• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA PENGOLAHAN HIDUP BAGI PERKEMBANGAN SUSTER YUNIOR SELAMA MASA PEMBINAAN DALAM TAREKAT KASIH YESUS DAN MARIA BUNDA PERTOLONGAN YANG BAIK ( KYM )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "MAKNA PENGOLAHAN HIDUP BAGI PERKEMBANGAN SUSTER YUNIOR SELAMA MASA PEMBINAAN DALAM TAREKAT KASIH YESUS DAN MARIA BUNDA PERTOLONGAN YANG BAIK ( KYM )"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

TAREKAT KASIH YESUS DAN MARIA BUNDA

PERTOLONGAN YANG BAIK ( KYM )

SKRIPSI

Diajukan Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Medita Theresia Sihotang NIM: 051124005

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN

KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

Skripsi ini kupersembahkan kepada Tarekatku tercinta khususnya teman-teman

(5)

v

Kalau kita sendiri pernah lemah

dan mengalami kekacauan batin

kita dapat merasakan

apa yang dialami oleh orang lain.

(6)
(7)

vii

Judul skripsi ini adalah MAKNA PENGOLAHAN HIDUP BAGI PERKEMBANGAN SUSTER YUNIOR SELAMA MASA PEMBINAAN DALAM TAREKAT KASIH YESUS DAN MARIA BUNDA PERTOLONGAN BAIK ( KYM ). Skripsi ini di tulis berangkat dari pertimbangan bahwa perlu mencari cara pembinaan yang kiranya sesuai dengan kebutuhan para suster yunior KYM. Ini penting karena pembinaan bagi suster yunior Tarekat KYM ditujukan untuk membantu anggota agar mengambil sikap yang baik dan benar dalam menanggapi setiap dorongan yang timbul dalam dirinya sehubungan dengan peristiwa tertentu. Untuk dapat mengambil sikap yang tepat menjawab panggilan Allah, suster yunior perlu menggunakan segala daya dalam dirinya yaitu fikiran, perasaan dan kehendak. Suster yunior juga perlu mengenal pengaruh kebutuhan psikologis dalam dirinya karena hal ini ikut menentukan mutu panggilannya.

Dalam skripsi ini penulis mengemukakan terlebih dahulu cita-cita pembinaan suster yunior KYM kemudian refleksi atas pelaksanan pembinaan. Dari refleksi ditemukan bahwa pendalaman hal-hal rohani dalam proses pembinaan ternyata tidak mudah dibathinkan dan diwujudkan oleh suster Tarekat KYM dalam hidup konkret. Salah satu penyebab timbulnya permasalahan ini ialah pengaruh kebutuhan psikologis dalam diri suster yunior.

Berdasarkan pandangan tersebut dikatakan bahwa pemahaman akan hal-hal rohani dalam pembinaan sangat membantu suster yunior KYM untuk selalu mengarahkan diri kepada kehendak Allah, namun kepribadian juga ikut menentukan kesediaan suster yunior untuk mewujudkan panggilan tersebut. Oleh sebab itu pembinaan yang ditawarkan adalah pengolahan hidup dengan integrasi unsur-unsur psiko-spiritual. Sehubungan pengolahan hidup merupakan usaha diri secara mendalam agar menyediakan seluruh disposisi hidup bagi Tuhan. Pengenalan diri tersebut melalui tahap menyelidiki diri, mengerti diri dan melangkah ke tujuan yang dicapai. Ini berarti bahwa suster yunior semakin masuk dalam dirinya, mengenal perasaan dan keberhasilan dalam mewujudkan panggilannya.

(8)

viii

The title of thesis is THE MEANING OF THE LIFE PROCESSING FOR THE DEVELOPMENT JUNIOR SISTERS DURING THE FORMATION IN THE CONGREGATION OF JESUS AND MARY LOVE’S AND HELPING GOOD. This thesis wrote by consideration that it is necessary to looking for the formation way that appropriate with KYM junior sisters directly to help the member of the sisters to be a good attitude to perceive each encouragement thet emerge in certain even in their own selves. Junior sisters heva to use the own power such us mind, feeling, and wish to become a good attitude to answer the Lord calling. The junior sisters also have to know the psychology needed in their own selves because this metter can determine the quality of vocation.

In this thesis, the write explain first about the formation ideal of the KYM junior sisters and then reflection about the formation realization. By that reflection founded that deepening of spiritual things is the formation process is not easy for KYM junior sisters to bring into the reality life. One of the cause of this problems emerge is the influence psychology needed in KYM junior sisters selves.

Based on the opinion comprehension about spiritual things in the formation process is support junior sisters to bring their selves to the God will, however personality also is determine the willingness of junior sisters to bring in to reality thed vocation. For that, the good formation is the life processing with integration psycho-spiritual elemens. In connection with life processing is self effort in a deepen manner in order to make all the life disposition for God. That self-recognition via phase self-investigate, self-understanding, and stepping to the destination reach. It is means that junior sisters more and more going into their selves to know their feeling and success to bring into reality their vocation.

(9)

ix

Puji syukur kepada Allah karena kasih karunia dan bimbingan-Nya, penulis merasa dimampukan untuk menyelesaikan dan mengerjakan skripsi ini. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Program Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik.

Judul skripsi ini adalah “MAKNA PENGOLAHAN HIDUP BAGI PERKEMBANGAN SUSTER YUNIOR SELAMA MASA PEMBINAAN DALAM TAREKAT KASIH YESUS DAN MARIA BUNDA PERTOLONGAN BAIK (KYM)”. Diwarnai perasaan senang, gembira, bahagia dan gelisah, serta berbagai hambatan dan kesulitan lain yang turut menyertai penulisan skripsi ini, serta berkat perhatian dan dukungan dari berbagai pihak, secara khusus dari persaudaraan KYM dan Lembaga Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma, akhirnya penulis dapat menyelesaikannya.

Atas kerjasama yang baik dan bantuan dari berbagai pihak, dengan hati yang tulus penulis mengucapkan terimah kasih kepada:

1. Dr. J. Darminta, SJ., selaku dosen pembimbing utama yang selalu setia, sabar, perhatian membimbing serta mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini. 2. Dr. C. B. Putranta, SJ., sebagai pembaca II sekaligus sebagai dosen wali yang

mendampingi penulis, memberikan semangat sampai skripsi ini selesai. 3. Drs. H. J. Suhardiyanto, SJ.,selaku dosen penguji yang memberi dukungan

(10)

x Agama Katolik Universitas Sanata Dharma.

5. Pimpinan Umum Tarekat KYM beserta dewannya baik periode 2005-2009 maupun periode 2009 yang memberikan kesempatan untuk studi.

6. Segenap anggota komunitas KYM jln. Merak Yogyakarta yang memberikan dukungan selama penulisan skripsi ini.

7. Sahabat dekat saya yang sungguh tulus memberi sumbangan pemikiran, pengertian dan banyak berkorban dalam proses penulisan skripsi ini.

8. Teman-teman seangkatan 2005, atas kerjasama, dukungan dan persaudaraan selama masa studi.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan, dukungan, perhatian, terutama dalam penulisan skripsi ini.

Akhirnya penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, sehingga skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis memerlukan kritik serta saran yang membangun. Penulis berharap, semoga skripsi ini bermanfat bagi perkembangan para suster yunior dan bagi para formator dalam pembinaan.

Yogyakarta, 8 Juli 2009 Penulis

(11)

xi

Halaman

JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN ... iii

PERSEMBAHAN... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

C. Tujuan Masalah... 4

D. Manfaat Masalah... 4

E. Metode Penulisan ... 5

F. Sistematika Penulisan ... 5

BAB II. PEMBINAAN PARA SUSTER YUNIOR DALAM TAREKAT KYM ... 8

A. Sejarah Singkat Berdirinya Tarekat KYM ... 9

1. Latar Belakang Berdirinya Tarekat KYM ... 9

2. Visi dan Misi Tarekat KYM... 11

3. Spiritualitas Tarekat KYM ... 12

B. Pembinaan Suster Yunior Tarekat KYM ... 13

1. Pembinaan dalam Tarekat KYM... 14

(12)

xii

d. Tahap-Tahap Pembinaan ... 22

2. Semangat Yang dibina Pada Masa Yunior Dalam Tarekat KYM ... 26

a. Semangat Kerasulan ... 26

b. Pendidikan ... 28

c. Kesehatan... 29

d. Pengembangan Intelektual... 30

C. Aspek-Aspek Yang Dibina Pada Masa Yunior... 32

1. Pendewasaan Kepribadian ... 32

2. Pendidikan Ketrampilan... 33

3. Sikap Lepas Bebas ... 34

4. Perkembangan Kerohanian Yang Utuh... 36

BAB III. PENGOLAHAN HIDUP DENGAN INTEGRASI UNSUR-UNSUR PSIKO-SPIRITUAL BERDASARKAN SPIRITUALITAS ST.VINSENSIUS A PAULO BAGI PERKEMBANGAN SUSTER YUNIOR SELAMA MASA PEMBINAAN ... 38

A. Pengolahan Hidup dengan Integrasi Unsur-Unsur Psiko-Spiritual... 38

1. Pengertian Pengolahan Hidup dengan Integrasi Unsur-Unsur Psiko-Spiritual... 40

2. Tujuan Pengolahan Hidup dengan Integrasi Unsur-Unsur Psiko-Spiritual... 42

3. Langkah-langkah Pengolahan Hidup dengan Integrasi Unsur-Unsur Psiko-Spiritual ... 44

B. Pengalaman dan Pergulatan Batin Suster Yunior Tarekat KYM... 49

1. Hidup Doa ... 50

(13)

xiii

C. Pengolahan Hidup Berdasarkan Spiritualitas

St.Vinsensius a Paulo ... 61

BAB IV. PENGOLAHAN HIDUP BAGI PERKEMBANGAN SUSTER YUNIOR TAREKAT KYM MELALUI KATEKESE ... 66

A. Gambaran Umum Katekese ... 66

1. Pengertin Katekese... 66

2.Tujuan Katekese... 70

3.Unsur-Unsur Katekese ... 71

B. Proses Katekese dalam Pengolahan Hidup ... 73

C. Peranan Katekese dalam Pengolahan Hidup... 74

D. Pemilihan Model Katekese ... 77

1. Model: Pengalaman Hidup... 77

2. Langkah-langkah Pelaksanaan Katekese Model Pengalaman Hidup... 78

E. Usulan Program Pembinaan Suster Yunior Tarekat KYM ... 80

1. Pengertian Program ... 80

2. Latar Belakang Program ... 81

3. Tujuan Program... 82

4. Tema-Tema Program Dalam Program Pembinaan ... 83

5. Contoh Persiapan Katekese I ... 95

Contoh Persiapan Katekese II ... 103

BAB V. PENUTUP………... 114

A. Kesimpulan ... 114

B. Saran... 117

DAFTAR PUSTAKA ... 121

(14)

xiv A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Baru: dengan pengantar dan catatan singkat. (Dipersembahkan kepada umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985.8

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

CD: Chirtus Dominus, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Tugas Pastoral para Uskup dalam Gereja, 28 Oktober 1965

CT: Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohannes Paulus II kepada para Uskup, Klerus, dan segenap umat beriman tentang Katekese Masa Kini, 16 Oktober 1979.

