• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

12. Penanganan pasca Panen

Pemanenan yang dianjurkan adalah dilakukan apabila sebagian daun sudah menguning dan beberapa butir padi (4-5 butir) pada pangkal mulai hijau tua. Pemanenan dapat dilakukan 110-115 hari, sesuai dengan varietas yang digunakan misalnya bibit Ciherang setelah berumur 110 hari, menggunakan sabit pemotong dan perontokan dilakukan dengan power thresser yan diberi alas berupa terpal.

Dari data yang dikumpulkan terdapat 30 orang (100%), jadi hampir semua menerapkan teknologi PTT sesuai dengan anjuran, hal ini dapat diketegorikan tinggi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Jumlah dan Persentase Petani yang Menggunakan

Penaganan Pasca Panen Sesuai dengan Anjuran

Uraian Skor Harapan Total

1 2

Jumlah

petani/KK - 30

30

Persentase - 100 100

Sumber : Data diolah pada lampiran 1

Tingkat penerapan teknologi PTT terhadap budidaya padi sawah dapat dilihat pada Tabel 28 dapat dilihat jumlah sampel yang menerapkan komponen PTT di daerah penelitian.

Tabel 29. PersentasePetani yang Menerapkan Teknologi Komponen Model PTT terhadap Budidaya Padi Sawah dengan Anjuran di Desa sambirejo Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat

No Teknologi Komponen model PTT

Penerapan Persentase Petani yang menerapkan sesuai Anjuran 1 Pemilihan

Varietas Unggul

- Varietas sesuai dengan kondisi Lingkungan, berdaya hasil dan bernilai tinggi

- Varietas yang digunakan Ciherang, Mengkongga,cibogo 100% 2 Pemilihan Benih Bermutu Dan Sehat

- Penggunaan benih dengan berlebel vigor tinggi dan bersertifikat

- Bibit yang berasal dari gabah dengan densitas tinggi kemudianseleksi benih menggunakan larutan ZA 3:1 atau dengan larutan garam.

66.67%

3 Teknik bibit

muda umur 15-20 HSS

- Mennam bibit muda umur 15 hari setelah seba ( HSS )atau 20 HSS

- Penanaman bibit umur 15 HSS dengan jumlah bibit 1-3 rumpun.

100% 4 Pengolahan

Tanah

- Pengolahan tanah dilakukan dengan traktor atau ternak kemudian memberikan pupuk organic sebanyak 2 ton setelah pembajak ke dua - Pembuatan saluran kemalir

keliling dengan dalam dan lebar 20cm dan genangi selama 5-7 hari

5 Penggunaan Bahan Organik

- Memberikan tambahan hara yang berasal dari bahan kompos

- Penggunaan bahan oirganik dengan disebarkan merata dihamparan sawah 2 minggu sebelum pengolahan tanah. Jerami dibiarkan melapuk selama 1 musim

100%

6 Sistem Tanam

Legowo 4:1

- Menggunakan jarak tanam system lenggowo 4 :1 (20 x 10 cm)x 40 cm (36 rumpun/m2

- Dianjurkan jumlah bibit yang ditanam3 bibit perumpun.Menanam bibit sesuai dengan ukuran garis yang dibuat dengan caplak.

40%

7 Irigasi berselang - Tanam bibit dengan kondisi

macak – macak dan

berangsur diairi 2-5 cm sampai 10 hari , kemudianbiarkan sawah mongering sendiri

- Setelah tanah retak 1 hari, diari lagi setinggi 5 cm, kemudian biarkan sawah mengering sendiri. Ulangi hal diatas sampai stadia berbunga hingga menjelang panen.

56.65%

8 Pemupukan

Spesifik Lokal - Pemupukan p dan K

berdasarkan status hara tanah menggunakan alat PUTS

- Pemberian urea susulan berdasarkan BWD

60%

9 Pupuk Mikro - Menambah 10 kg serbuk

belerang atau 50 kg pupuk ZA/ha sebagai pupuk dasar dalam tanah < 10 ppm, maka pada pH tanah > 6,5 . - Untuk ph 6,0 – 6,5 cukup

diberi 5 kg serbuk belerang

10 PHT sesuai OPT - Pengendalian secara kompatibel dalam suatu kesatuan koordinasi suatu kesatuan.

- Melaksanakan PHT yang langsung dapat dipraktekan dilahan petani.

