• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN …

G. Karakteristik Sifat Fisik dan Stabilitas Deodoran Ekstrak Etanol

6. Persen Pemisahan Fase

Persen pemisahan menyebabkan emulsi terlihat tidak elegan sehingga

akan menurunkan acceptability konsumen (Aulton dan Diana, 1993).

Peningkatan persen pemisahan fase dapat menunjukkan kestabilan dari emulsi

deodoran ekstrak etanol daun beluntas. Semakin besar persentase pemisahan

fase maka emulsi dikatakan semakin tidak stabil dan sebaliknya semakin kecil

fase diperoleh dengan mengamati tinggi creaming yang terjadi. Pemisahan fase

dapat terjadi karena pengendapan droplet pada fase air kedasar tabung akibat

adanya perbedaan berat jenis fase air dan fase minyak. berdasarkan tabel II ,

dapat diketahui bahwa persen pemisahan fase formula 2 lebih besar

dibandingkan formula 1. Persentase pemisahan fase pada penelitian ini

diharapkan tidak lebih dari sama dengan 5% dengan harapan dapat dihasilkan

emulsi deodoran ekstrak etanol daun beluntas dengan stabilitas makroskopik

yang tinggi. berdasarkan tabel II, baik formula 1 dan formula 2 menunjukkan

stabilitas makroskopis yang baik.

Tabel XI. Uji Signifikansi Profil Pemisahan Fase Deodoran Ekstrak Etanol Daun Beluntas antara Formula 1 dengan Formula 2

Formula Pemisahan Fase (%) Shapiro-wilk (sig. p>0,05) Wilcoxon dua sampel (sig.p<0,05) keterangan 1 0,4 ± 0,4 0,006373 0,1967 tidak signifikan 2 0 ± 0

Uji statistika dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang

signifikan antara respon pemisahan fase pada formula 1 dengan pemisahan fase

formula 2. Melalui hasil uji normalitas Shapiro-wilk, diketahui bahwa data

pemisahan fase formula 1 dan pemisahan fase formula 2 berdistribusi normal. Sehingga dilakukan analisis parametik uji t tidak berpasangan untuk membandingkan respon pemisahan fase formula 1 dengan formula 2.

0,1967 (p>0,05), artinya tidak terdapat perbedaan rerata yang bermakna antara

BAB V A. KESIMPULAN

1. Ekstrak etanol daun beluntas yang dibuat dalam penelitian ini memiliki efek

antibakteri terhadap bakteri isolat penyebab bau badan genus Staphylococus

pada konsentrasi 3%

2. Terdapat perbedaan yang bermakna respon ukuran droplet dan terdapat

perbedaan yang tidak bermakna respon viskositas, daya sebar, pergeseran

ukuran droplet, pergeseran viskositas, serta pemisahan fase, pada penggunaan

variasi jumlah sorbitan monostearate dalam deodoran ekstrak etanol daun

beluntas yang digunakan dalam penelitian ini.

B. SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian sejenis dengan menggunakan emulsifying agent

yang sama namun dengan variasi yang lebih banyak dan jumlah yang berbeda

agar dapat ditentukan pengaruh emulsifying agent terhadap sifat fisik dan

stabilitas deodoran ekstrak etanol daun beluntas.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut berhubungan dengan efektifitas

ekstrak etanol daun beluntas dan deodoran ekstrak etanol daun beluntas

sebagai antibakteri bau badan.

3. Perlu dilakukan uji iritasi primer untuk meyakinkan bahwa formula tidak

mengiritasi kulit.

4. Perlu dilakukan sensoryassessment terhadap formula deodoran ekstrak etanol

107

DAFTAR PUSTAKA

Ali, J., Baboota, S., Ahuja, A., 2008, Emulsion,

http://www.pharmedia.org/emulsion, diakses tanggal 20 Desember 2011.

Allen, L. V., 2002, The Art , Science, and Technology of Pharmaceutical Compounding, Second edition, 263, 268, 274, 276, American Pharmaceutical Association, USA.

Anief, M., 2005, Ilmu Meracik Obat, Teori dan Praktik, 132, 148, Gadjah Mada Univercity Press, Yogyakarta.

Anjariyah, S., 2003, Pengaruh Cara Ekstraksi (Maserasi dan Perkolasi) Terhadap Kadar Relatif Glikosida Asiatikosida Pada Ekstrak Pegagan (Centella asiatica L.), Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk sediaan Farmasi, Edisi IV, 377-379, 383, UI Press, Jakarta.

