• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PEMBINAAN PARA SUSTER YUNIOR DALAM

B. Pembinaan Suster Yunior Tarekat KYM

1. Pembinaan dalam Tarekat KYM

Dalam tarekat KYM pembinaan ini mengikuti suatu proses perkembangan, pematangan kepribadian dalam segi intelektual emosional, moral dan spiritual (Pedoman Pembinaan KYM, 2008: ii), dengan adanya pembinaan dalam tarekat KYM sesama suster dapat mengembangkan diri sendiri.

a. Pengertian Pembinaan

Pengertian pembinaan diartikan suatu proses kegiatan pendampingan bagi para aspiran, postulan, novis atau suster yunior untuk membantu mereka sampai pada misi dan visi tarekat. Peranan pembina terhadap himbauan Konsili Vatikan II ini tentu sangat penting bagi pembinaan baik dalam bidang religius maupun kerasulan, untuk itu para pemimpin sedapat mungkin menciptakan keyakinan serta mengusahakan bantuan bagi yang dibina (OT , art. 4).

Pembinaan bagi para religius merupakan suatu usaha pendampingan untuk bertumbuh dalam panggilan. Bertumbuh dalam panggilan berarti undangan pada kekudusan dan pemberian diri secara total bagi pengabdian kepada Allah dan sesama dalam diri religius semakin hidup dan bertambah sempurna. Pembinaan juga merupakan sarana untuk menyediakan seseorang yang berkepribadian utuh dan berkualitas, oleh karena mengintegrasikan nilai-nilai Kerajaan Allah (Mardi Prasetya, 2001: 94). Pribadi yang berkualitas tersebut akan mampu dilibatkan dalam arus keselamatan yang dipercayakan Allah kepada seseorang.

Dengan pembinaan diharapkan religius KYM semakin bertumbuh dalam panggilan. Pertumbuhan dalam panggilan ditandai oleh semakin meningkatnya kemampuan untuk membatinkan nilai-nilai panggilan berdasarkan spiritualitas Tarekat KYM. Pembinaan bagi religius KYM ditujukan juga untuk membentuk telinga dan hati yang mampu mendengar suara Allah dalam diri, dalam kejadian-kejadian dan sejarah serta menjawab dengan cara kristiani.

Berbicara tentang pembinaan tidak terlepas dari pelaku-pelaku dalam pembinaan yaitu pribadi yang dibina dan pembina. Karena dalam rangka

pembinaan iman khususnya orang kristiani, diakui bahwa Allah terlibat aktif dalam pembinaan. Tiap pelaku dalam pembinaan memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing namun tetap dalam kesatuan yang tidak terpisahkan.

b. Tujuan Pembinaan

Dengan memasuki kongregasi, seorang suster mewajibkan diri untuk mengejar tujuan kongregasi degan cara hidup menurut konstitusi dan semangat kongregasi. Di bawah bimbingan yang baik ia akan berusaha agar pekerjaan dan hidup rohaninya terpadu secara harmonis, sehingga mencapai kematangan rohani dan manusiawi. Ia dituntut keaktifan dan kerelaan untuk membina diri agar semakin menjadi pribadi religius yang matang, dewasa dan tangguh sesuai dengan karisma kongregasi.

Adapun tujuan pembinaan dalam tarekat KYM yaitu:

“Agar hidup setiap anggota semakin hari semakin sesuai dengan Injil Yesus Kristus seturut semangat St.Vinsensius a Paulo dan tuntutan zaman. Pembinaan diperuntukkan bagi setiap anggota, pada segala tingkat umur, dan kongregasi demi pengembangan diri, peningkatan mutu, penghayatan hidup dan pelayanan Kongregasi” (Pedoman Pembinaan KYM, 2008: 1).

Dalam Pedoman-Pedoman Pembinaan dalam Lembaga-Lembaga Religius (art 16) dikatakan bahwa “Pembinaan bagi para calon, yaitu bertujuan untuk memperkenalkan mereka dengan hidup religius dan membuat mereka menyadari ciri khasnya di dalam Gereja, terutama ditujukan untuk membantu para religius pria dan wanita menyadari kesatuan hidup mereka dalam Kristus melalui roh”.

