 Jukung

a. Lokal 76 82 87

b. Andon - - -

Jumlah Keseluruhan 3.536 3.382 3.972 Sumber: PPP Pondokdadap (2016)

Pengoperasian Alat Tangkap

Penangkapan ikan tuna dengan pancing ulur di perairan Sendangbiru dilakukan selama 10-15 hari dengan jarak 200-300 mil. Alat bantu yang digunakan nelayan untuk menangkap tuna yaitu rumpon. Menurut Rahma (2014), penggunaan rumpon sebagai alat bantu nelayan pancing di Sendangbiru sangat diminati oleh nelayan, dikarenakan keberadaan rumpon membantu nelayan untuk memperoleh ikan dengan jumlah yang lebih banyak dan daerah penangkapan menjadi lebih pasti.

Pancing ulur yang digunakan nelayan terdiri dari beberapa jenis, disesuaikan dengan metode penangkapan. Penangkapan yang dilakukan nelayan pancing ulur di Sendangbiru terdiri atas tujuh jenis pancing, yang namanya disesuaikan dengan metode penangkapan pancing tersebut, yaitu pancing tonda, layang-layang, ulur, batuan, cuping, taber, dan tomba. Penggunaan metode-metode tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dan target penangkapan saat penangkapan berlangsung.

Jenis pancing ulur yang biasanya digunakan untuk menangkap tuna adalah pancing ulur dengan metode cuping, tomba dan batuan. Ketiga jenis pancing ini sangat efektif untuk menangkap tuna dengan kedalaman lebih dari 100 meter, sedangkan jenis pancing dengan metode lain digunakan untuk menangkap tuna dengan kedalaman kurang dari 100 meter dan menangkap tongkol, cakalang, marlin dan baby tuna.

Hasil Tangkapan

Produksi tangkapan PPP Pondokdadap diperoleh dari hasil tangkapan nelayan pancing ulur, jukung dan purse seine. Ikan hasil tangkapan meliputi ikan jenis pelagis besar seperti: tuna (Thunnus Albacores), (Thunnus Alalunga),

(Thunnus Obesus), cakalang (Katsuwonus Pelamis), tongkol (Auxis Thazard),

(28)

Tabel 4 Data produksi PPP Pondokdadap 2011-2015

No Jenis Ikan Hasil Tangkapan (kg)

2011 2012 2013 2014 2015 1 Tuna 1,701,376 1,912,107 1,852,333 1,866,538 1.931,898 2 Cakalang 988,903 600,811 28,986 1,000,729 1.505,665 3 Tongkol 1,413,937 1,765,644 1,509,888 1,520,656 650,636 4 Marlin 2140 22,710 27,437 9,449 16,258 Sumber data: : PPP Pondokdadap (2016)

Kegiatan Ekspor Tuna di PPP Pondokdadap

Menurut Yudiarosa (2009) ada tiga jenis olahan ikan tuna Indonesia yang diekspor yaitu ikan tuna segar, beku dan kaleng dimana Jepang adalah negara importir terbesar ikan tuna segar dan ikan tuna beku Indonesia. Nurani (2010). mengatakan kualitas ikan tuna akan terkait dengan harga. Harga ikan tuna paling tinggi adalah kualitas fresh tuna (kualitas A) untuk bahan sashimi. Kualitas di jual ekspor produk fresh tuna pada tahun 2015 berkisar antara 900-2000 yen per kg atau setara Rp. 105.120-Rp. 233.600 per kg.

Hasil tangkapan tuna di PPP Pondokdadap sebagian besar ditujukan untuk pasar ekspor, sebagian lainnya dipasarkan di pasar tradisional yang berada di wilayah Malang dan sekitarnya. Kegiatan ekspor dimulai dari pengiriman hasil tangkapan tuna oleh pengusaha tuna setempat menuju perusahaan pengekspor yang berada di Surabaya, Pasuruan, Sidoarjo, Banyuwangi, Bali dan Jakarta. Perusahan-perusahaan inilah yang kemudian mengekspor tuna dari Sendangbiru bersamaan dengan ikan tuna dari daerah lain yang menjadi pemasok bahan baku tuna untuk perusahaan tersebut. Berikut merupakan data pasar tujuan pengiriman tuna PPP Pondokdadap untuk selanjutnya diekspor (Tabel 5).

