• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

4. Pembelajaran Inovatif

a. Hakikat Pembelajaran Inovatif

Pembelajaran inovatif pada saat ini sangat penting untuk kemajuan pembelajaran di sekolah-sekolah dasar. Banyak guru-guru ingin mengetahui dan mempelajarinya untuk bisa diterapkan

dalam pembelajaran. Pada Kurikulum 2013 guru dituntut harus mampu menerapkan pembelajaran inovatif, agar siswa mampu menerima materi-materi yang disampaikan dan mampu bertindak aktif di kelas. Selain itu siswa juga akan memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Pembelajaran inovatif adalah pembelajaran yang lebih bersifat student centered. Artinya, pembelajaran yang lebih memberikan peluang kepada siswa untuk mengkontruksi pengetahuan secara mendiri (Self directed) dan dimediasi oleh teman sebaya (peeer mediated instruction). Pembelajaran inovatif biasanya berlandaskan paradigma kontruktivistik membantu siswa untuk menginternalisasi, membentuk kembali, atau mentransformasi informasi baru Darmadi (2017: 92).

Menurut Suyatno (2009: 06) mengemukakan bahwa pembelajaran inovatif adalah pembelajaran yang dikemas guru atas dorongan gagasan baru untuk melakukan langkah-langkah belajar dengan metode baru sehingga memperoleh kemajuan hasil belajar. Hal lain dikatakan Nurdin dan Hamzah (2015: 106) berpendapat bahwa pembelajaran inovatif merupakan suatu proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga berbeda dengan pembelajaran pada umumnya yang dilakukan oleh guru (konvensional).

Sesuai dengan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran inovatif merupakan pembelajaran yang memberikan variasi dalam belajar dan mewajibkan agar siswa menerima pengetahuan secara mandiri dari aktivitas yang dilakukan yang bertujuan memfasilitasi siswa membangun pengetahuannya sendiri melalui pengalamannya di kelas.

b. Prinsip Pembelajaran Inovatif

Menurut Suyatno (2009: 7) menerangkan bahwa paradigma pembelajaran inovatif mampu memfasilitasi siswa untuk

mengembangkan kecakapan hidup dan siap terjun di masyarakat. Dengan begitu, pembelajaran inovatif ditandai dengan prinsip-prinsip (1) pembelajaran, bukan pengajaran (2) guru sebagai fasilitator, bukan instruktur (3) siswa sebagai subjek, bukan objek (4) multimedia, bukan monomedia (5) sentuhan manusiawi, bukan hewani (6) pembelajaran induktif, bukan induktif (7) materi bermakna siswa, bukan sekedar dihafal (8) keterlibatan siswa partisipatif, bukan pasif.

c. Keunggulan Pembelajaran Inovatif

Menurut Anggar (2011) pembelajaran Inovatif memiliki kelebihan sebagai berikut:

1) Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.

Pembelajaran inovatif melatih siswa untuk berpikir kreatif sehingga siswa mampu memunculkan ide-ide baru yang positif. Di dalam pembelajaran ini siswa dapat mengembangkan kreativitasnya, sehingga bisa menemukan hal-hal baru di era globalisasi ini.

2) Menuntut kreativitas guru dalam mengajar.

Dalam hal ini guru dituntut untuk tidak monoton, maksudnya guru harus memunculkan inovasi-inovasi baru dalam proses pembelajaran. Kreativitas guru sangat diperlukan agar proses pembelajaran tidak membosankan.

3) Hubungan antara siswa dan guru menjadi hubungan yang saling belajar dan saling membangun.

Guru dan siswa bersama-sama membangun suasana pembelajaran yang menyenangkan dalam kelas sehingga apa yang menjadi tujuan dari pembelajaran bisa terwujud.

4) Merangsang perkembangan kemajuan berpikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.

Pembelajaran inovatif akan membuat siswa berpikir kritis dalam menghadapi masalah.

5) Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.

