• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanaman Padi Sawah

Tumbuhan padi (Oryza sativa L) termasuk golongan tumbuhan Gramineae, yang mana ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Tumbuhan padi bersifat merumpun, artinya tanaman tanamannya anak beranak. Bibit yang hanya sebatang saja ditanamkan dalam waktu yang sangat dekat, dimana terdapat 20-30 atau lebih anakan/tunas tunas baru (Siregar, 1981).

Padi merupakan bahan makanan pokok sehari hari pada kebanyakan penduduk di negara Indonesia. Padi dikenal sebagai sumber karbohidrat terutama pada bagian endosperma, bagian lain daripada padi umumnya dikenal dengan bahan baku industri, antara lain : minyak dari bagian kulit luar beras (katul), sekam sebagai bahan bakar atau bahan pembuat kertas dan pupuk. Padi memiliki nilai tersendiri bagi orang yang biasa makan nasi dan tidak dapat digantikan oleh

bahan makanan yang lain, oleh sebab itu padi disebut juga makanan energi (AAK, 1990).

Padi adalah komoditas utama yang berperan sebagai pemenuh kebutuhan pokok karbohidrat bagi penduduk. Komoditas padi memiliki peranan pokok sebagai pemenuhan kebutuhan pangan utama yang setiap tahunnya meningkat sebagai akibat pertambahan jumlah penduduk yang besar, serta berkembangnya industri pangan dan pakan (Yusuf, 2010).

Kalau umur padi mulai dari benih sampai panen mencapai empat bulan petani harus menunggu sambil merawat tanamannya sedemikian rupa sesuai dengan anjuran teknologi yang direkomendasikan, atau sesuai dengan teknologi

yang mampu diserap atau mampu diterapkan petani. Setiap tanam tergantung varietasnya mempunyai kemampuan genetik tanaman yang diusahakan dalam penerapan teknologi yang mampu diterapkan mulai dari pengelolahan sampai panen. Disamping itu, perlu juga diperhatikan dan diperhitungkan akibat yang ditimbulkan oleh cuaca, ketersediaan air dan lainnya. Karena faktor tersebut akan berdampak pada teknologi yang diterapkan dan sudah pasti berpengaruh terhadap hasil yang akan diterima (Daniel, 2002).

Teknologi PTT ( Pengolahan tanaman Terpadu )

Untuk meningkatkan produksi beras dalam rangka pencapaian swasembada pangan, diperlukan upaya terobosan rekayasa teknologi, sosial, ekonomi dan kelembagaan yang dapat diterapkan dalam waktu segera. Salah satunya adalah peningkatan produktivitas melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Beberapa komponen teknologi budidaya padi sawah dengan pendekatan PTT adalah:

1. Varietas unggul baru 2. Bibit bermutu dan Sehat

3. Bibit muda umur 15-20 hari setelah sebar 4. Pengolahan Tanah

5. Penggunaaan bahan organik

6. Pengelolaan Tanaman sistem legowo 4:1 7. Irigasi berselang

8. Pemupukan Spesifik Lokal 9. Pupuk Mikro

10.PHT sesuai OPT 11.Pengendalian Gulma

12.Penanganan panen dan Pasca panen (Yusuf, 2010).

Pengelolaan tanaman terpadu adalah pendekatan dalam budidaya tanaman dan berperan penting dalam meningkatkan produksi padi dalam beberapa tahun terakhir. Keberhasilan program P2BN (Peningkatan Produksi Beras Nasional) yang diimplementasikan sejak tahun 2007 tentu tidak dapat dipisahkan dari pengembangan PTT padi sawah. Untuk mempertahankan swasembada beras yang telah berhasil diraih kembali pada tahun 2008, inovasi teknologi ini terus dikembangkan oleh Departemen Pertanian (Firdaus, 2008).

