• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oasis x HP1744 menunjukkan bahwa rata – rata segregan-segregannya memiliki duan bendera yang lebih hijau Nilai tengah populasi F 2 nya sebesar 46.89±0.45,

PEMBAHASAN UMUM

Dari serangkaian percobaan yang telah dilakukan sebagai upaya merakit varietas gandum adaptif di lingkungan tropis Indonesia dan secara khusus untuk kesesuaiannya di dataran rendah dan medium, beberapa tahap pemuliaan sudah dilakukan. Kegiatan evaluasi, karakterisasi, dan analisis respon plasma nutfah gandum di dua agroekosistem berbeda (dataran tinggi dan dataran rendah), analisis kendali genetik karakter agronomi, analisis hubungan antar karakter, analisis parameter genetik, dan seleksi generasi awal segregan berdaya hasil tinggi merupakan rangkaian percobaan dalam penelitian ini.

Hasil studi respon plasma nutfah gandum di dua agroekosistem berbeda menunjukkan bahwa tidak adanya genotipe yang betul-betul toleran terhadap cekaman suhu tinggi di agroekosistem dataran rendah Indonesia. Secara umum, cekaman suhu tinggi secara signifikan menurunkan kapasitas sink, menurunkan kapasitas source, mempercepat waktu pengisian biji, menghambat perkembangan endosperma, dan meningkatkan kehampaan malai. Penurunan terhadap semua komponen karakter tersebut bermuara kepada penurunan hasil yang signifikan dari dataran tinggi ke dataran rendah. Namun dari hasil studi tersebut diketahui bahwa Oasis dan Selayar merupakan genotipe relatif toleran suhu tinggi karena mampu mempertahankan lama pengisian biji, mampu mempertahankan kapasitas sink, serta mampu meminimalkan kehampaan malai. Sementara itu Rabe, H-21, G-21, G-18, dan Basribey merupakan genotipe sensitif suhu tinggi.

Melalui percobaan pertama diketahui bahwa tekanan seleksi untuk merakit varietas gandum adaptif dataran rendah akan efektif jika ditujukan pada karakter tinggi tanaman, jumlah biji/malai, jumlah spikelet/malai, rasio floret hampa, dan bobot biji/malai. Karakter tinggi tanaman dan jumlah biji/malai memiliki nilai heritabilitas yang tinggi dan ragam heritabilitas yang rendah. Karakter jumlah spikelet/malai dan bobot biji/malai merupakan karakter penciri potensi hasil. Sementara itu karakter rasio floret hampa merupakan karakter penciri toleransi suhu tinggi.

Hasil studi kendali genetik karakter agronomi diketahui bahwa secara umum hampir semua karakter agronomi pada tanaman tidak diwariskan secara sederhana melainkan dikendalikan oleh banyak gen yang setiap gen-gennya

berkontribusi secara aditif (Sleper dan Poehlman 2006). Berdasarkan metode Roy (2000), hampir semua karakter agronomi yang dipelajari pada percobaan kedua dikendalikan secara poligenik dengan aksi gen aditif dengan pengaruh epistasis baik duplikat maupun komplementer. Namun demikian, terdapat beberapa karakter yang dikendalikan oleh gen mayor. Adanya epistasis yang nyata pada hampir semua karakter, menegaskan bahwa perlu lebih banyak individu-individu segregan yang ditanam di generasi berikutnya untuk meningkatkan perolehan segregan harapan. Selain itu, pengaruh epistasis komplementer dan duplikat akan menurun seiring dengan lanjutnya generasi bersegregasi.

Pada percobaan ketiga diketahui bahwa karakter jumlah anakan total, jumlah anakan produktif, bobot kering tajuk, bobot kering akar, dan jumlah biji/tanaman memiliki koefisien korelasi yang tertinggi, positif, sangat nyata dengan karakter bobot biji/tanaman. Sementara itu hasil analisis lintas menunjukkan bahwa karakter jumlah anakan produktif dan bobot biji/malai memiliki pengaruh langsung yang tertinggi dan perolehannya konsisten untuk ketiga kelompok populasi F2 yang diuji. Karakter jumlah anakan produktif dan bobot biji/malai dapat digunakan sebagai penanda untuk menyeleksi segregan- segregan berdaya hasil tinggi.

