• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembahasan Penilitian Pada Subjek Penelitian Informan Pertama

Bagan 4.3 Norma Subjektif Perilaku Buang Air Besar Subjek Ketiga

4.5.4 Pembahasan Penilitian Pada Subjek Penelitian Informan Pertama

4.5.4.1 Latar Belakang

Informan penunjang pertama Mtl dalam penelitian ini adalah seorang ulama yang juga menjadi Kepala Desa Boncong. Mtl adalah seorang pengusaha pengeringan ikan di Bocong dengan skala nasional. Setiap harinya informan bekerja di beberapa pabrik pengeringan ikan. Informan merupakan penduduk asli Boncong yang sudah mengetahui perilaku-perilaku warganya yang sebagian besar adalah nelayan. Mtl adalah kepala desa periode 2008-2013, Mtl dipilih menjadi kepala desa karena merupakan keturunan bangsawan di Boncong, jabatan kepala desa di Boncong merupakan jabatan yang turun temurun, sebelum Mtl menjabat kepala desa, jabatan sebelumnya dijabat oleh kakak kandung Mtl. Menurut Mtl perilaku warga desa yang gemar buang air besar di pinggir pantai seperti perilaku hewan, karena warganya sangat sulit untuk diberi tahu agar menggunakan fasilitas WC umum yang telah dibuatkan oleh militer Amerika.

Rutinitas Mtl sehari harinya berada dirumahnya, aktifitas dan kegiatan yang menyangkut administrasi desa, dikerjakan dirumah, setiap kali ada yang meminta tanda tangan atau mengurus perijinan yang memerlukan tanda tangan, pamong desa lainnya yang akan mengantar keperluan tersebut ke rumah Mtl. Kegiatan yang sibuk sebagai seorang pengusaha pengeringan ikan membuat Mtl sedikit mengurusi masalah desa, namun hal itu tidak lantas membuat proses administrasi di desa menjadi lamban. Mtl tetap menjalankan tugasnya sebagai Kepala Desa Boncong secara maksimal.

4.5.4.2 Kultur Masyarakat Pesisir Desa Boncong

Kehidupan nelayan yang dengan karakter keras membuat mereka acuh terhadap lingkungan sosial, untuk memenuhi kebutuhan baik itu rumah tangga maupun kebutuhan biologis untuk buang air besar, warga melakukannya secara acuh tanpa mempedulikan lingkungan, mereka tidak segan untuk buang air besar di pinggir pantai ataupun digalengan sawah, tanpa penutup apapun.

Norma yang ada di Desa Boncong dari dahulu jika masyarakat ingin buang air besar, mereka melakukannya di pinggir pantai, tidak mempedulikan jenis kelamin, baik itu perempuan maupun laki-laki. Mereka tidak mempedulikan norma-norma yang mereka anut, baik yang diterima sebagai pelajaran kehidupan maupun pelajaran di sekolah. Walaupun secara normal perilaku mereka tidak normal, namun mereka tetap melakukanya bahkan tanpa penutup. Menurut Mtl norma-norma yang diyakini oleh masyarakat, sudah berubah dan tidak sesuai dengan aturan-aturan yang normal. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakann oleh Kartono (2009 : 10) bahwa konsep tentang normalitas dan abnormalitas menjadi sangat samar batasnya disebabkan, kebiasaan-kebiasaan, tingkah laku, dan sikap hidup yang dirasakan sebagai normal oleh suatu kelompok masyarakat bisa dianggap sebagai abnormal oleh kelompok kebudayaan lain. Apa yang dianggap sebagai normal oleh beberapa generasi sebelum kita, bisa dianggap abnormal pada saat sekarang.

4.5.4.3 Pandangan Terhadap Perilaku Buang Air Besar

Masyarakat yang sudah mengetahui perilaku warganya, pola pikirnya juga sudah tidak mempedulikan lingkungan sekitar mereka. Mereka tidak menegur bahkan memberikan sanksi. Bagi masyarakat setempat perilaku seperti itu bahkan sudah menjadi budaya tersendiri di Desa Boncong. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa Mtl sendiri memandang perilaku masyarakat di Desa Boncong yang buang air besar di pinggir pantai ini sudah seperti hewan, sudah sangat parah, bahkan Mtl menuturkan jika ada seseorang yang sudah naik haji saja masih suka buang air besar di pinggir pantai tanpa ada rasa malu. Bahkan mereka juga ada sebagiam yang telanjang ketika akan mendorong kapal dari darat ke laut.

