• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemikiran KH.Hasyim Asy’ari Tentang Konsep Hubungan Antara Ustadz Dengan Santri Ustadz Dengan Santri

PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

2. Pemikiran KH.Hasyim Asy’ari Tentang Konsep Hubungan Antara Ustadz Dengan Santri Ustadz Dengan Santri

Setelah memaparkan hasil temuan dalam penelitian, maka penulis akan menjelaskan pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari mengenai hubungan ustadz dengan santri. Adapun deskripsi tentang adab atau moralitas yang harus dipedomani oleh ustadz dan santri dalam proses pembelajaran maupun di luar pembelajaran menurut KH.Hasyim Asy’ari, sebagai berikut : dengan temuan-temuan data mengenai implementasinya dalam pembelajaran yang diperoleh di Pondok Pesantren Ikmaly Gedongan, yaitu:

Pertama, Etika santri terhadap ustadz. Menurut K.H. Hasyim Asy’ari ada 12 kajian yaitu:

13) Mempertimbangkan dan beristikharah dalam memilih guru yang tepat, terutama dari segi kualitass keagamaannya, akhlak dan keilmuannya.

14) Memilih guru yang kenyang pengalaman ilmu dari banyak tokoh terkemuka bukan hanya sekedar pengalaman dari banyaknya membaca buku saja.

15) Murid hendaknya mengikuti guru dan berkarakter terpuji kepada gurunya, bahkan seorang murid hendaknya memposisikan dirinya layaknya pasien dihadapan dokter spesialis.

16) Memuliakan guru baik dari segi pikiran, perkataan maupun perbuatan.

17) Berpikiran positif kepada guru, walaupun menunjukkan sikap yang kasar. Seorang pelajar hendaknya memaknai sikap kasar tersebut sebagai upaya guru mendidiknya agar menjadi lebih baik.

18) Menunaikan hak-hak seorang guru yang menjadi kewajiban murid.

19) Seorang pelajar hendaknya memperhatikan tata-krama saat akan menemui gurunya. Baik dari segi waktu, tempat, maupun tata cara menemui guru.

20) Ketika seorang pelajar tidak setuju dengan gurunya, maka hendaknya tidak menampilkan sikap ketidak-setujuannya secara terang-terangan, melainkan dengan tetap memperhatikan tata-krama, dan yang lebih utama adalah menanyakan atau mengklarifikasi hal yang dianggap tidak sesuai dengan pendapat gurunya di majelis lain.

21) Seorang pelajar hendaknya menunjukkan sikap semangat dan antusias untuk meraih ilmu dari sang guru, walaupun ilmu yang diajarkan oleh gurunya sudah pernah ia pelajari.

22) Seorang pelajar hendaknya menampilkan perilaku-perilaku yang mencerminkan tata krama kepada pendidik dalam segala situasi dan kondisi.

23) Memperhatikan tata krama dalam berkomunikasi dengan gurunya.

24) Memperhatikan tatakrama ketika dalam saatu ruangan dengan gurunya.

Kedua, etika ustadz kepada santri. Menurut K.H. Hasyim Asy’ari ada 12 kajian yaitu:

13) Niat mengajar dengan tujuan meraih ridha Allah Swt. Menyebarkan ilmu, menghidupkan syari’at, mengeakkan kebenaran, meredam kebathilan, dan memperoleh bagian pahala dari para muridnya dan generasi berikutnya yang belajar kepada para murid tersebut.

14) Membantu dan membimbing para peserta didik dari awal hingga akhir belajar, mulai dengan meluruskan niat para peserta didik, memotivasi, hingga menanamkan akhlak terpuji kepada para peserta didik.

15) Bergaul dengan para peserta didik dengan penuh kasih sayang dan bersabar atas perilaku peserta didik yang tidak baik, dengan terus berusaha memperbaiki perilaku peserta didik tersebut, dengan memberinya nasihaat dan sikap lemah lembut, bukan sikap yang keras lagi aniaya.

16) Memudahkan para peserta didik dalam memahami dan menguasai ilmu, dengan cara menyampaikan pelajaran secara ringan dan pelafalannya yang baik sehingga penyampainnya bisa dipahami.