Selain berkorelasi kuat dan memiliki hubungan fisiologis dengan karakter target, karakter-karakter yang dapat digunakan sebagai penanda seleksi juga harus memiliki heritabilitas yang tinggi dan dapat diamati pada fase awal tanaman (Roy 2000). Nilai duga heritabilitas karakter-karakter yang berkorelasi kuat dengan hasil bervariasi berkisar dari sedang sampai tinggi. Perbedaan nilai duga heritabilitas pada karakter yang sama di tiga populasi F2 disebabkan oleh perbedaan nilai genotipe tetua – tetuanya (Falconer dan Mackay 1996). Nilai genotipe total ditentukan oleh nilai aditif, nilai dominan, dan nilai epistasis. Variasi ketiga nilai tersebut menghasilkan ragam genetik total sedangkan rasio ragam genetik total dengan fenotipenya menghasilkan nilai duga heritabilitas.

Nilai diferensial seleksi berbeda untuk setiap metode seleksi. Perbedaan tersebut menggambarkan perbedaan segregan yang terseleksi untuk setiap metode seleksi. Seleksi yang dilakukan secara langsung pada karakter target tentunya akan menghasilkan diferensial seleksi tertinggi. Pernyataan ini dibuktikan dari hasil percobaan, diferensial seleksi berdasarkan metode seleksi langsung di populasi Oasis x HP1744 sebesar 9.12 gram, di populasi Selayar x Rabe sebesar 11.99 gram, di populasi Dewata x Alibey 11.04 gram. Walaupun memberikan hasil diferensial seleksi tertinggi, seleksi langsung memiliki beberapa kelemahan (1) karena ditujukan untuk satu sifat kemajuan genetiknya hanya satu sifat juga (2) nilai heritabilitas untuk potensi hasil umumnya rendah sehingga mengurangi keakuratan metode pendugaan. Kelemahan metode seleksi langsung dapat diperbaiki menggunakan seleksi berbasis indeks.

Nilai diferensial seleksi menggunakan seleksi berbasis indeks memberikan hasil yang tidak terpaut jauh dengan perolehan diferensial seleksi berbasis karakter target. Karakter – karakter yang digunakan dalam menyusun indeks seleksi didasarkan dari hasil penelitian ke 3 dan 4, berdasarkan keeratan hubungannya dengan karakter hasil dan nilai heritabilitas dengan pembobot heritabilitas dan koefisien lintas. Dengan demikian, segregan yang terpilih merupakan segregan yang memiliki karakter unggul untuk hampir semua karakter yang diamati. Diferensial seleksi berdasarkan indeks seleksi pada populasi Oasis x HP1744 yaitu 9.02 gram, populasi Selayar x Rabe yaitu 11.76 gram, dan populasi Dewata x Alibey yaitu 11.03 gram.

Segregan-segregan terseleksi di populasi Oasis x HP1744 yaitu O/HP- F2-87, O/HP-F2-93, O/HP-F2-100, O/HP-F2-106, O/HP-F2-51, O/HP-F2-6, O/HP-F2-16, O/HP-F2-124, O/HP-F2-92, O/HP-F2-39, O/HP-F2-9, O/HP-F2-26, O/HP-F2-31, dan O/HP-F2-123. S/R-F2- 39, S/R-F2-13, S/R-F2-61, S/R-F2-19, S/R-F2-56, S/R-F2-7, dan S/R-F2-64 merupakan segregan-segregan terseleksi dipopulasi Selayar x Rabe. Sedangkan segregan – segregan terseleksi di populasi Dewata x Alibey yaitu D/A-F2-34, D/A-F2-13, D/A-F2-99, D/A-F2-22, D/A-F2-70, D/A-F2-4, D/A-F2-33, D/A-F2-80, D/A-F2-25, dan D/A-F2-65.

Secara umum, segregan-segregan terpilih memiliki keragaan yang jauh lebih baik dibanding tetua-tetuanya untuk semua karakter. Genotipe ideal

merupakan luaran utama dari hasil seleksi berbasis indeks. Donald (1968) mengemukakan bahwa karakteristik yang ideal pada tanaman gandum yang berdaya hasil tinggi yaitu berbatang pendek dan kuat, berdaun kecil dan tegak, adanya bulu pada ujung lemma dan paleanya, dan seluruh anakan bermalai (jumlah anakan produktifnya tinggi). Dari hasi seleksi berbasis indeks di kelompok populasi F2, segregan-segregan terseleksi memiliki jumlah anakan produktif 3 – 4 kali lebih tinggi dibanding tetuanya. Kemajuan seleksi yang tinggi pada karakter ini secara langsung dapat meningkatkan potensi hasil. Namun demikian nilai kemajuan genetik aktualnya sangat ditentukan oleh heritabilitas arti sempit dan repeatabilitasnya.

Dokumen terkait