Ardiansyah, Lilis N., and Andarwulan N., 2003, Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea indica L.) dan Stabilitas Aktivitasnya pada Berbagai Konsentrasi Garam dan Tingkat pH, Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol. XIV, 90-96, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Aulton, M.E. and Diana M.C., 1991, Pharmaceutical Pratice, 109, 111, Longman Singapore Publisher Ptc Ltd, Singapore.

Barnett, G. 1972. Emolient Cream and Lotions: Cosmetics and Science Technology: Vol.I. Willey-Interscience, New York.

Belitz, H.D. and W. Grosch, 1986, Food Chemistry, Spinger Veralag Berlin Heldenberg, New York.

Bermawie, N., 2006, Mengatasi Demam Berdarah dengan Tanaman Obat, Vol.28, 6-8, Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor.

Billany, M., 2002, Suspensions and Emulsions, in Aulton, M.E., (Ed), Pharmaceutics: The Science of Dosage Form Design, 2thed, 342,344,348, ELBS with Churchill Livingstone, New York.

Block, M., 2002, Suspensions and Emulsions, in Aulton, M. E., (ed), Pharmaceutic : The Science of Dosage Form Design, 2nd Ed, 342, 344, 348, ELBS with Churchill Livingstone, New York.

Bolton, S. And Bon, C., 2004, Pharmaceutical Statistic Pratical and Clinical Aplications, 4th, 265-281, 506-523, Marcel Dekker, Inc., New York.

Boylan, J. C., Cooper, J., and Chowhan, Z. T., 1986, Handbook of Pharmaceutical Excipients, 298-300, American Pharmaceutical Assosiation, Washington DC.

Collet, J. dan Moretton, C., 2002, Modified Release Peroral Dosage Form, in Aulton, M.E., Pharmaceutics: The Science of Dosage Form Design, 2nd ed., Churcill, Livingstone, pp. 299-300

Couturoud, V., 2009, Skin care Product, in Barel, A.O., Paye, M., Mailbach, H.I., Handbook Cosmetic Science and Technology, 3rded,18, Informa Healthcare USA, Inc., New York.

Cowan, 1999, Plant Product as Antimicrobial Agents, Clinical Microbiology Reviews, 12(4), pp.564-582

Cox, S.D., Mann, C.M., Markham, J.L., Gustafson, J.E. Warmington, J.R. and Wyllie, S.G., 2001, Determining the Antimicrobial Actions of Tea Tree Oil, Molecules

Dahlan, M.S., 2009, Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, 45-80, Salemba Medika, Jakarta.

De Muth, J.E., 1999, Basic Statistic and Pharmaceutical Statistical Applications, 305,585, Marcel Dekker, Inc., New York

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1985, Formularium Kosmetika Indonesia, Cetakan Pertama, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Cetakan Pertama, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Endarti, Yulinah E., and Soediro, I. 2002, Kajian Aktivitas Asam Usnat terhadap

Bakteri Penyebab Bau Badan

http://bahanalam.fa.itb.ac.id/detail.php?id=121, diakses 28 Mei 2011.

Eccleston, G. E., 2007, Emulsions and Microemulsions, In: James, S., Encyclopedia of Pharmaceutical Technology Third Edition Volume 3, 1555, 1560, Informa Healthcare USA, Inc, USA

Hasby E., 2001, Keringat dan Bau Badan. http://kompas.com, diakses 28 Mei 2011

Hugo, W.B dan Russel, A.D., 1987, Pharmaceutical Microciology, 20-21, Blackwel Scientific Publication, Oxford.

Howard, G. M., 1974, Antiperspirants and Deodorants dalam Parfumes, Cosmetics and Soaps-Modern Cosmetics, Volume III, Eigth Edition, Chapman and Hall Ltd. London

Holt, J.G., Krieg, N.R., Sneath, P.H.A., Staley, J.T., and Williams, S.T. 1994,

Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. 528. Lippincott Williams Wilkins, Philadelphia.