17) Rajin mengevaluasi hafalan dan pemahaman peserta didik pada saat-saat tertentu, dengan meminta para peserta didik untuk mengulangi hafalan-hafalan dan menguji pemahaman mereka tentang materi pelajaran yang sudah diajarkan.

18) Mengapresiasi dan memuji dengan tujuan menggugah semangat para peserta didik agar sungguh-sungguh dalam menambah ilmu pengetahuan.

19) Memilihkan mata pelajaran yang sesuai dengan kemampuan para peserta didik, sehingga mereka tidak mempelajari mata pelajaran yang melebihi dari batas kemampuannya.

20) Bersikap demokratis, yaitu memberi perlakuan yang sama kepada semua peserta didik, tanpa bersikap diskriminatif. Dengan tidak menampakkan sikap mengutamakan sebagian

peserta didik diatas peserta didik yang lain. Dalam hal kasih sayang dan perhatian mereka semua mempunyai hak yang sama, baik dalam hal usia, penguasaan ilmu, maupun keragamannya. Karena bersikap diskriminatif dapat menimbulkan kekecewaan pada diri peserta didik dan membuatnya menjauhi pendidik tersebut.

21) Mengawasi perilaku peserta didik, apabila mereka melakukan perilaku yang tidak terpuji, maka guru wajib menasihatinya dengan cara-cara yang baik hingga dengan cara-cara yang tegas. 22) Menjaga keharmonisan hubungan antara peserta didik dan

pendidik, dengan menebar salam, tutur kata yang baik, saling kasih mengasihi saling tolong menolong pada kebaikan, ketaqwaan dan hal-hal yang sedang mereka hadapi.

23) Pendidik memperhatikan kehadiran atau absensi para peserta didik. Pendidik berusaha mencari kabar peserta didik yang tidak hadir dalam kelasnya.

24) Menampilkan sikap rendah hati kepada para peserta didik.

Ketiga, pemikiran KH. Hasyim Asy’ari yang membahas tentang etika santri dan ustadz dalam proses pembelajaran. Pada bagian ini akan dibahas mengenai hal-hal yang harus dilakukan oleh ustadz dan santri dalam proses pembelajaran. Adapun etika yang harus dilakukan oleh santri dalam proses pembelajaran menurut K.H. Hasyim Asy’ari ada 11 kajian, yaitu:

12) Ilmu yang pertama dipelajari oleh murid adalah ilmu yang paling mudah dipelajari terlebih dahulu. KH. Hasyim Asy’ari menjelaskan ilmu yang pertama kali wajib dipelajari oleh seorang murid adalah mempelajari al-Qur’an hingga mampu membacanya dengan baik dan benar. Lalu diikuti belajar tafsir al-Qur’an dan ‘ulum al-Qur’an, Hadits dan ‘ulum al-Hadits. Dimulai dengan buku-buku kecil yang mudah dipelajari.

13) Menghindari perselisihan-perselisihan pendapat dalam ulama suatu bidang ilmu, karena hal itu akan membeingungkan

pikirannya, juga pada tahap permulaan menuntut ilmu,seorang pelajar hendaknya menghindari belajar buku-buku yang beraneka ragam, karena hal itu hanya akan menyia-nyiakan waktu dan membingungkan pikirannya.

14) Mengoreksi pelajaran yang hendak dihafalkan, kepada gurunya atau kepada orang lain yang berkompeten. Seorang murid tidak boleh menghafalkan sesuatu sebelum mengoreksinya, karena hal itu dapat menjerumuskannya pada penyimpangan atau distorsi ilmu.

15) Memberi catatan pada buku pelajaran tentang hal-hal yang dinilai penting. Serta memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk belajar dengan semangat.

16) Menghadiri majelis-majelis belajar sebanyak mungkin, memberi catatan tambahan pada buku pelajaran, setia berkhidmat dan menemani guru, sertaa rajin mempelajari kembali materi-materi yang sudah dipelajari.

17) Bertata-krama di majelis belajar, mulai dari awal belajar, ketika menjalani proses belajar hingga di akhir belajar.

18) Tidak malu bertanya saat menemui kesulitan memahami sebuah persoalan dalam ilmu. Pertanyaan disampaikan dengan cara-cara yang lembut dan tutur kata yang sopan.

19) Seorang murid harus mentaati urutan giliran antrean, dan tidak boleh mendahului giliran orang lain tanpa seizi yang bersangkutan.