GS: Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Gereja di Dunia Dewasa ini, 7 Desember 1965.

KGK: Katekismus Gereja Katolik

KHK: Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), diundangkan oleh Paus Yohannes Paulus II tanggal 25 Januari 1983.

OT: Optatam Totius, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Pembinaan Iman, 18 November 1965.

(15)

xv Art: Artikel

Bdk: Bandingkan

BKIA: Balai Kesehatan Ibu dan Anak CMF: Kongregasi Misionaris Claretian CM: Congregatio Missionum

Dok. Pen: Dokumen Penerangan Kan: Kanon

Konst: Konstitusi

KWI: Komisi Wali Gereja Indonesia

KYM: Kasih Yesus dan Maria Bunda Pertolongan Baik LPU: Laporan Pimpinan Umum

PKKI: Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia Psl: Pasal

SCMM: Sister of Charity Our Lady Mother of Mercy Sr: Suster

(16)
(17)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan Skripsi

Pembinaan bagi kaum religius khususnya suster yunior KYM ditujukan untuk membantu anggota agar mengambil sikap yang baik dan benar dalam menanggapi setiap dorongan yang timbul dalam dirinya sehubungan dengan peristiwa tertentu. Sebagai orang beriman kepada Allah, dorongan itu dipahami sebagai panggilan Allah. Untuk dapat mengambil sikap yang tepat menjawab panggilan Allah, suster yunior perlu menggunakan segala daya dalam dirinya yaitu pikiran, perasaan dan kehendak. Suster yunior juga perlu mengenal pengaruh kebutuhan psikologis dalam dirinya karena hal ini ikut menentukan panggilanya.

(18)

terbantu dalam memperkembangkan diri dan semakin dewasa dalam menanggapi panggilannya. Hambatan terhadap panggilan dalam diri suster yunior tersebut terutama datang dari pengaruh kepribadian.

Pengaruh kepribadian terhadap panggilan tidak mungkin diketahui tanpa suatu pengenalan diri yang mendalam. Karena itu dalam pembinaan seorang religius perlu dibantu untuk mengenal dan mengatur segala daya yang ada dalam diri maupun unsur kepribadian yang mempengaruhi motivasinya dalam bertindak. Menurut Supratikya (1993: 25) “kepribadian yaitu apa yang ada dalam diri seseorang dan yang mempengaruhi perbuatanya”. Biasanya kita merasa malu kalau tidak tahu jawaban atas pertanyaan yang penting dan sebenarnya itu tidak perlu (De Armen: 7 Oktober). Namun pada kenyataanya masih banyak suster – suster yang merasa minder jika tidak bisa menjawab. Sebenarnya itu tidak perlu karena masih ada pertanyaan-pertanyaan hidup yang harus dijawab dengan perlahan-lahan jawabannya diberi sepanjang hidup.

Pengenalan diri tidak mungkin dibuat terpisah dari kenyataan hidup yang dialami oleh suster yunior. Kenyataan hidup yang dimaksud bukan merupakan angan-angan belaka tetapi berupa pengalaman hidup konkret sehari-hari. Melalui pengalaman hidup tersebut suster yunior mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya dalam menjawab panggilan Allah.

(19)

maupun yang menyedihkan agar dimasa tuanya nanti mampu untuk berelasi dengan siapa saja khususnya mampu mempersembahkan dirinya kepada Tuhan. Dibutuhkan pembinaan yang utuh baik menyangkut unsur rohani maupun kepribadian. Untuk maksud tersebut maka salah satu model pembinaan yang cocok untuk suster yunior yaitu model pengolahan hidup. Diharapkan agar dengan pengolahan hidup ini para suster yunior KYM dibantu untuk membatinkan nilai-nilai panggilan dalam diri serta mewujudkannya, sehingga lebih radikal menanggapi panggilan Allah. Hal ini perlu diusahakan karena menanggapi panggilan Allah merupakan perjuangan seumur hidup.

Pengolahan hidup sangat penting demi perkembangan pribadi dalam menjawab panggilan Allah, dan juga membantu para pembina suster yunior untuk melaksanakan pembinaan yang lebih spesifik mengenai pengolahan hidup demi perkembangan pribadi suster yunior. Bertolak dari situasi di atas yang sudah dibahas maka penulis membuat skripsi ini dengan judul “MAKNA PENGOLAHAN HIDUP BAGI PERKEMBANGAN SUSTER YUNIOR

SELAMA MASA PEMBINAAN DALAM TAREKAT KASIH YESUS DAN

MARIA BUNDA PERTOLONGAN BAIK ( KYM )”.

B. Rumusan Masalah

Secara garis besar penulis mencoba merumuskan beberapa permasalahan yang kiranya akan dibahas dalam karya tulis ini:

(20)

2. Bagaimana para suster yunior KYM dalam mengolah pengalaman hidupnya sehubungan dengan pembinaan yang diterima selama ini. 3. Usaha apa yang bisa dilakukan oleh para suster yunior supaya dapat

mengolah hidup panggilan dan karya pelayanan.

C. Tujuan Penulisan

1. Membantu dan menyadarkan para suster yunior untuk dapat mengerti dan memaknai bahwa pengolahan hidup sangat penting untuk perkembangan hidup panggilan sebagai suster dalam tarekat KYM.

2. Memberikan bahan refleksi kepada para suster yunior KYM tentang pentingnya pengolahan hidup dalam hidup sebagai seorang suster KYM. 3. Membantu para suster yunior KYM supaya dapat bersikap lepas bebas

dalam menghayati hidup panggilannya dan karya pelayanan.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan masukan (sebuah wacana) kepada tarekat KYM agar semakin mengenal dan mengetahui siapa sebenarnya suster KYM.

2. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis betapa pentingnya pengolahan hidup sehingga semakin mampu dalam menanggapi panggilan Allah.

(21)

E. Metode Penulisan

Dalam menyusun karya tulis ini, penulis menggunakan metode penulisan studi kepustakaan yakni dengan menyerap dan membaca buku-buku dari berbagai sumber. Selain itu, penulis juga memperkaya karya tulis ini dengan ilustrasi dari teman suster yunior serta pengalaman dan penghayatan pribadi yang penulis alami pada setiap perjumpaan dan dalam kebersamaan dengan suster-suster yunior.

F. Sistematika Penulisan

Karya tulis ini mengambil judul “Makna Pengolahan Hidup Bagi Perkembangan Suster Yunior selama Masa Pembinaan dalam Tarekat

KYM”. Dari judul ini penulis mengembangkannya menjadi lima bab, yakni: pada bab I (pendahuluan) penulis akan memberikan gambaran secara umum penulisan skripsi ini. Gambaran umum mencakup: latar belakang penulisan skripsi, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, serta sistematika penulisan.

(22)

aspek-aspek yang dibina pada masa yunior yaitu pendewasaan kepribadian, pendidikan ketrampilan, sikap lepas bebas dan perkembangan kerohanian yang utuh.

Pada bab III, penulis akan berbicara tentang pengolahan hidup bagi perkembangan suster yunior selama masa pembinaan dan pembicaraan ini mencakup tiga hal: Pertama, tentang pengolahan hidup dengan integrasi unsur-unsur psiko-spiritual berdasarkan semangat spiritualitas St. Vincentius a Paulo bagi perkembangan suster yunior selama masa pembinaan. Kedua, membicarakan pengalaman dan pergulatan batin suster yunior yaitu doa, kehidupan bersama, karya kerasulan dan kaul-kaul. Ketiga, pengolahan hidup dengan integrasi berdasarkan spiritualitas St. Vincentius a Paulo bagi perkembangan suster yunior selama masa pembinaan dalam tarekat KYM, unsur psiko – spiritual dalam pembinaan suster yunior tarekat KYM yaitu terdiri dari pengertian pengolahan hidup, tujuan pengolahan hidup dan langkah-langkah pengolahan hidup.

(23)
(24)

PEMBINAAN PARA SUSTER YUNIOR

DALAM TAREKAT KYM

Dalam bab ini akan dibahas pembinaan para suster yunior dalam tarekat KYM. Berbicara tentang pembinaan bagi para suster yunior tidak dapat terlepas dari pembinaan pada umumnya dalam tarekat KYM. Alasan yang mendasari pandangan ini yakni bahwa masa yuniorat merupakan salah satu tahap pembinaan dalam tarekat KYM. Sehubungan dengan pembicaraan tentang pembinaan maka bagi penulis perlu adanya gambaran umum tentang tarekat KYM berupa: sejarah singkat berdirinya tarekat khususnya latar belakang berdirinya, visi dan misi tarekat, serta spiritualitas tarekat KYM. Hal ini penting dibahas untuk memberi arah yang jelas bagi pembinaan yunior tarekat KYM yang akan terus menerus berlanjut.