Dunia pendidikan akan lebih berwarna, tidak monoton dan akan terus berkembang menjadi semakin baik. Hal ini akan mempengaruhi dunia kerja yang nantinya akan dijalani setiap orang.

6) Proses pembelajaran dirancang, disusun, dan dikondisikan untuk siswa agar belajar

Siswa harus bisa menempatkan diri dengan baik, siswa tidak boleh hanya diam tapi harus merusaha memotivasi dirinya sendiri agar berkembang. Pembelajaran inovatif akan membangkitkan semangat siswa untuk menjadi yang terbaik. d. Pembelajaran Inovatif yang Dikembangkan

1) Model Pembelajaran Paradigma Pedagogi Refleksi (PPR) A. Pengertian Model Pembelajaran Paradigma Pedagogi

Refleksi (PPR)

PPR adalah singkatan dari Paradigma Pedagogi Reflektif. Suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan unsur utama refleksi atas apa yang dipelajari baik bagi siswa dan guru sendiri. Dalam model ini setelah guru menjelaskan bahan dan siswa mempelajari bahan, guru dan siswa berefleksi mengenai: (1) apakah pembelajaran ini berguna bagi hidupku dan bagi orang lain; (2) apa yang dapat dipetik bagi kehidupan selanjutnya Suparno (2015:18). PPR merupakan pola pikir (paradigm = pola pikir) dalam menumbuhkembangkan pribadi siswa menjadi pribadi kristiani/ kemanusiaan (pedagogi reflektif = pendidikan kristiani=kemanusiaan). Pola pikirnya dalam membentuk pribadi, siswa diberi pengalaman akan suatu nilai kemanusiaan, kemudian siswa difasilitasi dengan pertanyaan

agar merefleksikan pengalaman tersebut, dan berikutnya difasilitasi dengan pertanyaan aksi agar siswa membuat niat dan berbuat sesuai dengan nilai tersebut (Penerbit Kanisius, 2008: 39).

Paradigma yang digunakan adalah dalam bentuk pribadi, siswa melakukan pengalaman akan suatu nilai kemanusiaan, kemudian siswa difasilitasi dengan refleksi yang berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai pengalaman tersebut, dan selanjutnya siswa diberikan pertanyaan aksi agar siswa dapat membuat niat atau berbuat sesuai dengan hati nurani.

Dapat disimpulkan model pembelajaran PPR merupakan model yang secara tidak langsung membentuk pendidikan karakter siswa dari pengalaman-pengalaman belajar di lingkungan melalui refleksi dan aksi.

Paradigma Pedagogi Reflektif merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran, tetapi Paradigma Pedagogi Reflektif dapat dijadikan suatu model pembelajaran, metode pembelajaran dan suatu pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran. Menurut pendapat berbagai ahli di bawah yang menyatakan setiap pengertian yang dapat peneliti simpulkan bahwa Paradigma Pedagogi Reflektif dapat dijadikan sebagai model pembelajaran, karena dalam Paradigma Pedagogi Reflektif juga terdapat beberapa sintaks atau tahapan untuk menerapkannya.

Pendekatan adalah suatu jalan cara atau kebijaksanaan yang ditempuh oleh guru atau peserta didik dalam pencapaian tujuan pengajaran apabila kita melihatnya dari sudut bagaimana proses pengajaran atau materi pengajaran itu dikelola (Lefudin, 2017: 237).

Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam

mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar Soekamto (dalam Shoimin, 2014: 23).

Strategi pembelajaran adalah kegiatan interaksi antara siswa dengan guru dan lingkungan sebagai sumber belajar (Lefudin, 2017: 16).

Metode pembelajaran merupakan teknik bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas yang baik secara individual ataupun secara kelompok agar pelajaran itu dapat diserap dipahami dan dimanfaatkan oleh siswa dengan baik (Darmadi, 2012:175).