20) Bertata-krama sebelum bertugas membacakan sebuah keterangan dalam buku.antara lain bertata-krama dihadapan gurunya serta memulai membaca dengan berdo’a terlebih dahulu. 21) Fokus pada satu bidang ilmu atau tempat belajar tertentu hingga tuntas. Setelah itu boleh berpindah. Hendaknya fokus pada satu bidang studi dan tidak menyibukkan diri dengan bidang studi yang lain sebelum benar-benar menguasai bidang studi pertama. 22) Bergaul dengan rekan-rekannya disertai akhlak terpuji, mulai

dari, membantu, mengingatkan tentang hal-hal yang di pelajari, dan tidak bersikap tercela kepada mereka.

Selain etika santri dalam pembelajaran seperti yang telah disebutkan di atas, menurut K.H. Hasyim Asy’ari ada beberapa etika yang perlu juga dimiliki oleh seorang ustadz dalam pembelajaran. Adapun etika yang harus dilakukan oleh ustadz dalam proses pembelajaran ada 16 kajian yaitu:

17) Membaca do’a keluar rumah.

18) Memberi salam ketika sudah sampai di tempat belajar dan duduk menghadap kiblat jika memungkinkan dengan sikap tawadhu’, khusyu’, duduk bersila maupun duduk lainnya yang dinilai baik.

19) Menjaga badannya dari berdesak-desakan menuju tempat duduknya, tidak memainkan tangannya, dan menjaga pandangan tanpa adanya kepentingan.

20) Menghindari bersenda gurau dan banyak tertawa, karena hal itu bisa mengurangi wibawa dan menggugurkan martabatnya. 21) Duduk pada posisi yang bisa dilihat oleh seluruh murid yang

hadir dengan terlebih dahulu mengatur posisi duduk mereka secara proporsional.

22) Sebelum memulai pelajaran, sebaiknya membacakan beberapa ayat al-Qur’an agar mendapatkan keberkahan dan kebaikan.stelah itu berdoa untuk kebaikan diri sendiri, para murid dan seluruh kaum Muslimin.

23) Mendahulukan disiplin ilmu yang berstatus lebih mulia (asyraf) dan lebih urgen.

24) Tidak menyebutkan hal-hal yang masih syubhat (belum jelas) dan tidak boleh menunda jawaban pada pertemuan selanjutnya. 25) Tidak menjelaskan pelajaran terlalu panjang lebar sehingga

membosankan muridnya, atau menjelaskan pelajaran secara singkat sehingga tidak dapat dipahami.

26) Dapat mengatur nada dan intonasi suaranya ketika mengajar, tidak mengeraskan suara melebihi kebutuhan, dan tidak melirihkan suara sehingga sulit di dengar.

28) Mampu mencegah berbagai pihak terutama dari internal para murid yang akan berbuat keji dalam debat, atau yang kebingungan dalam mengkaji, atau yang tidak baik dalam beradab (su’ al-Adab), atau yang tidak mampu bersikap adil setelah kebenaran berhasil diungkap dalam perdebatan. Pendidik juga harus mengingatkan bahwa ahli ilmu tidak pantas bersaing (kecuali dalam hal kebaikan), karena persaingan dapat menyebabkan permusushan dan kebencian.

29) Memberi perhatian dan kasih sayang lebih kepada murid baru yang mengikuti kelasnya, karena murid yang baru masih gugup dan perlu beradaptasi.

30) Di akhir pengajaran, pendidik sebaiknya menyampaikan perkataan yang mengisyaratkan bahwa kegiatan pembelajaran sudah berakhir, misalnya dengan mengucapkan : “sekian pertemuan kita kali ini, sampai bertemu pada pertemuan selanjutnya, Insya Allah”.

31) Setelah menyampaikan perkataan penutup kemudian mengucapkan “Wallahu a’lam bish-shawab” dengan tujuan semata-mata karena berdizikir dan juga mengacu pada kandungan maknanya, yaitu meyakini bahwa hanya Allah yang mengetahui perkara yang benar.

32) Tidak boleh mengajarkan ilmu yang bukan keahliannya.