Masa yunior dalam tarekat KYM adalah masa pembinaan yang cukup mendapat perhatian dari tarekat sendiri, terbukti dengan terbentuknya tim pembina dan dianggap berpotensi untuk mendampingi para suster yunior.

(25)

A. Sejarah Singkat Berdirinya Tarekat KYM

1. Latar Belakang Berdirinya Tarekat KYM

Pastor Antonius Van Erp adalah seorang imam diosesan yang lahir di Oss pada tanggal 10 Maret 1797 dari keluarga yang cukup terkemuka (bangsawan). Setelah menjadi pastor, Pastor Antonius Van Erp pernah menjadi pastor pembantu di Bruegel dan Boxtel, karena Pastor Antonius Van Erp berfikiran maju dan mempunyai perhatian besar kepada orang-orang kecil akhirnya diangkat menjadi pastor paroki. Sebagai pastor paroki Schjndel, di samping memperhatikan hidup rohani umatnya, beliau juga sangat memperhatikan kehidupan umat (Konst KYM, 2003: 8). Beliau melihat ada begitu banyak umatnya yang sakit-sakitan, cacat dan juga ada banyak gadis-gadis yang pengangguran. Beliau sangat prihatin melihat situasi/keadaan umatnya yang begitu menderita, sehingga beliau bercita-cita mendirikan tarekat baru untuk karya pelayanan kasih. Setiap hari beliau berusaha menggugah hati gadis-gadis agar bersedia membantunya dalam melayani, merawat dan memperhatikan orang-orang sakit.

Dalam cita-citanya mendirikan tarekat baru, Pastor Antonius van Erp menghadapi banyak tantangan khususnya dari umat di parokinya sendiri yang bersikap acuh tak acuh terhadap rencana dan cita-citanya (Konst KYM, 2003: 8). Kendatipun banyak mengalami tantangan, Pastor Antonius van Erp terus berusaha mewujudkan cita-citanya dengan maksud mendirikan sekolah (pendidikan) katolik kepada anak-anak dan merawat orang-orang yang sakit di parokinya.

(26)

Mieke de Bref yang kemudian namanya menjadi Sr. Vincentia de Bref. Mieke de Bref ini diutus oleh Pastor Antonius van Erp ke Biara Suster-suster Belas Kasih (SCMM ) untuk dibina dan dibimbing (Konst KYM, 2003: 53). Setelah dua tahun dibina, dan dibimbing dalam novisiat biara suster-suster Berbelas Kasih, Mieke Bref yang sudah menjadi Sr. Vincentia de Bref kembali ke paroki Schijndel dan menempati sebuah rumah sederhana (Konst KYM, 2003: 53-54 ).

Bersama dengan tiga suster lain, yaitu Sr. Rosali, Sr. Theresia de Rooy dan Sr. Aloysia van Buch dia menempati rumah itu dan diberi nama “Wisma Karya Cinta Kasih”. Maka pada tanggal 1 November 1836, berdirilah tarekat Cinta Kasih dari Yesus dan Bunda Maria Bunda Pertolongan Baik yang disingkat KYM.

Tarekat ini dikukuhkan pada tanggal 24 juni 1845 oleh Henricus de Dubbelde Vikaris Apostolis’s Hertogenbosch dengan mengesahkan konstitusi dan peraturan umum tarekat, dan pada tanggal 27 Mei 1881 pengesahan Tahta Suci diterima melalui Sri Paus Leo XIII. Dengan demikian secara yuridis, tarekat ini menjadi Kongregasi Kepausan yang bertujuan kerasulan (bersifat aktif) dengan mengikrarkan kaul sederhana. (Konst KYM, 2003: 6).

Kehidupan tarekat sangat memprihatinkan tetapi pastor Antoius Van Erp mempunyai kepercayaan yang sangat besar kepada Tuhan bahwa akan menyelenggarakan kehidupan dan perkembangan tarekatnya.

(27)

betapa tidak pasti masa depan kita dan betapa kecil sarana yang tersedia untuk memulai persekutuan ini” (Konst KYM, 2003: 11).

Melalui surat ini para pengikutnya mampu bersyukur dan memuji karena perlindungan dan penyelenggaran Tuhan seta mengakui bahwa kepercayaan kita kepada Tuhan tidak sia-sia. Tidak lama kemudian jumlah anggota yang masuk dalam persekutuan ini bertambah banyak untuk memperluas dan memperbanyak cinta kasih, seperti pengalaman para rasul yang diutus (Bdk. Yak 1:4).

2. Visi dan Misi Tarekat KYM

Pastor Antonius van Erp sebagai pendiri Tarekat KYM langsung mengambil semangat St. Vincentius a Paulo sebagai semangat atau spiritualitas tarekat KYM (Konst KYM, 2003: 8). Maka Visi dan Misi Tarekat juga tidak jauh berbeda dari visi dan misi St. Vincentius a Paulo, yakni meneladan Kristus sebagai pelayan orang miskin dan sebagai pewarta injil ( kabar gembira ) dengan melayani orang miskin sesuai dengan kebutuhan (Roman, 1993: 87).

Dalam pandangan tarekat KYM, St. Vincentius a Paulo mempunyai visi dan misi yang terarah kepada Kristus pencinta kaum miskin yang merupakan suatu tantangan bagi tarekat. Melayani Yesus dalam pribadi orang-orang miskin itulah yang harus diusahakan terus menerus. Pastor Antonius van Erp sebagai pendiri tarekat, mendirikan tarekat juga berawal dari keprihatinan kepada orang-orang miskin dan orang yang kurang diperhatikan serta kurang mendapat pelayanan.

(28)

orang-orang miskin tidak lepas dari pola dan gaya hidup misi St. Vincentius a Paulo dalam pelayanannya. Pola dan gaya St. Vincetius a Paulo dalam menjalankan misinya adalah dengan menyodorkan “metode kecil” yaitu: sistem menguraikan ajaran mengapa, apa yang perlu dikerjakan dan bagaimana mengerjakan dan gaya berkhotbah dengan bahasa yang sederhana, lancar sesuai dengan pengertian para pendengar dan dengan gaya natural (Roman, 1990:34).

3. Spritualitas Tarekat KYM

Dalam Konstitusi Tarekat KYM, dikatakan bahwa Pastor Antonius van Erp yang mendirikan Tarekat KYM mengambil semangat dari St Vincentius a Paulo seorang pekerja sosial terbesar dari Prancis pada abad XVII. Keberadaan tarekat KYM baik dalam praksis hidup maupun dalam bentuk karya masa kini merupakan perwujudan spiritualitas St. Vincentius a Paulo. Dalam pembahasan ini akan dibatasi pengertian spiritualitas dalam konteks spiritualitas tarekat KYM yakni Spiritualitas St.Vincentius a Paulo.

Kata spiritualitas berasal dari bahasa latin yaitu “spiritus” yang artinya “kerohanian”. Sedangkan pengertian yang lebih luas ialah cara orang menyadari, memikirkan dan menghayati hidup rohaninya atau kenyataan hidup konkret yang mencakup keyakinan iman dan keutamaan-keutamaan serta perwujudannya (Harjawiyata, 1983: 21).

(29)

kenyataan hidup konkrit setiap hari. Maka spiritualitas akan semangat dipengaruhi oleh berbagai unsur. Dan unsur yang paling mempengaruhi adalah bentuk kehidupan, kebudayaan dan perkembangan zaman

Tarekat KYM sebagai pengikut St. Vincentius a Paulo, juga mempunyai ciri khas tersendiri yang menjadi keutamaan-keutamaan keluarga Vincentian yaitu kesederhanaan, kerendahan hati dan cinta kasih. Inti semangat St. Vincentius a Paulo adalah adalah keprihatinan yang mendalam terhadap orang-orang yang menderita dan berkekurangan. Dalam butir-butir emas yang merupakan kumpulan kata-kata emasnya, St. Vincentius a Paulo menjelaskan siapa orang miskin yang dimaksud. Orang miskin ialah orang yang kehilangan martabat manusianya. Orang-orang miskin harus menjadi prioritas dalam pelayanan, jadi jangan dianggap sebagai orang luar. Biarkan ia masuk ke dalam hati sanubarimu, kata St. Vincentius a Paulo kepada para pengikutnya. (De Armen, 20 Januari). Beliau juga senantiasa menekankan kepada pengikutnya untuk selalu memperhatikan orang-orang miskin dengan sepenuh hati.

B. Pembinaan Suster Yunior Tarekat KYM

(30)

Suster yunior yang baru saja selesai dari masa novisiatnya masih dalam situasi labil, di mana mereka masih baru mengalami hidup dalam komunitas kecil. Suasana komunitas novisiat selama ini digeluti jauh berbeda dengan suasana komunitas kecil karena setiap komunitas terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang suster (Stat KYM, art. 1: 9) sehingga suster yunior harus lebih banyak mengorbankan diri, perasaan untuk perkembangan panggilannya.

Dengan situasi seperti ini, tarekat melihat bahwa mereka perlu didampingi secara khusus mereka perlu dibina dan diarahkan menuju semangat dan cita-cita tarekat. Untuk itu tarekat membentuk tim yang secara khusus menangani para suster yunior. Disamping itu tim pembina bekerjasama dengan para pemimpin komunitas di mana para suster yunior berada, agar membantu memperkembangkan dan memperkaya hidup rohani mereka. Dengan begitu para suster yunior tidak lepas begitu saja, tetapi tetap mendapat pendampingan baik dari pihak pendamping sendiri maupun dari komunitas tempat mereka tinggal.