B. Tujuan Model Pembelajaran Paradigma Pedagogi Refleksi (PPR)

Pelaksanaan pembelajaran berbasis Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) merupakan upaya mempertajam model-model pembelajaran yang telah dikembangkan sebelumnya, dengan memasukkan unsur-unsur yang terkandung dalam Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR). Model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) yang digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam melakukan kegiatan pembelajaran dengan fokus pencapaian tujuan pembelajaran yang melipusi 3C (competence, conscience, dan compassion). Menurut PEMP dan LPM Universitas Sanata Dharma (2008: 22-13)

1. Competence

Competence adalah kemampuan kognitif/ keterampilan siswa yang sesuai dengan bidangnya. Kemampuan kognitif siswa mempunyai keragaman kemampuan yang dimiliki. Keragaman kemampuan

termasuk dalam kemampuan akademis ( berpikir reflektif, kritis, imajinatif, dan kreatif), keterampilan kejuruan, olahraga, dan keterampilan komunikasi.

Pada Kurikulum 2013, Competence termasuk dalam KI-3 dan KI-4. Kompetensi Inti-3 (KI-3) untuk kompetensi inti pengetahuan sedangkan (KI-4) untuk kompetensi inti ketrampilan. Pada Kompetensi Inti-3 (KI-3) untuk pengetahuan dijabarkan mengenai pengetahuan yang akan diperoleh peserta didik. Menurut Permendikbud Nomor 21 tahun 2016 mendeskripsikan kompetensi pengetahuan yaitu memahami pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dan metakognitif. Haltersebut dilakukan dengan cara mengamati, menanya, mencoba berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di lingkungan sekitar. Kompetensi keterampilan dapat dilakukan dengan menunjukan keterampilan berpikir dan bertindak (kreatif, produktif, kritis, mandiri, kolaboratif, komunikatif) dengan bahasa yang jelas, sistematis, logis, dalam karya yang estetis, dan tindakan yang mencerminkan perilaku anak sesuai tahap perkembangan.

2. Conscience

Conscience adalah kemampuan afektif untuk moral. Dalam hal ini mempunyai hati nurani atau suara hati yang dapat membedakan baik dan tidak baik. Selain berkembang kompetensinya, peserta didik juga perlu dikembangkan suara hatinya. Hal ini dimaksudkan supaya peserta didik dengan jelas mengerti dan mendeteksi apakah sesuatu hal atau tindakan itu baik dan tidak baik sehingga dapat mengambil keputusan yang benar.

Pada Kurikulum 2013, Conscience termasuk dalam Kompetensi Inti-2 (KI-2) untuk kompetensi inti sikap. Pada Kompetensi Inti-2 (KI-2) untuk sikap dijabarkan mengenai sikap yang dikembangkan peserta didik selama proses pembelajaran. Menurut Permendikbud Nomor 21 tahun 2016 mendeskripsikan kompetensi sikap yaitu menunjukan perilaku jujur, disiplin, santun, percaya diri, peduli dan bertanggung jawab dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangga.

3. Compassion

Compassion artinya mempunyai kepekaan untuk berbuat baik bagi orang lain yang membutuhkan, punya kepedulian pada orang lain, option for the poors.

Pada Kurikulum 2013, Compassion termasuk dalam Kompetensi Inti-1 (KI-1) untuk kompetensi inti KI-1 termasuk dalam penulisan terhadap perilaku peserta didik dalam proses pembelajaran yang meliputi sikap spiritual dan sosial. Tetapi KI-1 masuk dalam sikap spiritual. Sikap spiritual yang akan diamati adalah menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya. Sikap spiritual dapat dicontohkan dengan sikap ketaatan ibadah, berperilaku syukur, berdoa sebelum dan sesudah makan, toleransi dalam beribadah. Contoh sikap spiritual dapat ditambahkan sesuatu karakteristik pendidikan.

