• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daerah Tujuan: Pedesaan dan Daerah Terpencil

Peta 1. Pemetaan IPM di Provinsi Papua

Sumber: BAPPEDA Papua, 2013

3.2 Pemetaan Sekolah

Di Papua Barat, lokasi sekolah yang ada dan identifi kasi kampung-kampung tanpa sekolah sudah diketahui. Meski demikian, kampung-kampung di mana sekolah-sekolah yayasan yang sudah lama berdiri, tidak perlu membangun baru sekolah negeri. Di Papua, informasi tentang jumlah kampung tanpa sekolah berasal dari data Sensus Penduduk, 2010. Lokasi sekolah, kondisi bangunan dan fasilitas dan identifi kasi sekolah yang ada milik yayasan sebagian besar berada di wilayah perkotaan dan semi-perkotaan. Akan tetapi, informasi tentang sekolah di PDT dan komunitas adat tanpa sekolah sungguh kurang handal dan belum ada upaya komprehensif untuk mengintegrasikan informasi yang kini ada menjadi gambaran yang multi-dimensi (seperti lokasi sekolah, jumlah penduduk, jumlah guru, bahasa ibu, dan komposisi suku, dll.).51

Lagi pula, sekedar mengindentifi kasi sekolah-sekolah tidaklah cukup untuk memastikan tersedianya layanan pendidikan di PDT. Faktor-faktor kunci lainnya mesti diikut-sertakan guna lebih memahami situasi secara lebih utuh seperti misalnya jangan sampai ketika ada gedung-gedung sekolah sudah berdiri, tapi guru-gurunya mangkir.52 Karena itu, data seperti guru dan kepala sekolah serta kualifi kasi mereka, tingkat kehadiran, APM, angka ulang kelas, angka putus sekolah, dll. mestilah menjadi bagian pokok dalam riset pemetaan sekolah. Lebih jauh, relevansi kurikulum bagi budaya setempat dan bahasa pengantar amat

51 Banyak dari usulan ini dan usulan lainnya tentang betepa mendesaknya kebutuhan tentang pemetaan sekolah telah dibahas pada lokakakarya yang diselenggarakan oleh UNICEF dan ACDP di Jayapura, Papua, Tanggal 5 sampai 7 November, 2012.

52 Satu tim yang ikut lokakarya mengunjungi daerah terpencil di Towe Hitam, Kabaupaten Keerom) di mana banyak gedung dan bahan ajar tersedia tapi tidak terpakai; dan tidak ada tanda-tanda kelihatan murid dan guru.

Bab 3 Daerah Tujuan: Daerah Pedesaan dan Terpencil

terkait dengan mutu pendidikan dan mempunyai akibat langsung pada mutu pembelajaran anak, naik kelas, dan melanjutkan ke SMP/MTs. Untuk itu, informasi kunci seperti bahasa ibu dan budaya komunitas, dan pendidik harus masuk ke dalam pembuatan peta lengkap (lihat misalnya Bab 7tentang Masalah Bahasa di Tanah Papua).

Sementara kondisi geografi s membantu membedakan tantangan yang dihadapi oleh beberapa sekolah,lokasinya tidak dapat menjamin apakah ada transportasi, jika ada berapa biayanya, sistem komunikasi, dan apakah ada listrik. Ini semua harus menjadi pertimbangan ketika membuat klasifi kasi sekolah. Lagi-lagi, seperti yang diangkat dalam lokakarya, nuansa kondisi sosial sungguh esensial untuk perencanaan, dan untuk memperbaiki kehadiran guru di sekolah.

Memahami keragaman pola perilaku sosial termasuk bahasa ibu dan budaya, tingkat akulturasi, tukar-menukar ala pasar, relasi antar suku dan saling-melindungi, persaingan antar suku dan konfl ik, afi liasi agama, dan tersedianya materi kurikulum yang ditulis dan ditutur dalam bahasa ibu adalah faktor-faktor baru yang harus ditambahkan ke dalam pengambilan keputusan tentang hal-hal pokok yang harus ada dalam program dukungan di daerah-daerah khusus.