1. Pembinaan Dalam Tarekat KYM

(31)

a. Pengertian Pembinaan

Pengertian pembinaan diartikan suatu proses kegiatan pendampingan bagi para aspiran, postulan, novis atau suster yunior untuk membantu mereka sampai pada misi dan visi tarekat. Peranan pembina terhadap himbauan Konsili Vatikan II ini tentu sangat penting bagi pembinaan baik dalam bidang religius maupun kerasulan, untuk itu para pemimpin sedapat mungkin menciptakan keyakinan serta mengusahakan bantuan bagi yang dibina (OT , art. 4).

Pembinaan bagi para religius merupakan suatu usaha pendampingan untuk bertumbuh dalam panggilan. Bertumbuh dalam panggilan berarti undangan pada kekudusan dan pemberian diri secara total bagi pengabdian kepada Allah dan sesama dalam diri religius semakin hidup dan bertambah sempurna. Pembinaan juga merupakan sarana untuk menyediakan seseorang yang berkepribadian utuh dan berkualitas, oleh karena mengintegrasikan nilai-nilai Kerajaan Allah (Mardi Prasetya, 2001: 94). Pribadi yang berkualitas tersebut akan mampu dilibatkan dalam arus keselamatan yang dipercayakan Allah kepada seseorang.

Dengan pembinaan diharapkan religius KYM semakin bertumbuh dalam panggilan. Pertumbuhan dalam panggilan ditandai oleh semakin meningkatnya kemampuan untuk membatinkan nilai-nilai panggilan berdasarkan spiritualitas Tarekat KYM. Pembinaan bagi religius KYM ditujukan juga untuk membentuk telinga dan hati yang mampu mendengar suara Allah dalam diri, dalam kejadian-kejadian dan sejarah serta menjawab dengan cara kristiani.

(32)

pembinaan iman khususnya orang kristiani, diakui bahwa Allah terlibat aktif dalam pembinaan. Tiap pelaku dalam pembinaan memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing namun tetap dalam kesatuan yang tidak terpisahkan.

b. Tujuan Pembinaan

Dengan memasuki kongregasi, seorang suster mewajibkan diri untuk mengejar tujuan kongregasi degan cara hidup menurut konstitusi dan semangat kongregasi. Di bawah bimbingan yang baik ia akan berusaha agar pekerjaan dan hidup rohaninya terpadu secara harmonis, sehingga mencapai kematangan rohani dan manusiawi. Ia dituntut keaktifan dan kerelaan untuk membina diri agar semakin menjadi pribadi religius yang matang, dewasa dan tangguh sesuai dengan karisma kongregasi.

Adapun tujuan pembinaan dalam tarekat KYM yaitu:

“Agar hidup setiap anggota semakin hari semakin sesuai dengan Injil Yesus Kristus seturut semangat St.Vinsensius a Paulo dan tuntutan zaman. Pembinaan diperuntukkan bagi setiap anggota, pada segala tingkat umur, dan kongregasi demi pengembangan diri, peningkatan mutu, penghayatan hidup dan pelayanan Kongregasi” (Pedoman Pembinaan KYM, 2008: 1).

Dalam Pedoman-Pedoman Pembinaan dalam Lembaga-Lembaga Religius (art 16) dikatakan bahwa “Pembinaan bagi para calon, yaitu bertujuan untuk memperkenalkan mereka dengan hidup religius dan membuat mereka menyadari ciri khasnya di dalam Gereja, terutama ditujukan untuk membantu para religius pria dan wanita menyadari kesatuan hidup mereka dalam Kristus melalui roh”.

(33)

mungkin tercapai jika tanpa bantuan orang lain, dalam hal ini pemimpin dan tim pembina. Pemimpin mengusahakan memilih dan menentukan pembina dan pembimbing rohani dengan cermat dan disiapkan dengan baik (PC, art. 18).

Tim Pembina bertanggungjawab untuk mengembangkan pembinaan yang terarah dan terencana sehingga pembinaan berhasil sesuai dengan apa yang diharapkan pembina maupun subyek binaan. Pembina sejati selalu menyadarkan keterlibatan kedua belah pihak yaitu para pembina sendiri dan subyek binaan. Pembinaan tidak berhenti pada pertama-tama yang sudah diprogramkan akan tetapi mesti didukung dan kreatifitas dari para pembina.

c. Metode Pembinaan

Pembinaan bermaksud membantu setiap anggota untuk bertumbuh dalam kekuatan Roh Kudus dan persatuan dengan Sabda Allah dalam komunitas. Agar calon maupun anggota kongregasi KYM tumbuh dan berkembang, pembinaan, perlu dilaksanakan secara integral, dan terarah kepada pembentukan komunitas yang total dan integral tersebut terarah kepada kematangan pribadi sebagai biarawati.

(34)

metode pembinaan ini sebagian menggunakan gagasan, Mardi Prasetya SJ, yang tertuang dalam buku Psikologi Hidup Rohani 2.

Metode dalam pembinaan yang pertama adalah doa. Dalam Katekismus Gereja Katolik (No: 2590) dikatakan bahwa “Doa adalah pengangkatan jiwa

kepada Allah, atau suatu permohonan yang ditujukan kepada Allah untuk memperoleh hal-hal yang benar.”

Darminta (1997: 47) mengatakan bahwa “dalam doa permohonan terungkap kesadaran akan hubungan manusia dengan Allah baik sebagai mahkluk ciptaan Allah maupun sebagai anak Allah dalam kesatuan dengan Kristus”. Kalau dilihat dari segi dinamika hidup manusia dan kebutuhannya untuk membangun hidup, yaitu perlunya memiliki pengalaman dicintai dan berharga, pada dasarnya merupakan ungkapan kerinduan untuk mengalami dan meyakini bahwa dirinya sungguh berharga dan dicintai. Sebagai mahluk ciptaan Allah, sikap yang pertama adalah menyembah.

Manusia memuliakan Tuhan sebagai ciptaan penyelamat yang membebaskan manusia dari yang jahat. Manusia menyembah dan mencintai Allah yang kudus di atas segala-galanya. Dalam relasi sebagai anak Allah, manusia berdoa penuh kepercayaan dengan perantaraan Kristus dan digerakkan oleh Roh Kudus, dan dengan begitu manusia semakin dewasa secara rohaniah dan memiliki daya yang memancar dan membangkitkan daya hidup sesamanya (Darminta, 1997: 55).

(35)

merupakan pengungkapan hubungan antara religius KYM dengan Allah baik sebagai pencipta maupun sebagai Bapa karena telah diangkat menjadi anak dalam Kristus. Dalam buku Keluarga Vinsensian Indonesia dikatakan bahwa :

“St.Vinsensius merupakan orang yang aktif berkarya, juga seorang kontemplatif dan mengikat dirinya kepada Tuhan dan menyerahkan dirinya kepada kasih Allah, dan ia sangat mendorong para pengikutnya dengan berseru: Serahkanlah dirimu seutuhnya pada hidup doa, karena hanya melalui hidup doa segala kebaikan akan datang dalam hidupmu. Kalau kita taat akan panggilan kita, bersyukurlah karena itu adalah buah doa. Seperti Allah tak pernah menolak doa. demikianpun Ia tidak pernah memberikan apapun pada mereka yang tidak berdoa”. ( Sudaryanto, 2000: 31)

Dengan demikian doa bagi Tarekat KYM dan orang Kristen berarti mengungkapkan iman, iman untuk menanggapi pengungkapan diri Allah sebagai Bapa. Pada dasarnya doa adalah tanggapan dan jawaban iman, pengharapan dan cinta kasih. Jika ternyata kedua relasi tersebut tidak dihayati sepenuhnya maka manusia sepantasnya semakin merendahkan diri dan percaya kepada Kristus sambil meminta ampun dan kekutan untuk memperbaiki diri.

Metode pembinaan yang kedua adalah meditasi. Meditasi adalah cara berdoa yang memusatkan kemampuan manusia untuk memahami dan merasakan misteri iman yang sedang direnungkan, (Mardi Prasetya, 1992: 339). Dalam meditasi manusia juga memperdalam sistem nilai dan pertimbangan hidup baik.

(36)

Bagi religius KYM, pemahaman akan misteri iman serta pertimbangan tentang hidup baik sangat membantu usaha penataan panggilan hidup yang selalu terarah kepada Allah dan sesama.

Kontemplasi merupakan metode yang ketiga dalam pembinaan. Kontemplasi adalah cara doa yang lebih banyak menuntut kemampuan integrasi budi dan hati atau rasional dan afeksi (Mardi Prasetya, 1992: 339). Dalam kontemplasi manusia diajak untuk menggunakan seluruh daya dalam hidup untuk merasakan dan meresapkan kekayaan rohani yang disajikan oleh bahan tertentu. Kemudian budi untuk menimbulkan angan-angan, gambaran dan fantasi tempat kejadian serta melihat pribadi dalam episode iman yang sedang direnungkan. Dengan kontemplasi kepekaan akan karya Allah di dunia semakin tumbuh sekaligus mendorong manusia untuk menyerahkan diri kepada Allah. Dengan demikian seluruh hidup bukan hanya berciri “ Berbuat untuk Kerajaan Allah” tetapi juga “mengerjakan pekerjaan Allah”. Bagi religius KYM, seluruh proses kontemplasi sangat membantu menumbuhkan kepekaan terhadap karya Allah serta memilih dan melaksanakanya melalui karya perutusan Kongregasi.

(37)

dalam konteks relasi dengan Tuhan dan sesama maupun dengan dirinya sendiri. Refleksi yang menyeluruh dan tidak semata-mata sampai di tingkat kepala saja tetapi sampai menyentuh afeksi dan hakekat dirinya yang terdalam. Dalam refleksi setiap religius KYM berusaha menemukan hambatan dalam panggilan serta mengendapkan dan mengambil buah-buah rohani bagi penghayatan panggilan selanjutnya.

Metode pembinaan yang kelima adalah sharing. Sharing berarti komunikasi timbal balik antara dua orang atau lebih tentang pengalaman hidupnya. Hal ini dilakukan jika ada sikap saling mendengarkan, menghormati, serta keterbukaan hati, antara pribadi yang berkomunikasi. Dengan saling membagi pengalaman tersebut diharapkan agar masing-masing orang saling memperkaya pengalaman hidup serta saling meneguhkan. Dalam rangka pembinaan, metode ini bermaksud untuk membantu para religius KYM untuk saling memperkaya dan meneguhkan satu sama lain dalam menghayati hidup sebagai orang beriman, khususnya sebagai religius.