C. Langkah-langkah Model Pembelajaran Paradigma Pedagogi Refleksi (PPR)

Menurut PEMP dan LPM Universitas Sanata Dharma (2008: 9-16) Penerapan model pembelajaran dengan pendekatan paradigma pedagogi Ignasian biasanya dirumuskan dalam sebuah sistem yang memiliki unsur pokok:

context – experience – reflection – action – evaluation. Demikian paradigma pedagogi Ignasian menekankan langkah-langkah beruntun yang terdiri dari: konteks, pengalaman, refleksi, evaluasi, tindakan dan kembali ke konteks. Secara singkat kerangka dasar paradigma pedagogi Ignasian itu diuraikan sebagai berikut.

a. Konteks

Konteks adalah deskripsi tentang dengan siapa berinteraksi bagaimana latar belakang dan pengalaman hidupnya di mana dan seperti apa lingkungan tempatnya berinteraksi apa yang diharapkan muncul dari interaksi tersebut.

Konteks nyata dari kehidupan mahasiswa yang mencakup keluarga, kelompok sebaya, situasi sosial, lembaga pendidikan, politik, ekonomi, suasana kebudayaan, media, musik, dan kenyataan kenyataan hidup lainnya. Keseluruhan teks tersebut dapat mempengaruhi mahasiswa ke arah yang lebih baik atau lebih buruk, sehingga perlu direvisikan sebagaimana konteks tersebut mempengaruhi mahasiswa dalam bersikap, persepsi, mengambil keputusan, maupun melakukan pilihan-pilihan.

b. Pengalaman

Menurut Ignatius, “mengenyam/ mengunyah sesuatu secara batin” merupakan hal yang penting. Oleh karena itu pada tahap pengalaman ini, mahasiswa diajak untuk melakukan kegiatan yang memuat tidak hanya aspek kognitif (pemahaman) atas materi yang telah disimak tetapi juga aspek afektif (perasaan/ penghayatan) dan aspek kognitif (niat atau kehendak). Jadi keseluruhan pribadi (budi, rasa dan kehendak) mahasiswa diasah

supaya mereka dapat memperoleh pengetahuan yang semakin utuh.

Berdasarkan konteks-konteks yang telah dikenali pada tahap sebelumnya, dosen menciptakan kondisi belajar yang memungkinkan mahasiswa mengingat pengalamannya yang berkaitan dengan bidang ilmu yang dibahas. Mahasiswa didorong untuk menyaring fakta, menyimpan perasaannya, dan memilih nilai-nilai yang telah mereka kenal terkait dengan bidang ilmu yang mereka simak. Demikian mahasiswa siap menyerap pengetahuan baru menjalani pengalaman lebih lanjut.

Pada tahap ini mahasiswa diajak mencari pemahaman baru dengan melakukan perbandingan, kontra, evaluasi, analisis, dan sintesis atau semua kegiatan mental serta psikomotorik untuk memahami realitas secara lebih baik. Pengalaman yang diolah berupa pengalaman hidup mereka sendiri (pengalaman langsung) atau pengalaman yang diperoleh dari membaca dan mendengarkan (pengalaman tidak langsung).

Pengalaman dalam pembelajaran : 1. Pengalaman langsung

Pengalaman langsung adalah pengalaman atas peristiwa/ kejadian yang digeluti mahasiswa/ siswa sendiri baik di dalam maupun diluar kelas yang dikaitkan dengan bidang ilmu yang sedang dipelajari. Misalnya diskusi, penelitian dalam laboratorium, kegiatan lintas alam dsb.

2. Pengalaman tidak langsung

Pengalaman tidak langsung adalah pengalaman yang diperoleh mahasiswa/ siswa (bukan alami sendiri) dari

mendengar, membaca, dan melihat melalui berbagai media.

c. Refleksi

Refleksi menjadi unsur yang penting dalam pendidikan ignasian karena menjadi penghubung antara pengalaman dan tindakan. Refleksi juga merupakan suatu proses menuju perubahan pribadi yang dapat mempengaruhi perubahan lingkup sekitarnya. Refleksi berarti mengadakan penimbangan seksama dengan menggunakan daya ingat pemahaman imajinasi dan perasaan menyangkut bidang ilmu pengalaman ide tujuan yang diinginkan atau reaksi spontan untuk menangkap makna dan nilai hakiki dari apa yang dipelajari.