Tabel 5 Tujuan pengiriman tuna Sendangbiru

No Pengusaha Nama Tujuan Pengiriman

Surabaya Pasuruan Sidoarjo Banyuwangi Bali Jakarta

(29)

Ikan tuna di PPP Pondokdadap sebagian besar dipasarkan di wilayah Jawa Timur. Masalah yang dihadapi oleh pengusaha adalah keterbatasan kendaraan berpendingin yang mampu mempertahaankan mutu ikan hingga Bali dan Jakarta. Kendaraan berpendingin sangat diperlukan untuk menjaga mutu ikan selama proses distribusi berlangsung. Oleh karena itu banyak pengusaha yang lebih memilih mengirimkan tuna di wilayah Surabaya dan sekitarnya.

Hasil wawancara dengan salah satu perusahaan pengekspor tuna yang berada di Surabaya, yang kemudian disingkat “GSM” mengatakan, PPP Pondokdadap merupakan salah satu pelabuhan utama sebagai pemasok bahan baku tuna segar. Tuna yang berasal dari Pondokdadap sebagian besar memiliki kualitas yang sedang (grade B), dan tidak sedikit pula yang memiliki kualitas C dan D. Tuna yang memiliki kualitas A, B dan C+ selanjutnya diolah menjadi loin beku dan kemudian diekspor ke berbagai negara seperti USA, Jepang, Kanada, Hongkong dan Uni Eropa.

Tabel 6 Penerimaan tuna perusahaan GSM dan jenis olahannya

No

Bulan

Jumlah Penerimaan

Grade

Olahan Loin (kg)

Kg Ekor A B C D BS

1 Maret 3000 126 - 320,92 700,61 585,37 161,51 2 April 4486 91 - 829,47 869,53 605,38 410,81 3 Mei 95891 1892 - 15220,8 20938,1 17415,7 10298 4 Juni 101391 2135 - 13053,6 22089,2 11213,6 15365 5 Juli 104109 2251 - 13729,6 20819,3 13801 12500,9 6 Agustus 36144 816 11818.5 1722,8 4484,88 3574,46 2913,95 Total 11818,5 44877,2 69901,6 47195,5 41650,2 Persentase (%) 6 21 32 22 19 Sumber: Perusahaan SGM 2016

Ikan tuna PPP Pondokdadap yang diterima perusahaan GSM pada bulan Maret-Agustus 2016 yaitu mencapai 345 ton. Keseluruhan ikan tuna tersebut rata-rata 60% di olah menjadi loin tuna beku, sisanya yaitu diolah menjadi fillet

dan steak tuna termasuk juga limbah ikan yang terdiri dari tulang, kulit, kepala

dan daging hitam. Tabel 6 menunjukkan, jenis loin tuna yang paling banyak diproduksi yaitu loin dengan mutu C (32 %) dan hanya 6% loin tuna yang bermutu A. Hal ini mengindikasikan bahwa ikan tuna yang didaratkan di PPP Pondokdadap belum mampu menghasilkan mutu terbaik seperti yang diharapkan.

Penanganan hasil tangkapan tuna

(30)

Penanganan tuna di atas kapal

Proses penanganan tuna di atas kapal oleh nelayan PPP Pondokdadap dilakukan dengan cara sederhana. Setelah ditangkap, ikan diangkat ke atas kapal menggunakan ganco pada bagian insangnya. Penggunaan ganco memudahkan nelayan untuk menaikkan ikan keatas kapal tanpa merusak fisik ikan tersebut. Setelah ikan berada di atas kapal, kemudian dimatikan dengan cara dipukul di bagian kepala.

Gambar 2 Penanganan tuna diatas kapal

Selanjutnya ikan dibersihkan insang dan isi perutnya menggunakan air laut kemudian dimasukkan kedalam palka yang terisi es balok yang sudah dihancurkan. Penyimpanan ikan di palka disusun berdasarkan jenis dan ukurannya. Pembersihan insang dan isi perut sesaat setelah ditangkap hanya dilakukan pada ikan tuna jenis yellowfin yang memiliki bobot lebih dari 20 kg,

Hal ini dilakukan karena yellowfin tuna memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan tuna jenis lain. Oleh karena itu perlu penanganan khusus guna menjaga mutu ikan tetap dalam keadaan baik. Sedangkan ikan Albacore,

bigeye tuna dan tuna yang berukuran kecil dilakukan pembersihan ketika tiba di

dermaga sesaat setelah ikan dibongkar dari palka. Hal ini dilakukan karena keterbatasan waktu dan tenaga kerja saat proses penangkapan berlangsung.