Penyuluhan Pertanian

Dalam hal penyuluhan pertanian, kita lihat bermula dari usaha mengajak dan membimbing para petani untuk melaksanakan cara cara modern dalam bercocok tanam. Melalui penyuluhan pertanian diusahakan agar para petani memahami, tertarik dan menerapkan cara cara baru dalam bertani. Sedangkan penyuluh sanitasi sebagai contoh yang lain, bermaksud agar mayarakat menjadi prinsip prinsip sanitasi sebagian dari perilaku hidup mereka sehari hari. Begitu juga dengan penyuluhan penyuluhan yang lainnya (Nasution, 1990).

Pengajaran dibidang penyuluhan merupakan suatu proses yang dirancang untuk membantu petani di dalam mengembangkan dirinya agar dapat atau mampu mencapai tujuan yang di inginkannya. Dengan demikian hal ini yang sangat penting pada waktu menyelenggarakan kegiatan penyuluhan adalah menumbuh

semua belajar yang menyenangkan dan menumbuhkan pengalaman yang baru, berupa keterampilan yang baru, pengetahuan baru serta sikap positif yang perlu untuk mereka guna memecahkan masalah yang dihadapi di lapangan maupun di rumah tangganya (Suhardiyono, 1992).

Dapat kita lihat bersama bahwa penyuluh jelas tidak dapat memecahkan masalah semua yang dihadapi petani. Pengetahuan dan wawasan yang memadai hanya digunakan untuk memecahkan sebagian dari masalah yang dikemukakan. Ini pun jika agen penyuluhan sendiri memiliki pengetahuan serta wawasan yang dibutuhkan atau bersama sama dengan petani mengupayakan. Fungsi sosial lain, seperti penelitian ilmiah dapat membantu memecahkan persoalan sosial, misalnya

dengan mengembangkan metode untuk meningkatkan hasil panen (Van dan Hawkins, 1999).

Peran penyuluh hanya dibatasi pada kewajibannya untuk menyampaikan inovasi dan mempengaruhi petani melalui metoda dan teknik tertentu sampai mereka itu dengan kesadaran dan kemampuannya sendiri mengadopsi inovasi yang disampaikan, selain itu penyuluh juga mampu menjadi jembatan penghubung antara pemerintah atau lembaga penyuluhan yang diwakilinya dengan masyarakatnya baik dalam hal menyampaikan inovasi atau kebijakan kebijakan yang harus diterima dan dilaksanakan oleh masyarakat sasaran maupun untuk menyampaikan umpan balik atau tanggapan masyarakat kepada pemerintah atau lembaga penyuluhan yang bersangkutan (Mardikanto, 2009).

Tingkat Penerapan Padi Sawah Terhadap Komponen Model PTT

Proses adopsi merupakan perubahan kelakuan yang terjadi dalam diri petani malalui penyuluhan biasanya berjalan lambat. Hal ini disebabkan karena dalam penyuluhan hal hal yang disampaikan sebelum dapat diterima dan di adopsi, memerlukan keyakinan dalam diri petani bahwa hal hal baru ini akan berguna. Bila dalam diri petani telah timbul keyakinan akan manfaat dari teknologi baru sehingga petani mau melaksanakannya (Suhardiyono, 1992).

Menurut Junaidi (2007), adopsi inovasi mengandung pengertian yang kompleks dan dinamis. Hal ini disebabkan karena proses adopsi inovasi sebenarnya adalah menyangkut proses pengambilan keputusan, dimana dalam proses ini banyak faktor yang mempengaruhinya. Adopsi inovasi merupakan proses berdasarkan dimensi waktu. Dalam penyuluhan pertanian, banyak kenyataan petani biasanya tidak menerima begitu saja, tetapi untuk sampai tahapan mereka mau menerima ide ide tersebut diperlukan waktu yang relatif lama.