Imron, S. H., 1985, Sediaan Kosmetika. Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat- Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta

Jacoeb, T.N.A., 2007, Bau Badan yang Bikin Tak Nyaman,

http://racik.wordpress.com/2007/06/15/bau-badan-yang-bikin-taknyaman/, diakses 28 Mei 2011

Jawetz, E., Melnick, J.L., Aldelberg, E.A., 1996, Mikrobiologi Kedokteran, Edisi XX, 128, 239, 240, Diterjemahkan oleh Nugroho, E., dan Maulany, R.F, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Jutono, Sudarsono, Hartadi, Suhadi, Susanto, 1980, Pedoman Pratikum Mikrobiologi (untuk Perguruan Tinggi), 24-25, 90-115, Departemen Mikrobiologi, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Jellinek, J. S., 1970, Formulationand Function of Cosmetic, 4-10, 351-352, John Wiley and Sons, Inc., USA

Kelch, C. M., 1997, Gel and Jellies, in Swarbrick, J., and Boyland, J. C.,

Encyclopedia of Pharmaceutical Technology, Vol. 6, 424, Marcel Dekker Inc., New York

Kim, Cheng-ju, 2005, Advance Pharmaceutics: Physcochemical Prinsiples, 214-235, CRC Press LLC, Florida

Lacman, L, 1989, Teori dan Praktek Industri Farmasi diterjemahkan oleh Siti Suyatmi, Edisi III, Jilid 2, 250-256, Universitas Indonsia, Jakarta

Lay, B., 1994, Analisis Mikrobia di Laboratorium, 79-101, Manajemen PT Grafindo Persada, Jakarta.

List, P.H and Scmidt, P.C., 2000, Phytopharmaceutical Technology, 107-112, CRC Press Inc., Florida

Loden, Marie, 2001, Handbook of Cosmetics Science and Technology, 355-356, Marcel Dekker Inc., New York

Martin, P., 1981, Swarbick, J., and Cammarata, A., 1993, Physical Pharmacy, 3rd Ed., 522-537, 1077, Lea Febiger, Philadelphia

Michael and Irene, 1977, A Fomulary of Cosmetics Preparation, 201, Chemical Publishing Co., Inc: New York

Mollet H., Grubenmann,A., 2001, Formulation Technology: Emulsions,Suspensions, Solid Forms, 84, WILEY-VCH Verlag GmbH

Nielloud, F., and Mestres, G.M., 2008, Pharmaceutical Emulsions and Suspensions, 2-22, 561, 590, Marcel Dekker Inc., New York

Nurfina, N.A., 1998, Manfaat dan Propek Pengembangan Kunyit, 19-21, Penerbit Trubus Agrawidya, Ungaran

Normala, H. and Suhaimi M.I., 2011, Quantification of Total Phenolics in Different Parts of Pluchea indica (Less) Ethanolic and Water Extracts, Universiti Putra Malaysia Press, Malaysia

Paini, 2011, Seleksi Daun Beluntas (Pluchea indica L.) sebagai Sumber Antioksidan Alami, Skripsi, Institut Pertanian Bogor

Parwata IMOA, dan Dewi PFS, 2008, Isolasi dan Uji Aktifitas Antibakteri Minyak Atsiri dari Rimpang Lengkuas (Alpinia galangga L.), Jurnal Kimia 2(2), 100-104.

Pelczar, M.J and E.C.S Chan, 1986, Dasar-Dasar Mikrobiologi, 131-154, Diterjemahkan Ratnasari, Edisi I, UI Press, Jakarta.

Perry, L, and J. Metzger. 1980. Medical: Plants of East and Southeast Asia Attributed Properties and Uses, p. 96,422, The MIT Press, London

Potter, N., 1986, Food Science. p.98, The AVI Publishing. Inc. Westport. Connecticut. New York.

Purnomo, M., 2001, Isolasi Flavonoid dari Daun Beluntas (Pluchea indica L.) yang Mempunyai Aktivitas Antimikroba Terhadap Penyebab Bau Keringat Secara Bioutografi(thesis), Universitas airlangga, Surabaya

Rasmehuli, 1986, Pemeriksaan Minyak Atsiri dan Flavonoid dari Daun Beluntas (Pluchea indica L.)(skripsi), ITB, Bandung

Rawlings, Anthony V., Harding, Clive R, Watkonson, Allan, Chandar, Prem, Scott, Ian R., 2002, Humectans, in Leyden, James J., dan Rawlings, Anthony V., Skin Moisturization, 249-249, Marcel Dekker Inc., New York

Rieger, M.M., 1996, Surfactan, in Lieberman, H.A., Rieger, MM., Banker, G.S.,

Pharmaceutical Dosage Forms : Dispers System, Vol. 1, 226-227, Marcell Dekker, Inc., New York

Riwidikdo, H., 2010, Statistik untuk Penelitian Kesehatan dengan Aplikasi Program R dan SPSS, , 1-25, 79-93, Pustaka Rihama, Yogyakarta

Runadi, 2007, Isolasi dan Identifikasi Alkaloid dari Herba Komfrey,9, Skripsi, Universitas Padjajaran, Bandung.