Keterbatasan waktu dan tenaga kerja mengakibatkan terhambatnya aktivitas penanganan di atas kapal. Saat operasi penangkapan berlangsung, nelayan lebih fokus untuk menangkap ikan sebanyak-banyaknya dan mengabaikan ikan yang baru saja diangkat keatas kapal, sehingga ikan terkena cahaya matahari yang cukup lama dan mengakibatkan kemunduran mutu pada ikan.

Penanganan tuna saat dibongkar

(31)

yang berukuran besar seperti tuna, marlin, cucut, dan pari dilakukan dengan cara memikulnya dengan kaitan (ganco) dibawah insang ikan tersebut atau dengan menggunakan kendaraan pengangkut. Pada kegiatan pendaratan atau pembongkaran, waktunya juga harus diperhatikan. Pembongkaran seharusnya dilakukan pada pagi atau malam hari saat temperatur udara tidak tinggi untuk mencegah ikan terkena sinar matahari langsung.

Gambar 3 Penanganan tuna saat dibongkar

Tahap pertama yang dilakukan yaitu, membuang es yang ada pada bagian atas untuk memudahkan dalam pengambilan ikan. Kemudian ikan dikeluarkan dari palka oleh 2-3 orang ABK yang masuk langsung kedalam palka, ABK tersebut bertugas mengeluarkan es serta membantu proses pengangkatan ikan keatas dek. Ikan ditempatkan di ruang kosong yang memiliki permukaan halus agar tidak merusak daging dan bagian tubuh lain. Proses selanjutnya yaitu dilakukan pembersihan insang dan perut menggunakan air laut, ikan ditutup dengan terpal untuk menghindari sinar matahari langsung. Meningkatnya suhu tubuh ikan akibat sinar matahari dapat menyebabkan menurunnya mutu ikan.

Penanganan Tuna di TPI

Saat semua ikan sudah berada di atas dek, kemudian kapal merapat ke dermaga untuk dilakukan pengangkutan dari kapal menuju TPI. Ikan diangkut oleh dua orang kuli menggunakan sebilah bambu, hal ini kurang efektif dalam menjaga mutu ikan, karena ikan mudah terseret mengenai lantai dan genangan air kotor sehingga menyebabkan menurunnya mutu ikan.

(32)

Setelah diangkut, selanjutnya ikan dikumpulkan di TPI dengan cara diletakkan di atas lantai. Penempatan ikan tuna yang dilakukan di PPP Pondokdadap disesuaikan dengan jenisnya. Ikan tuna jenis yellowfin dan big eye

yang berukuran besar diletakkan di atas lantai yang diberi alas karpet halus untuk mencegah terjadinya kerusakan fisik pada ikan. Sedangkan tuna jenis albakor

diletakkan di atas lantai yang permukaannya kasar. Tuna albakor memiliki nilai jual yang rendah dan persentase hasil tangkapan paling tinggi dibanding tuna jenis lain, oleh karena itu tuna jenis ini kurang mendapatkan penanganan yang baik.

Tabel 7 Hasil tangkapan tuna di PPP Pondokdadap bulan Juli-Agustus 2016

No Jenis Tuna

Harga jual ikan tuna di PPP Pondokdadap berubah-ubah pada setiap bulan atau setiap dua bulan. Harga tersebut ditentukan oleh jumlah ikan yang tersedia dan permintaan pasar. Harga ikan tuna di sesuaikan dengan mutu dari ikan itu sendiri, semakin baik mutunya maka semakin tinggi pula harga yang ditawarkan, dan sebaliknya semakin buruk mutu ikan maka harga yang ditawarkan semakin rendah. Berikut merupakan harga ikan tuna sejak dari nelayan, pengambak, pengusaha tuna sampai di jual ke perusahaan pengekspor (Gambar 5).

Gambar 5 Flow chart harga jual ikan tuna di PPP Pondokdadap

Harga jual ikan tuna yang dibeli oleh pengambak dari nelayan yang mendaratkan hasil tangkapan sebesar Rp. 36.000/kg apabila memiliki kualitas terbaik (Grade A), sedangkan ikan tuna dengan kualitas paling buruk (Grade D) dihargai Rp.18.000/kg. Harga jual dari pengambak ke pengusaha tuna sebesar Rp. 20.000 sampai dengan Rp. 38.000/kg, tergantung tingkatan mutu pada ikan. Harga jual dari pengusaha tuna yang ada di PPP Pondokdadap ke perusahaan pengekspor tuna yaitu berkisar antara Rp.23.000 – Rp. 45.000/kg, sedangkan harga jual ekspor dari perusahaan menuju negara importir berkisar antara Rp. 105.120-Rp.

