• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. PENGOLAHAN HIDUP DENGAN INTEGRASI

A. Pengolahan Hidup dengan Integrasi

Mardi Prasetya (1992: 62) mengatakan bahwa “seorang religius perlu mengolah pengalamannya secara terus menerus”. Pengolahan pengalaman yang terus menerus ini sangat berguna untuk perkembangan perjalanan iman, perkembangan kepribadian suster yunior. Pengolahan hidup menjadi suatu discerment untuk mau terus menerus mencari kehendak Allah dalam setiap gerak hidup. Dalam melaksanakan suatu tugas-tugas dan dalam hidup berkomunitas serta kaul-kaul yang dijanjikannya selama ini para yunior perlu untuk terus-menerus mengolah pengalaman dalam hidup sehari-hari, agar sungguh-sungguh dapat memiliki hati dan jiwa dalam tarekat. Agar pengolahan hidup dapat berjalan dengan lancar dibutuhkan keterbukaan semua pribadi yang terlibat di dalamnya.

Dalam mewujudkan sesuatu yang disadari sebagai yang baik, manusia akan melibatkan seluruh dirinya, baik pikiran, perasaan maupun kemauannya. Dengan kata lain manusia akan menggunakan seluruh kemampuan dalam dirinya untuk mewujudkan apa yang diketahui dan disadari sebagai yang baik dan benar. Nampak bahwa kesukaran dalam penghayatan iman sangat dipengaruhi oleh

psikis seseorang. Karena itu pembinaan bagi orang beriman khususnya dalam Tarekat KYM perlu dilaksanakan secara utuh antara psikis dan rohani. Pembinaan yang terus-menerus mengajak religius muda supaya dalam pelayanan dapat lebih mampu mewujudkan pengutusan sekaligus juga memperkembangkan hidup khas dengan lengkap (KHK, 1991: kan. 659).

Di dalam proses pembinaan untuk membantu seseorang perlu mempunyai kedewasaan dalam iman tidak hanya setia kepada Allah tetapi juga setia kepada manusia. Bahwa kehendak Allah harus diketahui oleh manusia dan selanjutnya dinyatakan dalam hidup.

Pelaksanaan pembinaan yang utuh perlu didukung oleh kemampuan seseorang untuk menyadari, mengenal dan mengatur diri. Kemampuan ini perlu dibina terus-menerus dalam diri orang beriman sehingga akhirnya seseorang mampu menyatukan seluruh kepribadiannya dalam menjawab tawaran Allah. Tondowidjojo (1987: 3) mengatakan bahwa “Kita harus sepenuhnya menyerahkan diri kepada Tuhan untuk membiarkan kebenaran itu meresap dalam diri kita sehingga seluruh tingkah laku kita ditentukan oleh-Nya”. Dengan menyerahkan dan membiarkan diri kita dibimbing oleh-Nya seorang suster yunior yang masih dalam tahap pembinaan akan sangat membantu dan mempengaruhi seluruh hidup perkembangan panggilannya. Berdasarkan pertimbangan itu maka akan dibahas salah satu tentang pembinaan yaitu pengolahan hidup dengan integrasi unsur-unsur psiko-spiritual.

1. Pengertian Pengolahan Hidup dengan Integrasi Unsur-Unsur

Psiko-Spritual

Gambaran umum pengolahan hidup meliputi pengertian pengolahan hidup, tujuan pengolahan hidup dan langkah-langkah pengolahan hidup. Pengertian pengolahan hidup bisa bermacam-macam. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (1988: 625) dikatakan bahwa “pengolahan hidup berarti proses atau cara mengerjakan, mengusahakan sesuatu agar menjadi lebih sempurna”. Berdasarkan pengertian ini maka pengolahan hidup bagi orang beriman dapat diartikan sebagai proses atau cara mengusahakan hidup agar menjadi lebih sempurna berdasarkan iman. Pemahaman ini dapat berlaku bagi semua orang beriman. Namun dalam pembahasan selanjutnya, penulis membatasi diri untuk membicarakan pengolahan hidup bagi orang beriman kristiani