Dalam usaha mewujudkan panggilan bagi setiap religius, pembinaan ini ternyata sangat besar pengaruhnya (PC, art. 18). Tujuan pembinaan ini tidak

mungkin tercapai jika tanpa bantuan orang lain, dalam hal ini pemimpin dan tim pembina. Pemimpin mengusahakan memilih dan menentukan pembina dan pembimbing rohani dengan cermat dan disiapkan dengan baik (PC, art. 18).

Tim Pembina bertanggungjawab untuk mengembangkan pembinaan yang terarah dan terencana sehingga pembinaan berhasil sesuai dengan apa yang diharapkan pembina maupun subyek binaan. Pembina sejati selalu menyadarkan keterlibatan kedua belah pihak yaitu para pembina sendiri dan subyek binaan. Pembinaan tidak berhenti pada pertama-tama yang sudah diprogramkan akan tetapi mesti didukung dan kreatifitas dari para pembina.

c. Metode Pembinaan

Pembinaan bermaksud membantu setiap anggota untuk bertumbuh dalam kekuatan Roh Kudus dan persatuan dengan Sabda Allah dalam komunitas. Agar calon maupun anggota kongregasi KYM tumbuh dan berkembang, pembinaan, perlu dilaksanakan secara integral, dan terarah kepada pembentukan komunitas yang total dan integral tersebut terarah kepada kematangan pribadi sebagai biarawati.

Pembawaan dan latar belakang merupakan titik tolak bagi pembinaan dalam membantu religius KYM untuk berkembang menjadi pribadi yang utuh. Untuk mencapai cita-cita pembinaan tersebut maka digunakan beberapa metode: doa, meditasi, kontemplasi, refleksi, dan sharing. Dalam rangka pembinaan metode berarti cara kerja yang bersistem demi kemudahan pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan pembinaan dalam Tarekat KYM. Untuk menjelaskan

metode pembinaan ini sebagian menggunakan gagasan, Mardi Prasetya SJ, yang tertuang dalam buku Psikologi Hidup Rohani 2.

Metode dalam pembinaan yang pertama adalah doa. Dalam Katekismus Gereja Katolik (No: 2590) dikatakan bahwa “Doa adalah pengangkatan jiwa kepada Allah, atau suatu permohonan yang ditujukan kepada Allah untuk memperoleh hal-hal yang benar.”

Darminta (1997: 47) mengatakan bahwa “dalam doa permohonan terungkap kesadaran akan hubungan manusia dengan Allah baik sebagai mahkluk ciptaan Allah maupun sebagai anak Allah dalam kesatuan dengan Kristus”. Kalau dilihat dari segi dinamika hidup manusia dan kebutuhannya untuk membangun hidup, yaitu perlunya memiliki pengalaman dicintai dan berharga, pada dasarnya merupakan ungkapan kerinduan untuk mengalami dan meyakini bahwa dirinya sungguh berharga dan dicintai. Sebagai mahluk ciptaan Allah, sikap yang pertama adalah menyembah.

Manusia memuliakan Tuhan sebagai ciptaan penyelamat yang membebaskan manusia dari yang jahat. Manusia menyembah dan mencintai Allah yang kudus di atas segala-galanya. Dalam relasi sebagai anak Allah, manusia berdoa penuh kepercayaan dengan perantaraan Kristus dan digerakkan oleh Roh Kudus, dan dengan begitu manusia semakin dewasa secara rohaniah dan memiliki daya yang memancar dan membangkitkan daya hidup sesamanya (Darminta, 1997: 55).