Grade A

Rp. 38.000/kg Rp. 35.000/kg Rp. 25.000/kg Rp. 20.000/kg

Rp. 45.000/kg Rp. 40.000/kg Rp. 28.000/kg Rp. 23.000/kg Nelayan

Pengambak

Pengusaha

(33)

233.600/kg (BAB III, Sub Bab Kegiatan Ekspor tuna di PPP Pondokdadap). Terdapat selisih harga yang cukup tinggi apabila nelayan tidak mampu mempertahankan kualitas hasil tangkapan, tingginya hasil tangkapan yang memiliki kualitas kurang baik maka akan semakin memperkecil keuntungan yang diperoleh, bahkan dapat mengalami kerugian.

Penanganan tuna di gudang penyimpanan

Ikan tuna yang telah sampai di gudang selanjutnya dibersihkan isi perut dan bagian tubuh lainnya dari kotoran, tujuannya untuk mencegah kontaminasi bakteri. Pencucian dilakukan dengan cara mengusap bagian tubuh ikan dengan air bersih. Pengusapan dilakukan searah dengan susunan sisik mulai dari kepala sampai ekor. Kemudian ikan dimasukkan ke dalam bak penampung yang telah diisi air dan es, ini dilakukan untuk menjaga rantai dingin.

Gambar 6 Penanganan tuna saat di gudang penyimpanan

Ikan tuna akan dikirim menggunakan truk apabila telah terkumpul kurang lebih 200 ekor. Apabila belum mencapai jumlah tersebut ikan akan terus disimpan di bak penampung selama 3-4 hari sampai memenuhi kapasitas pengiriman, dan apabila selama 4 hari ikan belum mencukupi maka akan terpaksa dikirim untuk menghindari kerusakan pada daging ikan. Tidak adanya fasilitas pendingin seperti

cold storage mengakibatkan nelayan dan pengusaha tidak dapat menyimpan ikan

(34)

Gambar 7 Alur penanganan tuna di PPP Pondokdadap

Tidak Ya

Albacore

Yellow fin dan big eye

Hauling

Pendaratan ikan di atas kapal

Jenis Tuna

Pembersihan perut dan insang

Dimasukkan ke dalam palka

Pembongkaran

Pengangkutan menuju TPI

Pencatatan jenis, jumlah, mutu dan pemilik

Tidak

Ya Mutu Sesuai?

Proses produksi

Ekspor

Pasar tradisional/industri pengolahan tradisional Ya

Ya Mutu Sesuai?

Sortir

Jumlah 180-200

Bak penampung

Perusahaan Pengekspor

Mutu A dan B Mutu C dan D

Gudang (Pencucian dan sortir)

Grading

Di atas kapal

Di pelabuhan

Di perusahaan Tidak

(35)

Penanganan Selama Proses Distribusi

Proses penanganan dan pengendalian mutu ikan merupakan hal yang paling penting agar hasil tangkapan tetap segar saat ikan di-tangkap, didaratkan, dan saat transportasi menuju hinterlandnya (Sari et al 2014). Proses distribusi ikan tuna di PPP Pondokdadap dilakukan lewat darat menggunakan kontainer berpendingin dan truk terbuka yang diisi es dan ditutupi dengan terpal. Pada proses distribusi, ikan segar harus didinginkan sampai mendekati 0°C agar kesegarannya dapat bertahan lebih dari sepuluh hari. Syarat untuk mempertahankan kesegaran ini adalah ikan harus dikelilingi oleh hancuran es yang cukup luas dan kerendahan suhu ruang tetap terjaga.

Gambar 8 Penanganan tuna saat akan didistribusikan

Kendaraan distribusi di PPP Pondokdadap terdiri dari 2 unit kontainer berpendingin dan 17 unit truk terbuka. Kontainer berpendingin digunakan untuk distribusi ikan yang memiliki jarak lebih jauh (Bali dan Jakarta), sedangkan untuk jarak dekat (Pasuruan, Sidoarjo, Surabaya dan Banyuwangi) hanya menggunakan truk terbuka. Namun tidak semua pengusaha memiliki kontainer berpendingin, oleh karena itu ikan tuna di PPP Pondokdadap sebagian besar didistribusi di wilayah Jawa Timur.

