• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pencahayaan Alami

Terdapat 2 pandangan utama terkait definisi dan ruang lingkup pencahayaan alami yaitu oleh Ander (1995) di dalam buku Daylighting Performance and Design dan Krishan (2001) di dalam buku Climate Responsive Architecture : A Design Handbook for Energy Efficient Building. Kajian terhadap definisi pencahayaan alami ini penting untuk merumuskan ruang lingkup pencahayaan alami pada penelitian ini.

Menurut Ander (1995), pencahayaan alami adalah salah satu metode pasif pemanfaatan sinar matahari untuk pencahayaan bangunan terutama pada saat siang hari. Makna fisik dari cahaya alami adalah radiasi dalam rentang panjang gelombang antara 0.4 – 0.7 micron. Sedangkan menurut Krishan (2001), pencahayaan alami merupakan teknologi dinamis yang mempertimbangkan beban panas, kesilauan, variasi dari ketersediaan cahaya dan penetrasi cahaya matahari kedalam bangunan. Alasan pemanfaatan cahaya siang hari adalah “Luminous Efficacy” yaitu kegunaan cahaya visibel dalam hubungan dengan total energi dari radiasi dan ketersediaannya tidak terbatas. Sehingga pencahayaan alami memiliki manfaat yaitu dapat mengurangi konsumsi energi bangunan secara menyeluruh termasuk mengurangi penggunaan energi untuk beban pendinginan akibat panas yang ditimbulkan pencahyaan buatan.

Pada penelitian ini, definisi pencahayaan alami lebih mengarah kepada Ander terkait dengan tujuan penelitian yang diharapkan. Pencahayaan alami menurut Ander lebih menekankan kepada fungsi cahaya alami untuk memenuhi kebutuhan aktivitas, sedangkan menurut Krishan lebih menekankan kepada fungsi cahaya alami untuk mengurangi konsumsi energi pada bangunan dan meminimalkan beban panas yang diterima. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh desain bangunan terhadap pemenuhan pencahayaan alami di dalam ruangan untuk beraktivitas dan tidak sampai menganalisa terkait

10

beban panas yang masuk ke dalam ruangan akibat cahaya alami yang masuk serta tidak sampai menganalisa terkait upaya meminimalkan konsumsi energi untuk pencahayaan buatan maupun pendinginan buatan. Hal ini dikarenakan rumah Adat Balai Padang yang dikaji tidak menggunakan pencahayaan buatan berupa lampu dan pendinginan buatan berupa kipas atau AC di dalam ruangan.

Meskipun definisi pencahayaan alami menurut Krishan lebih detail, tetapi tidak sesuai dengan tujuan penelitian yang hanya mengkaji kuantitas dan distribusi pencahayaan alami tanpa menganalisa beban panas dan upaya meminimalkan konsumsi energi. Sehingga definisi pencahayaan alami menurut Ander lebih sesuai untuk konteks penelitian ini dibandingkan definisi menurut Krishan. Ruang lingkup pencahayaan alami menurut Ander diperjelas dengan tujuan pencahayaan alami, sumber dan kondisi langit pencahayaan alami, strategi pencahayaan alami pada bangunan disesuaikan dengan kondisi pada rumah Adat Balai Padang serta kajian terkait pemenuhan terhadap kenutuhan pencahayaan alami sesuai aktivitas pada tiap ruang.

2.1.1 Tujuan Pencahayaan Alami

Menurut Lechner (2009), pencahayaan alami memiliki 2 tujuan, yaitu secara kuantitatif dan kualitatif.

a. Kuantitatif

Tujuan pencahayaan alami secara kuantitatif adalah untuk mengumpulkan cahaya yang cukup untuk mendukung performa visual dan untuk meminimalkan penggunaan pencahayaan buatan sesuai dengan kebutuhan aktivitas tertentu. Tujuan secara kuantitatif dapat ditinjau melalui nilai iluminasi dan nilai daylight factor sesuai dengan standar yang ada beserta distribusi atau keseragamannya.

b. Kualitatif

Tujuan pencahayaan alami secara kualitatif adalah untuk : 1. Meminimalkan kesilauan

Silau merupakan kondisi dimana terdapat kontras kecerlangan yang berlebihan pada area pandang. Kontras yang berlebihan antara latar depan

11

dan latar belakang dapat mengurangi visibilitas terutama dalam melihat detail obyek di dalam ruangan.

2. Meminimalkan refleksi terselubung

Refleksi terselubung merupakan suatu kondisi ketika cahaya mengenai permukaan bidang kerja pada sudut cermin, kemudian cahaya dipantulkan kembali dari bidang kerja ke mata. Akibat kondisi ini terjadi pengurangan kontras antara bidang kerja dan sekelilingnya yang menyebabkan kemampuan melihat jadi berkurang (Evans, 1981).

