• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan TIK untuk Pendidikan di PDT: Terobosan Isolasi Informasi

Bab 9 Penggunaan TIK untuk Pendidikan di PDT: Terobosan Isolasi Informasi

Menurut Strategi dukungan Bank Dunia untuk Integrasi TIK ke dalam pendidikan di Papua, dikatakan bahwa efektifi tas pembangunan di Papua berpeluang untuk membahas hambatan-hampatan pokok guna perbaikan pendidikan di dua provinsi ini:

(i) Internet dapat terhubung dengan kantor dinas provinsi, kabupaten dan sekolah melalui provinsi. Meski memang ada tantangan besar dengan internet ke sekolah-sekolah dengan biaya yang terjangkau meski mungkin di sekolah dan kampung agak lamban. Tapi cukup untuk email dan mengunduh bahan-bahan dalam jumlah terbatas.

(ii) Meningkatnya komunikasi dan berbagi informasi akan membantu sekolah yang berkinerja rendah melalui dukungan manajemen and akuntabilitas di provinsi, kabupaten dan distrik dan sekolah itu sendiri.

(iii) Sumberdaya kurikulum digital dan pendidikan jarak jauh dapat menolong semua guru, terutama guru yang berkinerja rendah dan paling membutuhkan upgrading dan sertifi kasi. Pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) paling efektif dilakukan via TIK dan dapat digabungkan dengan sumberdaya pembelajaran bermutu tinggi untuk pemenuhan kualifi kasi dan memperbaiki praktik-praktik sekolah yang berkinerja rendah di PDT.111

Pemda Papua mempunyai komitmen kuat seperti yang tertera pada “TIK dalam Strategi dan Implementasi Pendidikan untuk Papua”112dan pembentukan sekretariat TIK untuk keperluan koordinasi dan pelaporan kepada Kepala Dinas DIKPORA di Papua. Kemitraan telah dilakukan oleh DIKPORA dan didukung oleh Kantor Gubernur Papua, Kemdikbud, Pustekkom Kemdikbud, UPI & ITB, Bank Dunia, SEAMOLEC, UNICEF dan USAID.113Sebuah proyek uji-coba di Kabupaten Keerom sejak 2010 telah mendistribusikan paket TIK ke PDT dalam bentuk energi tenaga surya, komputer dan jaringan internet, telah dikembangkan di kecamatan. Melalui kemitraan ini, telah ada sejumlah inisiatif TIK dan implementasi:

• Sejak 2010, Badan Pemberdayaan Komunitas Kampung Provinsi Papua telah mendistribusikan TV, energi tenaga surya, DVD players, generator listrik, CD untuk pendidikan non-formal;

• Sejak 2006, melalui kerjasama dengan Pustekom, DPTIK telah membagi TV untuk pendidikan, energi tenaga surya, TV, pemutar DVD dan jaringan internet ke 600 sekolah di SD, SMP dan SMA/K;

• Sejak 2007, bekerjasama dengan Bank Dunia, DIKPORA telah menyusun “Buku tentang Infromasi, Teknologi dan Komunikasi (TIK) untuk Strategi Perencanaan dan Implementasi Pendidikan di papua” serta bantuan teknis pengembangan TIK untuk pendidikan di provinsi dan kabupaten;

• Pada 2011, bekerjasama dengan USAID-SERASI, DPTIK juga telah mengembangkan model pembelajaran berbasis TIK yang dirancang khusus untuk Papua via 6 V-Sat di 6 kelas di Kabupaten Yahukimo.

Dinas Pendidikan bermaksud melakukan sebuah evaluasi intensif tentang efektifi tas program-program di atas guna pengembangan pendidikan dan komunitas di Papua dan telah meminta ACDP dan Bank Dunia untuk mendukung evaluasi ini. Disamping inisiatif-inisiatif ini, melalui Program RESPEK114, peralatan seperti TV, radio, cakram satelit, dan pemutar DVD telah dibagikan kepada lebih dari 1500 Pusat Pembelajaran Masyarakat di desa-desa untuk program pembelajaran jarak jauh untuk keaksaraan dan keterampilan hidup untuk orang dewasa. Fasilitator setempat memberikan bimbingan/mentor untuk keterampilan hidup dengan mengintegrasikan penggunaan TIK. Meski demikian, penggunaan dan dampak, tergantung pada ketersediaan isi yang tepat, yang diharapkan akan dievaluasi.

