• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia memiliki 250 Keraton yang tersebar di berbagai daerah,

namun saat ini hanya tersisa 45 Keraton yang masih aktif, salah satunya

adalah Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang terletak di Daerah Istimewa

Yogyakarta (Kedaulatan Rakyat, 2015). Daerah Istimewa Yogyakarta atau

DIY dikenal sebagai Ibu Kota Seni-Budaya karena merupakan salah satu

propinsi yang sampai sekarang masih kental akan budaya tradisionalnya

dengan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai pusat budaya

(Kedaulatan Rakyat, 2015). Istilah Keraton berasal dari kata “ka-ratu-an” yang berarti tempat tinggal ratu/raja dan seluruh lingkungan baik struktur

maupun bangunannya merupakan salah satu pandangan hidup Jawa yaitu

Sangkan Paraning Dumadi yang berarti dari mana asalnya manusia dan kemana akhirnya manusia setelah mati (Heryanto, 2006). Fungsi Keraton

Ngayogyakarta Hadiningrat adalah sebagai tempat tinggal raja dan

keluarganya, sebagai pusat pemerintahan dan kebudayaan serta

pengembangannya, dan sebagai tempat kegiatan-kegiatan yang berkaitan

dengan kepentingan masyarakat (Heryanto, 2006).

Pada awalnya Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat mulai dibangun

sejak Sultan Hamengku Buwana I meninggal yaitu 13 Februari 1755. Beliau

2

luas Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sekitar 4000m² dan dikelilingi

beberapa bangunan seperti Tugu, Taman Sari, dan lainnya (Sabdacarakatama,

2008). Perkembangan dan kemajuan Keraton tidak lepas dari peran para abdi

dalem. “Abdi dalem adalah orang yang mengabdikan dirinya di Keraton dan ikut melestarikan budaya Keraton”, ujar Kepala Tepas Keprajuritan yakni Kanjeng Kusumonegoro (diwawancarai pada 21-10-2015 pukul 11.57 WIB).

Senada dengan Kanjeng Kusumonegoro, A (2015) merupakan salah satu

prajurit muda yang diwawancarai oleh peneliti pada 01-10-2015 pukul 21.00

WIB berkata, “abdi dalem itu adalah sosok aparatur yang mengurusi atau mengabdikan diri sesuai potensi yang dimiliki untuk Keraton”. Tahun 2014 tercatat di Dinas Kebudayaan bahwa jumlah abdi dalem secara menyeluruh

sebanyak 2000-3000an.

Dari beribu-ribu abdi dalem yang ada di Keraton Ngayogyakarta

Hadiningrat, diketahui ada beberapa abdi dalem yang masih muda sekitar

umur 18-22 tahun. Kanjeng Kusumonegoro (2015) menyatakan bahwa

kebanyakan anak muda memang mendaftar menjadi abdi dalem sebagai

prajurit. Hal ini juga selaras dengan pendapat A (2015) bahwa menurutnya

selama bergabung di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menjadi prajurit, ia

paling banyak menemui abdi dalem yang menurutnya masih muda di

Keprajuritan.

Dalam buku Santrock (2014), informan dalam penelitian ini berusia

18-22 tahun dan usia tersebut masuk dalam kategori remaja akhir. Santrock

3

dengan keterampilan dalam membuat keputusan. Dalam membuat keputusan,

kebanyakan remaja tidak benar-benar memikirkan dampak baik maupun

buruk untuk dirinya yang sedang mencari identitas. Tidak jarang pula mereka

membuat keputusan yang membawa dampak buruk bagi dirinya. Contohnya

beberapa remaja memilih untuk menggunakan obat-obatan terlarang,

mencuri, berkelahi, hamil sebelum menikah, bunuh diri, dan beberapa

mengalami gangguan makan karena ingin memiliki tubuh yang ideal.

Sarwono (2009) mendefinisikan masa remaja akhir adalah masa transisi dari

remaja masuk ke dewasa dan masa ini merupakan masa kesukaran yang biasa

membuat remaja bingung dalam pilihannya bahkan tak jarang yang sampai

berurusan dengan polisi.

Perubahan perilaku masyarakat yang lebih modern juga banyak

membuat remaja menerapkan gaya hidup hedonis yaitu gaya hidup

bersenang-senang dan berfoya-foya serta mencari kemewahan. Mantan Ketua

Umum PP Muhammadiyah, Buya Syafii Maarif menilai sikap hedonis atau

mencari kesenangan pribadi yang berkembang di era global saat ini dapat

menjadi faktor perusak generasi bangsa (Kedaulatan Rakyat, 2013). Hal ini

berarti semakin tinggi kontrol diri seorang remaja, maka semakin rendah gaya

hidup hedonisnya dan begitu sebaliknya.