4 IMPLEMENTASI MANAJEMEN MUTU PADA PERIKANAN

TUNA DI SENDANGBIRU MALANG

Pendahuluan

Ikan tuna merupakan salah satu sumber makanan protein hewani yang sehat bagi masyarakat Indonesia dan pendapatan negara dari sektor perikanan. Tuna mempunyai kualitas terbaik bila cara penangkapan dan penanganan di atas kapal maupun di pelabuhan efektif. Kualitas ini dapat dipertahankan apabila penanganan yang diterapkan sesudah ikan di atas kapal sampai dengan penyimpanan maupun distribusi dilakukan dengan tepat, cepat dan ekstra hati-hati.

(36)

mutu ikan sebagai bahan makanan atau bahan baku untuk pengolahan lebih lanjut. Demikian juga penempatan ikan pada tempat yang tidak sesuai, misalnya pada tempat yang bersuhu panas, terkena sinar matahari langsung, tempat yang kotor dan lain sebagainya akan berperan mempercepat mundurnya mutu ikan (Junianto 2003).

Ikan tuna adalah salah satu jenis pangan yang mudah mengalami penurunan mutu. Olodosu et al. (2011) mengatakan bahwa mutu produk yang dapat dipertahankan secara konsisten akan meningkatkan kepercayaan konsumen. Hasil tangkapan tuna, membutuhkan penanganan khusus untuk menjaga ikan tuna tersebut tetap segar. Penanganan tuna di atas kapal dilakukan mulai dari menaikkan ikan di atas kapal sampai dengan tahap pembongkaran hasil tangkapan. Penanganan hasil tangkapan di kapal merupakan proses yang sangat penting dari seluruh proses perjalanan ikan sampai ke konsumen. Hal ini dikarenakan penanganan ikan di atas kapal merupakan penanganan awal yang sangat menentukan terhadap penanganan dan pengolahan ikan selanjutnya (Huda

et al 2013; Hastrini et al 2013).

Mutu hasil tangkapan ikan tuna merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan, hal ini terkait dengan nilai jual yang didapatkan. Semakin baik mutu yang dihasilkan maka semakin tinggi pula harga jual dari ikan tersebut. Mutu ikan tuna tidak lepas dari peran dari nelayan penangkap ikan tuna dan pekerja yang ada di pelabuhan serta kapal, fasilitas dan alat-alat pendukung yang ada di dalam penanganan ikan tuna tersebut. Keseluruhan dari aktivitas penanganan tersebut telah diatur dalam KEPMEN-KP 52A/2013 Tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi. Tingginya hasil tangkapan tuna tidak layak ekspor yang didaratkan di pelabuhan mengindikasikan bahwa penanganan tuna yang dilakukan di PPP Pondokdadap tidak berjalan sesuai standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana kebijakan manajemen mutu tersebut di terapkan di PPP Pondokdadap saat ini.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat kesesuaian antara penanganan tuna yang dilakukan di Pondokdadap saat ini dengan standar yang telah ditetapkan. Hasil analisis tersebut akan digunakan sebagai dasar menyusun alternatif strategi penerapan standar penanganan tuna di PPP Pondokdadap.

Metode Penelitian

Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penentuan kesesuaian standar penanganan tuna di PPP Pondokdadap adalah metode deskriptif. Menurut (Nazir, 1999) metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya yaitu untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis , faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

(37)

dalam palka hingga didistribusikan. Pengumpulan data penilaian menggunakan

checksheet. Sedangkan data sekunder yaitu data keragaman operasional pelabuhan

meliputi data hasil tangkapan dan fasilitas pelabuhan.

Pengumpulan data persentase hasil tangkapan

Ikan tuna yang didaratkan di pelabuhan perlu diketahui persentase layak ekspor atau tidak, dengan adanya persentase tersebut selanjutnya dapat digunakan sebagai sumber informasi pendukung untuk menentukan kualitas hasil tangkapan akibat penanganan yang dilakukan. Data mengenai tuna layak ekspor didapatkan dengan cara wawancara kepada bakul dan melakukan pengamatan serta pendataan langsung. Pendataan dilakukan dengan bantuan checksheet (Tabel 8). Tujuan penggunaan checksheet ialah untuk memudahkan dan menjamin bahwa data dikumpulkan secara hati-hati dan akurat.

