• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembangkit Listrik Biomassa

1. Pendahuluan

4.2. Pembangkit Listrik Biomassa

Pada bagian ini, prinsip-prinsip pembiayaan proyek bioenergi akan dijelaskan dengan menggunakan contoh pembangkit listrik biomassa yang menggunakan Tandan Buah Kosong (TBK) sebagai bahan bakar. Beberapa data teknis dan ekonomi diambil dari sebuah pembangkit listrik di Malaysia, dengan ketersediaan 25,5 ton TBK (kadar air 70%) per jam. Data disediakan oleh TT Renewable Sdn Bhd, Malaysia. Meskipun demikian, data ini dapat digunakan oleh Indonesia sebagai input perhitungan ekonomi sesuai kondisi Indonesia, terutama indikator finansial bagi proyek biomassa.

Komponen-komponen Biaya Utama

CAPEX OPEX

Tungku Pendidih dan Turbin Tungku Pendidih dan Turbin Tungku pendidih dan grates Kontrak pemeliharaan untuk tungku

pendidih, grates, steam process dan turbin Steam process meliputi pemanas,

super-heaters dan turbin

Biaya operator dan pekerja untuk pengoperasian pembangkit Pasokan listrik/parasitic loads

Chilling tower Biaya cooling water

Biaya pembuangan abu Suku cadang dan pengganti

Komponen-komponen Biaya Utama

CAPEX OPEX

Akses ke Jaringan Listrik Akses ke Jaringan Listrik

Step-up transformer Umumnya minor

Switch yard atau kabinet Kabel atau kawat

Komponen-komponen Biaya Utama

CAPEX OPEX

Pelengkap Pelengkap

Proteksi kebakaran untuk penyimpanan

bahan bakar Suku cadang dan pengganti

Sistem keamanan Operasi & pemeliharaan Staf

Sistem SCADA dan control room Chilling tower

Komponen-komponen Biaya Utama

CAPEX OPEX

Keuangan Keuangan

Paket asuransi (pelaksanaan) Paket asuransi (operasional)

Pengelolaan umum Pengelolaan

Penilaian pihak ketiga Biaya jasa keuangan

Kendali mutu Biaya jaminan

Biaya bank

Tabel 9:

Komponen-komponen biaya utama untuk pembangkit listrik biomassa

Gambar 16:

Foto pembangkit listrik biomassa di Malaysia, menunjukkan boiler house, fuel conveyor, pengolahan TBK.

© TT Renewable Sdn Bhd, Malaysia.

Parameter-parameter utama seperti biaya CAPEX, OPEX, biaya TBK sebagai bahan bakar serta informasi mengenai cicilan utang untuk contoh pembangkit listrik biomassa yang diberikan adalah sebagai berikut.

Statistik Teknik dan Ekonomi Utama (Asumsi)

Kapasitas terpasang 7,0 MWel

Parasitic loads dan pelengkap 5.548 MWh per tahun

Energi yang diproduksi sesuai meteran 53.348 MWh per tahun

Full load hours 7.621 (a)

Faktor kapasitas 87%

Statistik Teknik dan Ekonomi Utama (Asumsi)

Investasi turn-key CAPEX termasuk

pengembangan proyek 189.000 juta (IDR)

[nilai tukar 13.500 IDR = 1 USD] Oktober 2017 14 juta (USD)

OPEX 1,4 juta (USD) per tahun

- Pemeliharaan tungku pendidih, turbin,

pengolahan TBK termasuk

- Upah, pelengkap (air, solar, listrik), asuransi termasuk

Statistik Teknik dan Ekonomi Utama (Asumsi)

Materi input: TBK 70% Kadar air

Biaya bahan bakar TBK untuk ex-mill 25.000 IDR/ton

Instalasi bebas biaya transportasi TBK 115.000 IDR/ton

Konsumsi TBK 120.000 ton per tahun

Statistik Teknik dan Ekonomi Utama (Asumsi)

Harga bahan bakar TBK (di instalasi) (meningkat sebesar 4%

per tahun) 16.800 juta IDR per tahun

Feed-in Tariff (Belitung, voltase menengah) 1376 IDR/kWh

Modal 30% 56.700 juta IDR

Utang 70% 132.300 juta IDR

Statistik Teknik dan Ekonomi Utama (Asumsi)

Masa penebusan 10 Tahun

Suku bunga 11% per tahun

Kenaikan harga 4% per tahun

Tabel 10:

Statistik teknik dan ekonomi utama untuk pembangkit listrik biomassa (asumsi)

Walaupun CAPEX dari segi investasi per kapasitas (juta IDR/MW) dari sebuah pembangkit listrik tenaga batu bara lebih rendah daripada instalasi fermentasi biogas, biaya OPEX yang diperlukan untuk pemeliharaan berkala dan suku cadang tergolong signifikan. Komponen biaya kedua (OPEX) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mesin insinerasi biogas sebagaimana dijelaskan di atas. Selain itu, biaya-biaya ini akan meningkat setiap tahun terutama karena semakin tingginya upah dan harga suku cadang yang berasal dari pemasok internasional dan pelengkap.