Penelitian tersebut senada dengan pendapat Kanjeng Kusumonegoro

(2015) bahwa anak muda biasanya hanya mencari kesenangan semata.

Namun Kanjeng Kusumonegoro (2015) juga menyatakan bahwa anak muda

4

caranya sendiri. A (2015) juga menyatakan hal yang serupa bahwa anak muda

pada umumnya memang kurang dalam melestarikan budaya lokal, namun

untuk wilayah Yogyakarta sekarang semangat menjunjung budayanya sudah

mulai terbangun. Ratusan anak muda melakukan flashmob di Jogja City Mall

11 Januari 2015 dengan menggunakan jarik batik dengan tujuan

meningkatkan pengetahuan masyarakat akan budaya (Kedaulatan Rakyat,

2015). Selain itu, tahun 2013 mahasiswa kelompok 15 KKN UPN Veteran

juga mengadakan gelar budaya seperti pentas seni tari tradisional, seni

karawitan, dan pertunjukkan jathilan di Desa Sumberarum, Kecamatan

Moyudan, Sleman pada 22 Juni 2014 dengan harapan agar masyarakat dapat

melestarikan warisan leluhur (Kedaulatan Rakyat, 2014). SMK Tamansiswa

Nanggulan juga mengadakan gelar budaya pada tahun 2013 dengan peserta

yaitu anak SD, SMP, dan SMK yang mementaskan tari tradisional, kuda

lumping, gejog lesung, dan jamu gendong dengan tujuan agar pengetahuan

masyarakat mengenai seni budaya semakin luas (Kedaulatan Rakyat, 2013).

Hal ini menjadi menarik untuk diteliti karena dari uraian berita-berita di

atas terdapat dua kelompok remaja saat ini yaitu remaja yang hedonis karena

semakin modern perilaku masyarakatnya dan remaja yang masih mau

melestarikan budaya lokal meskipun masyarakat semakin modern. Prajurit

Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dapat dimasukkan dalam kelompok

remaja yang masih mau melestarikan budaya karena mereka masih ingin

5

sebagai suatu keunikan dari prajurit muda yang berbeda dari remaja hedonis

lainnya.

Penjelasan di atas menjadi alasan peneliti untuk melakukan penelitian

dengan informan seorang prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Dahulu abdi dalem prajurit merupakan salah satu abdi dalem Punakawan,

namun saat ini prajurit sudah memiliki Tepas Keprajuritan sendiri yang sudah

mendapat persetujuan dari Sultan HB IX tanggal 2 Maret 1971 (Suwito,

2009). Hal ini semakin menarik diteliti karena minat anak muda tentang

budaya masih ada, terbukti dari pernyataan Kanjeng Kusumonegara (2015)

bahwa terlihat jelas sejak tahun 2009 sampai sekarang pendaftar yang masih

muda pasti ada setiap tahunnya di Tepas Keprajuritan Keraton Yogyakarta. A

(2015) juga menyatakan hal yang serupa bahwa minat anak muda paling

banyak di keprajuritan khususnya di Kasultanan Yogyakarta. Apabila

dibandingkan dengan prajurit keraton lainnya, prajurit Keraton

Ngayogyakarta sampai detik ini masih sangat aktif dan sering keluar untuk

melaksanakan kirab-kirab budaya bahkan semakin banyak yang mendaftar.

Selain itu, dilihat dari jumlah bregada yang tersedia di Kasultanan

Yogyakarta lebih banyak dibanding Pakualaman.

Hasil wawancara kepada Kanjeng Kusumo dan A menjadi alasan

peneliti memilih pengambilan subyek atau informan di Keraton Yogyakarta

karena bregada prajurit yang tersedia lebih banyak dan pendaftar dari

kalangan muda juga semakin meningkat dibanding dengan keraton atau

6

Keputusan seseorang terutama anak muda untuk menjadi Prajurit

Keraton Ngayogyakarta tidak lepas dari motivasi-motivasi yang ia miliki.

Motivasi itu sendiri tidak memiliki batas dan merupakan faktor pendorong

yang penting dalam perilaku manusia (Lubis, 2008). Asal motivasi terdapat

dalam diri individu yang tidak dapat diamati secara langsung tetapi dapat

diinterpretasikan dalam tingkah lakunya (Uno, 2008). Definisi motivasi

menurut Lubis (2008) adalah pendorong seseorang untuk berbuat sesuatu

yang dapat memberi pengaruh dalam menambah semangat maupun tidak

sesuai dengan apa yang diperintah otak. Pendapat Uno (2008) juga serupa

mengenai motivasi yaitu dorongan dasar yang menggerakkan seseorang

bertingkah laku. Motivasi merupakan suatu tenaga atau faktor yang

menimbulkan, mengarahkan, dan mengorganisasi suatu tingkah laku manusia

agar tujuannya tercapai. Berdasarkan beberapa definisi tersebut, peneliti

menyimpulkan bahwa motivasi adalah suatu tenaga pendorong manusia yang

mengarahkan pada tujuan tertentu yang ingin dicapai.