3. Analisis Implementasi Konsep Hubungan Antara Ustadz Dengan Santri Menurut K.H. Hasyim Asy’ari di Pondok Pesantren Ikmaly Gedongan

Selanjutnya penulis menganalisis temuan-temuan data mengenai implementasi konsep hubungan antara ustadz dengan santri dalam proses pembelajaran maupun di luar pembelajaran yang diperoleh di Pondok Pesantren Ikmaly Gedongan, yaitu sebagai berikut:

a. Analisis Etika Santri Terhadap Ustadz

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis menemukan hal-hal yang berkenaan dengan sikap santri kepada

ustadz di Pondok Pesantren Ikmaly Gedongan yang sesuai dengan pendapat K.H. Hasyim Asy’ari di atas, yaitu:

1. Setelah belajar kitab Adabul ‘Alim Wa al-Muta’allim, santri putra dan santri putri mengatakan akan meminta petunjuk kepada Allah terlebih dahulu mengenai sosok ustadz dan lembaga pendidikan yang akan ia tempuh. Hal ini juga sudah dilakukan oleh salah satu santri yang akan melanjutkan pendidikan di jenjang selanjutnya.

2. Setelah belajar kitab Adabul ‘Alim Wa al-Muta’allim, santri putra dan santri putri mengatakan akan terlebih dahulu mencari informasi mengenai sosok ustadz akan dijadikan panutannya. 3. Para antri selalu mematuhi segala perintah ustadz baik di kelas

maupun di luar kelas.

4. Santri berjalan menunduk ketika di depan ustadz sebagai tanda hormat dan sikap memuliakan.

5. Santri selalu mendoakan kebaikan untuk ustadz sebagai wujud memenuhi hak-hak ustadz.

6. Santri diam dan intropeksi diri ketika ustadz memarahi. 7. Santri menemui ustadz di luar pondok ketika sudah diizinkan. 8. Santri duduk bersila dan menunduk ketika duduk bersama

ustadz.

9. Santri menggunakan nada lembut ketika berbicara dengan ustadz. 10. Santri mendengarkan apapun yang dijelaskan ustadz.

11. Santri tidak memotong ketika ustadz berbicara.

12. Santri menundukan badan serta menggunakan tangan kanan ketika memberi dan menerima sesuatu dari ustadz.

Jadi bentuk praktik etika santri terhadap ustadz yang ada di pondok pesantren Ikmaly Gedongan merupakan salah satu bentuk dari hubungan santri dan ustadz. Etika santri terhadap ustadz adalah sikap yang harus dimiliki oleh santri agar bersikap baik didepan ustadznya.

b. Analisi Etika Ustadz Kepada Santri

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis menemukan hal-hal yang berkenaan dengan sikap ustadz kepada santri di Pondok Pesantren Ikmaly Gedongan yang sesuai dengan pendapat K.H. Hasyim Asy’ari antara lain:

1. Kiai Khozinatul Asror memiliki niat mengajar ikhlas karena mencari ridho Allah Swt.

2. Kiai Khozinatul Asror membantu dan membimbing para santri dari awal hingga akhir belajar, mulai dengan meluruskan niat para santri, memotivasi, hingga menanamkan akhlak terpuji kepada santri-santrinya.

3. Kiai Khozinatul Asror berperilaku lemah lembut karena selalu menganggap santri sebagai anaknya.

4. Kiai Khozinatul Asror selalu menggunakan bahasa yang sesuai dengan santri yang dihadapi, agar santri dapat dengan mudah memahami apa yang diucapkan oleh kiai.

5. Kiai Khozinatul Asror selalu mengevaluasi hafalan dan pemahaman santri pada saat-saat tertentu, dengan meminta mereka untuk mengulangi hafalan-hafalan dan menguji pemahaman mereka tentang materi pelajaran yang sudah diajarkan.

6. Kiai Khozinatul Asror selalu mengapresiasi dan memuji para santrinya dengan tujuan menggugah semangat agar mereka sungguh-sungguh dalam menambah ilmu pengetahuan.

7. Kiai Khozinatul Asror memilihkan mata pelajaran yang sesuai dengan kemampuan para santri, sehingga mereka tidak mempelajari mata pelajaran yang melebihi dari batas kemampuannya.

