BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN …
F. Pembuatan Deodoran Ekstrak Etanol Daun Beluntas
Pada penelitian ini dibuat suatu sediaan deodoran dari suatu bahan alam,
yaitu daun beluntas. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan yang telah
dilakukan, diketahui bahwa ekstrak etanol daun beluntas terbukti secara in vitro
menghambat pertumbuhan isolat bakteri bau badan pada konsentrasi 3%.
Penggunaan ekstrak etanol daun beluntas 3% secara langsung pada kulit kurang
efektif. Oleh karena itu, ekstrak etanol daun beluntas perlu diformulasikan ke
dalam sediaan topikal dengan penggunaan lokal dikulit secara lebih praktis,
efektif, dan modern yaitu sediaan deodoran. Sediaan deodoran bentuk emulsi
harapkan dapat menjadi drug delivery system yang baik bagi ekstrak etanol daun
digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil ekstraksi dan analisis dari LPPT.
UGM.
Pada penelitian ini, deodoran diformulasikan sebagai bentuk lotion,
dimana droplet-droplet minyak terdispersi dalam fase air. Alasan pemilihan
bentuk emulsi ini karena pada emulsi terdapat fase minyak yang berfungsi sebagai
emolien untuk mencegah penguapan air. Peningkatan oklusivitas dari fase minyak
pada sistem emulsi akan meningkatkan hidrasi pada stratum corneum dan hal ini
berhubungan dengan berkurangnya hambatan difusi bagi zat terlarut. Oleh karena
itu, adanya sistem emulsi akan memberikan penetrasi tinggi dipermukaan kulit
(Block, 1996). Zat aktif ekstrak etanol daun beluntas yang terdispersi dalam fase
air yang bersifat polar menjadi lebih tertahan dipermukaan stratum corneum
ketiak yang bersifat nonpolar. Dengan lebih tertahan di stratum corneum kulit
ketiak maka konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas dapat dipertahankan dan
lebih lama kontak di stratum corneum. Hal ini yang dapat menjamin efek ekstrak
etanol daun beluntas sebagai antibakteri bau badan menjadi lebih efektif.
Komposisi formula emulsi deodoran ekstrak etanol daun beluntas
ditentukan berdasarkan hasil survei bahan-bahan yang sering digunakan dalam
formula deodoran yang beredar dipasaran dan merupakan hasil orientasi.
Bahan-bahan yang digunakan dalam basis formula deodoran terlebih dahulu dipastikan
keamanannya berdasarkan Material Safety Data Sheet pada Handbook of
Pharmaceutical ExcipientsSixth Edition (Rowe et al, 2009).
Emulsifying agent yang digunakan dalam penelitian ini adalah emusifying
Campuran emulsifying agent tersebut membentuk susunan yang rapat menjadi
barier monomolekular disekeliling permukaan tetesan minyak yang mampu
mencegah koalesensi. Sorbitan monostearate merupakan emulsfying agent
nonionik. Krim yang dibuat dengan sorbitan ester memiliki tekstur yang halus dan
stabil (Aulton and Diana, 1991). Emulsifying agent tersebut digunakan karena
tingkat keamanannya dan diharapkan dapat meningkatkan kestabilan emulsi
dengan adanya gugus hidrofil dan lipofil. Cara menstabilkan emulsi adalah
dengan adanya gugus polar dari surfaktan yang terhidrasi dan bulky, yang
menyebabkan halangan sterik antara droplet dan mencegah koalesen (Kim,2005)
Pada formula deodoran ekstrak etanol daun beluntas terdiri dari beberapa
bahan tambahan yang dapat mendukung performa sediaan deodoran saat
diaplikasikan pada kulit ketiak. Gliserin dalam formula deodoran ekstrak etanol
daun beluntas berfungsi sebagai humektan namun memiliki kelemahan cenderung
menimbulkan rasa berat (heavy) dan basah (tacky) yang dapat ditutupi dengan
mengkombinasikan bersama humectant lain (Zocchi,2001). Propilenglikol
memiliki berat molekul yang lebih kecil, viskositas yang lebih rendah dan
kemampuan menguap yang lebih tinggi dibandingkan dengan gliserol (Sagarin,
1957). Gliserin yang cenderung kental dikombinasikan dengan propilenglikol
yang memiliki viskositas lebih rendah, maka dapat diperoleh campuran
humectant dengan viskositas yang sesuai, tidak terlalu kental dan tidak terlalu
encer (viskositasnya rendah). Humektan adalah bahan dalam produk kosmetik
yang dimaksudkan untuk mencegah hilangnya lembab dari produk dan
digunakan (Loden, 2001). Humektan membantu menjaga kelembaban kulit
dengan cara menjaga kandungan air pada lapisan stratum corneum serta mengikat
air dari lingkungan kulit (Rawlings et al, 2002).