(38)

peserta untuk bekerjasama dalam mencari pemecahan masalah tertentu. Dengan diskusi kelompok diharapkan agar peserta belajar untuk bekerjasama dengan orang lain karena ia hidup bersama orang lain.

d. Tahap-Tahap Pembinaan

Rasul Paulus berkata:”ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak (1 Kor, 13: 11). Kutipan ini menyadarkan bahwa hidup biologis dan hidup batin tidak bisa dipisahkan, menempuh arah yang bertentangan. Dan dalam tubuh yang alami itulah hidup batin yang dapat berkembang mekar dan menjadi matang dan dewasa.

Pertumbuhan tiap pribadi dengan segala maksudnya tanpa dihindari ikut berproses dalam pembinaan sehingga tahapan dalam pembinaan mengenal dua aspek dasar yaitu aspek personal dan aspek institusional. Tahap pembinaan ini adalah tahap dimana calon akan menjadi anggota dalam kongregasi ( bergabung dalam kongregasi). Tahap pembinaan dalam Tarekat KYM terdiri dari (empat tahap) yaitu:

1). Postulan

(39)

bahwa ia kurang mampu untuk memilih panggilanya dengan bebas dan bertanggungjawab, dan sebagai dasar untuk memperoleh kematangan dalam memilih panggilan hidupnya, (Mardi Prasetya, 2001: 42). Calon yang bersangkutan memulai dan mengenal cara hidup Kongregasi dari dekat dan Kongregasi diberi kesempatan mengenal postulan (Pedoman Pembinaan KYM, 2008: 3) masa perkenalan dalam salah satu komunitas, dan berkeinginan mengembangkan diri dalam hal-hal iman katolik, dan menampakkan tanda-tanda bahwa ia terpanggil menjadi religius dan mempunyai kesanggupan mengikuti tata tertib serta hidup bersama secara dewasa dan jujur. (Stat KYM, 2003: psl.,50. no. 2).

2). Novisiat

(40)

Para novis dibimbing untuk mengembangkan keutamaan-keutamaan manusiawi dan kristiani, dengan doa dan ingkar diri diajak masuk dalam jalan kesempurnaan yang lebih penuh, dan oleh karena itu novis tidak diberi kesibukan studi atau tugas yang tidak secara langsung membantu pendidikan. (Pedoman-Pedoman Pembinaan dalam Lembaga-lembaga Religius, Seri Dokumen Gerejani

No.16).

Masa novisiat juga merupakan hantaran ke dalam hidup religius, maka para novis menjalani masa orientasi dan pembinaan yang biasanya berlangsung selama dua tahun dan diberi perhatian khusus untuk mencermati motivasi hidup religius para novis, belajar menghayati nasehat-nasehat injili khususnya hidup dalan kaul. Memperkenalkan Konstitusi dan direktorium Kongregasi, membaca Kitab Suci dan mendalami pengetahuan agama khususnya liturgi, melatih hidup doa dan spiritualitas, dan bimbingan rohani untuk mengembangkan kepribadian secara menyeluruh (Konst KYM, 2003: art. 102).

3). Yuniorat

Dalam Konstitusi Tarekat KYM (2003 : art. 109) dikatakan bahwa “proses pembinaan harus dilanjutkan selama masa kaul sementara”. Dengan melalui proses ini seorang suster yunior semakin mampu dan matang dalam panggilan sehingga dapat terlibat secara karya dalam karya kerasulan dan hidup religius.

(41)

Tujuannya adalah mendampingi yunior untuk terlibat pada perutusan Gereja dan bersama-sama mendukung perutusan kongregasi yang mendasarkan semangatnya pada cinta kasih Kristus tersalib dan sikap pengabdian pun pengurbanan, (Mardi Prasetyo, 2001: 67). Proses pembinaan harus dilanjutkan selama kaul sementara untuk mematangkan para suster sehingga terlibat secara penuh dalam karya kerasulan dan hidup religius, dan semua suster yang bersangkutan bertanggung jawab atas perkembangan lanjut.

4). Tahap akhir

(42)

2. Semangat Yang Dibina Pada Masa Yunior Dalam Tarekat KYM

Tarekat KYM adalah tarekat aktif, oleh karena itu tarekat KYM aktif berkarya sebagai perwujudan tugas perutusan. Melalui karya yang ditangani, tarekat KYM ingin menyalurkan cinta kepada sesama sebagai ungkapan cinta kasih Tuhan. Dalam hal ini tarekat memberi kesempatan bertanggung jawab untuk hidup, dan berupaya memahami kebutuhan-kebutuhan nyata dari tanda-tanda zaman dan perkembangan maupun masyarakat (Konst KYM, 2003: art. 03).

Sebagai wujud nyata dari keinginan tersebut maka tarekat memberi kepercayaan kepada suster yunior untuk mengembangkan potensi dan kreatifitas dalam hal membagi waktu untuk tugas komunitas serta melatih bekerjasama dengan oranglain dan mengutus mereka bertugas sesuai dengan bakat mereka yang mendukung tarekat seperti: semangat kerasulan, semangat pendidikan, kesehatan dan intelektual.

a. Semangat Kerasulan.

(43)

Mewartakan Sabda Allah merupakan tindak lanjut dan perwujudan konkret diri rahmat pembaptisan orang Kristen.

Para suster yunior KYM secara khusus belajar merasul dengan menjalankan tugas apostolik. Jiwa dan semangat pengabdian perlu dikembangkan melalui hidup kerasulan selama masa yuniorat. Pembinaan dan pendampingan karya kerasulan masa yuniorat perlu mengarahkan kepada suatu kesadaran bahwa dirinya sebagai orang yang di utus. Sebagai utusan maka perlu memiliki kebebasan dan semangat pengabdian. Kita pun terpanggil untuk menjalankan tugas perutusan : kita di utus bahkan melintasi pembatasan, baik di dalam maupun di luar negri (Konst KYM, 2003: art. 51).

Zaman sekarang ini ditekankan bahwa semua kaum religius baik pria maupun wanita harus membantu Uskup dimanapun mereka berada. Bentuk dan kerjasama religius yang tumbuh dan berkembang menurut kebutuhan dan keadaan setempat, merupakan bantuan yang di bidang pastoral. Kerjasama ini dapat berbentuk kerasulan kepada masyarakat, seperti: pewartaan sabda, pelajaran agama dan lain sebagainya. Tarekat KYM menyadari pentingnya dalam semuanya ini karena sesuai dengan semangat pendiri. Sebab itu Tareka KYM perlu membina suster yunior dalam bidang kerasulan dan pada akhirnya dapat menangani karya kerasulan ini. Tugas kerasulan bagi para suster biasanya sangat berat karena terjun langsung di tengah-tengah masyarakat.

(44)

Kongregasi dan sebagai suster yaitu siap sedia bagi Kerajaan Allah dengan kemampuan yang ada pada kita”.

Kerasulan para suster KYM hendaknya didukung oleh kedekatan dan perhatian kepada manusia dan hidupnya dan didukung oleh kehadiran yang hangat (Konst KYM, 2003: art. 54). Dalam melaksanakan kerasulan ini haruslah membutuhkan kesungguhan hati dan perjuangan untuk menanggapinya.

b. Pendidikan

Sebagai anggota tarekat KYM, suster yunior harus siap sedia menerima tugas dan bersedia ditugaskan di mana saja, mereka menerima tugas mendidik di sekolah, baik sebagai guru maupun pendamping anak-anak asrama. Mereka meyakini dan berharap bahwa tugas tersebut akan meningkatkan perkembangan sampai maksimal, dan menambah pengalaman untuk dapat mengambil “pimpinan yang bertanggung jawab disuatu bidang pada waktunya” (Darminta, 1975: 33). Tanggung jawab dan kesetiaan dalam tugas adalah hal yang sangat penting bagi seorang religius untuk memperoleh hasil yang maksimal. Tarekat mengharapkan para suster yunior melaksanakan kewajibanya semaksimal mungkin, tetapi tidak berarti harus memaksakan diri, karena dalam Konstitusi KYM ditegaskan agar setiap suster hendaknya bekerja menurut kemampuannya. (Konst KYM, 2003: art. 54).

(45)

semangat pendiri dan yang meneruskan karya yang sudah dimulai dari dahulu. Pastor Antonius van Erp di parokinya bercita-cita mamberikan pendidikan katolik anak-anak dan mendirikan sekolah merajut bagi kaum wanita, (Konst KYM, 2003: art. 53-54 ).

Dengan berkarya, suster yunior harus tetap memperhatikan semangat tarekat sehingga selalu berpegang pada semboyan ORA ET LABORA. “ Karya yang diserahkan kapada suster yunior adalah sekedar untuk belajar menyelesaikan tugas dengan tanggung jawab dan hasil memuaskan dari hasil kepentingan religius, jadi bukan demi kepentingan karyanya” (Soenarja, 1973: 32). Jangan sekiranya sampai orang muda ditekan dengan karya yang diserahkan menjadi tanggung jawabnya. Hendaknya tanggung jawab diberikan menurut kemampuan dan kekuatannya. Soenarja (1973: 33) mengatakan bahwa “perkembangan dipaksa berhenti karena karya mencekik pertumbuhan normal, pekerjaan tidak bisa selesai, sampai menimbulkan rasa gagal, frustasi dan putus asa”.

c. Kesehatan

(46)

penyembuhan lewat bantuan medis dan memberi perhatian dengan penuh cinta kasih untuk mempercepat proses penyembuhan si pasien.