Perubahan perilaku yang diusahakan melalui penyuluhan pertanian pada diri petani pada umumnya berjalan dengan lambat, hal ini disebabkan tingkat pengetahuan yang rendah dan penyuluhan hal hal yang disampaikan hanya akan diterima dan dipraktekan (diterapkan, diadopsi) setelah para petani mendapat gambaran nyata atau keyakinan bahwa hal hal baru yang diterima penyuluhan akan berguna, memberikan keuntungan, peningkatan hasil bila dipraktekan atau tidak menimbulkan kerugian terhadap apa yang sedang dilakukan. Petani yang mengikuti penyuluhan harus mendapat keyakinan terlebih dahulu akan manfaat dari teknologi atau hal hal yang baru. Selanjutnya mereka selain akan aktif

mengikuti penyuluhan penyuluhan berikutnya juga mangajak petani sesama lainnya, sehingga adopsi (penerapan) teknologi atau hal hal baru akan meluas dan berkembang (Kartasapoetra, 1993).

Tingkat adopsi dipengaruhi oleh petani tentang ciri ciri inovasi dan perubahan yang di kehendaki oleh inovasi di dalam pengelolaan pertanian dari keluarga petani. Inovasi biasanya diadopsi dengan cepat karena :

- Memilki keuntungan relatif tinggi bagi petani.

- Kompatibilitas/ keselarasan dengan nilai, pengalaman dan kebutuhan - Tidak rumit

- Dapat dicoba - Dapat diamati

Inovasi adalah suatu gagasan yang melukiskan objek yang dianggap sebagai

sesuatu yang baru, tetapi tidak selalu merupakan hasil dari penelitian mutakhir (Van dan Hawkins, 1999).

Menurut Van dan Hawkins (1999), mereka yang cepat menerapkan inovasi dapat dicirikan sebagai berikut:

a. Banyak melakukan kontak dengan penyuluh dan orang lain di luar kelompok sosialnya dan berpartisipasi aktif dalam organisasi.

c. Memanfaatkan secara intensif informasi dari media massa terutama yang menyangkut informasi dari para ahli.

d. Memiliki pendapatan dan taraf hidup yang relatif tinggi.

e. Memiliki sikap yang positif terhadap perubahan dan memiliki aspirasi yang tinggi bagi dirinya sendiri.

Teori

Kegiatan penyuluhan merupakan salah satu cara untuk mengkomunikasikan berbagai informasi dan teknologi baru kepada masyarakat dalam segala bidang, khususnya bidang pertanian. Penyuluhan pertanian merupakan ujung tombak dalam pembangunan pertanian, karena melalui kegiatan penyuluhan, segala informasi dan penemuan baru disampaikan kepada petani. Bukan hanya sekedar menyampaikan, seorang penyuluh juga harus mampu mengubah cara berfikir, cara kerja dan cara hidup petani yang sifatnya tertutup menjadi lebih terbuka dan akhirnya mau mengadopsi untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari (Soekartawi, 1994).

Dalam rangka usaha peningkatan produksi padi pemerintah selalu berupaya mendapatkan jenis jenis padi yang mempunyai sifat baik. Jenis padi yang mempunyai sifat sifat baik adalah varietas unggul. Caranya dengan mengawinkan silang antara jenis padi yang mempunyai sifat baik dengan jenis padi yang bagus pula, hal ini akan memberikan produksi tinggi, umur tanaman

pendek, dan tahan terhadap hama penyakit tanaman serta mutu beras baik ( Sugeng, 1989)

Adopsi dalam proses penyuluhan (pertanian), pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku baik yang berupa: pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun ketrampilan (psychomotoric) pada diri seseorang setelah menerima “inovasi” yang disampaikan penyuluh oleh masyarakat sasarannya. Penerimaan disini mengandung arti tidak sekedar “tahu”, tetapi sampai benar-benar dapat melaksanakan atau menerapkannya dengan benar serta menghayatinya dalam kehidupan dan usahataninya. Penerimaan inovasi

tersebut, biasanya dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung oleh orang lain, sebagai cerminan dari adanya perubahan: sikap, pengetahuan, dan atau keterampilannya (Mardikanto, 1993).

Petani, di dalam menanggapi suatu ide/informasi yang baru berbeda beda, menurut karakteristik sosial ekonomi dari petani itu sendiri, dan perbedaan yang terjadi kadang sangat beragam (Gerungan, 1996).