Penelitian ini berfokus pada motivasi seorang prajurit yang termasuk ke

dalam golongan pekerja di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Victor H.

Vroom yang merupakan salah satu tokoh teori motivasi kerja yang

mengemukakan tentang harapan atau ekspektansi sebagai proses terciptanya

motivasi kerja. Ia mengembangkan teori motivasi dengan tiga asumsi dasar

yaitu expectancy, instrumentally, dan valence (Vroom, 1964). Teori tersebut

dipilih karena lebih cocok dengan penelitian ini yang akan mengungkap

7

harapannya, instrumennya atau sarana yang membuatnya semakin

termotivasi, dan hasil apa yang akan diperoleh.

Dari beberapa penelitian sebelumnya mengenai motivasi ataupun faktor

motivasi, ditemukan belum ada yang meneliti tentang motivasi menjadi

Prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat diusia yang masih muda.

Penelitian sebelumnya yang berbicara tentang motivasi seorang abdi dalem

menggunakan informan yang sudah berumur atau dewasa. Hal tersebut

terbukti dalam penelitian Sulistyowati (2007) dari informan sebanyak 30

orang yang diteliti, ia mendapatkan hasil bahwa pengupahan, ngalap berkah,

dan mencari gelar bukanlah motivasi untuk menjadi abdi dalem Keraton

Ngayogyakarta Hadiningrat. Ia juga menyarankan untuk peneliti selanjutnya

mencari informan dengan usia yang masih muda sebagai regenerasi abdi

dalem.

Selain itu, Matulessy (2011) juga melakukan penelitian dengan

informan 5 abdi dalem laki-laki berusia 40 tahun lebih dan sudah bekerja

selama minimal 15 tahun yang mendapatkan hasil bahwa motivasi-motivasi

menjadi abdi dalem yaitu cita-cita, tertarik karena cinta dan kagum pada

Sultan, patuh, dan bangga serta berharap mendapatkan berkah. Sedangkan

penelitian yang dilakukan Subarjo (2011) dengan informan abdi dalem yang

berusia minimal 40 tahun mendapatkan hasil bahwa abdi dalem yang akan

melakukan prosesi ritual labuhan di Gunung Merapi harus mempunyai niat

8

Berdasarkan tiga penelitian di atas, peneliti mendapat bukti bahwa

penelitian yang melibatkan abdi dalem muda masih sedikit, bahkan untuk

penelitian mengenai prajurit muda belum ada. Hal tersebut membuat peneliti

menjadi tertarik untuk melakukan penelitian ini dengan memilih informan

prajurit muda yang tergolong dalam remaja akhir di Tepas Keprajuritan

Yogyakarta.

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif

dengan pendekatan content analysis yang difokuskan pada analisis isi

konvensional karena berangkat dari hal-hal spesifik atau fakta-fakta yang

tersedia secara khusus untuk diabstraksikan atau digeneralisasikan agar lebih

bersifat umum.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan

masalah : Bagaimana seorang remaja usia 18-22 tahun dapat termotivasi untuk

menjadi prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui proses munculnya

motivasi seorang remaja (18-22 tahun) untuk menjadi prajurit Keraton

9

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah untuk menyajikan

fakta-fakta dan memperkaya kepustakaan ilmu psikologi, khususnya

untuk Psikologi Perkembangan, Psikologi Budaya, dan Psikologi

Industri Organisasi.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh orang muda untuk

menambah wawasan dan memberi informasi bahwa masih banyak

orang muda yang bersedia melestarikan budaya tradisional atau

budaya Jawa dan tidak hanyut dalam kehidupan jaman kini yang

serba modern. Selain itu, hasil penelitian juga dapat memotivasi

orang muda untuk ikut menjaga dan melestarikan budaya Jawa

khususnya di Yogyakarta agar ciri khas kota Yogyakarta sebagai

kota yang kental akan budaya tidak hilang.

b.Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh Dinas Kebudayaan Kota

Yogyakarta sebagai iklan yang mengajak masyarakat Yogyakarta

khususnya orang muda untuk tetap melestarikan kebudayaan di

jaman yang serba modern ini.

c.Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh Tepas Keprajuritan

Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai tambahan

10

d.Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh penulis untuk

memperoleh deskripsi tentang motivasi seseorang untuk menjadi

prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat di usia remaja akhir

11

Dokumen terkait