Bila kata pengolahan hidup dalam pengertian di atas dihubungkan dengan konteks pertumbuhan pribadi untuk mencapai kedewasaan dalam iman maka pengolahan hidup berarti pengenalan diri secara mendalaman agar dapat menyediakan seluruh disposisi hidup bagi Tuhan, (Mardi Prasetya, 1992: 17). Yang dimaksud dengan disposisi hidup dalam tulisan ini yakni kecenderungan untuk mendapatkan suatu sifat batin yang mempengaruhi perbuatan, perasaan dan fikiran seseorang (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988: 209). Pengertian pengolahan hidup semacam ini tentunya menuntut pula kesediaan pribadi untuk mengetahui diri secara obyektif, apa adanya sehubungan dengan psyche dan spiritual, atau dapat disebut unsur-unsur psiko-spiritual. Adapun yang dimaksud dengan psyche ialah:

“Psyche atau energi kejiwaan yaitu seluruh potensi dan daya yang ada pada manusia untuk hidup. Dalam psyche ini termasuk unsur-unsur bawah sadar, pra-sadar dan sadar yang memotivasi manusia dalam seluruh sikap hidupnya. Biasanya orang hanya mengetahui akibatnya tetapi prosesnya tidak. Unsur sadar yaitu dibawah kendala kesadaran termasuk pengertian diri, dihidupi dan yang biasanya dilakukan seseorang secara sadar”. (Mardi Prasetya, 1992: 127-128). “Unsur pra-sadar berupa unsur bawah pra-sadar yang dapat dibawa ke kepra-sadaran melalui meditasi, refleksi, penelitian batin, pembedaan roh dan retret” (Mardi Prasetya, 1992: 92).

Unsur spiritual berarti hal-hal rohani seperti iman, moral, ajaran injil-injil dan nilai-nilai panggilan. Pengolahan hidup dengan integrasi unsur psiko-spiritualital berarti seseorang pribadi berusaha mengenal dirinya secara menyeluruh dan utuh baik menyangkut energi kejiwaan maupun hal-hal yang bercorak rohani. Jadi dalam kesatuan yang utuh seorang pribadi berusaha mengenal sejauh mana seluruh potensi dan daya yang ada dalam dirinya dipergunakan untuk menanggapi panggilan Allah. Pengolahan hidup dengan integrasi unsur-unsur psiko-spiritual akan mendukung tumbuhnya kemampuan untuk membatinkan nilai-nilai panggilan yang dapat menghasilkan perubahan hidup ke dalam Kristus atau yang sering disebut trasformasi diri (Mardi Prasetya, 1992: 242). Tranformasi diri bertujuan untuk memuji dan memuliakan Allah yang dilaksanakan dengan menghayati nilai-nilai Kristus, sehingga perjalanan manusia merupakan perjalanan menuju kepenuhan hidup dalam relasi yang di dalamnya semakin dialami secara mendalam bahwa Allah terlibat dalam hidup manusia Dengan begitu diri manusia semakin dibentuk dan diresapi oleh hidup Allah. Lewat perjalanan pengolahan hidup berarti membuka diri kepada Allah dan nilai-nilai ilahi, manusia akan semakin sempurna (Darminta, 1997: 8).

2. Tujuan Pengolahan Hidup dengan Integrasi Unsur-Unsur

Psiko-Spiritual.

Dalam Lumen Gentium art 40 dikatakan bahwa “semua orang kristiani dari status atau jajaran apa pun dipanggil kepada kepenuhan hidup Kristen dan kesempurnaan cinta kasih”. Panggilan ini merupakan karya Allah dalam diri seseorang dan Allah juga menghargai kebebasan manusia. Allah menyerahkan semuanya pada keputusan manusia, dan menghendaki agar manusia memanfaatkan seluruh sumber daya manusiawinya yaitu pikiran, perasaan, kehendak dan usaha serta semua sarana yang dimiliki untuk menanggapi karya rahmat-Nya.