Karakteristik petani meliputi tingkat pendidikan, umur, kosmopolitanan dan tingkat kemampuan ekonominya. Dengan karaktiristik sosial ekonomi yang berbeda beda akan membedakan respon petani terhadap ragam metode penyuluhan, baik berupa respon poitif maupun negatife ( Winarni, 2001).

Selain keragamannya, karakteristik masing-masing kelompok penerima manfaat (petani) juga perlu mendapat perhatian dalam kegiatan penyuluhan pertanian. Hal ini penting kaitannya dengan pemilihan dan penetapan: materi, metoda, waktu, tempat, dan perlengkapan penyuluhan yang diperlukan. Beberapa karakteristik penerima manfaat yang perlu dicermati adalah:

1. Karakteristik pribadi, yang mancakup: jenis kelamin, umur, suku/etnis, agama. 2. Status sosial ekonomi, yang meliputi: tingkat pendidikan, tingkat pendapatan,

dan keterlibatannya dalam kelompok/organisasi kemasyarakatan.

3. Prilaku keinovatifan sebagaimana yang dikelompokkan oleh Rogers (1971) (Dalam bukunya Totok Mardikanto, 2009) yang terdiri dari: perintis (inovator), pelopor (early adopter), penganut dini (early majority), penganut lambat (late majority), dan kelompok yang tidak bersedia berubah (laggards). 4. Moral ekonomi yang dibedakan dalam moral subsistensi dan moral

(Mardikanto, 2009).

Berdasarkan pada penelitian (Ritonga, 2008:41-53), hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani, ada yang berhubungan nyata dan ada yang berhubungan tidak nyata terhadap tingkat adopsi petani terhadap suatu inovasi. Berikut ini merupakan kesimpulan dari hasil penelitiannya:

- Ada hubungan yang tidak nyata antara umur petani,Lamanya berusahatani, luas lahan dan jumlah tanggungan dengan tingkat adopsi suatu inovasi.

- Ada hubungan yang nyata antara tingkat pendidikan dengan tingkat adopsi petani terhadap suatu inovasi.

karakteristik sosial ekonomi petani yang dapat mempengaruhi dalam penerapan pengelolaan tanaman terpadu padi sawah di Desa Sambirejo, kecamatan Binjai kabupaten Langkat yang diteliti yaitu umur, tingkat pendidikan,lamanya berusahatani, jumlah tanggungan, frekuensi mengikuti penyuluhan, luas lahan, serta produksi.

1. Umur Petani

Semakin muda umur petani, maka akan semakin semangat untuk mengetahui hal baru, sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk cepat melakukan adopsi walaupun sebenarnya mereka belum berpengalaman soal adopsi tersebut (Lubis, 2000).

Umur petani adalah salah satu faktor yang berkaitan erat dengan kemampuan kerja dalam melaksanakan kegiatan usahatani. Umur dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam melihat aktivitas seorang dalam bekerja dimana dengan kondisi umur yang masih produktif maka

kemungkinan besar seorang dapat bekerja dengan baik dan maksimal (Hasyim, 2006).

2. Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan sarana belajar, dimana selanjutnya akan menanamkan pengertian sikap yang menguntungkan menuju pembangunan praktek pertanian yang lebih modern. Mereka yang berpendidikan tinggi adalah yang relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi, Begitu pula sebaliknya mereka yang berpendidikan rendah, agak sulit melaksanakan adopsi inovasi dengan cepat (Lubis, 2000).

Tingkat pendidikan formal yang dimiliki petani akan menunjukan tingkat pengetahuan serta wawasan yang luas untuk petani menerapkan apa yang diperolehnya untuk peningkatan usahataninya (Hasyim, 2006). 3. Lamanya berusahatani

Lamanya berusahatani untuk setiap orang berbeda beda, oleh karena itu lamanya berusahatani dapat dijadikan bahan pertimbangan agar tidak melakukan kesalahan yang sama sehingga dapat melakukan hal hal yang baik untuk waktu berikutnya (Hasyim, 2006).