Dimethicone dalam formula deodoran ekstrak etanol daun beluntas
berfungsi sebagai emolien dimana mampu memberikan rasa halus pada kulit, akan
tetapi cenderung menimbulkan rasa berat (heavy). Parafin liq. merupakan emolien
yang memiliki berat molekul yang lebih kecil, viskositas yang lebih rendah.
Apabila dimethichone dikombinasikan dengan parafin liq maka dapat diperoleh
campuran emolien dengan viskositas yang sesuai, tidak terlalu kental dan tidak
terlalu encer (viskositasnya rendah). Emolien (pelunak, zat yang mempu
melunakkan kulit) didefinisikan sebagai sebuah media, bila digunakan pada
lapisan kulit yang keras dan kering akan mempengaruhi kelembutan kulit dengan
adanya hidrasi ulang. Dalam skin lotion, emolien yang digunakan memiliki titik
cair yang lebih tinggi dari suhu kulit. Fenomena ini dapat menjelaskan timbulnya
rasa nyaman, kering, dan tidak berminyak bila skin lotion dioleskan pada kulit
(Scmitt, 1996). Pada emulsi terdapat fase minyak yang berfungsi sebagai emolien
yang akan mencegah penguapan sehingga kandungan air dapat dipertahankan.
Peningkatan oklusivitas dari fase minyak pada sistem emulsi akan meningkatkan
hidrasi pada stratum corneum dan hal ini berhubungan dengan berkurangnya
hambatan difusi bagi zat terlarut. Oleh karena itu adanya sistem emulsi akan
memberikan penetrasi tinggi dipermukaan kulit (Block, 1996)
CMC Na pada formula berfungsi sebagai pengental sekaligus sebagai
untuk mengatur kekentalan produk sehingga sesuai dengan tujuan penggunaan
mempertahankan kestabilan produk. Bahan pengental yan dugunakan juga
bertujuan untuk mencegah terpisahnya partikel dari emulsi (Mitsui,1997).
Penggunaan gom dan polimer sintesis dalam fase kontinu emulsi merupakan suatu
bahan yang kuat dalam penambah kestabilan emulsi (Boyland and Chowhan,
1986). Pada sediaan semisolid, cetyl alcohol mampu menjaga stabilitas,
memperbaiki tekstur dan menigkatkan konsistensi, serta mampu menyerap air dan
membentuk fase luar yang kental (Boyland and Chowhan, 1986). Penggunaan
etanol perlu ditambahkan kedalam formula ekstrak etanol daun beluntas, karena
selain digunakan sebagai pelarut ekstrak etanol daun beluntas juga digunakan
untuk menimbulkan sensasi dingin serta mengurangi perbedaan polaritas antara
fase minyak dan fase air dengan bertindak sebagai kosolven (Salanger,2000).
Sediaan emulsi mengandung cukup banyak air dan minyak yang merupakan
media yang baik untuk pertumbuhan mikrobia. Fase air juga mengandung sistem
hidrogel yang harus diberi preservative untuk menghindari pertumbuhan mikroba
(Buchman, 2001). Oleh karena itu ditambahkan pengawet untuk menjaga
kestabilan emulsi selama penyimpanan. Formulasi suatu emulsi yang menjadi
steril sangat sulit tanpa penggunaan zat antimikroba yang kuat (Boyland and
Chowhan,1986). Pengawet metil paraben dan propil paraben digunakan untuk
mencegah deodoran terkontaminasi mikroba selama proses penyimpanan.