Rowe, R.C., Shehskey, P.J., Quinn, M.E., 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6th ed, 184-185, 550-551, Pharmaceutical Press, London

Sagarin, E., 1957, Cosmetic Science and Technology, 147-181, Interscience Publisher, Inc., New York.

Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991, Inventaris Tanaman Obat Indonesia(I),

Departemen Kesehatan Indonesia: Jakarta

Schanaubelt, 1995, Advanced Aromatherapy: The Science of Essential Oil Therapy, Rochester, Vermont: Healing Art Press

Smolinke, S. C., 1992, Hanbook of Food, Drug, and Cosmetic Exipients, 199, 203, CRC Press, USA

SNI 16.4951, 1998, Sediaan Deodoran dan Antiprespiran, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Suryani A., Sailah, and Hambali E., 2000, Teknologi Emulsi, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor

Suwandi, U., 1989, Mikrobia Penghasil Antibiotika, Penerbit Cermin Dunia Kesehatan, Vol. 58, Hal. 37.

Tarigan, J., 1988, Pengantar Mikrobiologi, Departemen Pendidikan dan kebudayaan Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan, Jakarta, pp. 92, 94, 113-115, 119, 256.

Umbach, W., 1995, Deodorants dalam Cosmetics and Toiletries Development, Production and Use, First Edition, Ellis Horwood Limited, England

Wilkinson, J.B.,R. Clark., E. Green., T.P. McLaughlin. 1962. Modern Cosmeticology. Volume I. 34. Leonard Hill, London.

Winarno dan Sundari, 1998, Database Jamu,

http://jamu.biologi.ub.ac.id/?page_id=411 , diakses tanggal 20 Mei 2011

Voigt, R., 1994, Buku Belajar Teknologi Farmasi, 399-443, UGM Press, Yogyakarta.

Zats, J.L., and Kushla, G. P., 1996, Gels in Lieberman, H.A., Rieger, M.M., banker, G.S., Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse System, Volume 2, Second Edition, 399-418, Marcel Dekker Inc, New York

Zocchi, G., 2001, Skin-Feel Agents, in Barel, A.O., Paye, M., Maibach, H.I (Eds),

Hanbook of Cosmetic Science and Technology, 406-407, Marcell Dekker

112

LAMPIRAN

Lampiran 2. Certificate of Analysis Ekstrak Etanol Daun Beluntas dari LPPT UGM

Lampiran 3. Proses Ekstraksi Ekstrak Etanol Daun Beluntas dari LPPT UGM

Lampiran 5. Data Uji Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas terhadap Pertumbuhan Isolat Bakteri Bau Badan

Konsentrasi Replikasi 1 (mm) Replikasi 2 (mm) Replikasi 3 (mm) mean ± SD (mm) keterangan

1% 6 6 6 6 ± 0 tidak ada zona

hambat

2% 6 6 6 6 ± 0 tidak ada zona

hambat 3% 15,2 13,6 13,2 14,3 ± 1,29 terbentuk zona hambat 4% 15,6 15,2 15,2 15,7 ± 0,81 terbentuk zona hambat 5% 15,2 15,2 16,6 16,7 ± 0,81 terbentuk zona hambat 6% 17 15,6 17,4 16,7 ± 0,94 terbentuk zona hambat 7% 17,2 18 17,8 17,7 ± 0,41 terbentuk zona hambat 8% 17,6 18,4 18,8 18,3 ± 0,57 terbentuk zona hambat 9% 17,6 17,8 18,8 18,1 ± 0,64 terbentuk zona hambat 10% 19 21,4 19,8 20,1 ± 1,22 terbentuk zona hambat kontrol negatif 6 6 6 6 ± 0

tidak ada zona hambat kontrol

positif 33 32,4 36,4 33,9 ± 2,16

terbentuk zona bening

Berdasarkan hasi uji daya antibakteri terhadap isolat bakteri bau badan, terlihat bahwa konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas 3% merupakan konsentrasi yang berpotensi untuk diformulasikan kedalam sediaan deodoran roll-on. Analisis statistika dilakuan untuk memastikan bahwa konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas konsentrasi 3% menghasilkan zona hambat terhadap isolat bakteri bau badan.