Tujuan kegiatan refleksi adalah :

1. Menangkap arti atau nilai hakiki dari apa yang dipelajari.

2. Menemukan keterkaitan antar pengetahuan dan antara pengetahuan dengan realitasnya.

3. Memahami implikasi pengetahuan dan seluruh tanggung jawabnya.

4. Membentuk hati nurani. Refleksi dilakukan dengan cara:

1. Memahami kebenaran yang dipelajari secara utuh. 2. Mengerti sumber-sumber perasaan yang dialami

dalam menelaah sesuatu.

3. Memperdalam pemahaman tentang implikasi yang telah dimengerti bagi diri sendiri dan bagi orang lain. 4. Mengusahakan mencapai makna untuk diri sendiri

tentang kejadian-kejadian ide-ide kebenaran atau pemutarbalikan kebenaran.

5. Memulai dengan memahami siapa dirinya dan bagaimana seharusnya sikapnya terhadap orang lain. d. Tindakan

Tindakan adalah pertumbuhan batin yang mencakup dua tahap yaitu pilihan-pilihan batin hasil dari refleksi pengalaman dan manifestasi lahiriyah perwujudan nyata yang dapat dipertanggungjawabkan.

1. Pilihan-pilihan batin. Tahap ini merupakan momentum bagi peserta didik untuk memilih kebenaran sebagai miliknya, sambil tetap membiarkan diri ke arah mana ia dipimpin oleh kebenaran itu.

2. Pilihan yang dinyatakan secara lahir. Pada suatu ketika, makna-makna hidup, sikap, nilai-nilai, yang telah menjadi bagian dari dirinya, mendorong peserta didik berbuat sesuatu yang konsisten dengan keyakinan barunya.

Dalam proses pembelajaran, yang dimaksud dengan tindakan adalah memaknai hasil pembelajaran dengan pikiran dan hati untuk mewujudkan pengetahuannya dalam praktek kehidupan nyata. Dengan demikian pembelajaran di sini sudah mencapai tahap pengambilan sikap, posisi batin atau niat untuk berbuat sesuatu sesuai dengan pengetahuan yang diperolehnya. Pengetahuan menjadi sesuatu yang tidak hanya teoritis dan mandul, melainkan terarah ke kehidupan konkrit.

e. Evaluasi

Evaluasi dalam pembelajaran adalah aktivitas untuk memonitor perkembangan akademis peserta didik hasil. Evaluasi ini merupakan umpan balik bagi mahasiswa ataupun dosen. Bagi mahasiswa, hasil evaluasi ini

bermanfaat untuk memperbaiki cara belajarnya, sedangkan bagi dosen merupakan masukan untuk memperbaiki cara dan metode pembelajaran.

D. Contoh bagan dinamika Model Pembelajaran Paradigma Pedagogi Refleksi (PPR) menurut Suparno (2013: 168)

Gambar 2.1 Desain PPR

E. Kelebihan Model Pembelajaran Paradigma Pedagogi Refleksi Suparno (2015: 65) menjelaskan bahwa, model pembelajaran PPR memberikan manfaat bagi peserta didik dan guru. Manfaat bagi peserta didik yaitu:

1. Peserta didik berkembang secara utuh.

Peserta didik menjadi kompeten dalam bidang ilmu pengetahuan, kesadaran suara hati, kepekaan, dan juga bela rasanya bagi orang lain.

2. Peserta didik berkembang menjadi pribadi yang kritis, analitis terhadap persoalan yang sedang dihadapi dan dialami bukan hanya ikut dan menurut saja.

3. Peserta didik sungguh menguasai materi karena memang menggali sendiri secara aktif, kemudian merefleksikannya dalam hidup mereka.

