• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Remaja Akhir

remaja masuk ke dewasa dan masa ini merupakan masa kesukaran yang biasa

membuat remaja bingung dalam pilihannya bahkan tak jarang yang sampai

berurusan dengan polisi.

Perubahan perilaku masyarakat yang lebih modern juga banyak

membuat remaja menerapkan gaya hidup hedonis yaitu gaya hidup

bersenang-senang dan berfoya-foya serta mencari kemewahan. Mantan Ketua

Umum PP Muhammadiyah, Buya Syafii Maarif menilai sikap hedonis atau

mencari kesenangan pribadi yang berkembang di era global saat ini dapat

menjadi faktor perusak generasi bangsa (Kedaulatan Rakyat, 2013). Hal ini

berarti semakin tinggi kontrol diri seorang remaja, maka semakin rendah gaya

hidup hedonisnya dan begitu sebaliknya.

Penelitian tersebut senada dengan pendapat Kanjeng Kusumonegoro

(2015) bahwa anak muda biasanya hanya mencari kesenangan semata.

Namun Kanjeng Kusumonegoro (2015) juga menyatakan bahwa anak muda

4

caranya sendiri. A (2015) juga menyatakan hal yang serupa bahwa anak muda

pada umumnya memang kurang dalam melestarikan budaya lokal, namun

untuk wilayah Yogyakarta sekarang semangat menjunjung budayanya sudah

mulai terbangun. Ratusan anak muda melakukan flashmob di Jogja City Mall

11 Januari 2015 dengan menggunakan jarik batik dengan tujuan

meningkatkan pengetahuan masyarakat akan budaya (Kedaulatan Rakyat,

2015). Selain itu, tahun 2013 mahasiswa kelompok 15 KKN UPN Veteran

juga mengadakan gelar budaya seperti pentas seni tari tradisional, seni

karawitan, dan pertunjukkan jathilan di Desa Sumberarum, Kecamatan

Moyudan, Sleman pada 22 Juni 2014 dengan harapan agar masyarakat dapat

melestarikan warisan leluhur (Kedaulatan Rakyat, 2014). SMK Tamansiswa

Nanggulan juga mengadakan gelar budaya pada tahun 2013 dengan peserta

yaitu anak SD, SMP, dan SMK yang mementaskan tari tradisional, kuda

lumping, gejog lesung, dan jamu gendong dengan tujuan agar pengetahuan

masyarakat mengenai seni budaya semakin luas (Kedaulatan Rakyat, 2013).

Hal ini menjadi menarik untuk diteliti karena dari uraian berita-berita di

atas terdapat dua kelompok remaja saat ini yaitu remaja yang hedonis karena

semakin modern perilaku masyarakatnya dan remaja yang masih mau

melestarikan budaya lokal meskipun masyarakat semakin modern. Prajurit

Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dapat dimasukkan dalam kelompok

remaja yang masih mau melestarikan budaya karena mereka masih ingin

5

sebagai suatu keunikan dari prajurit muda yang berbeda dari remaja hedonis

lainnya.

Penjelasan di atas menjadi alasan peneliti untuk melakukan penelitian

dengan informan seorang prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Dahulu abdi dalem prajurit merupakan salah satu abdi dalem Punakawan,

namun saat ini prajurit sudah memiliki Tepas Keprajuritan sendiri yang sudah

mendapat persetujuan dari Sultan HB IX tanggal 2 Maret 1971 (Suwito,

2009). Hal ini semakin menarik diteliti karena minat anak muda tentang

budaya masih ada, terbukti dari pernyataan Kanjeng Kusumonegara (2015)

bahwa terlihat jelas sejak tahun 2009 sampai sekarang pendaftar yang masih

muda pasti ada setiap tahunnya di Tepas Keprajuritan Keraton Yogyakarta. A

(2015) juga menyatakan hal yang serupa bahwa minat anak muda paling

banyak di keprajuritan khususnya di Kasultanan Yogyakarta. Apabila

dibandingkan dengan prajurit keraton lainnya, prajurit Keraton

Ngayogyakarta sampai detik ini masih sangat aktif dan sering keluar untuk

melaksanakan kirab-kirab budaya bahkan semakin banyak yang mendaftar.

Selain itu, dilihat dari jumlah bregada yang tersedia di Kasultanan

Yogyakarta lebih banyak dibanding Pakualaman.