8. Kiai Khozinatul Asror bersikap demokratis, yaitu memberi perlakuan yang sama kepada semua santri, tanpa bersikap diskriminatif juga tidak pernah mengistimewakan salah satu santri meskipun salah satu santrinya merupakan saudaranya sendiri. selalu bersikap tegas namun tetap sopan kepada setiap santri yang salah.

9. Kiai Khozinatul Asror mengenal nama-nama santrinya namun tidak dengan sifat dan perangai semua santrinya.

10. Kiai Khozinatul Asror selalu mengawasi aktivitas santrinya setiap waktu, yang dibantu oleh pengurus pondok.

11. Kiai Khozinatul Asror selalu memberikan motivasi baik lewat perkataan maupun perbuatan agar santri terus berkembang menjadi lebih baik.

12. Kiai Khozinatul Asror selalu menanyakan apabila ada salah satu santri yang ketahuan berhalangan hadir namun dirinya tidak pernah mengecek kehadiran di awal pembelajaran.

13. Kiai Khozinatul Asror selalu bersikap rendah hati dengan tidak malu ikut kegiatan santri serta berpakaian sederhana.

Namun dari temuan penelitian tersebut, penulis menemukan dua poin dari sikap ustadz yang tidak sesuai dengan isi kitab Adabul ‘Alim Wa al-Muta’allim, yaitu ustadz tidak begitu memahami seluruh sifat santrinya serta tidak mengabsen/mengecek kehadiran santrinya sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai. Hal ini memang terjadi karena keterbatasan kiai untuk memahami semua karakter dan sifat-santrinya, oleh karena itu beliau membentuk struktur kepengurusan yang terdiri dari santri-santri senior untuk membantu kewajibannya mengawasi para santri. namun meskipun kiai khozin tidak memahami sifat dan perangai semua santrinya tetapi beliau hafal nama-nama dan latar belakang santrinya. Selain itu kiai khozin tidak mengabsen / mengecek kehadiran santri karena memang sudah diberlakukan aturan bahwa bagaimanapun keadaan santri tetap harus mengaji, namun jika di tengah-tengah pembelajaran kiai Khozin sadar ada salah satu santri yang tidak hadir, maka ia meminta kepada salah satu santri untuk memanggil santri yang tidak hadir tersebut.

c. Analisis Etika Santri Dalam Pembelajaran

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis menemukan hal-hal yang berkenaan dengan sikap santri dalam

pembelajaran di Pondok Pesantren Ikmaly Gedongan yang sesuai dengan pendapat K.H. Hasyim Asy’ari antara lain:

1. Santri membekali diri dengan belajar hal-hal yang bersifat pokok seperti kitab Aqidatul ‘Awam dan Safinah al-Najah sesuai apa yang ditentukan oleh pondok.

2. Santri belajar Alquran mulai dari bacaan dan mempelajari tafsirnya.

3. Santri tidak mempermasalahkan dan tidak terlalu memfokuskan ketika adanya perbedaan pendapat ulama karena menilai hal tersebut adalah wajar.

4. Santri tidak sungkan untuk meminta tolong temannya lain untuk memeriksa hasil tulisan dan makna kitabnya.

5. Santri selalu menyegerakan diri ke kelas untuk belajar agar tidak terlambat.

6. Santri berusaha selalu semangat di setiap pembelajaran meskipun terkadang rasa malas menghantui.

7. Santri berusaha selalu hadir disetiap ada kegiatan belajar dan pengajian karena memang sudah sesuai jadwal.

8. Santri selalu bertata krama ketika masuk ke dalam kelas dengan mengucapkan salam dan mengawalinya dengan do’a.

9. Santri tidak sungkan untuk bertanya perihal materi yang belum dipahami.

10. Santri selalu tertib ketika menunggu antrian setoran hafalan ataupun giliran membaca kitabnya dan selalu fokus pada pelajaran yang sedang berlangsung.

11. Setiap santri tidak lupa saling memotivasi ketika sedang belajar. d. Analisis Etika Ustadz Dalam Pembelajaran

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis menemukan hal-hal yang berkenaan dengan sikap ustadz dalam pembelajaran di Pondok Pesantren Ikmaly Gedongan yang sesuai dengan pendapat K.H. Hasyim Asy’ari antara lain:

1. Kiai Khozinatul Asror selalu meyakinkan diri bahwa tujuan mengajarkan adalah Lillahi Ta’ala.

2. Kiai Khozinatul Asror selalu bersuci, berdoa dan berzikir di dalam perjalanan menuju tempat mengajar.

3. Kiai Khozinatul Asror tidak pernah lupa mengucap salam ketika sampai di tempat mengajar.

4. Kiai Khozinatul Asror selalu memposisikan diri di depan santri secara prporsional, dengan memposisikan mejanya ditengah ketika mengajar agar dapat terlihat oleh semua santri.