Perbandingan zona hambat ekstrak etanol daun beluntas konsentrasi 3% dengan kontrol negatif

Sig (p) > 0,05 berarti distribusi data normal Sig (p) < 0,05 berarti distribusi data tidak normal

Melalui hasil uji normalitas Shapiro-wilk, diketahui bahwa data zona hambat konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas 3% dan zona hambat kontrol negatif berdistribusi tidak normal. Sehingga dilakukan analisis non parametik uji Mann Whitney (Wilcoxon dua sampel) untuk membandingkan respon zona hambat ektrak etanol daun beluntas 3% dengan zona hambat kontrol negatif.

Kesimpulan:

Nilai significancy 0,03690 (p<0,05), artinya terdapat perbedaan rerata yang bermakna antara dua kelompok data. (signifikan).

Shapiro-Wilk normalit y t est dat a: negat if$dayahambat W = 0.7677, p-value = 0.02949

> t apply(negat if$dayahambat , negat if$k.ekst rak, median, na.rm=TRUE)

konsent rasi3% kont rolnegat if 13.6 6.0

> w ilcox.t est (dayahambat ~ k.ekst rak, alt ernat ive='t w o.sided', exact =FALSE,

+ correct =FALSE, dat a=negat if) Wilcoxon rank sum t est dat a: dayahambat by k.ekst rak W = 9, p-value = 0.03690

Perbandingan zona hambat ekstrak etanol daun beluntas konsentrasi 3% dengan kontrol positif

Sig (p) > 0,05 berarti distribusi data normal Sig (p) < 0,05 berarti distribusi data tidak normal

Melalui hasil uji normalitas Shapiro-wilk, diketahui bahwa data zona hambat konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas 3% dan zona hambat kontrol positif berdistribusi tidak normal. Sehingga dilakukan analisis non parametik uji Mann Whitney (Wilcoxon dua sampel) untuk membandingkan respon zona hambat ektrak etanol daun beluntas 3% dengan zona hambat kontrol positif.

Kesimpulan:

Nilai significancy 0,04953 (p<0,05), artinya terdapat perbedaan rerata yang bermakna antara dua kelompok data. (signifikan).

Shapiro-Wilk normalit y t est dat a: cobaposit if$dayahambat W = 0.788, p-value = 0.04573

> t apply(cobaposit if$dayahambat , cobaposit if$konsent rasi, median, na.rm=TRUE)

konsent rasi3% posit if 13.6 33.0

> w ilcox.t est (dayahambat ~ konsent rasi, alt ernat ive="tw o.sided", + dat a=cobaposit if)

Wilcoxon rank sum t est

dat a: dayahambat by konsent rasi W = 0, p-value = 0.04953

Perbandingan zona hambat ekstrak etanol daun beluntas konsentrasi 3% dengan konsentrasi 2%

Sig (p) > 0,05 berarti distribusi data normal Sig (p) < 0,05 berarti distribusi data tidak normal

Melalui hasil uji normalitas Shapiro-wilk, diketahui bahwa data zona hambat konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas 3% dan zona hambat konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas 2% berdistribusi tidak normal. Sehingga dilakukan analisis non parametik uji Mann Whitney (Wilcoxon dua sampel) untuk membandingkan respon zona hambat ektrak etanol daun beluntas 3% dengan zona hambat ektrak etanol daun beluntas 2%.

Kesimpulan:

Nilai significancy 0,04953 (p<0,05), artinya terdapat perbedaan rerata yang bermakna antara dua kelompok data. (signifikan).