4. Peserta didik memperoleh makna dari materi yang dipelajari bagi hidupnya dan bagi orang lain.

PENGALAMA N KONTEKS COMPETENCE CONSCIENCE COMPASSION REFLEKSI AKSI EVALUASI

5. Peserta didik dapat memilih informasi yang ada secara kritis dan mengambil keputusan secara tepat, sehingga tidak diombang ambingkan dalam pecaturan zaman ini. 6. Karakter peserta didik menjadi berkembang.

7. Perkembangan karakter sangat dibutuhkan untuk kehidupan dan bekal bekerja di zaman global yang penuh tantangan.

8. Peserta didik bahkan dapat menemukan makna dari pembelajaran yang tidak baik dan dari kegagalan dalam belajar. Hal ini dapat dilakukan karena semua proses pembelajaran direfleksikan dan diambil maknanya bagi kehidupan di masa yang akan datang.

9. Peserta didik menyadari bahwa mereka hidup untuk mengabdi Tuhan melalui pelayanan kepada orang lain dan melalui pendalaman ilmu pengetahuan.

10. Peserta didik dibantu lebih realistik dalam kehidupan, sehingga tidak mudah putus asa.

Sedangkan manfaat bagi guru yaitu: 1. Guru lebih gembira.

Pengajaran pada peserta didik bukan hanya menambah pengetahuan saja, tetapi juga mengembangkan seluruh pribadi peserta didik terutama suara hati dan kepekaan mereka pada orang lain serta lingkungan.

2. Guru dan peserta didik menjadi teman yang akrab yang saling membantu dan meneguhkan.

3. Guru dengan melihat dan mendengarkan refleksi peserta didik, dapat juga berkembang menjadi pribadi yang lebih utuh.

F. Kelemahan model pembelajaran PPR

Dalam implementasi model pembelajaran PPR, juga ditemui kendala-kendala. Menurut Suparno (2015: 67) kendala implementasi model PPR antara lain:

1. Kekurangan waktu

Beberapa guru merasa bahwa jam pembelajaran sering tidak cukup untuk menjalankan PPR secara penuh. Terkadang materi yang banyak dan waktu yang terbatas membuat guru tidak sempat mengajak peserta didik untuk refleksi atas apa yang dipelajari, sehingga hasilnya tidak opimal.

2. Beberapa guru merasa terlalu repot dengan langkah PPR. Guru sudah terbiasa dengan pembelajaran menggunakan metode ceramah, yang tidak membutuhkan banyak waktu dan persiapan. Dengan PPR, guru harus mempersiapkan konteksnya, pengalaman yang akan disajikan pada peserta didik, mengajak refleksi, dan menemukan aksi yang akan dilakukan. Proses ini dirasakan terlalu repot.

3. Beberapa guru masih belum menguasai langkah-langkah PPR.

Beberapa guru selalu mengadakan refleksi pada akhir pembelajaran dengan waktu yang tergesa-gesa sehingga kurang membantu peserta didik menemukan makna yang mendalam.

4. Beberapa guru mengajak peserta didik mengadakan refleksi tertulis dan mengumpulkannya, tetapi laporan itu jarang diberi komentar yang meneguhkan, sehingga dampaknya kurang terasa dalam perkembangan mahasiswa.

5. Pertanyaan refleksi yang sama sering juga menjemukan dan kadang kurang dapat menggali pengalaman batin yang mendalam pada diri peserta didik.

6. Pada umumnya, peserta didik untuk Sekolah Dasar belum dapat berefleksi, sehingga perlu banyak dilatih dan dibantu oleh guru dengan berbagai pertanyaan.

7. Siswa tidak mengalami sesuatu yang menyentuh batinnya dalam proses belajar, sehingga pembelajaran kurang dirasakan bermakna bagi hidupnya.

2) Model Pembelajaran Inquiry

A. Pengertian Model Pembelajaran Inquiry

Model pembelajaran inkuri merupakan salah satu model yang dapat mendorong siswa untuk aktif dalam pembelajara Kunandar (dalam Shoimin, 2014: 85). Menurut Gulo (dalam Trianto, 2009: 166) menyatakan strategi inkuiri berarti rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan percaya diri. Model pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan (Sanjaya, 2006: 194).