Untuk menjadi perawat yang baik tentu memerlukan pengetahuan dan pengalaman di bidang kesehatan, untuk itu bagi para suster diberi kesempatan untuk mengembangkan pengetahuan melalui studi yang dipercayakan kepada anggotanya yang dianggap mampu membantu perkembangan mereka. Demi terwujudnya tujuan tersebut maka tarekat menangani karya pelayanan pengobatan atau poloklinik dan BKIA.

d. Pengembangan Intelektual

Studi seorang religius diharapkan bisa berhasil dengan baik demi pembaktian yang diharapkan bisa berhasil dengan baik dan demi kepentingan tarekat sendiri. Melihat perkembangan zaman yang begitu pesat dengan segala tehnologi yang serba canggih membuat terekat mau tidak mau harus mengikuti arus perkembangan zaman. Untuk itu suster-suster yunior diprioritaskan untuk melanjutkan studi ke lembaga-lembaga, fakultas-fakultas dan universitas lainnya, yang dipandang sungguh berguna dan mampu memenuhi pelbagai kebutuhan kerasulan (OT, art. 18). Jadi studi dimasa yuniorat dimaksudkan untuk memberikan sarana lengkap kepada religius bagi tugas-tugasnya dimasa yang akan datang (Soenarja , 1973: 32).

(47)

KYM sebagai pimpinan umum dan Sr. Nikasia Sinaga KYM sebagai wakil pimpinan umum pada waktu masa jabatannya selalu mengingatkan para suster yunior yang studi: kalian adalah suster yang studi bukan orang yang studi yang berprofesi sebagai suster. Maka nilai bukan hal yang terpenting, walaupun nilai baik itu perlu, tetapi yang terpenting adalah bagaimana kamu telah berusaha untuk mempertanggung-jawabkannya ( Nasehat dari Sr.Leonarda KYM dan Sr.Nikasia KYM ). Tarekat tidak pernah melepas para suster yunior yang studi begitu saja, tetapi mereka selalu didampingi melalui tim pembina yang selalu siap dengan bahan-bahan refleksi dan siap menjadi pendengar yang baik. Para suster studi yang selalu sibuk dengan kegiatan-kegiatan kampus dan buku-buku pelajaran, jangan sampai melupakan kehidupan rohani. Hidup doa harus lebih diutamakan dari yang lainnya inilah yang selalu ditekankan kepada suster-suster yunior.

Soenarja (1973: 2) mengatakan bahwa “para intelektual akan menentukan mutu, daya hidup dan ketahanan spiritual bagi tarekat dimasa depan”. Pendidikan pada masa yuniorat hendaknya sistematis disesuaikan dengan daya tangkap anggota baik rohani maupun apostolik dan praktis, bila mungkin juga dengan memperoleh gelar yang layak. Pengembangan intelektual pada masa yuniorat sangat penting dan menjadi salah satu pembentukan hidup religius maka pengembangan tersebut memerlukan ketekunan dari masing-masing pribadi karena perkembangan ilmu sejalan dengan panggilan hidup manusia.

(48)

menghayati panggilan dengan penuh kepercayaan dan mampu mempertanggung-jawabkan panggilannya. Hal ini merupakan bekal untuk mewartakan injil secara efektif.

C. Aspek-Aspek Yang Dibina Pada Masa Yunior

Dalam tarekat KYM pembinaan itu mempunyai banyak aspek artinya dari segala segi diusahakan untuk dibina. Namun dalam tulisan ini secara khusus dibahas mengenai pembinaan dalam membangun pribadi yang dewasa dalam menjalani hidup sebagai seorang religius. Telah dikatakan bahwa masa yuniorat adalah masa pengenalan dalam tarekat, maka mereka sangat memerlukan bantuan dan bimbingan dari terekat dimana mereka berada. Adapun pembinaan yang dimaksud adalah pendewasaan kepribadian, pendidikan ketrampilan, sikap lepas bebas.

1. Pendewasaan Kepribadian

(49)

Masa yuniorat adalah masa transisi. Berkaitan dengan peralihan itu maka timbul masalah-masalah yang khas dari mereka pada masa itu misalnya: kebingungan mengikuti ritme hidup dalam komunitas. Dalam masa ini suster yunior membutuhkan pendampingan untuk melalui masa yang bagi mereka menjadi masa yang membingungkan. Pembinaan dan pendampingan, dimaksudkan untuk menumbuhkan kedewasaan kepribadian yang semestinya, terutama dalam kemampuan mengambil keputusan yang harus dipertimbangkan dengan matang (OT, art. 11).

Usaha pendampingan pada masa yunior bertujuan pertama-tama menolong para suster yunior untuk merefleksikan, mengolah, dan mengatasi tantangan yang mereka hadapi, dan pembinaan dimaksudkan memperdalam pengetahuan yang diperlukan untuk pembangunan hidup rohani mereka.

Pertumbuhan kedewasaan kita dalam Kristus dapat dikatakan semakin matang bila kita mempersilahkan Yesus masuk dalam hidup kita dan memiliki kita. Dewasa berarti tidak lagi egois tetapi berpusat pada Yesus Kristus dengan melaksanakan ajaran-Nya (Fuster, 1985: 16). Mengenai dewasa dalam kepribadian juga dapat dilihat dari kata-kata Yesus, (Matius. 22: 34-39) yang berbunyi: “Kasihanilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu”.

2. Pendidikan Ketrampilan

(50)

tarekat. Ketrampilan ini dapat ditunjukkan hingga tertanam hasrat mau mengabdi dan melayani dan setelah itu akan timbul perhatian untuk pengamatan dan peniruan, berlatih hingga berhasil secara memadai. Ketrampilan yang dimaksudkan di sini bermacam-macam bentuknya dan diharapkan para suster semakin trampil dalam segala hal trampil dalam hal rohani, trampil bekerjasama, trampil berelasi dan lain sebagainya.

Suster yunior selalu diharapkan dalam pendidikan ketrampilan karena ini sangat penting dalam membantu kepribadian dan mendewasakan dirinya. Setiap suster diharapkan mampu dan trampil dalam melaksanakan tugas walaupun hal itu bukan dibidangnya, namun setidaknya mereka mampu untuk melakukannya.

3. Sikap Lepas Bebas

(51)

Menjadi seorang religius harus mau berani meninggalkan orang tua dan apa saja yang akan mengatasi cintanya kepada Tuhan. Soenarja (1973: 25) mengatakan bahwa:

“Sikap lepas bebas dari milik, penguasaan barang, harta, tenaga, bakat waktu, sampai pula rahmat, yang semuanya harus kita kembalikan dan kita serahkan penggunaannya kepada Tuhan, tidak bisa dikurangi atau ditawar-tawar tanpa mengurangi mutu kaul itu sendiri”.

Suster yunior diharapkan sudah mampu menempatkan diri dalam hal ini, karena mereka bertindak bukan lagi ditentukan oleh rasa suka atau tidak suka, tetapi bagaimana tindakan itu membantu perkembangan hidup panggilanya dengan usaha menggabungkan diri dalam Tarekat KYM. “Orang takut gagal atau takut tidak diterima lagi dan ketakutan ini yang membuat orang tidak rela melepaskan yang lama” (Paul Suparno, 2005: 39). Ketakutan yang ada dalam diri suster yunior dapat menghambat perkembangan panggilan ini diakibatkan karena tidak mampu melepaskan kelekatan-kelekatan tersebut. Ini perlu diolah dan peran pembimbing sangat penting dalam perkembangan pribadi suster yunior. Hidup lepas bebas dari segala keterikatan atau kelekatan pada apapun yang tidak akan dibawa mati untk dapat mengikuti suara hati mendapatkan kebebasan batin, pencerahan, kedamaian, kegembiraan hidup dan kedalaman hati (Prajasuta, 2007: art. 81).

(52)

4. Perkembangan Kerohanian Yang Utuh

Suster yunior, memiliki segala usaha dan bantuan bentuk pembinaan seperti doa, karya, baik pengalaman ke dalam maupun keluar, semuanya diarahkan kepada pembentukan pribadi suster yunior. Suster yunior diharapkan mampu mengintegrasikan antara hidup doa, karya, sehingga tidak terjadi ketimpangan yang akan membuat perkembangan kerohaniannya tidak utuh. Sesuai dengan dekrit tentang pembaharuan dan penyesuaian hidup religius ditegaskan bahwa hidup rohani harus diutamakan (PC, art: 6). Karena barang siapa mengikrarkan nasehat-nasehat injili, hendaklah di atas segala sesuatu mencari dan mencintai Allah, yang pertama-tama lebih mencintai kita (1Yoh. 4: 10).

Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa perkembangan panggilan suster yunior sangat penting dengan adanya metode pembinaan yang didukung dengan menempuh hidup doa, meditasi, kontemplasi, refleksi pribadi, sharing pengalaman iman dan kegiatan-kegiatan rohani lainnya. Manusia bermutu tumbuh dari iman akan kasih Allah dan menjadikan kehendak Allah sebagai pedoman hidupnya (Prajasuta, 2007 art: 135). Semua ini akan mendorong untuk semakin terbuka bagi orang lain dan mencintainya sebagai wujud cintanya kepada Allah. “setiap religius harus bertanggung jawab atas penggunaan waktu sesungguhnya secara bijaksana dan waktu senggang itu harus digunakan dalam suasana rileks, tanpa tekanan dan harus berbuat sesuatu” ( Philomena . 1988 : 76 ).

(53)
(54)

PENGOLAHAN HIDUP DENGAN INTEGRASI UNSUR-UNSUR

PSIKO-SPIRITUAL BERDASARKAN SPIRITUALITAS

ST. VINSENTIUS A PAULO BAGI PERKEMBANGAN

SUSTER YUNIOR SELAMA MASA PEMBINAAN

A. Pengolahan Hidup dengan Integrasi Unsur-Unsur Psiko-Spiritual

Mardi Prasetya (1992: 62) mengatakan bahwa “seorang religius perlu mengolah pengalamannya secara terus menerus”. Pengolahan pengalaman yang terus menerus ini sangat berguna untuk perkembangan perjalanan iman, perkembangan kepribadian suster yunior. Pengolahan hidup menjadi suatu discerment untuk mau terus menerus mencari kehendak Allah dalam setiap gerak

hidup. Dalam melaksanakan suatu tugas-tugas dan dalam hidup berkomunitas serta kaul-kaul yang dijanjikannya selama ini para yunior perlu untuk terus-menerus mengolah pengalaman dalam hidup sehari-hari, agar sungguh-sungguh dapat memiliki hati dan jiwa dalam tarekat. Agar pengolahan hidup dapat berjalan dengan lancar dibutuhkan keterbukaan semua pribadi yang terlibat di dalamnya.