3.3 Yayasan Pendidikan

Kehadiran yayasan pendidikan yang berbasis agama di Tanah Papua sudah lama berjasa dalam pencerdasan warga. Yayasan Pendidikan Kristen (YPK), Yayasan Pendidikan Islam (YAPIS), and Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik (YPPK) – hanyalah tiga dari Yayasan – yang berdiri sejak tahun 1960an dan 1970an. Organisasi nir-laba ini memberikan layanan melalui unit-unitnya hingga ke sekolah dan komunitas baik di kota maupun di PDT. YPK misalnya, mengelola 553 sekolah di Papua dan 201 sekolah di Papua Barat, sekitar 75% sekolah-sekolah berada di PDT. Sekitar 90% murid di YPK, YPPK, and YAPIS adalah penduduk asli Papua.

Di Papua, tiap Yayasan Pendidikan didukung oleh lembaga agama tertentu. Yayasan Agama Islam (YAPIS) didukung oleh Islam, Yayasan Pendidikan Advent (YPA) didukung oleh Gereja Advent, Yayasan Pendikan Kristen (YPK) didukung oleh Gereja Kristen Indonesia, dan Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Gereja-Gereja Injili (YPPGI) didukung oleh lima Gereja Kristen Protestan dan Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik (YPPK) didukung oleh Gereja Katolik Roma. Lima kelompok agama ini dan yayasan mereka mendominasi pendidikan swasta di Papua. Meski bukan hanya mereka yang beroperasi di Papua, yayasan persekolahan tersebut mencakupi lebih dari 95% sekolah di daerah PDT. Dan UU Otonomi Khusus Papua No. 21/2001 secara khusus mengakomodir 5 yayasan ini sebagai mitra utama dalam menyediakan layanan pendidikan swasta di Papua.

Sebagai bagian dari Studi Perencanaan Strategis ini, telah dilakukan sebuah survei oleh SIL tentang 5 yayasan utama ini karena besarnya kontribusi mereka di Papua53. Laporan lengkap ada di Volume 2. Tinjauan situasi yayasan menggunakan alat analisis SWOT (analisis tentang Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman). Rencana Strategis menggunakan informasi ini dan menganjurkan agar peran Yayasan perlu secara jelas diakui sebagai bagian integral dari rencana strategis penyediaan layanan pendidikan yang bermutu di PDT di Papua.

Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten dan Provinsi perlu berkoordinasi erat dengan lembaga penting ini dan memastikan adanya dukungan sumberdaya dari pemerintah untukmemperkuat sumberdaya yayasan. Kekuatan utama yayasan adalah panggilan untuk berkarya di komunitas adat PDT dan telah mempunyai hubungan erat dengan komunitas adat setempat; namun sayangnya kekurangan dana, perselisihan soal lahan hingga ada benturan dengan komunitas adat, kurang transparan ketika pemda berurusan dengan yayasan, kurangnya minat pemda dan umpan-balik atas laporan-laporan kemajuan yang telah dikirimkan, yang semuanya mengindikasikan bahwa perlunya pemerintah dan yayasan untuk duduk bersama berkoordinasi dan sungguh-sungguh mendukung lembaga penting yang berjasa ini untuk terus membantu pemda dan komunitas. Mutu yayasan persekolahan bergantung tidak saja pada sarana-prasarana dan fasilitas sekolah yang mereka miliki tapi yang paling pokok adalah mutu guru-guru.

Bab 3 Daerah Tujuan: Daerah Pedesaan dan Terpencil

Hampir semua guru di yayasan besar berbasis agama ini adalah guru yang diperbantukan oleh pemerintah dan salah satu kelemahan utama yang yayasan keluhkan adalah ketidakmampuan dalam seleksi—atau terlibat dalam seleksi—guru-guru mereka.

Analisis SWOT menawarkan peluang emas untuk pemda mencermati kekuatan dan peluang yayasan dan mendalami kelamahan dan ancaman yang menghambat layanan bagi komunitas adat yang kurang terjangkau.