Hasil wawancara kepada Kanjeng Kusumo dan A menjadi alasan

peneliti memilih pengambilan subyek atau informan di Keraton Yogyakarta

karena bregada prajurit yang tersedia lebih banyak dan pendaftar dari

kalangan muda juga semakin meningkat dibanding dengan keraton atau

6

Keputusan seseorang terutama anak muda untuk menjadi Prajurit

Keraton Ngayogyakarta tidak lepas dari motivasi-motivasi yang ia miliki.

Motivasi itu sendiri tidak memiliki batas dan merupakan faktor pendorong

yang penting dalam perilaku manusia (Lubis, 2008). Asal motivasi terdapat

dalam diri individu yang tidak dapat diamati secara langsung tetapi dapat

diinterpretasikan dalam tingkah lakunya (Uno, 2008). Definisi motivasi

menurut Lubis (2008) adalah pendorong seseorang untuk berbuat sesuatu

yang dapat memberi pengaruh dalam menambah semangat maupun tidak

sesuai dengan apa yang diperintah otak. Pendapat Uno (2008) juga serupa

mengenai motivasi yaitu dorongan dasar yang menggerakkan seseorang

bertingkah laku. Motivasi merupakan suatu tenaga atau faktor yang

menimbulkan, mengarahkan, dan mengorganisasi suatu tingkah laku manusia

agar tujuannya tercapai. Berdasarkan beberapa definisi tersebut, peneliti

menyimpulkan bahwa motivasi adalah suatu tenaga pendorong manusia yang

mengarahkan pada tujuan tertentu yang ingin dicapai.

Penelitian ini berfokus pada motivasi seorang prajurit yang termasuk ke

dalam golongan pekerja di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Victor H.

Vroom yang merupakan salah satu tokoh teori motivasi kerja yang

mengemukakan tentang harapan atau ekspektansi sebagai proses terciptanya

motivasi kerja. Ia mengembangkan teori motivasi dengan tiga asumsi dasar

yaitu expectancy, instrumentally, dan valence (Vroom, 1964). Teori tersebut

dipilih karena lebih cocok dengan penelitian ini yang akan mengungkap

7

harapannya, instrumennya atau sarana yang membuatnya semakin

termotivasi, dan hasil apa yang akan diperoleh.

Dari beberapa penelitian sebelumnya mengenai motivasi ataupun faktor

motivasi, ditemukan belum ada yang meneliti tentang motivasi menjadi

Prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat diusia yang masih muda.

Penelitian sebelumnya yang berbicara tentang motivasi seorang abdi dalem

menggunakan informan yang sudah berumur atau dewasa. Hal tersebut

terbukti dalam penelitian Sulistyowati (2007) dari informan sebanyak 30

orang yang diteliti, ia mendapatkan hasil bahwa pengupahan, ngalap berkah,

dan mencari gelar bukanlah motivasi untuk menjadi abdi dalem Keraton

Ngayogyakarta Hadiningrat. Ia juga menyarankan untuk peneliti selanjutnya

mencari informan dengan usia yang masih muda sebagai regenerasi abdi

dalem.

Selain itu, Matulessy (2011) juga melakukan penelitian dengan

informan 5 abdi dalem laki-laki berusia 40 tahun lebih dan sudah bekerja

selama minimal 15 tahun yang mendapatkan hasil bahwa motivasi-motivasi

menjadi abdi dalem yaitu cita-cita, tertarik karena cinta dan kagum pada

Sultan, patuh, dan bangga serta berharap mendapatkan berkah. Sedangkan

penelitian yang dilakukan Subarjo (2011) dengan informan abdi dalem yang

berusia minimal 40 tahun mendapatkan hasil bahwa abdi dalem yang akan

melakukan prosesi ritual labuhan di Gunung Merapi harus mempunyai niat

8

Berdasarkan tiga penelitian di atas, peneliti mendapat bukti bahwa

penelitian yang melibatkan abdi dalem muda masih sedikit, bahkan untuk

penelitian mengenai prajurit muda belum ada. Hal tersebut membuat peneliti

menjadi tertarik untuk melakukan penelitian ini dengan memilih informan

prajurit muda yang tergolong dalam remaja akhir di Tepas Keprajuritan

Yogyakarta.