93.33%

11 Pengendalian Gulma

- Secara manual digunakan Gasrok atau Landak dan dilakukan dengan tanaman umur 15-20 hari, dan jika gulma dekat dengan rumpun padi di cabut dengan tangan

- Dengan bahan kimia

herbisida atau kombinasi

100%

12 Penaganan pasca Panen

- Hitung sejak padi mulai berbunga 30-35 hari dapat dipanen setelah padi berbunga. Setelah 95% mulai menguning dan butir padi ( 4 – 5 butir ) pada pangkal mulai hijau tua

menggunakan sabit bergerigi, menggunakan mesin perontok, usahakan memakai alas dan tirai penutup

- Jemur gabah diatas lantai jemur, lakukan pembalikan setiap 2 jam sekali. Simpan gabah dengan kadar air 14 % untuk komsumsi dan < 13% untuk benih

100%

sumber : Data diolah pada lampiran 1

Tabel 30. Kriteria Penilanan Tingkat Penerapan Teknologi PTT Terhadap Budidaya Padi Sawah Berdasarkan Skor dan Jumlah Sampel yang Menerapkan.

Jumlah Skor Karegori Jumlah Sampel Yang Menerapkan Persentase (%) 12-18 19-24 Rendah Tinggi - 30 - 100 Sumber : Data diolah pada lampiran 1

Pada Tabel 30 dapat dilihat dari 30 sampel terdapat 30 KK yang tingkat adosinya tinggi dan hasil perhitungan diperoleh persentase tingkat penerapan teknologi PTT pada budidaya padi sawah yaitu 100 maka dapat disimpulkan bahwa tingkat penerapan teknologi PTT terhadap budidaya padi sawah yang dianjurkan oleh PPL bekerjasama dengan dinas pertanian terkait adalah tinggi.

Standar untuk menilai tinggi rendahnya tingkat penerapan teknologi PTT didearah penelitian ada 12 komponen yang dianjurkan oleh PPL dan pihak terkaait lainnya. Penilaian tingkat penerapan dilakukan dengan mengukur skor (memberi nilai) pada setiap parameter yang diukur terhadap kegiatan petani padi sawah dengan rentang skor 12-24 yang dimulai dari pemilihan varietas unggul, bibit bermutu dan sehat, bibit muda umur 15-20HSS, pengolahan Tanah, Penggunaan pupuk organik, sistem legowo 4:1, irigasi Bersilang,pemupukan spesifik lokasi,pupuk mikro, PHT sesuai OPT, pengendalian gulma dan penanganan panen.

Dalam mengukur tingkat penerapan komponen model PTT padi sawah digunakan metode skoring. Penilaian skoring tingkat penerapan komponen PTT padi sawah di desa Sambirejo kecamatan Binjai kabupaten Langkat dengan kriteria penilaian sebagai berikut :

a. Menerapkan semua komponen PTT sesuai padi sawah dengan anjuran, skor 2

b. Menerapkan komponen PTT padi sawah tertentu tidak sesuai dengan anjuran, skor 1.

Jumlah skor tingkat adopsi antara lain 12–36 dengan range 8, sehingga dapat dikategorikan sebagai berikut :

12–18 = Tingkat adopsi rendah 21-24 = Tingkat adopsi tinggi

Dengan indikator persentase ketercapaian tingkat adopsi adalah sebagai berikut : 0-50% : Rendah

51-100% : Tinggi

Untuk melihat sejauh mana perbandingan nilai yang diharapkan dan nilai yang diperoleh dalam penerapan komponen teknologi PTT dapat dilihat pada Tabel 31 berikut ini :

Tabel 31. Hasil Perbandingan Nilai Yang Diharapkan Dan Nilai Yang Diperoleh Dalam Penerapan Komponen Teknologi PTT Padi Sawah di Desa Sambirejo Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat

Sumber :Data diolah Pada Lampiran 1

Berdasarkan Tabel 31, dapat diketahui bahwa anjuran penggunaan varietas unggul baru, bibit bermutu dan sehat, pemupukan spesifikasi lokal, bibit muda umur 15-20HSS, penggunaan bahan organik, irigasi bersilang, pupuk mikro, PHT sesuai OPT, pengendalian gulma dan penaganan pasca panen dikatakan tinggi. Sedangkan yang tergolong rendah (40%) adalah anjuran sistem teknik legowo 4:1. Yang tergolong rendah ini disebabkan oleh petani karena sudah merupakan kebiasaan mereka, jika teknik legowo banyak memakan waktu. Akan tetapi, secara keseluruhan dikatakan tinggi dengan persentase ketercapaian sebesar

No Anjuran Penerapan Benih Padi Swasta Skor Harapan Skor Rata-rata Yang Diperoleh Persentase Ketercapaian Keterangan 1 Penggunaan Varietas Unggul 1-2 2 100 Tinggi

2 Bibit bermutu dan Sehat

1-2 1.6 66.67 Tinggi

3 Bibit Muda Umur 15-20 HSS 1-2 2 100 Tinggi 4 Pengolahan Tanah 1-2 2 100 Tinggi 5 Penggunaan Bahan Organik 1-2 2 100 Tinggi 6 Sistem Tanam Legowo 4:1 1-2 1.4 40 Rendah

7 Irigasi Berselang 1-2 1.53 56.65 Tinggi

8 Pemupukan Spesifik Lokal

1-2 1.6 60 Tinggi

9 Pupuk Mikro 1-2 1.8 60 Rendah

10 PHT sesuai OPT 1-2 1.9 93.33 Tinggi

11 Pengendalian Gulma 1-2 2 16.66 Rendah 12 Penanganan Pasca Panen 1-2 2 100 Tinggi Total 12-24 21.83 81.38 Tinggi

81.38%. Dan hipotesis yang menyatakan bahwa tingkat penerapan teknologi komponen PTT pada budidaya padi sawah yang di uji dengan skoring di Desa Sambirejo Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat adalah tinggi dapat diterima.

Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Dengan Tingkat Adopsi Dalam Menerapkan Teknologi Komponen PTT pada Budidaya Padi Sawah

Hubungan karakteristik sosial ekonomi dengan tingkat penerapan pengeloaan tanaman terpadu padi sawah di desa Sambirejo kecamatan Binjai kabupaten Langkat dapat diketahui dengan menggunakan uji korelasi rank spearman (rs). Karakterisrik sosial ekonomi yang diteliti meliputi umur, pendidikan, lamanya berusahatani, frekuensi mengikuti penyuluhan, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan dan produksi. Karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat penerapan model pengelolaan tanaman terpadu padi sawah dapat dilihat pada Tabel berikut.

Hubungan Umur petani dengan dengan Tingkat Adopsi dalam menerapkan Komponen Pengelolaan Tanaman terpadu Pada Budidaya Padi Sawah

Pada penelitian diduga bahwa ada hubungan antara umur yang merupakan salah satu karakteristik sosial ekonomi petani tingkat penerapan komponen model PTT pada budidaya padi sawah. Semakin tinggi umur petani maka semakin rendah tingkat adopsi dengan tingkat penerapan komponen PTT . Petani yang berada dalam usia produktif lebih cenderung mencari inovasi yang baru Yang dapat meningkatkan produktivitas usaha taninya. Dengan asumsi bahwa semakin tinggi Umur petani maka respon petani terhadap teknologi akan semakin berkurang. Namun kenyataannya tidak selalu terjadi demikian.