Dalam rangka pembinaan religius KYM, doa merupakan keterarahan hati kepada Allah dan permohonan untuk memperoleh hal-hal yang baik. Doa juga

merupakan pengungkapan hubungan antara religius KYM dengan Allah baik sebagai pencipta maupun sebagai Bapa karena telah diangkat menjadi anak dalam Kristus. Dalam buku Keluarga Vinsensian Indonesia dikatakan bahwa :

“St.Vinsensius merupakan orang yang aktif berkarya, juga seorang kontemplatif dan mengikat dirinya kepada Tuhan dan menyerahkan dirinya kepada kasih Allah, dan ia sangat mendorong para pengikutnya dengan berseru: Serahkanlah dirimu seutuhnya pada hidup doa, karena hanya melalui hidup doa segala kebaikan akan datang dalam hidupmu. Kalau kita taat akan panggilan kita, bersyukurlah karena itu adalah buah doa. Seperti Allah tak pernah menolak doa. demikianpun Ia tidak pernah memberikan apapun pada mereka yang tidak berdoa”. ( Sudaryanto, 2000: 31)

Dengan demikian doa bagi Tarekat KYM dan orang Kristen berarti mengungkapkan iman, iman untuk menanggapi pengungkapan diri Allah sebagai Bapa. Pada dasarnya doa adalah tanggapan dan jawaban iman, pengharapan dan cinta kasih. Jika ternyata kedua relasi tersebut tidak dihayati sepenuhnya maka manusia sepantasnya semakin merendahkan diri dan percaya kepada Kristus sambil meminta ampun dan kekutan untuk memperbaiki diri.

Metode pembinaan yang kedua adalah meditasi. Meditasi adalah cara berdoa yang memusatkan kemampuan manusia untuk memahami dan merasakan misteri iman yang sedang direnungkan, (Mardi Prasetya, 1992: 339). Dalam meditasi manusia juga memperdalam sistem nilai dan pertimbangan hidup baik.

Sudaryanto, 2000: 26 mengatakan bahwa “St.Vinsensius mengarahkan komunitasnya untuk melakukan doa batin dan kemudian diwujudkan dalam hidup sehari-hari”. Penekanannya diarahkan pada pikiran, akal budi, tapi semua ini diarahkan kepada suatu perbuatan yang sesuai dengan yang didinginkan misalnya percaya kepada Tuhan, mengasihi dan bersyukur serta pasrah pada kehendaknya.

Bagi religius KYM, pemahaman akan misteri iman serta pertimbangan tentang hidup baik sangat membantu usaha penataan panggilan hidup yang selalu terarah kepada Allah dan sesama.

Kontemplasi merupakan metode yang ketiga dalam pembinaan. Kontemplasi adalah cara doa yang lebih banyak menuntut kemampuan integrasi budi dan hati atau rasional dan afeksi (Mardi Prasetya, 1992: 339). Dalam kontemplasi manusia diajak untuk menggunakan seluruh daya dalam hidup untuk merasakan dan meresapkan kekayaan rohani yang disajikan oleh bahan tertentu. Kemudian budi untuk menimbulkan angan-angan, gambaran dan fantasi tempat kejadian serta melihat pribadi dalam episode iman yang sedang direnungkan. Dengan kontemplasi kepekaan akan karya Allah di dunia semakin tumbuh sekaligus mendorong manusia untuk menyerahkan diri kepada Allah. Dengan demikian seluruh hidup bukan hanya berciri “ Berbuat untuk Kerajaan Allah” tetapi juga “mengerjakan pekerjaan Allah”. Bagi religius KYM, seluruh proses kontemplasi sangat membantu menumbuhkan kepekaan terhadap karya Allah serta memilih dan melaksanakanya melalui karya perutusan Kongregasi.

Metode pembinaan yang keempat adalah refleksi. Refleksi berarti melihat kembali pengalaman hidup secara utuh tentang pengaruh fikiran, perasaan dan kehendak terhadap situasi tertentu. Sebagai salah satu metode pembinaan, refleksi menekankan tentang kemampuan orang beriman untuk mengendapkan dan mengambil buah-buah rohani dari pengalaman hidupnya. Bagi Tarekat KYM, refleksi merupakan kesempatan untuk melihat kembali seluruh pengalaman harian baik segi-positif maupun-negatif secara khusus bagi suster yunior. Pengalaman

dalam konteks relasi dengan Tuhan dan sesama maupun dengan dirinya sendiri. Refleksi yang menyeluruh dan tidak semata-mata sampai di tingkat kepala saja tetapi sampai menyentuh afeksi dan hakekat dirinya yang terdalam. Dalam refleksi setiap religius KYM berusaha menemukan hambatan dalam panggilan serta mengendapkan dan mengambil buah-buah rohani bagi penghayatan panggilan selanjutnya.