Shapiro-Wilk normalit y t est dat a:

perbandingan2$dayahambat W = 0.7797, p-value = 0.03832

> t apply(perbandingan2$dayahambat , perbandingan2$konsent rasi2, median,

+ na.rm=TRUE)

konsent rasi2% konsent rasi3% 6.0 13.6

> w ilcox.t est (dayahambat ~ konsent rasi2, alt ernat ive='t w o.sided', exact =FALSE,

+ correct =FALSE, dat a=perbandingan2) Wilcoxon rank sum t est

dat a: dayahambat by konsent rasi2 W = 0, p-value = 0.03690

Perbandingan zona hambat ekstrak etanol daun beluntas konsentrasi 3% dengan konsentrasi 4%

Sig (p) > 0,05 berarti distribusi data normal Sig (p) < 0,05 berarti distribusi data tidak normal

Melalui hasil uji normalitas Shapiro-wilk, diketahui bahwa data zona hambat konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas 3% dan zona hambat konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas 4% berdistribusi tidak normal. Sehingga dilakukan analisis non parametik uji Mann Whitney (Wilcoxon dua sampel) untuk membandingkan respon zona hambat ektrak etanol daun beluntas 3% dengan zona hambat ektrak etanol daun beluntas 4%.

Kesimpulan:

Nilai significancy 0,1046 (p>0,05), artinya tidak terdapat perbedaan rerata yang bermakna antara dua kelompok data (tidak signifikan).

Shapiro-Wilk normalit y t est dat a:

konsent rasiempat $dayahambat W = 0.7917, p-value = 0.04944

>t apply(konsent rasiempat $dayahambat ,konsent rasiempat $konse ntrasipembanding, + median, na.rm=TRUE)

konsent rasi3% konsent rasi4% 13.6 15.2

> w ilcox.t est (dayahambat ~ konsent rasipembanding, alt ernat ive='t w o.sided',

+ exact =FALSE, correct =FALSE, dat a=konsent rasiempat ) Wilcoxon rank sum t est

dat a: dayahambat by konsent rasipembanding W = 1, p-value = 0.1046

Lampiran 6. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Etanol Daun Beluntas dan Data Penimbangan Formula

1. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Etanol Daun Beluntas

Pada 100 g emulsi deodoran roll-on memiliki volume 100 mL

sehingga untuk membuat sediaan emulsi deodoran roll-on ekstrak etanol daun

beluntas dengan kadar ekstrak 3 g/ 100 mL emulsi, dibutuhkan ekstrak

sebanyak:

= 3

100 100 = 3 2. Data Penimbangan Formula

Bahan (b/b) Formula 1 Formula 2

Aquadest 58,5 58,5 CMC Na 1 1 Glycerine 12 12 Propilenglikol 6 6 Cetyl alcohol 2,45 2,45 Sorbitan monostearate 2,24 4,55 Parafin liq. 5 5 Dimethicone 5 5 Fragnance 0,1 0,1 Propil paraben 0,2 0,2 Metil paraben 0,2 0,2 Etanol 2 2

Ekstrak etanol daun beluntas

Lampiran 7. Hasil Uji pH Emulsi Deodoran Ektrak Etanol daun Beluntas

Formula 1 Formula 2 48 jam 5,42 5,34 15 hari 5,39 5,39 30 hari 5,49 5,49

Lampiran 8. Hasil Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Emulsi Deodoran Ektrak Etanol Daun Beluntas

1. Daya sebar

Replikasi Formula 1 Formula 2

48 jam 30 hari 48 jam 30 hari

Replikasi 1 (cm) 7,10 7,10 6,26 6,20 Replikasi 2 (cm) 7,20 7,25 6,28 6,30 Replikasi 3 (cm) 7,20 7,15 6,32 6,32 Rata-rata (cm) 7,17 7,17 6,28 6,27 SD 0,06 0,08 0,03 0,06 Rata-rata ± SD 7,17 ± 0,06 7,17± 0,08 6,28 ± 0,03 6,28 ± 0,06 2. Viskositas

Repikasi Formula 1 Formula 2

48 jam 30 hari 48 jam 30 hari

Replikasi 1 (d.Pas) 10,20 10,30 23,00 22,80 Replikasi 2 (d.Pas) 10,11 10,20 22,50 22,50 Replikasi 3 (d.Pas) 10,33 10,25 22,60 22,70 Rata-rata (d.Pas) 10,21 10,25 22,66 22,66 SD 0,11 0,05 0,15 0,15 Rata-rata ± SD 10,21± 0,11 10,25± 0,05 22,66± 0,15 22,66 ± 0,15 3. Pergeseran viskositas

Pergeseran viskositas dapat dihitung dari rumus:

Keterangan:

a = viskositas deodoran roll-on setelah pembuatan

b = viskositas deodoran roll-on setelah penyimpanan selama 30 hari

= [ ]

Formula 1:

Replikasi Viskositas (dPas) Pergeseran viskositas (%) 48 jam 30 hari 1 10,20 10,30 0,98 2 10,11 10,20 0,89 3 10,33 10,25 0,77 Rata-rata 0,88 SD 0,11 Rata-rata ± SD 0,88 ± 0,11  Formula 2:

Replikasi Viskositas (dPas) Pergeseran viskositas (%) 48 jam 30 hari 1 23,00 22,80 0,87 2 22,50 22,50 0,00 3 22,60 22,70 0,44 Rata-rata 0,44 SD 0,44 Rata-rata ± SD 0,44 ± 0,44

4. Stabilitas makroskopis (pemisahan fase)

Hasil pemisahan fase dinyatakan dalam persentase indeks creaming.

Rumusnya:

Keterangan : ho = volume deodorant roll-on mula-mula (mL) hu = volume pemisahan (mL) (Aulton, 2002)

Replikasi Formula 1 Formula 2

48 jam 30 hari 48 jam 30 hari

1 0 0,8 0 0 2 0 0 0 0 3 0 0,4 0 0 rata-rata 0 0,4 0 0 SD 0 0,4 0 0 rata-rata ± SD 0 ± 0 0,4 ± 0,4 0 ± 0 0 ± 0 % = ℎ − ℎ

5. Pergeseran droplet

Pergeseran Ukuran Droplet

Pergeseran ukuran droplet dapat diukur dengan rumus:

% =

x 100 Formula 1

F

ormula 2

Formula Formula 1 Formula 2

48 jam 30 hari 48 jam 30 hari Replikasi 1 (µm) 11,580 11,141 10,185 10,185 Replikasi 2 (µm) 11,901 11,931 10,621 10,621 Replikasi 3 (µm) 11,680 11,860 10,230 10,560 Rata-rata (µm) 11,720 11,644 10,345 10,455 SD 0,16 0,43 0,24 0,24 Rata-rata ± SD 11,720 ± 0,16 11,720 ± 0,43 10,345 ± 0,24 10,455 ± 0,24

Replikasi Ukuran droplet (µm) Pergeseran droplet (%) 48 jam 30 hari 1 11,580 11,141 3,791 2 11,901 11,931 0,25 3 11,680 11,860 1,541 Rata-rata 1,861 SD 1,792 Rata-rata ± SD 1,861 ± 1,792

Replikasi Ukuran droplet (µm) Pergeseran droplet (%) 48 jam 30 hari 1 10,185 10,185 0 2 10,621 10,621 0 3 10,230 10,560 3,226 Rata-rata 1,075 SD 1,862 Rata-rata ± SD 1,075 ± 1,862

Lampiran 9. Hasil analisis statistika ukuran droplet menggunakan program R.2.9.0

Uji statistika untuk mengetahui data berdistribusi normal, digunakan uji

Kolmogorov-Smirnov apabila jumlah sampel besar lebih dari 50, atau uji

Shapiro-Wilk untuk jumlah sampel kecil kurang dari atau sama dengan 50. Dari data

normalitas, jika distribusi data normal maka digunakan uji parametik sedangkan

jika data tidak terdistribusi normal digunakan uji nonparemetik.

Apabila data berdistribusi normal maka dipilih data uji t berpasangan. Jika

tidak berdistribusi normal maka dipilih uji Wilcoxon. Apabila nilai significancy

(p<0,05) maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang bermakna antara

formula 1 dan formula 2 (signifikan) (Dahlan, 2009 ; Riwidikdo, 2010).

Melalui hasil uji normalitas Shapiro-wilk, diketahui bahwa data pergeseran ukuran droplet formula 1 dan formula 2 berdistribusi normal.

Sehingga dilakukan analisis parametik uji t tidak berpasangan untuk membandingkan respon ukuran droplet formula 1 dan formula 2.