Yang lebih menjanjikan adalah proyek uji-coba yang diluncurkan di Kabupaten Keerom pada Tahun 2009 yang telah menyediakan listrik, sarana TIK dan konektifi tas terjangkau ke 6 pusat TIK dan 60 sekolah penghubung. Proyek ini, difasilitasi oleh UPI dan ITB, menyediakan pelatihan untuk para guru melalui cara pembelajaran terpadu (tatap muka, sesi jarak jauh via komputer tiap minggu, dan pengamatan kelas di kelas maya) fokus pada keterampilan pengajaran dalam mengajar matematika dan IPA. 115

111 A Strategy for ICT Integration in Education in Papua, Bank Dunia, 2009. 112 Ibid.

113 Lihat James Modouw, “ICT Integration in Papua”, presentation to the ASEAN Rural Connectivity for Education and Development Conference, Hanoi, Vietnam, September, 21-23, 2011; dan juga“Situation Analysis of Education in the Province of Papua” (Presentasi di Lokakarya Pendidikan di Pedesaan dan Daerah Terpencil di Tanah Papua), November, 2012.

114 Rencana Strategi Pengembangan Kampung. 115 Lihat Modouw, 2011 (ibid) dan Bank Dunia, 2009 (ibid)

Bab 9 Penggunaan TIK untuk Pendidikan di PDT: Terobosan Isolasi Informasi

Ringkasnya, Provinsi Papua telah berinvestasi pada TIK di sekolah-sekolah, dengan lebih dari 2,500 perangkat teknologi yang telah disebarkan ke sekolah-sekolah pada Tahun 2006. Tabel 10 di bawah menunjukkan data tentang investasi perangkat keras yang telah disediakan oleh Provinsi Papua.116

Tabel 10. Investasi Infrasturktur di Pronvinsi Papua

2006 & 2007 2010 358 SMP/MTs 200 SD 90 SD Total TV 486 400 90 976 TV penerima saja 296 200 90 586 Generator 160 - - 160 PLTS 50 - 90 140 Pemutar DVD 349 200 90 639 Total 1,341 800 360 2,501

Tambahan pula, 1,517 guru, di semua sekolah penerima perangkat TIK untuk pendidikan, telah dilatih antara Tahun 2008 dan 2010. Mereka dilatih menggunakan modul-modul berikut ini:

• Modul 1: Dasar-fasar TIK untuk Mengajar dan Belajar

• Modul 2: Menggunakan Internet untuk Mengajar dan Belajar

• Modul 3: Penggunaan Edukasi Net (yang kini digantikan oleh Rumah Belajar) • Modul 4: Strategi Pembelajaran Berbasis TIK

• Modul 5: Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran/RPP dengan • Modul 6: Mengintegrasikan TIK Ke Dalam Mengajar dan Belajar

• Modul7: Mengembangkan Media Paparan untuk Mengajar dan Belajar117

Sebagai bagian dari rencana provinsi tentang penggunaan TIK di Papua, telah ada sebuah kontribusi berharga yang menghubungkan informasi dari hasil riset tentang “educability” anak-anak di provinsi, adanya dukungan pendanaan untuk layanan komunitas dan infrastuktur, kebutuhan untuk TIK berbasis pembelajaran, dan aplikasinya sesuai dengan kebutuhan spesifi k wilayah geografi s di perkotaan, pedesaan, dan daerah terisolasi (lihat Gambar 11 di bawah).