Tabel 33. Hubungan Umur petani dengan Tingkat Adopsi dalam Menerapkan Komponen Pengelolaan Tanaman Terpadu Pada Budidaya Padi Sawah

Umur Tingkat Adopsi

Petani Umur Correlation Coefficient sig.(2-tailed) N 1000 - 30 0.102 0.590 30 Tingkat Adopsi Petani Correlation Coefficient sig.(2-tailed) N 0.102 0.590 30 1000 - 30 Sumber : Data diolah dari lampiran 7

Berdasarkan data program SPSS 13 for windows, diketahui bahwa koefisien korelasi Rank Spearman adalah sebesar 0.102 atau sebesar 10.2%. Untuk mengetahui apakah hubungan ini signifikan maka kita melihat output signifikansi. Dari hasil diperoleh signifikansi sebesar 0.590. Nilai ini > α 0,05. Dengan kriteria ini dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan Hı tidak diterima.

Dengan demikian hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara umur dengan tingkat adopsi dalam menerapkan komponen PTT pada budidaya padi sawah di daerah penelitian tidak diterima. Hal ini disebabkan baik petani yang memiliki umur muda maupun tua di daerah penelitian masih mau menerapkan komponen teknologi PTT tersebut pada padi sawah dalam meningkatkan kualitas produksi padi sawah sehingga tingkat penerapan komponen PTT tidak mempunyai hubungan terhadap umur petani sampel.

Hubungan Pendidikan petani dengan Tingkat Adopsi dalam menerapkan Komponen Pengelolaan Tanaman terpadu Pada Budidaya Padi Sawah

Pada penelitian ini diduga bahwa lamanya pendidikan yang diterima oleh petani memiliki hubungan dengan tingkat penerapan, dengan asumsi bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka semakin tinggi juga tingkat adopsinya.

Tabel 34. Hubungan Pendidikan petani dengan Tingkat Adopsi dalam Menerapkan Komponen Pengelolaan Tanaman terpadu Pada Budidaya Padi Sawah

Tingkat Pendidikan

Tingkat Adopsi Petani

Tingkat Pendidikan Correlation Coefficient sig.(2-tailed) N 1000 - 30 0.423 0.017 30 Tingkat Adopsi Petani Correlation Coefficient sig.(2-tailed) N 0.423 0.017 30 1000 - 30 Sumber : Data diolah dari lampiran 9

Berdasarkan data program SPSS 13 for windows diketahui bahwa koefisien korelasi Rank Spearman adalah sebesar 0,423 atau sebesar 42.3%. Untuk mengetahui apakah hubungan ini signifikan maka kita melihat output signifikansi. Dari hasil diperoleh signifikansi sebesar 0.017. Nilai ini < α 0,05. Dengan kriteria ini dapat disimpulkan bahwa Hı diterima dan Ho tidak diterima.

Dengan demikian hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara pendidikan dengan tingkat adopsi dalam menerapkan komponen PTT pada budidaya padi sawah di daerah penelitian diterima. Hal ini disebabkan semakin

tinggi pendidikan maka semakin termotivasi untuk menerapkan teknologi baru dan pengambilan keputusan yang tepat.

Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan tingkat adopsi teknologi rendah/lambat pula karena pada umumnya inovasi teknologi baru membutuhkan sumber daya manusia yang mampu mengoperasikannya atau mengadopsikannya, dimana dengan pendidikan dapat mendatangkan perubahan. Hal ini sesuai dengan teori pakar yang mengemukakan bahwa mereka yang berpendidikan tinggi adalah yang relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi, Begitu pula sebaliknya mereka yang berpendidikan rendah, agak sulit melaksanakan adopsi inovasi dengan cepat.

Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan akan menyebabkan tingkat penerapan komponen PTT pada budidaya padi sawah tinggi dan sebaliknya tingkat yang rendah akan menyebabkan tingkat penerapan komponen PTT pada budidaya padi sawah di Desa Sambirejo yang mempunyai pendidikan lebih tinggi sudah termotivasi untuk menerapakan komponen PTT dengan tujuan supaya produksi padi sawah mereka meningkat.

Hubungan Lamanya Berusahatani petani dengan Tingkat Adopsi dalam Menerapkan Komponen Pengelolaan Tanaman Terpadu Pada Budidaya Padi Sawah.

Pada penelitian ini diduga bahwa lamanya berusahatani memiliki hubungan dengan tingkat Adopsi dalam menerapkan komponen PTT pada budidaya padi sawah artinya semakin tinggi pengalaman petani dalam berusahatani padi sawah maka akan semakin tinggi tingkat penerapan komponen PTT pada budidaya padi sawah yang dilakukan petani tersebut.