Sedangkan menurut Kindsvatter, Wilen & Ishler (dalam Suparno, 2013: 71) lebih menjelaskan inquiry sebagai model pengajaran di mana guru melibatkan kemampuan berfikir kritis siswa untuk menganalisis dan memecahkan persoalan secara sistematik. Metode inquiry yang paling utama adalah menggunakan pendekatan induktif dalam menemukan pengethauan dan berpusat kepada keaktifan

siswa. Jadi bukan pembelajaran yang berpusat pada guru, melainkan kepada siswa. Itulah sebabnya pendekatan ini sangat dekat dengan prinsip kontruktivis, di mana pengetahuan itu dikontruksi oleh siswa. Pantas dicatat dari metode ini adalah isi dan proses penyelediakan diajarkan bersama dalam waktu yang bersamaan. Siswa melalui proses penyelidikan akhirnya sampai kepada isi pengetahuan itu sendiri.

Menurut pendapat ahli yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran inkuiri adalah pembelajaran dengan kegiatan yang memfokuskan siswa aktif untuk memiliki pengalaman belajar dalam mencari konsep-konsep tertentu.

B. Langkah Model Pembelajaran Inquiry

Uraian secara lebih rinci langkah-langkah metode inkuiri menurut Kindsvatter, Wilen & Ishler (dalam Suparno, 2013: 72-74) sebagai berikut :

1) Orientasi

Pada tahap ini, guru bertanggung jawab untuk membina suasana pembelajaran yang responsive. Dalam strategi ini guru akan merangsang dan mengajak siswa untuk berpikir dan memecahkan suatu masalah. Orientasi ini menjadi tahapan yang paling menentukan keberlangsungan proses pembelajaran. Berikut adalah beberapa tahapan langkah orientasi :

a. Menjelaskan tujuan dari topik yang akan dibahas dan capaian-capaian yang bisa di dapat siswa dari proses belajar itu.

b. Menerangkan poin-poin kegiatan yang mesti dilakukan siswa untuk mencapai tujuan itu.

c. Menjelaskan tentang pentingnya topik yang akan menjadi pembahasan ini menjadi penting agar siswa termotivasi.

2) Identifikasikan dan Klarisifikasi Persoalan

Langkah awal adalah menemukan persoalan yang ingin didalami atau dipecahkan dengan metode inkuiri. Persoalan dapat disiapkan atau diajukan oleh guru sebaiknya persoalan yang ingin dipecahkan disiapkan sebelum mulai pelajaran. Persoalan sendiri harus jelas sehingga dapat dipikirkan, didalami, dan dipecahkan oleh siswa. Persoalan perlu diidentifikasi dengan jelas dan diklarifikasi. Dari persoalan yang diajukan akan tampak jelas tujuan dari seluruh proses pembelajaran atau penyelidikan. Bila perseorangan ditentukan oleh guru perlu diperhatikan bahwa persoalan itu real, dapat dikerjakan oleh siswa, dan sesuai dengan kemampuan siswa. Persoalan yang tinggi akan membuat siswa tidak semangat, sedangkan persoalan yang terlalu muda yang sudah mereka ketahui tidak menarik minat siswa. Sangat baik bila persoalannya sesuai dengan tingkat hidup dan keadaan siswa.

3) Membuat Hipotesis

Langkah berikutnya adalah siswa diminta untuk mengajukan jawaban sementara tentang persoalan itu. Inilah yang disebut hipotesis. Hipotesis siswa perlu dikaji apakah jelas atau tidak. Bila belum jelas sebaiknya mencoba membantu memperjelas maksudnya lebih dulu. Guru diharapkan tidak memperbaiki foto siswa yang salah, tetapi cukup memperjelas maksudnya saja. Hipotesis yang salah nantinya akan terlihat setelah pengambilan data dan analisis data yang diperoleh.

4) Mengumpulkan Data

Langkah selanjutnya adalah siswa mencari dan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya untuk

Dokumen terkait