5. Kiai Khozinatul Asror selalu menampakkan wajah yang berseri dan penuh senyum karena pembawaannya yang kadang menyelipkan candaan dalam kegiatan mengajarnya.

6. Kiai Khozinatul Asror selalu mengawali pembelajaran dengan membaca surah al-Fatihah dan berdoa terlebih dahulu

7. Kiai Khozinatul Asror selalu menggunakan bahasa yang mudah dimengerti ketika mengajar.

8. Kiai Khozinatul Asror tidak pernah menyebutkan hal-hal yang masih syubhat (belum jelas) dan tidak menunda jawaban pada pertemuan selanjutnya.

9. Kiai Khozinatul Asror selalu dapat mengkondisikan suasana belajar agar tetap kondusif dan menyenangkan.

10. Kiai Khozinatul Asror tidak menjelaskan pelajaran terlalu panjang lebar sehingga membosankan santrinya, atau menjelaskan pelajaran terlalu singkat sehingga tidak dapat dipahami.

11. Kiai Khozinatul Asror selalu menghindarkan majelis pelajarannya dari kegaduhan.

12. Kiai Khozinatul Asror selalu memberikan kesempatan kepada santri untuk bertanya perihal pelajaran.

13. Kiai Khozinatul Asror memberi perhatian dan kasih sayang lebih kepada murid baru agar betah berada dipondok.

14. Di akhir pengajaran, Kiai Khozinatul Asror menyampaikan perkataan yang mengisyaratkan bahwa kegiatan pembelajaran sudah berakhir.

15. Setelah menyampaikan perkataan penutup kemudian kiai Khozinatul Asror mengucapkan “Wallahua’lam bish-shawab”

hal ini dilakukannya dengan tujuan semata-mata karena berdizikir dan juga mengacu pada kandungan maknanya, yaitu meyakini bahwa hanya Allah yang mengetahui perkara yang benar.

16. Kiai Khozinatul Asror tidak pernah mengajarkan bidang ilmu yang bukan keahliannya, seperti mengajarkan bahasa Inggris dan matematika kepada santrinya.

B. Pembahasan

Berdasarkan dari apa yang telah diuraikan di atas, hubungan antara ustadz dan santri yang berupa etika santri terhadap ustadz, etika ustadz terhadap santri, maupun etika santri dan ustadz dalam pembelajaran, telah sesuai dengan perihal hubungan ustadz dan santri menurut K.H. Hasyim Asy’ari dalam kitab Adabul ‘Alim Wa al-Muta’allim nya. Meskipun pada beberapa poin dari etika ustadz kepada santri sedikit ada keidaksesuaian dengan yang ada pada kitab, namun hal itu dikuatkan dengan alasan-alasan yang menguatkan.

Dari penjabaran di atas juga penulis menilai secara umum etika ustadz kepada santrinya ditunjukkan dengan sikap kerendahan hati dan kasih sayangnya, sedangkan etika santri terhadap ustadznya ditunjukkan dengan sikap hormat dan patuh terhadap segala perintahnya. Hal ini tentu layaknya hubungan antara seorang anak dengan orang tuanya.

Selain berdasarkan etika dari santri maupun ustadz, terdapat kesesuaian antara isi peraturan yang dimuat oleh pondok pesantren dengan ajaran K.H. Hasyim Asy’ari yaitu dalam peraturan tertulis pondok di wajibkan menjaga perilaku dan tutur kata terhadap sesama santri, ustadz maupun pengasuh, kewajiban menghormati, kewajiban bersikap sopan santun, dan lain sebagainya. Hal ini dinilai sejalan dengan ajaran dalam kitab Adabul ‘Alim Wa al-Muta’allim yang berisi tentang ajaran menunjukkan perkataan dan perbuatan yang baik kepada orang lain.

103 BAB V