Tabel 35. Hubungan Lamanya Berusahatani petani dengan Tingkat Adopsi dalam Menerapkan Komponen Pengelolaan Tanaman terpadu Pada Budidaya Padi Sawah

Lamanya Berusahatani Tingkat Adopsi Petani Lamanya Berusahatani Correlation Coefficient Sig.(2-tailed) N 1000 - 30 -0.156 0.410 30 Tingkat Adopsi Petani Correlation Coefficient Sig.(2-tailed) N -0.156 0.410 30 1000 - 30 Sumber : Data diolah dari lampiran 11

Berdasarkan data program SPSS for 13 windows, diketahui bahwa koefisien korelasi Rank Spearman adalah sebesar 0,156 atau sebesar 15.6%. Untuk mengetahui apakah hubungan ini signifikan maka kita melihat output signifikansi. Dari hasil diperoleh signifikansi sebesar 0.410. Nilai ini > α 0,05. Dengan kriteria ini dapat disimpulkan bahwa Hı tidak diterima dan Ho diterima.

Dengan demikian hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara lamanya berusahatani dengan tingkat adopsi dalam menerapkan komponen PTT pada budidaya padi sawah di daerah penelitian tidak diterima. Hal ini disebabkan baik petani yang memiliki pengalaman yang lama maupun tidak di daerah penelitian masih mau menerapkan komponen teknologi PTT tersebut pada padi sawah sehingga tingkat adopsi komponen PTT mempunyai hubungan yang negatif terhadap lamanya berusahatani petani sampel. Hal ini sesuai dengan teori pakar lamanya berusahatani untuk setiap orang berbeda beda, oleh karena itu lamanya berusahatani dapat dijadikan bahan pertimbangan agar tidak melakukan kesalahan yang sama sehingga dapat melakukan hal hal yang baik untuk waktu berikutnya (Hasyim, 2006).

Hal ini dapat juga dilihat di desa Sambirejo, dimana petani sudah mempunyai pengalaman bertani padi sawah yang lama dan turun temurun dari nenek moyang mereka. Akan tetapi setelah adanya terobosan teknologi baru yang dianjurkan, petani mulai termotivasi untuk menerapkan teknologi supaya produksi padi mereka meningkat tanpa meninggalkan cara budidaya yang telah lama melakukan usahatani padi sawah merasa bahwa apa yang telah dilaksanakan selama ini belum cukup baik dan masih perlu perubahan dalam upaya meningkatkan produksi budidaya padi sawah.

Hubungan Jumlah Tanggungan Keluarga Petani dengan Tingkat Adopsi dalam Menerapkan Komponen Pengelolaan Tanaman terpadu Pada Budidaya Padi Sawah

Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara jumlah tanggungan dengan tingkat adopsi dalam menerapkan komponen PTT pada budidaya padi sawah di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 36 berikut ini :

Tabel 36. Hubungan Jumlah Tanggungan Keluarga Petani dengan Tingkat Adopsi dalam Menerapkan Komponen Pengelolaan Tanaman Terpadu Pada Budidaya Padi Sawah

Jumlah Tanggungan Keluarga Tingkat Adopsi Petani Jumlah Tanggungan keluarga Correlation Coefficient Sig.(2-tailed) N 1000 - 30 0.268 0.153 30 Tingkat Adopsi Petani Correlation Coefficient Sig.(2-tailed) N 0.268 0.153 30 1000 - 30

Berdasarkan data program SPSS 13 for windows, diketahui bahwa koefisien korelasi Rank Spearman adalah sebesar 0,268 atau sebesar 26.8%. Untuk mengetahui apakah hubungan ini signifikan maka kita melihat output signifikansi. Dari hasil diperoleh signifikansi sebesar 0.153. Nilai ini > α 0,05. Dengan kriteria ini dapat disimpulkan bahwa Hı tidak diterima dan Ho diterima.

