• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. Rancangan Penelitian

4.4 Temuan Penelitian

4.4.5 Profil informan Kedua (IP-2)

Nama : Ngariman Nuryanto Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Menikah

Pekerjaan : Sekretaris Desa/ Petani Usia : 55 tahun

Alamat : Desa Boncong Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Informan penunjang kedua adalah Sekretaris Desa Boncong, informan menjabat sekdes sudah lebih dari 30 tahun. Sebagai orang yang disegani di desa, informan selalu berhati-hati dalam berperilaku, karena ia sebagai panutan di desa. Pekerjaanya sebagai sekdes, menuntut informan untuk tahu segala bentuk urusan warganya, hal ini menguntungkan peneliti untuk mendapatkan data sebanyak-banyaknya.

4.4.5.1 Latar Belakang Informan Penunjang ke dua (IP-2)

Informan penunjang kedua adalah Sekretaris Desa Boncong, informan menjabat sekdes sudah lebih dari 30 tahun. Sebagai orang yang disegani di desa, informan selalu berhati-hati dalam berperilaku, karena sebagai panutan di desa. Pekerjaanya sebagai sekdes, menuntut informan untuk tahu segala bentuk urusan warganya, hal ini menguntungkan peneliti untuk mendapatkan data

sebanyak-banyaknya. IP-2 menjadi sekretaris desa sudah hampir 30 tahun, Ia dahulu menjabat sebagai sekretaris desa sejak umur 24 tahun.

Pengalaman kerja yang sudah puluhan tahun tersebut menjadikan IP-2 mempunyai pengalaman-pengalaman tentang persoalan desa. Jabatan yang sudah puluhan tahun itulah, maka pada tahun 2009 IP-2 mendapatkan jatah PNS untuk jabatannya. Rumah IP-2 tidak jauh dari kantor desa, IP-2 biasa jalan kaki apabila berangkat ke-kantor. IP-2 masih saudara dari IP-1 (Lurah Boncong), rumah IP-2 berhadapan dengan IP-1.

IP-2 adalah orang yang ramah, pada waktu saat pertama kali peneliti datang di Tuban, tepatnya di Desa Boncong, secara tidak sengaja peneliti bertemu dengan IP-2. Pada saat itu peneliti sedang menanyakan proses perijinan penelitian, dengan ramahnya IP-2 membantu peneliti untuk mengurus segala proses mengenai studi penelitian ini.

4.4.5.2 Keadaan Kultur Masyarakat Pesisir Desa Boncong

Keadaan masyarakat Desa Boncong yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan secara tidak langsung juga mempengaruhi kepribadian karakter masyarakat itu sendiri, dengan tempat tinggal di pinggir pantai, maka warga sekitar pantai akan membentuk karakteristik menjadi kepribadian yang keras. Sehingga untuk buang air besar saja warga seenaknya sendiri.

Ya begini ini karakter orang nelayan, karakter orang pesisir, karakter masyarakat kecil, juga ada petani, cuman petani disawah yang ada grumpulnya, istilahnya ada borungan atau dadah, pager-pager tanaman itu lho dek, kalau petani masih ada tebengnya yaitu pager tanaman hidup tadi, kalau nelayan ya tidak ada, paling dia kadang disamping kapal atau perahu (W1, IP-2)

IP-2 menambahkan, tetapi untuk kerukunan antar warga, interaksi sosial warga di Desa Boncong tidak ada masalah, permasalahan jika ada warga yang konflik itu sebagai hal biasa di kalangan nelayan, tetapi permasalahan tersebut tidak akan berlarut-larut panjang, karena akan segera diselesaikan.

Keberadaan nelayan disini alhamdulillah...rukun, yang namanya tempur ya wajar, ya biasa, ngomonmg tempur bibir ya biasa, sekali tempo saja...tidak terus menerus, tapi yang jelas keadaan disini damai, tentram, aman.. (W1,IP2)

4.4.5.3 Pandangan Terhadap Perilaku Buang Air Besar

Berdasarkan temuan pada penelitian, pandangan masyarakat di Desa Boncong, pada umumnya masyarakat yang sudah mengetahui perilaku warganya, pola pikirnya juga sudah tidak mempedulikan lingkungan sekitar mereka. Mereka tidak menegur bahkan memberikan sanksi. Bagi masyarakat setempat perilaku seperti itu bahkan sudah menjadi budaya tersendiri di Desa Boncong.

Karena kebudayaan yang turun temurun dari nenek moyang kita sulit kita ubah, kenyataan nya dari tahun sembilan puluh satu kita sudah membikinkan MCK, sudah ada WC nya, malah ditutup.... (W3, IP1)

Perilaku warga yang sulit diubah membuat persepsi yang tadinya menyimpang menjadi hal yang biasa, karena padangan masyarakat itulah, warga menjadikan fenomena buang air besar di pinggir pantai menjadi hal yang biasa.

Nggih...niku bisa diubah tetapi sedikit demi sedikit, disarankan oleh bidan desa dan dokter, supaya membuat WC sehingga sebagian ada yang sadar tetapi pribadi dengan pribadi yang nggak kerawuh, eek ora gelem nyiram.. (W3, IP2)

4.4.5.4 Keyakinan yang Mendasari Perilaku Buang Air Besar

Warga sudah merasa nyaman dan mantap untuk buang air besar di pinggir pantai, daripada di rumah sendiri ataupun di kamar mandi umum yang telah disediakan, perilaku nyaman ini terjadi karena kebiasaan warga tersebut sudah berlaku bertahun-tahun lamanya, sehingga perilaku tersebut menimbulkan persepsi yang biasa.

Yo iyo, pokokke wis ciblok ae, silite mbrodol yo lah...nek ora yo nyamping prahu trus crottttttttttttttt... (W12,IP2)

4.4.5.5 Faktor-faktor yang Mendasari Buang Air Besar

Berdasarkan temuan penelitian di lapangan, ada berbagai faktor mendasari maraknya perilaku warga yang buang air besar di pinggir pantai. Menurut IP-1 faktor yang paling mendasar dari perilaku buang air besar adalah karena tidak adanya kontrol dari masyarakat untuk sekedar menegur atau mengingatkan warga yang akan buang air besar di pinggir pantai. Selain itu faktor nyaman dan kebiasaan turut menjadikan warga yang buang air besar di pinggir pantai tidak merasa asing walaupun ada warga lain yang melihatnya.

Ndak ada yang ngajari, memang dari adat, dari nenek moyang...dari dulunya memang sudah begitu, jadi untuk mengubah adat itu memang susah, harus ada modal dan keinginan itu harus betul-betul keras, baru cepat..jadi program itu baru terlaksana jika ada modal dan pimpinan keras...diharuskan!!! (W12, IP2)

4.4.5.6 Harapan Berkaitan Dengan Norma yang Berkembang di Masyarakat

Berdasarkan temuan penelitian di lapangan, banyak harapan yang ingin di capai oleh masyarakat Desa Boncong berkaitan dengan fenomena buang air besar

di pesisir pantai tersebut. Banyak program yang akan dilaksanakan ke depan untuk memberantas orang yang buang air besar di pinggir pantai.

Lha itulah kendalannya saat ini masih dipikirkan, itu nanti honornya bisa dari kas desa...kira-kira program kita masih disitu, tetapi terganjal kendalanya ya itu tadi, kalau misal nggak ada yang ngisi, sama kesadaran masyarakatnya belum maksimal....kalau misal nggak ngisi, pengawasnya juga nggak mau, mengko ndak malah kerja bakti...yo ngono kuwi nek kiro-kiro sing nandangi gelem opo ora.... (W15, IP2)