Penggunaan dua pengawet dalam formula karena metil paraben lebih larut dalam
fase air, sedangkan propil paraben lebih larut dalam fase minyak, sehingga
masing-masing fase pada emulsi deodoran. Suatu sistem pengawet yang dirancang secara
efektif harus menahan aktivitas antimikrobanya untuk shelf life produk tersebut
(Boylan and Chowhan, 1986).
Pembuatan deodoran ekstrak etanol daun beluntas dilakukan dengan
mencampurkan bahan-bahan yang digunakan sesuai dengan fasenya. Pada
pembuatan emulsi deodoran terdiri dari 2 fase, yaitu fase air dan fase minyak.
Fase yang mudah bercampur dengan air disebut sebagai fase air, terdiri dari
gliserin, propilenglikol, dan CMC Na. Fase yang mudah bercampur dengan
minyak disebut fase minyak, terdiri dari parafin liq. dan dimethichone. Ekstrak
etanol daun beluntas sebelum dimasukkan ke basis deodoran terlebih dahulu
dilarutkan kedalam campuran aquadest dan etanol (1:1), hal ini untuk
mempermudah proses kelarutan ekstrak etanol dengan fase air yang lain. CMC
Na didispersikan selama 24 jam untuk memaksimalkan hidrasi dan mencapai
viskositas yang maksimum. Penggunaan gom ataupun polimer, haruslah secara
sempurna dihidrasi atau dilarutkan dalam fase air sebelum tahap emulsifikasi
(Boyland and Chowhan, 1986)..
Pada awal tahap pembuatan deodoran ekstrak etanol daun beluntas, fase
minyak dan fase air kecuali ekstrak dipanaskan terlebih dahulu secara terpisah
diatas waterbath hingga mencapai suhu 600C. Pemanasan ini bertujuan untuk
mempermudah pencampuran karena pada formula terdapat bahan berbentuk semi
padat yaitu cetyl alcohol dan span 60 yang harus dilelehkan. Pencampuran bahan
yang berupa cairan akan lebih mudah bercampur sehingga homogenitas
dari kedua bahan tersebut agar bahan dapat melebur dengan sempurna, dimana
cetyl alcohol memiliki titik lebur 450-520C sedangkan span 60 memiliki titik lebur
530-570C. Semua bahan dipanaskan pada suhu yang sama agar tidak terjadi
shocktermal saat pencampuran yang bisa mengganggu stabilitas dari emulsi.
Dalam penelitian ini, emulsi deodoran ekstrak etanol daun beluntas dibuat
berdasarkan beaker methode. Pada metode ini fase minyak didispersikan ke fase
air dengan emulsifying agent sorbitan monostearate. Pencampuran fase air dan
fase minyak dilakukan pada suhu 700C diatas pemanas hingga mulai terbentuk
emulsi. Suhu 700C dipilih karena merupakan suhu untuk membentuk sistem
emulsi yang stabil. Peningkatan suhu pencampuran akan meningkatkan gerakan
kinetik dari droplet fase terdispersi sehingga mempermudah proses emulsifikasi
(Nielloud dan Mestres, 2000). Parameter mulai terbentuknya emulsi ditandai
dengan perubahan warna campuran menjadi putih susu. Campuran yang berwarna
putih susu ini kemudian diturunkan dari pemanas, setelah itu dilakukan
pengadukan konstan dengan kecepatan teratur hingga dingin dan terbentuk emulsi
yang homogen. Pada proses pencampuran ini digunakan ultra turrax dan mixer.
Prinsip kerja ultra turrax adalah mengecilkan ukuran partikel emulsi dengan
menggerus dan memotong partikel emulsi yang besar dengan rotor (bergerak) dan
stator (diam) menjadi partikel lebih kecil. Prinsip kerja mixer adalah pencampuran
bahan menjadi homogen. Diharapkan dengan proses pengecilan partikel dan
pencampuran maka proses emusifikasi dapat berjalan maksimal.