3. Menghindari rasio kecerlangan yang berlebihan

Pada bukaan samping seperti jendela memiliki kelemahan yaitu sering terjadi rasio kecerlangan yang berlebih pada area yang dekat dengan jendela dan semakin menurun sesuai dengan jarak yang semakin menjauh dari jendela. Hal ini harus dihindari agar pencahayaan alami dapat tersebar merata kedalam ruangan.

4. Mendistribusikan cahaya kedalam ruangan secara menyeluruh

Tujuan pencahayaan alami adalah untuk mencegah rasio kualitas terang cahaya berlebihan pada bidang kerja dan mendistribusikan cahaya alami secara merata di dalam ruangan.

Kinerja pencahayaan alami pada penelitian ini yang ingin ditinjau difokuskan pada tujuan pencahayaan alami secara kuantitatif yang nantinya ditinjau berdasarkan nilai iluminasi, daylight factor beserta distribusi dan keseragamannya pada ruangan rumah Adat Balai Padang yang terdapat aktivitas terkait dengan standar. Alasan pemilihan kinerja pencahayaan alami secara kuantitatif adalah untuk mengidentifikasi apakah bukaan pada rumah Balai dapat mengakomodasi kebutuhan pencahayaan sesuai aktivitas penghuni pada masa kini yang lebih banyak beraktivitas di dalam ruangan dari pagi hingga sore hari dibandingkan dengan aktivitas penghuni masa lalu yang banyak beraktivitas di luar ruangan dari pagi hingga sore hari.

2.1.2 Sumber Pencahayaan Alami

Pencahayaan alami yang akan digunakan pada rumah Balai sangat dipengaruhi oleh ketersediaan cahaya alami sebagai sumbernya. Sumber Cahaya

12

Alami yang utama berasal dari sinar matahari. Ketika mencapai bumi, cahaya matahari ini dapat dibedakan menjadi 3 (Egan dan Olgyay, 2002), yaitu :

Cahaya alami (Daylight)

Merupakan cahaya yang terdisfus melalui awan atau langit yang berawan sehingga memiliki tingkat kecerlangan yang rendah.

Cahaya matahari (Sunlight)

Merupakan pancaran cahaya matahari langsung melalui langit cerah atau berawan sehingga memiliki tingkat kecerlangan yang kuat.

Cahaya Pantul (Reflected light)

Merupakan cahaya yang berasal dari pantulan cahaya melalui permukaan alami atau buatan manusia. Keberadaan bangunan atau objek lain diluar ruangan turut meningkatkan pencahayaan, cahaya yang dipantulkan dari tanah akan meningkat saat posisi matahari tinggi (Lam, 1986).

2.1.3 Kondisi Langit

Kondisi langit yang menggambarkan tingkat iluminasi sebagai sumber cahaya yang masuk ke dalam bangunan dibagi menjadi 3 (Ander. 1995), yaitu :

 Clear Sky

Clear sky adalah kondisi dimana kubah langit tidak lebih dari 30% yang terhalang awan dengan kondisi langit paling terang dibandingkan yang lainnya dengan cahaya lebih terang di horizon daripada di zenith. Memiliki tingkat cahaya alami yang tinggi karena mayoritas cahaya langit berupa sunlight (cahaya matahari langsung) dengan nilai 5000-12000 footcandle (Evans, 1981). Pada literatur lain di iklim tropis sesuai dengan konteks lokasi penelitian ini, Kondisi clear sky dapat mencapai 100 klux atau 100.000 lux (Mangunwijaya, 1980). Hal ini terjadi pada musim panas dengan sumber cahaya direct sunlight yang dapat menimbulkan glare yang mengganggu kenyamanan visual (McMullan, 2007).

 Cloudy Sky

Kondisi langit paling redup dengan 30-80% langit tertutup awan. Variasi luminasi suatu area dapat berubah dengan cepat karena pergerakan awan.

13

 Overcast Sky

Overcast sky adalah kondisi langit dimana hampir keseluruhan kubah langit tertutupi oleh awan (Evans, 1981). Overcast sky secara umum mengalami perubahan yang paling lambat daripada tipe lainnya. Overcast Sky merupakan kondisi langit pada umumnya, bersifat seragam dengan cahaya lebih kuat tiga kali lebih terang di zenith (titik di angkasa yang berada langsung di atas kepala pengamat) daripada horizon. Tingkat iluminasi 2000-5000 footcandle dan bervariasi tergantung dari tingkat kepadatan awan dan ketinggian matahari (Lam, 1986). Kuat pencahayaan yang dihasilkan oleh kondisi langit overcast dapat mencapai 5000-20.000 lux, rendah namun kuantitasnya sepuluh kali lebih besar dari jumlah lux yang dibutuhkan dalam ruangan (Lechner, 2009). Bangunan pada penelitian ini berada pada daerah beriklim tropis lembab yang secara umum memiliki kondisi langit overcast hampir berawan sepanjang tahun dengan cloud cover bervariasi antara 60-90% dengan nilai iluminasi langit mencapai 10.000 lux (Mangunwijaya, 1980).

2.2 Pencahayaan Alami pada Iklim Tropis