Pengolahan hidup dengan integrasi unsur-unsur psiko-spiritual dilaksanakan dengan tujuan membantu pribadi orang beriman untuk mencapai kedewasaan manusiawi sekaligus kedewasaan rohani. Dalam pertemuan, para Frater CMF Yogyakarta menyatakan bahwa “tujuan pengolahan hidup yaitu menata kembali hidup menurut rencana Tuhan untuk apa kita diciptakan dan memiliki kebebasan batin dan menuju hidup dalam kepenuhan “(CMF: 2008). Hidup yang lebih utuh, berdamai dengan diri sendiri, sesama dan Tuhan sehingga lebih siap berserah diri untuk hidup bersama Yesus, bekerja seperti Yesus, mencintai seperti Yesus, “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yoh. 10: 10b).

Mardi Prasetya (2001: 146) mengatakan bahwa “tujuan pengolahan hidup yaitu untuk mengenal diri anak bina sampai dapat membuat peta perjalanan batin dan disposisi dinamis pembatinan nilai-nilai panggilan dan motivasi hidupnya.

Berdasarkan pandangan ini maka orang akan mencapai kepenuhan hidup Kristen dan kesempurnaan cinta kasih. Jika diri tidak terorganisir dengan baik, orang tidak dapat menggunakan semaksimal mungkin sumber daya pribadinya untuk menjawab tawaran rahmat Allah (Fuster, 1985: 25).

Dalam rangka berpikir seperti ini, maka pengolahan hidup dengan integrasi unsur-unsur psiko-spiritual dilaksanakan dengan tujuan membantu pribadi orang beriman untuk mencapai kedewasaan manusiawi sekaligus kedewasaan rohani. Kedewasaan terutama nampak dalam kemampuan menerima semangat hidup dan sikap Yesus serta mengenakannya dalam hidup dan mengambil bagian dalam kehidupan-Nya. Dalam usaha mencapai kedewasaan dituntut pula dalam kesediaan pribadi untuk mengubah hati. Kedewasaan yang dicapai juga dituntut kedewasaan yang menghasilkan buah-buah yang dapat dilihat dan dialami. Buah-buah kedewasaan yaitu seluruh kesadaran arah hidup dalam diri seseorang dan diperkuat, diberi arah dan pandangan serta nilai-nilai moral, peka dalam menanggapi kebutuhan sesama dan lebih peka terhadap karya keselamatan Allah di dunia ini sekaligus berfungsi sebagai penguat bagi sesama yang mengalami keraguan dan kebingungan dalam hidup (bdk. Fuster, 1985: 14-15).

Dapat dikatakan bahwa dengan pengolahan hidup seseorang akhirnya menjadi pribadi yang utuh artinya pribadi yang mampu menggunakan daya rohani dan kepribadian dalam dirinya untuk menanggapi panggilan Allah.

Pengolahan pengalaman yang terus-menerus membuat religius memiliki rasa tanggung-jawab yang besar untuk tugas perutusannya sesuai dengan kharisma

pendiri. Dengan demikian religius muda atau yunior yang bersangkutan memiliki kedewasaan diri dari segi manusiawi maupun rohani. Mengolah pengalaman terus-menerus memampukan yunior untuk membatinkan nilai-nilai panggilan dan semakin di dewasakan oleh nilai-nilai dari pelayanan. Dengan kedewasaan rohani dan manusiawi, yunior mampu mengambil keputusan untuk menyerahkan diri seutuhnya kepada Kristus lewat apa yang telah dipilihnya. Mardi Prasetya (2001: 115) mengatakan bahwa “pengenalan diri dan melatih hidup menurut rencana Allah berarti membangun hidup sebagai perjalanan yang berasal dari Allah, menuju Allah dan oleh karena cinta ilahi dan bukan cinta manusiawi saja”.

3. Langkah-langkah Pengolahan Hidup dengan Integrasi Unsur-Unsur

Psiko-Spiritual

Langkah-langkah pengolahan hidup dengan integrasi unsur-unsur psiko-spiritual. Pengolahan hidup merupakan pengenalan diri secara mendalam agar menyediakan seluruh disposisi hidup bagi Tuhan. Dari pengertian ini nampak jelas bahwa pengolahan hidup dilaksanakan melalui proses atau langkah demi langkah. Pengenalan diri tidak terjadi dengan sendirinya. Pribadi perlu menyelidiki dan mengerti dirinya. Pengenalan diri dibuat dengan maksud supaya seseorang mampu menyediakan seluruh disposisi hidupnya bagi Tuhan dan pelayanan.