4.1 Pendahuluan

Kolese Pendidikan Guru (KPG) adalah sebuah insitusi yang hanya terdapat di Tanah Papua. KPG didirikan karena daerah tersebut unik secara demografi s, geografi s, sosial dan budaya. Lembaga pendidikan ini didirikan oleh pemerintah daerah Provinsi Papua dan di Papua Barat thn 2006 untuk mengatasi minimnya pendidikan dan pelatihan guru dan memenuhi permintaan atas guru dan administrator pendidikan di Tanah Papua. KPG menerima siswa lulusan sekolah menengah pertama. KPG adalah sekolah menengah atas yang terintegrasi atau “sekolah satu-atap” di mana pendidikan SMA 3 tahun digabungkan dengan program persiapan pendidikan guru selama 2 tahun. Ini dilakukan untuk mempersiapkan siswa untuk program diploma D2 dalam bidang pendidikan dasar (UPP PS D2 PGSD), di mana Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Cendrawasih (UNCEN) berwenang sebagai penanggungjawab penyelenggaraan D2 PGSD. KPG sebelumnya tidak menggunakan kurikulum nasional untuk SMA, sehingga lulusannya harus mengambil Ujian Penyetaraan Paket C agar dapat melanjutkan ke KPG. Kemudian KPG menggunakan kurikulum SMA hingga siswa sekarang belajar untuk menghadapi Ujian Nasional (UN). Rentang kurikulum KPG tersebut adalah sepanjang 5 tahun yang terbagi atas 3 tahun kurikulum SMA dan 2 tahun diploma atau D2. Tujuan dari kurikulum tersebut adalah untuk melatih lulusan pendidikan menengah pertama dengan pendidikan menengah atas sekaligus menyiapkan mereka untuk menjadi guru di daerah terpencil di Tanah Papua. Mandat utama KPG adalah mempercepat (fast track) lulusnya calon guru untuk pendidikan dasar di pedesaan dan daerah terpencil di Tanah Papua. Siswa diharapkan lulus dengan ijazah SMA dan ijazah diploma 2 tahun pendidikan guru setelah 5 tahun pendidikan yang intensif. Walaupun KPG melaporkan hal teknis dan keuangan langsung kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Papua, sebagai lembaga D2 pendidikan guru KPG berafi liasi dan bertanggungjawab kepada Universitas Negeri Cenderawasih (UNCEN). Oleh karena itu, kurikulum mereka masih banyak ditetapkan dan diatur oleh UNCEN. Namun, hal ini terjadi dalam ketidakjelasan kerangka regulasi mengenai pendirian KPG dan mengenai pembagian tanggungjawab atas kurikulum, pengawasan, penjaminan mutu dan pemberian sertifi kat KPG. Ketidakjelasan ini adalah akibat dari adanya tanggung jawab yang tampaknya tumpang tindih antara Ditjen Pendidikan Tinggi (yakni UNCEN) dan Kemdikbud (yakni Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di Papua): program pendidikan SMA selama tiga tahun berada di bawah tanggung jawab Ditjen Pendidikan Menengah, Kemdikbud; sementara program studi D2 berada di bawah tanggung jawab Ditjen Pendidikan Tinggi (yaitu UNCEN), yang juga berada di bawah pengelolaan Kemdikbud. Perbedaan antara pengelolaan KPG dan kurikulum, akreditasi dan penjaminan mutu sangat kurang dipahami dan oleh karena itu menyebabkan ketidakjelasan tentang siapa yang sebenarnya “mengelola” KPG tersebut. KPG bertujuan untuk menghasilkan lulusan guru SD profesional (terutama dari masyarakat asli Papua) yang dapat beradaptasi pada komunitas yang memiliki karakteristik budaya lokal dan alam yang unik, terutama di pedesaan dan daerah terpencil Tanah Papua yang sangat membutuhkan guru. Kurangnya guru dan rendahnya kinerja guru yang ada, termasuk tingginya tingkat ketidakhadiran guru, telah menjadi salah satu tantangan utama dalam penyediaan pendidikan di Papua dan Papua Barat.54 Temuan dari riset

54 Studi Lacak yang dilakukan UNCEN menemukan, sebagai contoh, satu sekolah di Kabupaten Mappi di mana para guru tidak hadir di

Bab 4