Metode pembinaan yang kelima adalah sharing. Sharing berarti komunikasi timbal balik antara dua orang atau lebih tentang pengalaman hidupnya. Hal ini dilakukan jika ada sikap saling mendengarkan, menghormati, serta keterbukaan hati, antara pribadi yang berkomunikasi. Dengan saling membagi pengalaman tersebut diharapkan agar masing-masing orang saling memperkaya pengalaman hidup serta saling meneguhkan. Dalam rangka pembinaan, metode ini bermaksud untuk membantu para religius KYM untuk saling memperkaya dan meneguhkan satu sama lain dalam menghayati hidup sebagai orang beriman, khususnya sebagai religius.

Selain metode-metode yang telah diuraikan di atas, dalam proses pembinaan digunakan juga metode ceramah, tanya jawab dan diskusi kelompok. Metode ceramah digunakan apabila pembina ingin memberikan informasi tertentu yang belum diketahui oleh peserta. Misalnya tentang berdirinya Tarekat KYM, cara-cara membaca Kitab Suci, pengertian dan penghayatan kaul, dan sebagainya. Tanya-jawab antar pembina dengan peserta maupun antar peserta digunakan dengan maksud agar semua memiliki pemahaman yang sama tentang hal yang dibicarakan. Diskusi kelompok sebagai metode pembinaan, bermaksud melatih

peserta untuk bekerjasama dalam mencari pemecahan masalah tertentu. Dengan diskusi kelompok diharapkan agar peserta belajar untuk bekerjasama dengan orang lain karena ia hidup bersama orang lain.

d. Tahap-Tahap Pembinaan

Rasul Paulus berkata:”ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak (1 Kor, 13: 11). Kutipan ini menyadarkan bahwa hidup biologis dan hidup batin tidak bisa dipisahkan, menempuh arah yang bertentangan. Dan dalam tubuh yang alami itulah hidup batin yang dapat berkembang mekar dan menjadi matang dan dewasa.

Pertumbuhan tiap pribadi dengan segala maksudnya tanpa dihindari ikut berproses dalam pembinaan sehingga tahapan dalam pembinaan mengenal dua aspek dasar yaitu aspek personal dan aspek institusional. Tahap pembinaan ini adalah tahap dimana calon akan menjadi anggota dalam kongregasi ( bergabung dalam kongregasi). Tahap pembinaan dalam Tarekat KYM terdiri dari (empat tahap) yaitu:

1). Postulan

Selama postulan si calon menyadari imanya lebih jelas melalui suatu katekese yang mendalam. Selama masa postulat setiap calon menyesuaikan diri dari segi rohani dan psikologis serta gaya hidup membiara dengan cara hidup yang masih baru baginya. Setiap calon dibantu untuk membebaskan diri dari hambatan-hambatan manusiawi dan psikologis, yang mungkin menyebabkan

bahwa ia kurang mampu untuk memilih panggilanya dengan bebas dan bertanggungjawab, dan sebagai dasar untuk memperoleh kematangan dalam memilih panggilan hidupnya, (Mardi Prasetya, 2001: 42). Calon yang bersangkutan memulai dan mengenal cara hidup Kongregasi dari dekat dan Kongregasi diberi kesempatan mengenal postulan (Pedoman Pembinaan KYM, 2008: 3) masa perkenalan dalam salah satu komunitas, dan berkeinginan mengembangkan diri dalam hal-hal iman katolik, dan menampakkan tanda-tanda bahwa ia terpanggil menjadi religius dan mempunyai kesanggupan mengikuti tata tertib serta hidup bersama secara dewasa dan jujur. (Stat KYM, 2003: psl.,50. no. 2).