Setelah emulsi mulai terbentuk maka selanjutnya dilakukan penambahan
tidak merusak sistem emulsi yang baru saja terbentuk. Penambahan dilakukan
pada akhir proses pencampuran karena sifat ekstrak etanol daun beluntas dan
parfum tidak tahan terhadap pemanasan tinggi dan mudah menguap. Bahan yang
mudah menguap dan tidak tahan pemanasan ditambahkan setelah sistem emulsi
terbentuk (Billanny, 2002).
Stabilitas sistem emulsi dibentuk melalui 2 mekanisme yaitu mekanisme
sorbitan monosterate sebagai emulsifying agent dan mekanisme stabilizer dan
thickening agent oleh CMC Na. Proses emulsifikasi pada emulsi deodoran terjadi
dengan mekanisme: bagian hidrofilik dari sorbitan monosterate akan
mengarahkan dirinya ke fase air (medium dispers). Sedangkan bagian lipofiliknya
akan berada di fase minyak (fase internal) sehingga akan membentuk suatu
lapisan film monolayer yang melingkari suatu tetesan atau droplet dari fase dalam
emulsi. Lapisan film ini akan bertindak sebagai barier untuk mencegah
bergabungnya droplet-droplet fase minyak dan fase air.
Gambar 19. Pembentukan lapisan film monolayer pada emulgator nonionik (Kim,2005)
Gambar 20. Misel yang terperangkap dalam matriks polimer (Daniel, 2011)
Mekanisme stabilisasi CMC Na terjadi setelah CMC Na terdispersi merata
dalam air. Butir-butir CMC yang bersifat hidrofilik akan menyerap air dan terjadi
pembengkakan. Air yang sebelumnya ada diluar granula yang bebas bergerak,
tidak dapat bergerak lagi dengan bebas sehingga keadaan larutan lebih mantap dan
terjadi peningkatan viskositas (Fennema, Keren and Lund, 1996). Hal ini akan
menyebabkan partikel-partikel terperangkap dalam sistem tersebut dan
memperlambat proses pengendapan karena adanya pengaruh gravitasi. Menurut
Fardiaz (1987), didalam sistem emulsi hidrokoloid (CMC Na) tidak berfungsi
sebagai pengemulsi tetapi lebih sebagai senyawa yang memberikan kestabilan.
Penambahan CMC Na pada fase air berfungsi sebagai bahan pengental, dengan
tujuan untuk membentuk sistem dispersi koloid dan meningkatkan viskositas.
Dengan adanya CMC Na ini maka droplet-droplet yang sudah membentuk misel
dengan emulgator akan terperangkap dalam sistem tersebut atau tetap tinggal
ditempatnya dan tidak mengendap oleh pengaruh gaya gravitasi (Potter, 1986).
CMC Na memberikan kestabilan produk dengan memerangkap air dengan
membentuk suatu matriks (Belitz dan Grosch, 1986). Peristiwa pembentukan
matriks tersebut terjadi tanpa adanya crosslinking sehingga matriks yang
terbentuk merupakan matriks yang bersifat dinamis (Collet dan Moreton, 2002).
Diharapkan juga dengan adanya CMC Na dalam medium dispers maka
keberadaan ekstrak etanol daun beluntas dapat dipertahankan, dengan mencegah
terjadinya pengendapan.
Deodoran ekstrak etanol daun beluntas yang sudah jadi kemudian
dimasukkan kedalam wadah deodoran sehingga bisa diaplikasikan ke kulit ketiak
dengan mudah. Penggunaan deodoran ekstrak etanol daun beluntas untuk
mengatasi bau badan akan lebih efektif apabila pengaplikasian deodoran
dilakukan dalam kondisi kulit ketiak kering. Pemberian shearing stress dengan
penggosokan ketika diaplikasikan dikulit ketiak akan membantu pelekatan emulsi
deodoran ekstrak etanol daun beluntas di lapisan stratum corneum dan pelepasan
zat aktif senyawa fenolik dari matriknya.
G. Karakteristik Sifat Fisik dan Stabilitas Deodoran Ekstrak Etanol