Gambar 11. Penggunaan TIK untuk Pendidikan di Papua

Sumber: James Modouw Presentation to RRA Education Workshop, November 2012 116 ICT in Education Evaluation of Papua – A Brief Concept Overview, Bank Dunia, Juni, 2013 117 Bank Dunia,2013. Ibid

10.1 Pendahuluan

Ada banyak tantangan untuk memperluas jangkauan layanan pendidikan guna menutup jurang kesenjangan pendidikan di Tanah Papua. Tantangan yang dimaksud telah dibahas dalam lokakarya Pemda yang didukung oleh UNICEF dan ACDP di Jayapura Tanggal 1 hingga 7 November, 2012. Tujuan lokakarya adalah (i) fokus perhatian terhadap ketidakmerataan dan berkonsultasi pada banyak pemangku kepentingan tentang bagaimana menutup kesenjangan melalui pendidikan di PDT di Tanah Papua; (ii) mencermati kembaliatas apa yang telah dikerjakan, apa yang perlu dikerjakan, dan apa yang telah diketahui untuk perbaikan sistem/sub-sistem pendidikan; dan (iii) mendukung harmonisasi antara provinsi dan kabupaten/kota tentang semua program agar sejalan dengan kebijakan dan regulasi (seperti Perdasus) melalui perencanaan strategis dan pemantauan secara kontinu.

Gambaran umum mengenai tantangan-tantangan besar yang dihadapi ketika tidak mempunyai layanan pendidikan di pedesaan dan daerah terpencil telah dipaparkan dan dibahas panjang–lebar pada lokakarya provinsi.118Termasuk isu-isu berikut ini:

1. Tidak ada akses: Tingginya proporsi kampung-kampung tanpa sekolah. Kalau ada, sering terhambat oleh jarak tempuh yang amat jauh dan tidak aman antara sekolah dan rumah. Karena kakunya jadwal pelajaran dan aturan waktu, waktu sekolah sering bertabrakan dengan dengan kalender musim-musim pertanian dan kegiatan ekonomi dan adat. Hambatan lain adalah tidak ada dana untuk membayar seragam, alat tulis, transportasi, makanan; dan orang tua tidak ingin anaknya tidak membantu di rumah dan di kebun karena mereka harus ke sekolah. Isu bahasa yang digunakan di sekolah pun disuarakan nyaring di ruang lokakarya. Hambatan utama: anak (dan komunitas) asli Papua tidak bercakap dan tidak kenal Bahasa Indonesia dan tidak mengerti ketika guru berkomunikasi menggunakan Bahasa Indonesia. Tingginya angka guru mangkir tentu saja berpengaruh memicu anak untuk juga mangkir tidak ke sekolah. Jarak, bahasa yang sungguh asing buat anak, jadwal sekolah yang bertabrakan dengan jadwal komunitas, fasilitas sekolah yang tidak menarik, semuanya memicu anak untuk sekalian absen--tidak ke sekolah.

2. Hambatan yang lebih terjal: adalah kurikulum yang tidak relevan, bahan-bahan pembelajaran lebih condong mengikuti kebutuhan dan standar nasional atau perkotaan ketimbang mengutamakan konteks kampung; kurang (atau tidak ada) guru dan sekolah tidak mampu mendorong, mengangkat dan mempertahankan anak-anak dari KAT untuk menjadi guru, terutama guru perempuan. Kurangnya pendidikan untuk calon guru dan guru yang berasal dari penduduk asli, kurangnya kepemimpinan di sekolah hingga guru-guru merasa bekerja tanpa dukungan dan kurangnya perhatian. Pedagogi yang guru-guru tawarkan adalah metode pasif-datar, atau metode frontal yang menakutkan anak-anak dan tidak peka dengan budaya setempat, serta kurikulum dan bahasa yang digunakan di sekolah membuat anak merasa lebih jauh lagi dari keinginan untuk bersekolah.

118 Lihat Neven Knezevic, “UNICEF Programme to Supoport Papua and West Papua: Innovative Models for Rural Education” Presentation at the “Education in Rural and Remote Areas of Tanah Papua”Jayapura, Papua, 1-7 November, 2012.

Bab 10