UKURANDROPLETDataset <- edit(as.data.frame(NULL)) > UKURANDROPLETDataset$peubah <-

recode(UKURANDROPLETDataset$FORM ULA,

+ '1="formula 1"; 2="formula 2"; ', as.factor.result=TRUE) > shapiro.test(UKURANDROPLETDataset$ukuran.droplet)

Shapiro-W ilk normality test

data: UKURANDROPLETDataset$ukuran.droplet W = 0.8466, p-value = 0.1478 (distribusi data normal)

Kesimpulan:

Nilai significancy 0,002012 (p<0,05), artinya terdapat perbedaan rerata yang bermakna antara dua kelompok data. (signifikan).

W elch Two Sample t-test

data: ukuran.droplet by peubah

t = 8.1938, df = 3.538, p-value = 0.002012 (data berbeda bermakna/ signifikan)

alternative hypothesis: true difference in means is not equal to 0 95 percent confidence interval:

0.8840947 1.8659053 sample estimates:

mean in group formula 1 mean in group formula 2 11.72033 10.34533

Lampiran 10. Hasil analisis statistik viskositas menggunakan program R.2.9.0

Viskositas formula 1 dibandingkan dengan viskositas formula 2. Uji

statistika untuk mengetahui data berdistribusi normal, digunakan uji

Kolmogorov-Smirnov apabila jumlah sampel besar lebih dari 50, atau uji Shapiro-Wilk untuk

jumlah sampel kecil kurang dari atau sama dengan 50. Dari data normalitas, jika

distribusi data normal maka digunakan uji parametik sedangkan jika data tidak

terdistribusi normal digunakan uji nonparemetik.

Apabila data berdistribusi normal maka dipilih uji t berpasangan. Jika

tidak berdistribusi normal maka dipilih uji Wilcoxon. Apabila nilai significancy

(p<0,05) maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang bermakna antara

pengamatan formula 1 dan formula 2 (signifikan) (Dahlan, 2009 ; Riwidikdo,

2010).

Melalui hasil uji normalitas Shapiro-wilk, diketahui bahwa data viskositas formula 1 dan viskositas formula 2 berdistribusi tidak normal. Sehingga

Viskositas.Dataset <- edit(as.data.frame(NULL)) > V.Dataset$peubah <- recode(V.Dataset$Formula, + '1= "FORM ULA 1"; 2= "FORM ULA 2"; ',

as.factor.result=TRUE)

> shapiro.test(V.Dataset$viskositas) Shapiro-W ilk normality test data: V.Dataset$viskositas

dilakukan analisis non parametik uji Mann Whitney (Wilcoxon dua sampel) untuk membandingkan respon daya sebar formula 1 dan formula 2

Kesimpulan:

Nilai significancy 0,1 (p>0,05), artinya tidak terdapat perbedaan rerata yang bermakna antara dua kelompok data. (tidak signifikan)

> tapply(Viskositas.Dataset$viskositas, V.Dataset$peubah, median, na.rm=TRUE)

FORM ULA 1 FORM ULA 2 10.2 22.6

> wilcox.test(viskositas ~ peubah, alternative="two.sided", data=V.Dataset)

W ilcoxon rank sum test data: viskositas by peubah

W = 0, p-value = 0.1 ( tidak berbeda bermakna/ tidak signifikan) alternative hypothesis: true location shift is not equal to 0

Lampiran 11. Hasil analisis statistik daya sebar menggunakan program R.2.9.0

Daya sebar yang terjadi antara 48 jam setelah pembuatan dan 30 hari

setelah penyimpanan. Daya sebar formula 1 dibandingkan dengan daya sebar

formula 2.

Uji statistika untuk mengetahui data berdistribusi normal, digunakan uji

Kolmogorov-Smirnov apabila jumlah sampel besar lebih dari 50, atau uji

Shapiro-Wilk untuk jumlah sampel kecil kurang dari atau sama dengan 50. Dari data

normalitas, jika distribusi data normal maka digunakan uji parametik sedangkan

jika data tidak terdistribusi normal digunakan uji nonparemetik.

Apabila data berdistribusi normal maka dipilih uji t berpasangan. Jika

tidak berdistribusi normal maka dipilih uji Wilcoxon. Apabila nilai significancy

(p<0,05) maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang bermakna antara

pengamatan 48 jam setelah pembuatan dan 30 hari setelah penyimpanan

(signifikan) demikian juga untuk perbedaan formula 1 dan formula 2 (Dahlan,

2009 ; Riwidikdo, 2010).

> shapiro.t est (Dat aset $dayasebar48jam) Shapiro-Wilk normalit y t est

Dokumen terkait