Tabel 8 Check sheet hasil tangkapan tuna

Responden Hari Hasil Tangkapan Perusahaan ekspor Pasar Lokal (Ekor) (kg) (Ekor) (kg) (Ekor) (kg) Bakul n 1

2 3 n Jumlah Porsentase

Responden yang menjadi sumber data penelitian yaitu bakul atau pengusaha tuna setempat yang berjumlah tujuh orang (Tabel 5). Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data daerah tujuan pemasaran dan jumlah reject

tuna dari perusahaan dalam bentuk satuan berat (kg). Sedangkan data hasil tangkapan didapatkan langsung di TPI melalui enumerator KUD Mina Jaya. Data yang dikumpulkan meliputi data hasil tangkapan tuna setiap kapal yang melakukan bongkar muat dan bakul yang membeli ikan tersebut. Pengumpulan data dan wawancara dilakukan setiap hari selama 24 hari pada bulan Juli-Agustus 2016 pada saat pendaratan tuna berlangsung yaitu pukul 7 hingga 12 siang.

Pengumpulan data penilaian kesesuaian penanganan tuna

Penilaian kesesuaian penanganan tuna di PPP Pondokdadap dengan standar yang ada dalam KEPMEN-KP 52A/2013 dilakukan dengan mengacu pada kriteria penanganan produk perikanan sebagaimana tercantum pada KEPMEN-KP 52A/2013. Elemen penilaian yang tercantum pada KEPMEN tersebut diutamanakan untuk; cara penanganan, SDM, peralatan, fasilitas dan unit penangkapan (kapal dan alat tangkap).

Dalam penentuan nilai untuk elemen maka setiap elemen dibuat kriteria penilaian dengan nilai antara 0-4 (Lampiran 4). Nilai diberikan langsung oleh peneliti dan sebelumnya terlebih dahulu dilakukan pengamatan langsung serta wawancara mendalam kepada stakeholder, sehingga nilai yang diberikan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

(38)

analisis kesenjangan (gap analysis) yang dijelaskan pada sub bab analisis data berikut.

Analisis Data

Analisis Kesenjangan

Analisis kesenjangan (gap analysis) dilakukan dengan menilai langsung penanganan tuna sejak ikan didaratkan sampai akan didistribusi dengan menggunakan skala likert (0 – 4) dengan bantuan checksheet penilaian (Lampiran 4). Berdasarkan hasil penilaian terhadap setiap elemen selanjutnya dihitung secara kumulatif untuk mendapatkan nilai penanganan saat ini dari setiap elemen. Selanjutnya dilakukan analisis kesenjangan (gap) seperti terlihat pada rumus (1) dan selanjutnya analisis tingkat kesesuaian seperti terlihat pada rumus (2) (Palan 2007).

� �� ����� ��� = � − � ℎ …

� �� � � � � �� = �̅� ℎ / �̅� � % …

Dimana:

� : Nilai maksimum yang dapat diperoleh yaitu 4 (empat)

� ℎ : Nilai penanganan saat ini (nilai yang diperoleh dari hasil penilaian terhadap elemen penanganan tuna di PPP Pondokdadap)

Pengambilan keputusan kesenjangan penanganan tuna di PPP Pondokdadap berdasarkan kriteria berikut:

0% - ≤ 34 %  Penanganan sangat tidak sesuai standar 34% - ≤ 50%  Penanganan tidak sesuai standar

50% - ≤ 65%  Penanganan hampir sesuai dengan standar 65% - ≤ 80%  Penanganan kurang sesuai standar

80% - ≤ 100%  Penanganan sesuai dengan standar

Hasil

Penurunan mutu tuna sering disebut dengan cacat/mutu tidak baik yang terjadi akibat dari penanganan yang kurang baik. Ikan tuna yang didaratkan di pelabuhan perlu diketahui kualitasnya melalui pendataan langsung saat ikan didaratkan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui persentase ikan tuna yang layak ekspor atau tidak.

Pendataan hasil tangkapan tuna dilakukan pada ikan tuna yang berukuran besar (di atas 20 kg) atau tidak termasuk ikan baby tuna. Pendataan dilakukan langsung saat ikan didaratkan di TPI berdasarkan tingkatan mutu. Tuna dengan

grade A dan B dikumpulkan di gudang penyimpanan untuk selanjutnya dikirim ke

perusahan pengolahan ikan atau perusahaan pengekspor. Sedangkan tuna dengan

grade C dan D ditujukan untuk pasar lokal dalam bentuk segar dan pindang.