Hal ini sesuai dengan teori perilaku terencana keyakinan-keyakinan berpengaruh terhadap sikap tertentu, pada norma norma subjektif, dan pada kontrol perilaku yang dihayati. Ketiga komponen ini berinteraksi dan menjadi determinan bagi intensi yang pada gilirannya akan dilakukannya atau tidak (Azwar 2009 :12).

4.5.4.4 Keyakinan Yang Mendasari Perilaku Buang Air Besar

Keyakinan yang memperkuat warga melakukan buang air besar di pinggir pantai, membuat mereka secara bebas dan nyaman buang air besar di pinggir pantai. Warga tidak mempedulikan warga lain yang melihatnya. Menurut warga, buang air besar yang dilakukan hanyalah sekedar buang air biasa yang seperti warga lain lakukan, namun tempatnya di pinggir pantai dengan terbuka tanpa penutup. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Mtl menganggap bahwa orang yang buang air besar di pinggir pantai tersebut memiliki keyakinan pribadi

yang menganggap bahwa perilaku tersebut sudah sesuai dengan apa yang dilakukan warga lainya, jadi ketika ada warga yang buang air besar di pinggir pantai, tidak ada warga yang melarangnya, karena perilaku tersebut juga dilakukan oleh warga yang lainnya.

Mtl berkesimpulan bahwa perilaku tersebut muncul karena adanya keyakinan yang kuat dari dalam diri individu. Hal tersebut sesuai dengan teori terencana, diantara berbagai keyakinan yang akhirnya akan menentukan intensi dan perilaku tertentu adalah keyakinan mengenai tersedia tidaknya kesempatan dan sumber yang diperlukan. Keyakinan dapat berasal dari pengalaman dengan perilaku yang bersangkutan dimasa lalu, misalkan dengan melihat pengalaman teman atau orang lain yang pernah melakukannya.

4.5.4.5 Faktor-faktor Yang Mendasari Perilaku Buang Air Besar

Berbagai faktor mendasari maraknya perilaku warga yang buang air besar di pinggir pantai. Menurut Mtl faktor yang paling mendasar perilaku buang air besar adalah karena tidak adanya kontrol dari masyarakat untuk sekedar menegur atau mengingatkan warga yang akan buang air besar di pinggir pantai. Selain itu faktor nyaman dan kebiasaan turut menjadikan warga yang buang air besar di pinggir pantai tidak merasa asing walaupun ada warga lain yang melihatnya

4.5.4.6 Harapan Masyarakat dan Norma Yang Berkembang di Masyarakat Warga yang sadar dengan sendirinya akan masalah lingkungan dan buang air besar sembarangan menjadi harapan bersama bagi warga Desa Boncong. Masalah kesadaran pola pikir warga memnurut Mtl menjadi persoalan utama

dalam mengubah perilaku buang air besar sembarangan warga. Nilai-nilai sosial yang diajarkan guru ketika di sekolah sekarang sudah tidak berguna lagi, karena berubahnya cara pandang warga. Jadi berubahnya nilai akan berpengaruh terhadap norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

Berdasarkan data hasil penelitian, Mtl mengungkapkan bahwa norma yang berkembang di masyarakat mengalami perubahan yang terbalik. Mtl mengungkapkan dahulu sopan santun, etika, dan kesopanan dijunjung tinggi, namun sekarang pandangan tersebut berubah dengan banyaknya warga yang buang air besar di pinggir pantai tanpa penutup apapun. Mtl menambahkan bahwa dengan adanya perbedaan karakter seseorang (orang dahulu dengan orang sekarang) mampu merubah cara pandang masyarakat dan kebudayaanya, hal ini sesuai ungkapan Rubber Band Hyppothesis (hipotesa ban karet) Stern (dalam Dayakisni 2004 : 112) kepribadian manusia selalu berubah sepanjang hidupnya dalam arah-arah karakter yang lebih jelas dan matang. Perubahan-perubahan tersebut sangat dipengaruhi lingkungan dengan fungsi-fungsi bawaan sebagai dasarnya. Predisposisi seseorang diiumpamakan ban karet dimana faktor-faktor genetik menentukan sampai dimana ban karet tadi dapat ditarik (direntang) dan faktor lingkungan menentukan sampai seberapa panjang ban karet tadi akan ditarik atau direntang. Dari hipotesis di atas tentunya dapat ditarik hipotesis lanjutan bahwa budaya memberi pengaruh pada perkembangan kepribadian seseorang.