4. Jumlah Tanggungan Keluarga

Maksud dari jumlah tanggungan disini adalah berapa banyak beban tanggungan petani dalam satuan jiwa (Lubis, 2000).

Jumlah tanggungan keluarga adalah salah satu faktor ekonomi yang perlu diperhatikan dalam menentukan pendapatan petani dalam memnuhi kebutuhannya (Hasyim, 2006).

5. Luas Lahan

Petani yang mempunyai luas lahan yang lebih luas akan lebih mudah menerapkan inovasi dibanding daripada petani yang berlahan sempit. Hal ini dikarenakan keefektifan dan efisiensi dalam penggunaan sarana produksi (Soekartawi, 1994).

Petani yang mempunyai lahan yang luas akan lebih mudah menerapkan anjuran penyuluhan demikian pula halnya dengan penerapan adopsi inovasi dari pada yang memiliki lahan sempit, hal ini dikarenakan keefisienan dalam penggunaan sarana produksi (Kesuma, 2006).

6. Produksi

Produksi adalah kemampuan luas lahan menghasilkan produksi padi sawah dengan kata lain jumlah produksi padi sawah yang dihasilkan dibagi dengan luas lahan dihasilkan dengan satuan ton (Hasyim, 2006).

Dalam mencapai peningkatan produksi teknologi memang diperlukan dan para petani perlu mengadopsi teknologi baru. Petani harus berubah dari penggunaan teknologi lama ke penggunaan teknologi baru yang lebih maju. Perubahan mengatakan ala biasa karena biasa, ini betul tetapi apakah petani itu cukup hanya mengetahui saja tanpa sekaligus mengerti dan menghayati segala apa yang dilakukannya (Slamet, 2003).

Pada dasarnya, proses adopsi pasti melalui tahap–tahapan sebelum masyarakat mau menerima, menerapkan dengan keyakinanya sendiri, meskipun selang waktu antar tahapan satu dengan yang lainya itu tidak selalu sama. Tahap-tahap proses adopsi sebagai berikut :

a. Penaruh Minat yaitu tumbunya mianat yang sering kali ditandai oleh keinginanya untuk bertanya atau untuk mengetahui lebih banyak/jauh tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan inovasi yang ditawarkan oleh penyuluh.

b. Penilaian (Evaluation) yaitu penilaian terhadap baik / buruk atau manfaat inovasi yang telah diketahui informasinya secara lebih lengkap. Pada penilaian ini, masyarakat sasaranya tidak hanya melakukan penilaian terhadap aspek teknisnya saja tetapi juga aspek ekonomi, maupun aspek aspek sosial budayanya.

c. Mencoba (trial) mencoba dalam skala kecil untuk lebih meyakinkan penilaiannya, sebelum menerapkan untuk skala yang lebih luas lagi.

d. Adopsi (adoption) yaitu menerima atau menerapkan dengan penuh keyakinannya berdasarkan penilaian dan uji coba yang telah dilakukan/diamatinya sendiri

(Mardikanto, 2009) .

Evaluasi merupakan kegiatan yang saling terkait dan merupakan aspek penting dalam manajemen pengelolaan produksi terutama untuk mengontrol sasaran dari program yang direncanakan. Evaluasi yang dimaksud dalam penelitian adalah melakukan pengamatan kepada petani apakah seluruh komponen PTT yang diterapkan petani sepenuhnya. Dengan demikian, kegiatan ini merupakan proses untuk memperbaiki dan memyempurnakan efektifitas yang sedang berrjalan. Evaluasi juga dimaksud untuk membantu dan pengambilan keputusan (Suryana, 2003).

Evaluasi merupakan metoda untuk mengkaji keberhasilan suatu aktivitas tertentu, dengan tujuan memperbaiki atau meningkatkan lagi hasil hasil yang telah dicapai sebelumnya. Setelah melaksanakan langsung dilapangan rencana kerja yang tadinya tertulis di atas kertas, adalah perlu untuk mengevaluasinya dan melaporkan perkembangan yang terjadi ( Nasution, 1990).

