• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.3 Standar Kinerja Pencahayaan Alami

2.3.1 Standar Iluminasi

1995). Letak obstruksi tergantung dari posisi bukaan, jarak obstruksi dari bukaan dan ketinggian obstruksi. Kondisi tersebut dapat berubah sesuai kondisi di lapangan, namun letak obstruksi yang baik harus memperhatikan sudut 45o secara horizontal dan sudut 25o secara vertikal (Littlefair, 2001).

Gambar 2.7. Sudut minimum vertikal untuk obstruksi (Littlefair, 2001)

Gambar 2.8. Sudut minimum horizontal untuk obstruksi (Littlefair, 2001)

2.3 Standar Kinerja Pencahayaan Alami

Tujuan pencahayaan alami secara kuantitatif adalah untuk mengumpulkan cahaya yang cukup untuk mendukung performa visual dan untuk meminimalkan penggunaan pencahayaan buatan sesuai kebutuhan aktivitas diukur berdasarkan nilai iluminasi atau DF (Daylight Factors). Proses pengukuran yang dilakukan harus memperhatikan titik ukur yaitu TUU dan TUS serta nilai iluminasi dan DF yang didapatkan harus memperhatikan distribusi cahaya alami dalam ruangan.

2.3.1 Standar Iluminasi

Menurut Szokolay (2004) di dalam buku Introduction to Architectural Acience, Iluminasi adalah tingkat intensitas cahaya baik yang berasal dari cahaya alami (matahari) maupun cahaya buatan (lampu). Iluminasi memiliki satuan internasional berupa candela (cd) atau lux (lx). Terdapat kategori standar iluminasi yang disesuaikan dengan fungsi ruang atau bangunan menurut IESNA (Iluminating Enginering Society of Nort America) seperti pada gambar 2.15.

25

Gambar 2.9. Standar iluminasi berdasarkan IESNA (Egan dan Olgyay, 2002)

Dalam prakteknya, iluminasi yang disarankan tidak hanya ditentukan oleh pertimbangan diatas, tetapi juga faktor keadaan sosial ekonomi. Kepadatan penduduk dan penghasilan pengguna, tersedianya sumber daya dan prioritas negara yang ditentukan menurut hukum menyebabkan iluminasi yang disarankan di masing-masing negara dapat bervariasi (Szokolay, 1980). Sedangkan di Indonesia, standart pencahayaan alami untuk bangunan rumah tinggal di Indonesia ditetapkan melalui SNI 03-6197-2000 seperti pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Kebutuhan pencahayaan bangunan rumah tinggal

Sumber : SNI 03-6197-2000

JENIS RUANG Tingkat Pencahayaan (LUX)

Ruang tamu 120 – 150 Ruang kerja 120 – 250 Ruang makan 120 – 250 Ruang tidur 120 – 250 Dapur 250 Kamar mandi 250

26

Selanjutnya, jenis ruang dan standar iluminasi disesuaikan dengan ruang-ruang yang ada pada subyek penelitian.

2.3.2 Standar DF (Daylight Factor)

Metode penghitungan kuantitas pencahayaan alami menurut Szokolay (2004) ditetapkan dengan besaran (flux, illuminance), dan kuantitas relatif dengan nilai DF (Daylight Factor). Daylight factor (DF) adalah rasio dari interior horizontal ke eksterior horizontal iluminan dibawah kondisi langit overcast, tidak terdapat penghalang pada langit dan tetap konstan (Moore, 1993). Terdapat beberapa metode dalam perhitungan DF yaitu dengan tanpa menggunakan alat ukur dan menggunakan alat ukur.

a. Perhitungan dengan Alat Ukur

Metode ini digunakan apabila tingkat iluminasi di dalam ruangan dan tingkat iluminasi di luar ruangan dari kubah langit diketahui salah satunya dengan menggunakan alat ukur.

Rumus untuk mencari DF (Szokolay, 2004), yaitu :

DF = Ei x 100 % (2.1)

Eo dengan :

Ei = iluminasi pada indoor Eo = iluminasi pada outdoor b. Perhitungan tanpa Alat

Berikut adalah metode perhitungan DF rata-rata tanpa menggunakan alat ukur yang dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu SC, IRC dan ERC (Szokolay, 2004), dengan rumus :

DF = SC + ERC + IRC (2.2)

dengan :

SC = Sky Component

ERC = Eksternal Reflected Component IRC = Internal Reflected Component

27

Gambar 2.10. Komponen Daylight Factor (DF) (Egan dan Olgyay, 2002)

 SC.