(55)

psikis seseorang. Karena itu pembinaan bagi orang beriman khususnya dalam Tarekat KYM perlu dilaksanakan secara utuh antara psikis dan rohani. Pembinaan yang terus-menerus mengajak religius muda supaya dalam pelayanan dapat lebih mampu mewujudkan pengutusan sekaligus juga memperkembangkan hidup khas dengan lengkap (KHK, 1991: kan. 659).

Di dalam proses pembinaan untuk membantu seseorang perlu mempunyai kedewasaan dalam iman tidak hanya setia kepada Allah tetapi juga setia kepada manusia. Bahwa kehendak Allah harus diketahui oleh manusia dan selanjutnya dinyatakan dalam hidup.

(56)

1. Pengertian Pengolahan Hidup dengan Integrasi Unsur-Unsur

Psiko-Spritual

Gambaran umum pengolahan hidup meliputi pengertian pengolahan hidup, tujuan pengolahan hidup dan langkah-langkah pengolahan hidup. Pengertian pengolahan hidup bisa bermacam-macam. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (1988: 625) dikatakan bahwa “pengolahan hidup berarti proses atau cara mengerjakan, mengusahakan sesuatu agar menjadi lebih sempurna”. Berdasarkan pengertian ini maka pengolahan hidup bagi orang beriman dapat diartikan sebagai proses atau cara mengusahakan hidup agar menjadi lebih sempurna berdasarkan iman. Pemahaman ini dapat berlaku bagi semua orang beriman. Namun dalam pembahasan selanjutnya, penulis membatasi diri untuk membicarakan pengolahan hidup bagi orang beriman kristiani

(57)

“Psyche atau energi kejiwaan yaitu seluruh potensi dan daya yang ada pada manusia untuk hidup. Dalam psyche ini termasuk unsur-unsur bawah sadar, pra-sadar dan sadar yang memotivasi manusia dalam seluruh sikap hidupnya. Biasanya orang hanya mengetahui akibatnya tetapi prosesnya tidak. Unsur sadar yaitu dibawah kendala kesadaran termasuk pengertian diri, dihidupi dan yang biasanya dilakukan seseorang secara sadar”. (Mardi Prasetya, 1992: 127-128). “Unsur pra-sadar berupa unsur bawah pra-sadar yang dapat dibawa ke kepra-sadaran melalui meditasi, refleksi, penelitian batin, pembedaan roh dan retret” (Mardi Prasetya, 1992: 92).

(58)

2. Tujuan Pengolahan Hidup dengan Integrasi Unsur-Unsur

Psiko-Spiritual.

Dalam Lumen Gentium art 40 dikatakan bahwa “semua orang kristiani dari status atau jajaran apa pun dipanggil kepada kepenuhan hidup Kristen dan kesempurnaan cinta kasih”. Panggilan ini merupakan karya Allah dalam diri seseorang dan Allah juga menghargai kebebasan manusia. Allah menyerahkan semuanya pada keputusan manusia, dan menghendaki agar manusia memanfaatkan seluruh sumber daya manusiawinya yaitu pikiran, perasaan, kehendak dan usaha serta semua sarana yang dimiliki untuk menanggapi karya rahmat-Nya.

Pengolahan hidup dengan integrasi unsur-unsur psiko-spiritual dilaksanakan dengan tujuan membantu pribadi orang beriman untuk mencapai kedewasaan manusiawi sekaligus kedewasaan rohani. Dalam pertemuan, para Frater CMF Yogyakarta menyatakan bahwa “tujuan pengolahan hidup yaitu menata kembali hidup menurut rencana Tuhan untuk apa kita diciptakan dan memiliki kebebasan batin dan menuju hidup dalam kepenuhan “(CMF: 2008). Hidup yang lebih utuh, berdamai dengan diri sendiri, sesama dan Tuhan sehingga lebih siap berserah diri untuk hidup bersama Yesus, bekerja seperti Yesus, mencintai seperti Yesus, “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yoh. 10: 10b).

(59)

Berdasarkan pandangan ini maka orang akan mencapai kepenuhan hidup Kristen dan kesempurnaan cinta kasih. Jika diri tidak terorganisir dengan baik, orang tidak dapat menggunakan semaksimal mungkin sumber daya pribadinya untuk menjawab tawaran rahmat Allah (Fuster, 1985: 25).

Dalam rangka berpikir seperti ini, maka pengolahan hidup dengan integrasi unsur-unsur psiko-spiritual dilaksanakan dengan tujuan membantu pribadi orang beriman untuk mencapai kedewasaan manusiawi sekaligus kedewasaan rohani. Kedewasaan terutama nampak dalam kemampuan menerima semangat hidup dan sikap Yesus serta mengenakannya dalam hidup dan mengambil bagian dalam kehidupan-Nya. Dalam usaha mencapai kedewasaan dituntut pula dalam kesediaan pribadi untuk mengubah hati. Kedewasaan yang dicapai juga dituntut kedewasaan yang menghasilkan buah-buah yang dapat dilihat dan dialami. Buah-buah kedewasaan yaitu seluruh kesadaran arah hidup dalam diri seseorang dan diperkuat, diberi arah dan pandangan serta nilai-nilai moral, peka dalam menanggapi kebutuhan sesama dan lebih peka terhadap karya keselamatan Allah di dunia ini sekaligus berfungsi sebagai penguat bagi sesama yang mengalami keraguan dan kebingungan dalam hidup (bdk. Fuster, 1985: 14-15).

Dapat dikatakan bahwa dengan pengolahan hidup seseorang akhirnya menjadi pribadi yang utuh artinya pribadi yang mampu menggunakan daya rohani dan kepribadian dalam dirinya untuk menanggapi panggilan Allah.

(60)

pendiri. Dengan demikian religius muda atau yunior yang bersangkutan memiliki kedewasaan diri dari segi manusiawi maupun rohani. Mengolah pengalaman terus-menerus memampukan yunior untuk membatinkan nilai-nilai panggilan dan semakin di dewasakan oleh nilai-nilai dari pelayanan. Dengan kedewasaan rohani dan manusiawi, yunior mampu mengambil keputusan untuk menyerahkan diri seutuhnya kepada Kristus lewat apa yang telah dipilihnya. Mardi Prasetya (2001: 115) mengatakan bahwa “pengenalan diri dan melatih hidup menurut rencana Allah berarti membangun hidup sebagai perjalanan yang berasal dari Allah, menuju Allah dan oleh karena cinta ilahi dan bukan cinta manusiawi saja”.

3. Langkah-langkah Pengolahan Hidup dengan Integrasi Unsur-Unsur

Psiko-Spiritual

Langkah-langkah pengolahan hidup dengan integrasi unsur-unsur psiko-spiritual. Pengolahan hidup merupakan pengenalan diri secara mendalam agar menyediakan seluruh disposisi hidup bagi Tuhan. Dari pengertian ini nampak jelas bahwa pengolahan hidup dilaksanakan melalui proses atau langkah demi langkah. Pengenalan diri tidak terjadi dengan sendirinya. Pribadi perlu menyelidiki dan mengerti dirinya. Pengenalan diri dibuat dengan maksud supaya seseorang mampu menyediakan seluruh disposisi hidupnya bagi Tuhan dan pelayanan.

(61)

Pertumbuhan kedewasaan akan diusahakan melalui tiga tahap yaitu : Pertama: menyelidiki di mana kedudukan pribadi yang bersangkutan dalam dunia, Kedua: mengerti di mana kedudukannya. Ketiga: melangkah ketujuan yang diinginkan, menurut pandangan Carkhuff (Fuster, 1985: 20) . Pendewasaan pribadi dan rohani sebagaimana yang terungkap di atas maka pandangan Carkhuff dapat digunakan untuk membantu manusia dalam mengorganisir seluruh sumber daya manusiawinya guna menanggapi karya rahmat Allah. Adapun langkah-langkah pengolahan hidup dengan integrasi unsur-unsur psiko spiritual ialah:

Langkah I :

Menyelidiki Diri

(62)

pertobatan yang mendalam disertai dengan usaha untuk mewaspadai emosional yang bertentangan dengan nilai-nilai panggilan (Mardi Prasetya, 1992: 243).

Penyelidikan diri dilakukan dengan cara bertanya kepada diri dan berusaha menjawabnya (Fuster, 1985: 21). Setiap orang masuk kedalam dirinya dengan mengenal perasaan yang dialami serta alasan munculnya perasaan-perasaan tersebut. Semakin trampil seseorang bertanya dan menjawab diri, semakin intensif pula penyelidikan dirinya. Penyelidikan diri dilakukan dalam dua tahap yakni penyelidikan diri secara umum dan penyelidikan diri pada salah satu bidang pribadi.

Penyelidikan diri secara umum berarti seseorang berusaha memperoleh gambaran umum tentang keadaan pribadinya saat ini. Penyelidikan yang meliputi pelbagai bidang pribadi seseorang. Melalui penyelidikan diri secara umum seseorang melihat sifat-sifat dasar yang ada padanya, perkembanganya sampai sekarang, serta faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya. Juga membantu setiap pribadi untuk menemukan tempatnya dalam lingkungan sosial, cara berhubungan dengan orang-orang di sekitarnya kegembiraaan dan manfaat yang diperoleh dari hubungan tersebut, kekuatiran, kebutuhannya, ambisi, hidup rohani serta doanya.