Evaluasi sebagai suatu proses pengambilan keputusan melalui kegiatan yang membanding bandingkan hasil pengamatan suatu objek atau evaluasi sebagai kegiatan sistematis yang dimaksudkan untuk melakukan pengukuran dan penilaian terhadap suatu objek berdasarkan pedoman yang meliputi pengamatan untuk pengumpulan data atau fakta, pengukuran atau membandingkan hasil pengamatan serta pengambilan keputusan atau nilai (Mardikanto, 2009)

Kerangka Pemikiran

Penyuluhan pertanian dilaksanakan untuk menambah wawasan para petani dalam usahanya memperoleh hasil hasil yang dapat memenuhi keinginan mereka. Jadi penyuluhan pertanian tujuannya adalah perubahan, keterampilan dan pengetahuan sehingga mereka dapat memperbaiki cara bercocok tanamnya.

Pengelolaan tanaman terpadu merupakan suatu usaha untuk meningkatkan hasil padi dan efisiensi masukan produksi dengan memperhatikan penggunaan sumber daya alam secara bijak. komponen teknologi yang dapat di terapkan dalam pengembangan model pengelolaan tanaman terpadu diantaranya yaitu: varietas unggul, bibit bermutu dan sehat, bibit umur 15-20 HSS, pengolahan tanah, penggunaan pupuk organik, sistem tanam legowo 4:1, irigasi bersilang,

pemupukan spesifik lokasi, pupuk mikro, PHT sesuai OPT, pengendalian gulma serta penanganan pasca panen.

Tingkat penerapan pengelolaan tanaman terpadu padi sawah berbeda beda, hal ini karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi, salah satunya yaitu karekteristik sosial ekonomi diantaranya yaitu umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, lamanya berusahatani, luas lahan, produksi sehingga perlu diteliti bagaimana hubungan antara karekteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat penerapan pengelolaan tanaman terpadu padi sawah. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini:

Gambar 1. Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi Dengan Tingkat Adopsi Dalam Menerapkan Teknoligi PTT

Karakteristik sosial ekonomi pendidikan Luas lahan Jumlah Tanggungan Keluarga Produksi Tingkat Adopsi Teknologi PTT umur Lama berusahatani

Untuk mengetahui bagaimana perkembangan sistem pengelolaan tanaman terpadu ini maka perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi yang dimaksud dalam penelitian adalah melihat apakah tingkat keberhasilan penerapan komponen teknologi PTT tinggi atau rendah serta melakukan pengamatan kepada petani apakah seluruh komponen PTT yang diterapkan petani sepenuhnya. Dengan demikian, kegiatan ini merupakan proses untuk memperbaiki dan memyempurnakan efektifitas yang sedang berjalan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian secara ilmiah. Berdasarkan penjelasan, maka dapat dilihat dalam skema kerangka pemikiran.

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran Evaluasi Penerapan Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) pada Budidaya Padi Sawah

Ket. Gambar :

: Menyatakan Hubungan : menyatakan Keterkaitan

Penyuluhan Pertanian

Petani Padi Sawah

Evaluasi Tingkat Keberhasilan Penerapan Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu(PTT) Karakteristik Sosial Petani : 1. Umur Petani 2. Tingkat Pendidikan 3. Pengalaman Bertani 4. Jumlah Tanggungan 5. Frekuensi Mengikuti Penyuluhan 6. Luas Lahan 7. Produksi 8. Produktivitas Masalah Dan Upaya - upaya Tinggi Rendah 12 Komponen Teknologi PTT : 1.Varietas Unggul

2.Bibit bermutu dan sehat

3.bibit muda umur 15-20HSS

4.Pengelolaan Tanaman

5.Penggunaan bahan organik

6.Sistem tanam legowo 4:1 7.Irigasi bersilang 8.Pupuk Mikro 9.pemupukan Spesifik lokal 10.PHT sesuai OPT 11.pengendalian gulma 12.penaganan pasca panen

Dokumen terkait