(39)

75% 25%

Ekspor (414.335 ton)

Gambar 9 Persentase hasil tangkapan tuna bulan Juli-Agustus 2016

Berdasarkan data pada Gambar 9, dapat dilihat bahwa ikan tuna yang tidak layak ekspor sebesar 25 % atau sebanyak 140,797 ton dari total hasil tangkapan sebanyak 555,150 ton (Lampiran 2). Hasil ini mengindikasikan bahwa penanganan ikan tuna saat di kapal hingga didaratkan di pelabuhan tidak dilakukan dengan baik sehingga jumlah ikan tuna yang tidak layak ekspor cukup tinggi. Ikan tuna yang dinyatakan memiliki kualitas ekspor maka akan dikirim ke perusahaan pengekspor dan sesampainya di perusahaan kemudian di sortir berdasarkan mutu dan ukuran. Ikan yang memiliki mutu tidak baik (C dan D) akan di tolak dan dikembalikan ke pengusaha pengirim dan sebagian lainnya akan di jual kembali oleh perusahaan tersebut.

Permasalahan yang terjadi adalah semakin tingginya jumlah ikan tuna tidak layak ekspor maka pasar tradisional dan industri tradisional tidak mampu menyerap keseluruhan ikan tersebut. Konsekuensinya yaitu ikan dijual dengan harga yang sangat murah untuk menghindari kerugian. Oleh karena itu nelayan di PPP Pondokdadap dituntut agar mampu menghasilkan ikan tuna yang memiliki kualitas sesuai permintaan perusahaan pengekspor. Tingginya hasil tangkapan tidak layak ekspor tersebut mengindikasikan bahwa penanganan tuna yang dilakukan saat ini tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu diperlukan penilaian seberapa besar tingkat kesesuaian penanganan tuna yang dilakukan di PPP Pondokdadap dengan standar yang ada dalam KEPMEN-KP 52A/2013.

Kesesuaian Standar Penanganan Tuna

Penanganan adalah serangkaian atau perlakukan terhadap ikan tanpa mengubah struktur dan bentuk dasar. Salah satu indikator penanganan yang baik adalah ikan tuna yang dihasilkan memiliki mutu yang baik dan aman untuk di konsumsi. Penanganan ikan segar yang baik harus mengacu pada suatu ketentuan penanganan atau standar yang berlaku agar mutu ikan yang dihasilkan baik. Jika penanganannya kurang tepat, protein yang terkandung dalam ikan akan dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk berkembang biak dan menjadikan kualitas ikan menurun. Kualitas ikan yang buruk dapat menyebabkan harga jual ikan tersebut juga mengalami penurunan.

(40)

masih didapatkan kesenjangan. Adapun hasil penilaian tersebut disajikan sebagai berikut:

Tabel 9 Nilai kesenjangan dan kesesuaian elemen cara penanganan tuna di PPP Pondokdadap dengan standar

No

Elemen Cara Penanganan CLh CLr Gap

1 Hasil perikanan harus ditangani dan disimpan sehingga terhindar dari kerusakan fisik apabila penanganan hasil perikanan menggunakan ganco untuk menangani ikan besar harus dijaga agar tidak melukai daging ikan

4 3 1

2 Hasil perikanan yang tidak disimpan dalam keadaan hidup harus segera didinginkan setelah naik ke kapal penangkap dan/atau pengangkut ikan

4 3 1

3 Melakukan bongkar muat dan pendaratan dengan cepat dan

menghindari pembongkaran langsung dibawah sinar matahari 4 1 3 4 Menempatkan hasil perikanan pada tempat dengan suhu sesuai yang

dipersyaratkan 4 2 2

5 Jika produk perikanan disimpan dalam es, lelehan air es harus tidak

menggenangi produk 4 3 1

6 Hasil perikanan segar yang didinginkan disimpan pada suhu beku es 4 3 1 7 Dilarang menggunakan bahan tambahan yang tidak diizinkan sesuai

ketentuan peraturan perundangundangan 4 4 0 8 Ketika suatu produk/ikan diketahui tidak baik untuk dikonsumsi,

maka dipindahkan dan disimpan terpisah dari hasil tangkapan dan ruang kerja/penanganan dan atau dibuang sesuai aturan.