2). Novisiat

Masa novisiat bagi para calon merupakan masa istimewa untuk mulai masuk ke dalam hidup membiara sebagaimana dihayati dalam tarekat. Para novis melibatkan diri untuk menjalankan hidup berkomunitas, hidup menurut injil. Mereka ditutut untuk memulai melaksanakan nasihat-nasihat injili. Hidup dalam lembaga dimulai dengan novisiat, tujuanya agar para novis lebih memahami panggilan ilahi, khususnya yang khas dari lembaga yang bersangkutan (Mardi Prasetya, 2001: 43) dan tujuan ini dikukuhkan lagi dalam Tarekat KYM yaitu bahwa masa Novis adalah agar para novis lebih memahami panggilan ilahi, khususnya yang khas dari tarekat serta membentuk dan hati dan semangat agar terbukti niat serta kecakapan mereka (Pedoman Pembinaan KYM, 2008 : 4 ).

Para novis dibimbing untuk mengembangkan keutamaan-keutamaan manusiawi dan kristiani, dengan doa dan ingkar diri diajak masuk dalam jalan kesempurnaan yang lebih penuh, dan oleh karena itu novis tidak diberi kesibukan studi atau tugas yang tidak secara langsung membantu pendidikan. (Pedoman-Pedoman Pembinaan dalam Lembaga-lembaga Religius, Seri Dokumen Gerejani No.16).

Masa novisiat juga merupakan hantaran ke dalam hidup religius, maka para novis menjalani masa orientasi dan pembinaan yang biasanya berlangsung selama dua tahun dan diberi perhatian khusus untuk mencermati motivasi hidup religius para novis, belajar menghayati nasehat-nasehat injili khususnya hidup dalan kaul. Memperkenalkan Konstitusi dan direktorium Kongregasi, membaca Kitab Suci dan mendalami pengetahuan agama khususnya liturgi, melatih hidup doa dan spiritualitas, dan bimbingan rohani untuk mengembangkan kepribadian secara menyeluruh (Konst KYM, 2003: art. 102).

3). Yuniorat

Dalam Konstitusi Tarekat KYM (2003 : art. 109) dikatakan bahwa “proses pembinaan harus dilanjutkan selama masa kaul sementara”. Dengan melalui proses ini seorang suster yunior semakin mampu dan matang dalam panggilan sehingga dapat terlibat secara karya dalam karya kerasulan dan hidup religius.

“Masa Yuniorat juga merupakan kelanjutan dari masa eksperimen dan pendalaman semangat serta cara hidup kongregasi, sampai calon betul-betul mempunyai sikap mencintai kongregasi secara mendalam sehingga pihak kongregasi mempunyai cukup alasan untuk menerimanya secara defenitif sebagai anggota dalam profesi kekal”(Pedoman Pembinaan KYM, 2008: 6).

Tujuannya adalah mendampingi yunior untuk terlibat pada perutusan Gereja dan bersama-sama mendukung perutusan kongregasi yang mendasarkan semangatnya pada cinta kasih Kristus tersalib dan sikap pengabdian pun pengurbanan, (Mardi Prasetyo, 2001: 67). Proses pembinaan harus dilanjutkan selama kaul sementara untuk mematangkan para suster sehingga terlibat secara penuh dalam karya kerasulan dan hidup religius, dan semua suster yang bersangkutan bertanggung jawab atas perkembangan lanjut.

4). Tahap akhir

Tahap akhir persiapan untuk kaul kekal setiap suster yunior secara bebas mengambil keputusan untuk berkaul kekal atau sebaliknya mengundurkan diri, (Mardi Prasetyo, 2001: 49). Terbuka pula kemungkinan untuk menunda kaul kekal karena alasan tertentu baik dari pribadi yang bersangkutan maupun tarekat. Masa yunior berakhir setelah suster yunior mengikrarkan kaul kekal. Kaul kekal bukan merupakan akhir dari usaha untuk menjawab panggilan Allah. Berdasarkan keputusan untuk mempersembahkan diri seumur hidup bagi Tuhan dan sesama, oleh karena itu pembinaan dilakukan dan dilaksanakan dengan tujuan membantu para senior dan medior untuk semakin berkembang dalam karya kerasulan sesuai bidangnya. Pembinaan bagi para senior dan medior berupa penataran tentang hidup religius, penyegaran rohani dan karya serta usaha pengenalan diri yang semakin mendalam (Pedoman Pembinaan KYM, 2008: 9-11).

Dokumen terkait