Dengan demikian hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara jumlah tanggungan dengan tingkat adopsi komponen PTT pada budidaya padi sawah di daerah penelitian tidak diterima . Karena di daerah penelitian terlihat bahwasannya jumlah tanggungan yang dimiliki petani tidak mempengaruhi petani dalam tingkat penerapan komponen PTT pada budidaya padi sawah , dimana semakin sedikit atau banyaknya jumlah tanggungan yang dimiliki petani belum tentu lebih cepat menerapkan komponen PTT.

Hubungan Luas Lahan Petani dengan Tingkat Adopsi dalam Menerapkan Komponen Pengelolaan Tanaman terpadu Pada Budidaya Padi Sawah

Semakin luas lahan yang diusahakan oleh petani maka harapan untuk memperoleh. Produksi usaha tani padi sawah akan semakin tinggi. Luas lahan yang diusahakan petani sample didaerah penelitian rata-rata 0.56 Ha adalah dengan rentangan 0.16-1.32 Ha. Untuk mengetahui hubungan antara luas lahan dengan tingkat adopsi petani dalam menerapkan komponen pengelolaan tanaman terpadu pada budidaya padi sawah di daerah penelitian sebagai berikut :

Tabel 37. Hubungan Luas Lahan Petani dengan Tingkat Adopsi dalam Menerapkan Komponen Pengelolaan Tanaman Terpadu Pada Budidaya Padi Sawah.

Luas Lahan Tingkat Adopsi

Petani Luas Lahan Correlation

Coefficient Sig.(2-tailed) N 1000 - 30 0.460 0.011 30 Tingkat Adopsi Petani Correlation Coefficient Sig.(2-tailed) N 0.460 0.011 30 1000 - 30 Sumber : Data diolah dari lampiran 15

Berdasarkan data program SPSS 13 for windows, diketahui bahwa koefisien korelasi Rank Spearman adalah sebesar 0.460 atau sebesar 46%. Untuk mengetahui apakah hubungan ini signifikan maka kita melihat output signifikansi. Dari hasil diperoleh signifikansi sebesar 0.011. Nilai ini < α 0,05. Dengan kriteria ini dapat disimpulkan bahwa Hı diterima dan Ho tidak diterima.

Dengan demikian hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara luas lahan dengan tingkat adopsi dalam menerapkan komponen PTT pada budidaya padi sawah di daerah penelitian dapat diterima sehingga tingkat adopsi dalam menerapkan komponen PTT pada budidaya padi sawah mempunyai hubungan terhadap luas lahan petani sampel. Hal ini disebabkan baik petani yang memiliki luas lahan yang sempit maupun luas di daerah penelitian masih mau menerapkan komponen teknologi PTT tersebut pada padi sawah dalam meningkatkan kualitas produksi padi sawah.

Hubungan Produksi Petani dengan Tingkat Adopsi dalam Menerapkan Komponen Pengelolaan Tanaman Terpadu Pada Budidaya Padi Sawah

Dalam mencapai peningkatan produksi teknologi memang diperlukan dan para petani perlu mengadopsi teknologi baru. Petani harus berubah dari penggunaan teknologi lama ke penggunaan teknologi baru yang lebih maju. Untuk mengetahui hubungan antara produksi dengan tingkat adopsi petani dalam menerapkanan komponen model pengelolaan tanaman terpadu pada budidaya padi sawah di daerah penelitian sebagai berikut :

Tabel 38. Hubungan produksi Petani dengan Tingkat Adopsi Komponen Model Pengelolaan Tanaman Terpadu Pada Budidaya Padi Sawah.

Produksi Tingkat Adopsi

Petani Produksi Correlation Coefficient Sig.(2-tailed) N 1000 - 30 0.497 0.005 30 Tingkat Adopsi Petani Correlation Coefficient Sig.(2-tailed) N 0.497 0.005 30 1000 - 30 Sumber : Data diolah dari lampiran 17

Berdasarkan data program SPSS 13 for windows , diketahui bahwa koefisien korelasi Rank Spearman adalah sebesar 0,497 atau sebesar 49.7%. Untuk mengetahui apakah hubungan ini signifikan maka kita melihat output signifikansi. Dari hasil diperoleh signifikansi sebesar 0.005. Nilai ini < α 0,05. Dengan kriteria ini dapat disimpulkan bahwa Hı diterima dan Ho tidak diterima.