Pertumbuhan pribadi merupakan kerjasama kodrat ilahi dan insani dalam diri seseorang dan ini dapat dikatakan bahwa semakin matang pribadi seseorang manusiawi semakin siap pula pribadi itu menjawab tawaran Allah baginya.

Pertumbuhan kedewasaan akan diusahakan melalui tiga tahap yaitu : Pertama: menyelidiki di mana kedudukan pribadi yang bersangkutan dalam dunia, Kedua: mengerti di mana kedudukannya. Ketiga: melangkah ketujuan yang diinginkan, menurut pandangan Carkhuff (Fuster, 1985: 20) . Pendewasaan pribadi dan rohani sebagaimana yang terungkap di atas maka pandangan Carkhuff dapat digunakan untuk membantu manusia dalam mengorganisir seluruh sumber daya manusiawinya guna menanggapi karya rahmat Allah. Adapun langkah-langkah pengolahan hidup dengan integrasi unsur-unsur psiko spiritual ialah:

Langkah I :

Menyelidiki Diri

Menyelidiki diri berarti seseorang berusaha mengenal keadaan diri seseorang secara obyektif, apa adanya dan sesuai dengan kenyataan (Fuster, 1985: 22). Orang masuk ke dalam daerah pribadi yang kurang lebih kabur baginya. Dalam mengenal keadaan diri diharapkan orang tidak menjadi malu karena banyak kelemahan tetapi juga tidak mengingkari kelebihan yang dimiliki. Sebaliknya penyelidikan diri ini membantu seseorang untuk memiliki gambaran yang benar tentang diri juga pribadi dapat menemukan kembali kesatuan dalam dirinya yang menjadi daya untuk menerima karya Allah. Penyelidikan diri dilakukan dengan proses bertanya pada diri sendiri yang ditandai dengan

pertobatan yang mendalam disertai dengan usaha untuk mewaspadai emosional yang bertentangan dengan nilai-nilai panggilan (Mardi Prasetya, 1992: 243).

Penyelidikan diri dilakukan dengan cara bertanya kepada diri dan berusaha menjawabnya (Fuster, 1985: 21). Setiap orang masuk kedalam dirinya dengan mengenal perasaan yang dialami serta alasan munculnya perasaan-perasaan tersebut. Semakin trampil seseorang bertanya dan menjawab diri, semakin intensif pula penyelidikan dirinya. Penyelidikan diri dilakukan dalam dua tahap yakni penyelidikan diri secara umum dan penyelidikan diri pada salah satu bidang pribadi.

Penyelidikan diri secara umum berarti seseorang berusaha memperoleh gambaran umum tentang keadaan pribadinya saat ini. Penyelidikan yang meliputi pelbagai bidang pribadi seseorang. Melalui penyelidikan diri secara umum seseorang melihat sifat-sifat dasar yang ada padanya, perkembanganya sampai sekarang, serta faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya. Juga membantu setiap pribadi untuk menemukan tempatnya dalam lingkungan sosial, cara berhubungan dengan orang-orang di sekitarnya kegembiraaan dan manfaat yang diperoleh dari hubungan tersebut, kekuatiran, kebutuhannya, ambisi, hidup rohani serta doanya.

Semua hal ini tidak ditemukan dengan penuh penyesalan pada nasib atau frustasi dan menyalahkan orang lain tetapi sebaliknya menerima semua hal dengan rela. Percaya bahwa semua ini adalah hasil penyelenggaraan Bapa Yang Mahakasih. Percaya bahwa Yesus mengerti apa saja yang terjadi padanya dan

membiarkan semua itu membentuk keunikan secara keindahan dirinya. Ini semua akan berguna bagi pelaksanaan perutusan dalam diri seseorang.