Selain biaya-biaya tersebut, jumlah tertentu juga harus ditambahkan untuk menanggung TBK dan biaya transportasi. TBK tidak memiliki pasar nyata, kecuali di daerah setempat. Biaya-biaya ini dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan jika pembangkit listrik dibangun di samping pabrik kelapa sawit yang sudah ada.

Pengembang proyek harus menyiapkan rencana bahan baku yang baik untuk memastikan keberlanjutan pasokan serta menghindari kekurangan bahan baku. Kerja sama joint venture antara pemilik pabrik dengan investor pembangkit listrik biomassa dapat memitigasi risiko ini.

Kedua aspek ini, yang mencakup TBK serta kenaikan harga harus dipertimbangkan dalam jangka panjang saat tidak ada kompensasi untuk kenaikan OPEX karena biaya OPEX yang meningkat secara konstan dapat mengurangi efektivitas biaya dari sebuah proyek dalam jangka panjang.

Dari latar belakang rasio utang terhadap modal yang dipilih, yakni 70% - 30%, sebagaimana yang disebutkan di atas, 30% modal diasumsikan dapat diterima karena DSCR memadai selama periode penebusan. Berdasarkan parameter-parameter input teknis dan ekonomis dari sebuah rencana bisnis, Gambar 17 menjelaskan

Gambar 17:

Hasil finansial dari pendapatan, EBITDA dan EBIT; selisih antara EBIT dan EBITDA sama dengan depresiasi.

hubungan ini dengan menggunakan EBITDA dan EBIT; selisih antara EBIT dan EBITDA sama dengan depresiasi ditambah dengan amortisasi.

Gambar 18:

Akumulasi cash flow sejak tahun pertama,mempertimbangkan investasi modal awal.

Sebagaimana yang bisa dilihat pada Gambar 18, cash flow positif akan terwujud pada tahun ketujuh proyek di mana investasi awal akan mencapai titik impas.

Untuk memperkirakan kemampuan proyek untuk membiayai utang saat ini dan di masa depan, net operating income, yakni pendapatan atau cash flow yang tersisa setelah semua biaya operasional telah dibayarkan, akan dibandingkan terhadap kewajiban utang total (lihat Gambar 19).

Gambar 19:

Statistik keuangan sejak tahun operasional pertama, balancing revenues, OPEX dan cicilan utang.

Gambar 20:

DSCR aktual (warna hijau) dan DSCR yang diminta atau DSCR minimum selama tenor utang.

Sekali lagi, rasio keuangan yang dihasilkan, DSCR, harus diamati untuk membandingkan dana proyek yang tersedia dengan suku bunga saat ini, pokok dan kewajiban sinking fund selama periode penebusan. DSCR sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 20 ternyata lebih tinggi, karena persyaratan dasar adalah 1,4. Oleh karena itu, ada peluang untuk pembiayaan proyek.

Gambar 21:

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, persyaratan tahunan DSCR harus mencakup pokok dan bunga pinjaman (dan biaya tahunan lainnya). Jika para pengembang proyek tidak memenuhi persyaratan-persyaratan ini, mereka akan mengalami kesulitan besar dalam mendapatkan pembiayaan proyek tanpa adanya jaminan yang menyeimbangkan risiko. Lihat lampiran A.1. untuk mengetahui perhitungan.

Untuk memberikan gambaran keseluruhan, Gambar 21 menjelaskan mengenai rekening escrow selama tenor utang yang akan dibayarkan kembali kepada investor setelah semua kewajiban dipenuhi.

Dengan mempertimbangkan berbagai indikator-indikator keuangan yang digambarkan pada contoh di atas, proyek biogas ini umumnya akan memenuhi syarat untuk mendapatkan pembiayaan proyek melalui pinjaman bank.

Lampiran

A.1 Debt Service Coverage Ratio

Dalam corporate finance dan project finance, DSCR mendefinisikan jumlah cash flow yang tersedia untuk membayar cicilan bunga dan pokok utang. Bank menggunakan DSCR untuk menentukan kelayakan sebuah proyek dalam memenuhi kewajiban pelunasan utang.

Net Operating Income [ = Pendapatan – OPEX – Biaya Sewa]

DSCR =

Cicilan Utang [ = Cicilan Pokok+ Bunga]

Catatan:

DSCR = 1 : Proyek menghasilkan cash flow untuk membayar cicilan utang berkala tetapi tidak ada margin aman (safety margin)

DSCR ≤ 1 : Proyek memiliki cash flow negatif dan tidak memiliki pendapatan yang mencukupi untuk membayar cicilan hutang berkala

DSCR ≥ 1 : Proyek memiliki cash flow positif dan memiliki pendapatan yang mencukupi untuk membayar cicilan utang berkala dan margin aman

Untuk pembiayaan proyek, DSCR minimum akan ditetapkan oleh bank pembiayaan berdasarkan profil risiko proyek dan margin aman yang diperlukan untuk biaya operasional tambahan atau kinerja proyek tertentu yang berpotensi untuk tidak memenuhi standar.

Asumsi DSCR yang perlu digunakan untuk proyek-proyek bioenergi di Indonesia adalah 1,2 - 1,4.

Dokumen terkait