Dengan demikian hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara produksi dengan tingkat adopsi dalam menerapkan komponen PTT pada budidaya padi sawah di daerah penelitian diterima sehingga tingkat adopsi dalam

menerapkan komponen model PTT pada budidaya padi sawah mempunyai hubungan terhadap produksi petani sampel.

Hal ini sesuai dengan pakar (firdaus, 2008) yang mengatakan bahwa untuk meningkatkan produksi beras dalam rangka pencapaian swasembada pangan, diperlukan upaya terobosan rekayasa teknologi yang dapat diterapkan dalam waktu segera. Salah satunya adalah peningkatan produksi melalui teknologi model Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT).

Masalah Yang Dihadapi Petani Di Desa Sambirejo

Masalah adalah suatu kendala atau persoalan yang dipecahkan, dengan kata lain masalah merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan suatu yang diharapkan dengan baik agar tercapai tujuan dengan hasil yang maksimal.

Dari hasil penelitian dan survey kelapangan bahwa masalah yang dihadapi petani di desa Sambirejo yaitu

1. Kurangnya tenaga kerja yang baik untuk system tanam legowo 4:1, karena menanam legowo 4:1 harus terampil, serta kebutuhan benih meningkat dari pada sistem tanam yang biasa digunakan mereka,

kebutuhan benih pada sistem legowo 4:1 dengan jarak tanam (20x10 cm) x 40 cm yaitu biasa mencapai 10-15 kg, sedangkan sistem

tanam yang kebiasaan petani yaitu hanya 10 kg benih. Kemudian upah tanam meningkat jika menggunakan sistem legowo 4:1. Serta banyak waktu, sedangakan system yang biasa digunakan hanya sedikit waktu. 2. Alat pengolaan lahan (hand traktor) yang kurang sehingga mereka harus

3. Banyaknya hama tikus dan penyakit blast (kresek) yang menyerang tanaman padi sawah sehingga menyebabkan tanaman padi rusak.

Upaya upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi dalam penerapan komponen teknologi PTT

Upaya upaya dalam memecahkan masalah merupakan alternative atau langkah langkah yang ditempuh untuk mencari jalan keluar agar dapat mengatasi atau memecahkan persoalan yang ada. Berdasarkan masalah yang ada pada petani, upaya upaya yang dilakukan yaitu :

1. Memberikan arahan dan melatih tenaga kerja baru yang terampil atau pada petani itu sendiri. Penyuluh memberikan pelatihan tentang cara tanam legowo 4:1, sehingga mereka dapat menanam legowo 4:1.

2. Harus menunggu selesainya pengolahan lahan disuatu blok, disamping menunngu mereka membersihkan lahan terdahulu, dan menunggu bantuan dari dinas pertanian.

3. Penangkapan tikus dapat dikendalikan dengan alat tangkap tikus , dengan cara dibuat parit agar bagian bawah pagar selalu bergenang air, sehingga tikus tidak dapat melubang pagar atau menggali lubang di bawah pagar , alat perangkap ini perlu diperiksa setiap hari supaya tikus yang terperangkap tidak mati. Cara lain menanam tanaman padi varietas unggul yang tahan terhadap gangguan hama serta menanam sistem legowo. Sedangkan upaya untuk menaggulangi penyakit blast yaitu dengan koroni bakteri yang dibuat dari rebusan kentang yaitu untuk 1 liter air dibutuhkan kentang 1kg 1/2 , kemudian kentang direbus

setelah itu masukan gula 15-20 gram, dan setelah matang disaring kemudian di fermentasikan selama 14-15 hari. Jika dia berbau wangi maka koroni bakteri berhasil/ telah jadi, namun jika berbau racun maka koroni bakteri tersebut tidak jadi. Cara pemakaiannya disemprotkan bagian yang terserang penyakit blast.

Dokumen terkait