Langkah II

Mengerti Diri

Setelah seseorang mengenal keadaan diri secara obyektif, tahap berikutnya adalah berusaha mengerti diri lebih dalam lagi (Fuster, 1985: 21). Setiap pribadi berusaha mengerti akar-akar penyebab yang menciptakan keadaan dirinya seperti yang dialami saat ini. Mengerti diri dilakukan dengan menjawab pertanyaan, “Dengan cara bagaimana saya ikut serta menciptakan keadaan saya ini?”, “Apa yang saya buat dan tidak saya buat hingga keadaan saya ini tercipta?” (Fuster 1985: 21). Semakin trampil seseorang menjawab pertanyaan ini semakin intensif ia mengetahui akar-akar dalam diri yang menciptakan keadaan tersebut. Ketrampilan ini dapat disebut ketampilan mempribadikan. Ada dua macam ketrampilan mempribadikan yaitu: mempribadikan masalah dan mempribadikan tujuan.

Mempribadikan masalah berarti seseorang berusaha mencari akar-akar dalam diri yang menciptakan keadaan dirinya yaitu apa yang dibuat atau tidak sehingga keadaan tersebut tercipta. Ketrampilan mempribadikan masalah membuat seseorang sadar akan keterlibatan dan tanggungjawabnya terhadap terciptanya keadaan dirinya. Ketrampilan ini mencegah setiap pribadi untuk menyalahkan orang lain bila ada ketidak-beresan dalam dirinya. Pribadi tidak

terdorong mengubah diri jika dalam menghadapi masalah selalu menyalahkan orang lain. Dengan memusatkan diri pada apa yang dibuat sehingga keadaan itu muncul, maka seseorang terdorong untuk mengubah diri dan di sini ada harapan untuk perbaikan.

Ketrampilan mempribadikan tujuan berarti orang yang bersangkutan tahu tentang apa yang harus dibuat saat ini untuk memperbaiki keadaan setelah mengerti penyebab terciptanya keadaan tersebut. Ketrampilan ini membuat seseorang mampu mengubah permasalahan yang ada dan seseorang berusaha untuk mencari jalan perbaikan. Mardi Prasetya (1992: 100) mengatakan bahwa “Ia tidak menyangkal atau menyembunyikan kelemahannya sendiri dan kelemahan orang lain tetapi dapat memahami dan menerimanya”. Dengan demikian pribadi yang bersangkutan dapat bertindak sesuai dengan permasalahan tertentu dan ia tidak meremehkan masalah atau mengesampingkan persoalan yang dihadapi.

Langkah III

Melangkah Ke Tujuan Yang Diinginkan

Setelah seseorang mengenal diri, mengerti akar-akar permasalahan dan mengerti kemana tujuanya, tahap selanjutnya adalah bertindak yaitu melangkah secara sistematis ke tujuan (Fuster, 1985: 22). Sistematis artinya terencana dan teratur serta ada hubungan antara masalah dan tujuan. Untuk melangkah ke tujuan dipergunakan ketrampilan memulai. Ketrampilan memulai mengajak seseorang

untuk melihat langkah-langkah yang harus diambil untuk mencapai tujuan, langkah-langkah tersebut dibuat secara sistematis untuk mencapai tujuan.

Berdasarkan seluruh uraian tentang proses pertumbuhan pribadi ini maka dapat dikatakan bahwa pengolahan hidup dengan tujuan mencapai tujuan kedewasaan dalam menjawab panggilan Allah, dapat dilaksanakan melalui tiga langkah yaitu menyelidiki diri, mengerti diri dan melangkah ketujuan yang ingin dicapai oleh seorang pribadi. Langkah-langkah pengolahan hidup tersebut perlu didukung oleh berbagai ketrampilan seperti ketrampilan menjawab diri untuk membantu penyelidikan diri, ketrampilan mempribadikan masalah maupun tujuan untuk membantu usaha mengerti diri. Melalui langkah-langkah ini seseorang mempunyai kemampuan untuk merealisasikan panggilan dirinya dengan memilih apa yang paling berarti dalam hidupnya yaitu dengan nilai-nilai transenden dari Kristus (Mardi Prasetya, 1993: 77). Dan ini di pertegas lagi oleh Fransiska (2005: 23) dengan mengatakan bahwa “panggilan hidup sebagai religius senantiasa menunjukkan kebahagiaan dan kegembiraan kepada dunia sehingga memampukan kita untuk dapat mengucap syukur dan menghargai segala-galanya.

Dokumen terkait