Sky Component (SC) adalah jumlah cahaya langsung dari kubah langit yang masuk ke bidang kerja. Besarnya komponen ini tergantung pada : - Luas bagian permukaan dimana langit dapat terlihat dari titik ukur. - Keadaan distribusi luminasi langit.

- Posisi area (jauh tidaknya dari horizon) SC dapat didapatkan melalui rumus :

SC = 1 tan -1 W - D sin-1 W (2.3) 2n D D2 + H2 R

Dengan :

W : lebar lubang cahaya H : tinggi lubang cahaya

D : jarak horizontal titik ukur terhadap lubang cahaya R : jarak titik ukur terhadap titik pusat lubang cahaya

 IRC

Internal Reflected Component (IRC) adalah cahaya yang memantul melalui permukaan interior, berasal dari refleksi permukaan dalam ruangan, dari cahaya yang masuk ke dalam ruangan akibat refleksi benda di luar ruangan maupun dari cahaya langit. Nilai reflektansi permukaan

28

yang paling berpengaruh adalah dari permukaan plafond ke dinding belakang ke dinding samping dan terakhir lantai ruangan (Ander, 1995). IRC = Taw (CPfw + 0.05Pcw) (2.4)

A(1-Pav) dengan :

T : transmisi cahaya dari kaca jendela Aw : luas jendela

A : luas ruangan

Pfw : reflektansi rata-rata permukaan ruangan bagian atas bidang horizontal pada tengah-tengah jendela

Pcw : reflektansi rata-rata permukaan ruangan bagian bawah Bidang horisontal pada tengah-tengah jendela

C : perbandingan tingkat pencahayaan di luar jendela Bagian atas terhadap bagian bawah bidang horizontal pada tengah jendela 0.05 : nilai perbandingan iluminansi jendela bagian bawah terhadap

hasil refleksi tanah (10%) dan factor konfigurasi tanah ke jendela

 ERC

External Reflected component (ERC) adalah cahaya yang memantul dari objek diluar ruangan, berasal dari refleksi benda-benda yang berada di sekitar bangunan yang bersangkutan. Apabila tidak ada penghalang, maka nilai ERCnya menjadi 0.

ERC = 0.5 x S x p% (2.5)

dengan :

S : SC pada bagian yang terhalang P : reflektansi permukaan terhalang 0.5 : faktor bentuk penghalang vertikal

Terdapat beberapa standart DF (Daylight Factor) yang dikemukakan oleh penulis dalam buku yang berbeda-beda tetapi memiliki nilai yang tidak terlalu jauh sebagai syarat suatu ruangan dalam mencapai tujuan kuantitas pencahayaan alami. Standar DF yang ada sesuai dengan pembagian ruang berdasarkan aktivitas tertentu. Pada penelitian ini, hanya diambil standar pada ruang-ruang tertentu

29

yang menjadi aktivitas utama penghuni rumah Balai yaitu ruang tamu atau keluarga, ruang tidur dan dapur sebagai berikut :

Tabel 2.2. Standar DF rumah tinggal menurut Szokolay

JENIS RUANG DF

Ruang tamu / keluarga 1 %

Ruang tidur 0.5 %

Dapur 2 %

Sumber : Szokolay, 1980

Tabel 2.3. Standar DF rumah tinggal menurut Evans

JENIS RUANG DF min Luas ruangan minimum menerima DF

Ruang tamu / keluarga 1 % 8m2, detengah dari kedalaman ruang Ruang tidur 0.5 % 6m2, detengah dari kedalaman ruang

Dapur 2 % 5m2, detengah dari luas ruang

Sumber : Evans, 1981

Tabel 2.4. Standar DF rumah tinggal menurut Littlefair

JENIS RUANG DF

Ruang tamu / keluarga 1.5 %

Ruang tidur 1 %

Dapur 2 %

Sumber : Littlefair, 2001

Tabel 2.5. Standar DF rumah tinggal menurut Baker

JENIS RUANG DF

Ruang tamu / keluarga 0.5 – 1.5 %

Ruang tidur 0.25 – 1 %

Dapur 1 – 1.5 %

Sumber : Baker, 2001

Berdasarkan tabel yang berisi standar DF pada ruang-ruang tempat tinggal diatas, standar yang digunakan pada penelitian ini adalah standar DF menurut Littlefair (2001). Alasan menggunakan standar yang dikemukakan Littlefair karena memiliki nilai standart yang tinggi. Terkait dengan fungsi rumah Adat Balai Padang sebagai rumah tinggal yang ditempati oleh sedikit orang dan sebagai

30

tempat upacara adat yang ditempati oleh banyak orang, maka perlu standart yang lebih tinggi agar dapat mewadahi aktivitas jika terdapat banyak orang.