(63)

membiarkan semua itu membentuk keunikan secara keindahan dirinya. Ini semua akan berguna bagi pelaksanaan perutusan dalam diri seseorang.

Langkah II

Mengerti Diri

Setelah seseorang mengenal keadaan diri secara obyektif, tahap berikutnya adalah berusaha mengerti diri lebih dalam lagi (Fuster, 1985: 21). Setiap pribadi berusaha mengerti akar-akar penyebab yang menciptakan keadaan dirinya seperti yang dialami saat ini. Mengerti diri dilakukan dengan menjawab pertanyaan, “Dengan cara bagaimana saya ikut serta menciptakan keadaan saya ini?”, “Apa yang saya buat dan tidak saya buat hingga keadaan saya ini tercipta?” (Fuster 1985: 21). Semakin trampil seseorang menjawab pertanyaan ini semakin intensif ia mengetahui akar-akar dalam diri yang menciptakan keadaan tersebut. Ketrampilan ini dapat disebut ketampilan mempribadikan. Ada dua macam ketrampilan mempribadikan yaitu: mempribadikan masalah dan mempribadikan tujuan.

(64)

terdorong mengubah diri jika dalam menghadapi masalah selalu menyalahkan orang lain. Dengan memusatkan diri pada apa yang dibuat sehingga keadaan itu muncul, maka seseorang terdorong untuk mengubah diri dan di sini ada harapan untuk perbaikan.

Ketrampilan mempribadikan tujuan berarti orang yang bersangkutan tahu tentang apa yang harus dibuat saat ini untuk memperbaiki keadaan setelah mengerti penyebab terciptanya keadaan tersebut. Ketrampilan ini membuat seseorang mampu mengubah permasalahan yang ada dan seseorang berusaha untuk mencari jalan perbaikan. Mardi Prasetya (1992: 100) mengatakan bahwa “Ia tidak menyangkal atau menyembunyikan kelemahannya sendiri dan kelemahan orang lain tetapi dapat memahami dan menerimanya”. Dengan demikian pribadi yang bersangkutan dapat bertindak sesuai dengan permasalahan tertentu dan ia tidak meremehkan masalah atau mengesampingkan persoalan yang dihadapi.

Langkah III

Melangkah Ke Tujuan Yang Diinginkan

(65)

untuk melihat langkah-langkah yang harus diambil untuk mencapai tujuan, langkah-langkah tersebut dibuat secara sistematis untuk mencapai tujuan.

Berdasarkan seluruh uraian tentang proses pertumbuhan pribadi ini maka dapat dikatakan bahwa pengolahan hidup dengan tujuan mencapai tujuan kedewasaan dalam menjawab panggilan Allah, dapat dilaksanakan melalui tiga langkah yaitu menyelidiki diri, mengerti diri dan melangkah ketujuan yang ingin dicapai oleh seorang pribadi. Langkah-langkah pengolahan hidup tersebut perlu didukung oleh berbagai ketrampilan seperti ketrampilan menjawab diri untuk membantu penyelidikan diri, ketrampilan mempribadikan masalah maupun tujuan untuk membantu usaha mengerti diri. Melalui langkah-langkah ini seseorang mempunyai kemampuan untuk merealisasikan panggilan dirinya dengan memilih apa yang paling berarti dalam hidupnya yaitu dengan nilai-nilai transenden dari Kristus (Mardi Prasetya, 1993: 77). Dan ini di pertegas lagi oleh Fransiska (2005: 23) dengan mengatakan bahwa “panggilan hidup sebagai religius senantiasa menunjukkan kebahagiaan dan kegembiraan kepada dunia sehingga memampukan kita untuk dapat mengucap syukur dan menghargai segala-galanya.

B. Pengalaman dan Pergulatan Batin Suster Yunior Tarekat KYM

(66)

yunior KYM menyangkut hidup doa, kehidupan bersama, karya kerasulan dan kaul-kaul, antara lain seperti yang penulis jabarkan di bawah ini:

1. Hidup Doa

Doa berarti bersatu dengan Tuhan, mendekatkan diri pada Tuhan dan menjalin hubungan dengan Tuhan. Kesatuan dengan Tuhan dalam doa disadari sebagai hal yang sangat penting dalam hidup sebagai seorang religius khususnya dalam mengolah pengalamannya. Mengucapkan doa tidak cukup tetapi kita sendiri menjadi doa dalam segala perhatian kita (De Armen, 29 Oktober). Namun dalam kenyataannya kesadaran akan pentingnya doa tersebut tidak selalu mudah untuk dilaksanakan dalam hidup sehari-hari.

Kesulitan dalam membina hubungan antara doa dengan sikap hidup disebabkan oleh padatnya kegiatan sehari-hari. Akibatnya suster yunior menemukan kesulitan dalam membagi waktu antara doa dan tugas. Banyak sekali demi tugas tertentu suster yunior mudah mengabaikan doa. Hambatan lain yakni pribadi kurang mampu menyangkal diri atau membiarkan diri dikuasai oleh kemalasan. Selama itu doa dirasa kurang efisien karena masih dikuasai oleh perasaan, ini disebabkan karena kurang mampu mengolah pengalamanya sampai keakar-akarnya sehingga tingkah laku kurang menampakkan buah dari doa. Orang dapat lupa bahwa doa yang tekun memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menghadapi dan mengatasi segala masalah, (Darminta, 1997: 27).

(67)

berlarut-larut. Pada salah satu kesempatan sharing pengalaman rekan-rekan suster yunior KYM mengatakan bahwa mereka terkadang memandang doa sebagai pemenuhan aturan karena merasa dikejar-kejar oleh waktu untuk mengerjakan tugas yang lain”. Kurang bergairah dalam menjalankan doa karena hanya sebagai sesuatu yang rutin dan aturan yang harus dijalankan tetapi tidak dengan sepenuh hati.

Kenyataan hidup doa seperti ini memang dialami oleh suster yunior karena itu diberi himbauan baik bagi seluruh tarekat maupun bagi anggota komunitas, karena doa merupakan kebutuhan utama dalam hidup, tanpa doa yang tak henti-hentinya tak ada pewartaan yang sejati (De Armen, 26 April). Hanya ada satu menuju jalan keselamatan yaitu keselamatan dari Allah, yang membawa perubahan situasi dalam hidup. Orang sering mengharapkan terjadinya penyelesaian tuntas sekarang ini sehingga tidak perlu lagi ada masalah dalam hidup (Darminta, 1997: 25-26).

2. Kehidupan Bersama

Pengalaman dan pergulatan rohani sehubungan dengan kehidupan bersama dalam diri suster yunior diungkapkan sebagai berikut:

(68)

membuat saya berdosa yaitu sikap cuek dan mendiamkan sesama selama beberapa waktu, saya mengotori diri saya dengan kesalahan diri saya sendiri, bahwa tidak ada pengampunan dalam diri saya” (Hasil sharing dari teman suster yunior, 2008).

Pengalaman tersebut diperkuat oleh sharing-sharing dan refleksi dari beberapa suster yunior lainnya. Janganlah engkau pergi kian kemari menyebarkan fitnah diantara orang-orang sebangsamu. Orang begini sama saja orang yang mengadili sesamanya. Padahal siapakah kita sehingga berani mengadili sesama kita? Bukankah kita sama-sama akan diadili oleh Sang Raja Maha Adil, Tuhan Yesus Kristus sendiri pada akhir zaman nanti? (Martasudjita, 2009: 127). Kemampuan untuk meminta maaf atau mengambil langkah perbaikan, perdamaian kalau ada salah paham dengan sesama dan terasa susah saya untuk meminta maaf namun lebih mengusahakan perbaikan dari pada hanya meminta maaf dibibir saja, dan kadang saya berprinsip bila sesama itu baik maka saya juga akan baik, tetapi bila tidak maka saya akan lebih tidak baik dalam bersikap. Saya mudah minta maaf dan cepat memaafkan jika ada kesalahan dalam hidup bersama, tetapi kalau mengingat bahwa saya sulit meminta maaf kalau saya merasa diri benar (Bdk. De Armen, 12 Juni).

(69)

tingkah laku sesama yang tidak mendukung, (Robert, 1994: 13-17). Dan jika ditanya tentang kemampuan untuk mendengarkan dalam kehidupan bersama sering kali yang keluar dengan kata-kata: saya bisa mendengarkan, menghargai pendapat sesama karena saya lebih adek dalam komunitas, dan dalam hal mendengarkan kadang saya sabar, tetapi kalau kelebihan atau sampai memonopoli pembicaraan, saya menjadi bosan dan mulai sibuk dengan pikiran sendiri dalam arti saya mendengar tetapi tidak dengan sepenuh hati. Saya kurang mendengarkan pembicaraan yang tidak berbobot karena saya berprinsip bahwa hanya membuang-buang waktu dan energi, apalagi kalau menjelekkan orang lain. Konstitusi KYM (2003: art. 44-48) dikatakan bahwa:

“Orang-orang yang seraya mengakui perbedaan pandangan watak dan sikap, satu sama lain mencari tujuan bersama dan menggumulinya bersama, dan orang-orang yang saling memberi perhatian, sehingga setiap orang didengar, setiap orang berhak berbicara, setiap orang merasa aman satu sama lain dan menerima diri sendiri dan orang lain, karena setiap hari menyadari bahwa mereka diterima oleh Allah. Dengan cara kita makin lama makin menjadi saudari satu sama lain”.

Paul Suparno (Rohani, Sept 2005: 38) mengatakan bahwa “persaudaraan kita dalam tarekat akan menjadi sungguh mendalam dan kuat bila kita mau menerima perbedaan dan kekhasan masing-masing”. Dengan menerima perbedaan itu kita akan mejadi lebih lega, tidak mudah jengkel dan stres, sedangkan bila kita menginginkan semua teman sama seperti kita, kita akan mudah stres, frustasi, karena dalam kenyataan kita tidak akan berhasil.

Referensi

Dokumen terkait