4 2 2

9 Semua produk yang dapat dikonsumi, segera ditangani dengan baik,

dengan perhatian penuh untuk tepat waktu, serta suhu yang sesuai. 4 3 1

10 Sebelum didinginkan atau disimpan dalam es, dilakukan sortir terlebih dahulu untuk memisahkan sesuai dengan jenis dan ukuran ikan

4 2 2

11 Cara penyusunan ikan di dalam palkah sesuai dengan jenis, mutu dan

ukuran ikan 4 2 1

12 Pemantauan dan pengontrolan waktu, suhu, homogenitas pendinginan

dilakukan secara teratur. 4 2 2 Nilai rata-rata (�̅) 4 2.500 1.416 Kesesuaian (�̅CLr/�̅CLh) x 100 % 63% CLh : Nilai Penanganan Standar

CLr : Nilai Penanganan saat ini

Gap : Kesenjangan penanganan tuna di PPP Pondokdadap dengan standar penanganan

(41)

Tabel 10 Nilai kesenjangan dan kesesuaian elemen sumberdaya manusia di PPP Pondokdadap dengan standar

No Elemen Sumberdaya Manusia CLh CLr Gap

1 Bekerja dengan hati-hati, hindari perlakuan kasar pada ikan seperti menyeret, membanting, membengkokkan, dan sebagainya yang dapat merusak ikan

4 2 2

2 Semua pekerja sehat saat bekerja, tidak ada yang sedang sakit, sedang mengalami luka tangan, infeksi, atau terjangkit penyakit menular lain

4 2 2

3 Pekerja yang sedang mengalami luka tangan tidak boleh

menangani produk pada setiap proses penanganan 4 2 2 4 Pekerja yang menangani hasil perikanan mencuci tangan

ketika hendak menangani ikan hasil tangkapan pada tiap proses penanganan

4 3 1

5 Tidak diperbolehkan merokok, meludah, makan dan minum

di tempat penanganan dan tempat penyimpanan ikan 4 2 2 6 Semua pekerja/ABK bertanggungjawab melindungi ikan

dari kontaminasi 4 3 1

7 Pekerja yang menangani ikan memiliki pengetahuan dan

keterampilan menangani ikan dan dilakukan secara higienis 4 2 1

8 Semua orang yang bekerja bertanggungjawab memelihara kebersihan personal, fasilitas proses, kapal, termasuk peralatan dan perlengkapannya

4 3 1

9 Tersedianya alat dan petugas pembersih yang memadai dan

mencukupi 4 3 1

10 Tidak diperbolehkan merokok, meludah, makan dan minum

di areapenanganan dan penyimpanan produk 4 2 2 11 Terdapat program pengawasan secara terus-menerus selama

proses pembongkaran ikan 4 3 1 Nilai rata-rata (�̅) 4 2.455 1.455 Kesesuaian (�̅CLr/�̅CLh) x 100 % 60%

CLh : Nilai Penanganan Standar CLr : Nilai Penanganan saat ini

Gap : Kesenjangan penanganan tuna di PPP Pondokdadap dengan standar penanganan

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran
Tabel 1 Teknik analisis, kebutuhan dan jenis data data serta hasil yang diharapkan  untuk memenuhi tujuan penelitian
Tabel 2 Jumlah armada penangkapan PPP Pondokdadap tahun 2013-2015
Tabel 3 Jumlah Nelayan PPP Pondokdadap  tahun 2013-2015
+7

Referensi

Dokumen terkait

Fasilitas distribusi hasil tangkapan yang ada di PPS Belawan yaitu tempat pelelangan ikan (TPI), pabrik es, cold storage dan area parkir. Tingkat pemanfaatan fasilitas

Daerah penangkapan Yellowfin Tuna mulai tidak potensial untuk dilakukan penangkapan karena ikan layak tangkap yang didaratkan di PPN Palabuhanratu berada pada persentase

Dari beberapa hasil penelitian diinformasikan bahwa jenis ikan hasil tangkapan pancing tonda adalah tuna yang berukuran kecil dengan mutu yang tidak memenuhi

Kajian komposisi ikan hasil tangkapan dianalisis dari data bulanan hasil tangkapan nelayan pukat cincin yang diperoleh dari Instansi Dinas Kelautan dan Perikanan

Penggunaan fiberglass pada palka dan teknik penyimpanan ikan di dalam palka dengan menggunakan sistem ALDI (air laut yang didinginkan) atau RSW (refrigerated sea

Jumlah kapal rawai tuna yang sandar dan mendaratkan hasil tangkapan ikan SBT selama bulan Januari 2016 adalah sebanyak 33 unit kapal, sedangkan pada penelitian ini

Hasil tangkapan sampingan non-target seperti ikan cakalang Katsuwonus pelamis, ikan tenggiri Scomberomous commersoni, ikan barakuda Sphyraena barracuda, ikan tongkol Euthynnus affinis,

2013, selain penangkapan dan penanganan di laut, pendaratan di pelabuhan nyata memengaruhi mutu tuna tangkapan, karena Tabel 3 Nilai sanitasi pendaratan ikan di Pelabuhan Perikanan