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif

dengan pendekatan content analysis yang difokuskan pada analisis isi

konvensional karena berangkat dari hal-hal spesifik atau fakta-fakta yang

tersedia secara khusus untuk diabstraksikan atau digeneralisasikan agar lebih

bersifat umum.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan

masalah : Bagaimana seorang remaja usia 18-22 tahun dapat termotivasi untuk

menjadi prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui proses munculnya

motivasi seorang remaja (18-22 tahun) untuk menjadi prajurit Keraton

9

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah untuk menyajikan

fakta-fakta dan memperkaya kepustakaan ilmu psikologi, khususnya

untuk Psikologi Perkembangan, Psikologi Budaya, dan Psikologi

Industri Organisasi.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh orang muda untuk

menambah wawasan dan memberi informasi bahwa masih banyak

orang muda yang bersedia melestarikan budaya tradisional atau

budaya Jawa dan tidak hanyut dalam kehidupan jaman kini yang

serba modern. Selain itu, hasil penelitian juga dapat memotivasi

orang muda untuk ikut menjaga dan melestarikan budaya Jawa

khususnya di Yogyakarta agar ciri khas kota Yogyakarta sebagai

kota yang kental akan budaya tidak hilang.

b.Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh Dinas Kebudayaan Kota

Yogyakarta sebagai iklan yang mengajak masyarakat Yogyakarta

khususnya orang muda untuk tetap melestarikan kebudayaan di

jaman yang serba modern ini.

c.Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh Tepas Keprajuritan

Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai tambahan

10

d.Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh penulis untuk

memperoleh deskripsi tentang motivasi seseorang untuk menjadi

prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat di usia remaja akhir

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Supratiknya (2015) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif baik yang

bersifat induktif maupun deduktif sangat membutuhkan tinjauan pustaka untuk

memaparkan secara garis besar konsep-konsep, konstruk, variabel, hipotesis yang

terkait dengan fenomena. Tinjauan pustaka secara garis besar berisi ringkasan

himpunan pustaka yang relevan dengan fenomena yang akan diteliti sampai

akhirnya ditutup dengan paparan hasil yang diharapkan peneliti. Sedangkan

landasan teori lebih menjelaskan tentang variabel yang akan diteliti sebagai dasar

untuk membuat skala pada bab III. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti memilih

menggunakan tinjauan pustaka karena penelitian ini tidak membuat skala seperti

penelitian kuantitatif dan membandingkan beberapa teori yang nantinya akan

lebih cocok digunakan dalam penelitian ini.

Adapun kegunaan teori dalam penelitian kualitatif ini yaitu untuk

mengarahkan penelitian dengan memaparkan fenomena yang akan diteliti,

merumuskan pertanyaan-pertanyaan penelitian, merumuskan hakikat pengalaman

hidup dari partisipan, memberi landasan filosofis dari penelitian, dan merumuskan

asumsi-asumsi. Selain itu, teori dalam kualitatif juga digunakan sebagai kerangka

12

A. Remaja Akhir

1. Pengertian Remaja

Dalam buku Santrock (2014), yang termasuk dalam kategori

remaja akhir adalah usia 18-22 tahun. Sarwono (2009), masa remaja akhir

adalah masa transisi dari remaja masuk ke dewasa dimana banyak

kesukaran yang dialami remaja dalam mengambil sebuah pilihan. Menurut

Martaniah (1984), periode ini adalah periode transisi dari anak ke dewasa

yang sukar dan sering menyusahkan diri sendiri serta banyak keluhan

terhadap mereka yang memiliki masalah-masalah dalam

perkembangannya. Lesmana (2005) juga menyatakan bahwa masa remaja

adalah masa seseorang ingin banyak mengetahui dan belajar mandiri

namun sering mengalami kebingungan terhadap dunia baru dimana

mereka tidak ingin lagi terikat dengan aturan orangtua. Erikson dalam

Lesmana (2005) mengatakan bahwa isu yang paling kritis dan penting

pada masa remaja adalah pencarian identitas diri.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, masa remaja menurut

peneliti adalah masa transisi dari anak menuju dewasa dimana pada masa

ini tidak jarang seseorang mengalami kebingungan dan masalah dalam

mencari identitas dirinya sehingga sering mengambil keputusan yang salah

serta ingin menjadi mandiri dalam dunia barunya.

Perkembangan dan kemajuan jaman yang semakin modern juga

mempengaruhi gaya hidup hedonis pada masyarakat termasuk remaja yang

13

menunjukkan kesenangan pribadi dengan berfoya-foya, mencari

kemewahan, adanya perilaku komsumtif yang berlebihan, dan

keinginan-keinginan akan masa depan yang tidak berkekurangan (Russell, 2002).

Ciri-ciri orang yang hedonis menurut Cicero dalam Russell (2002)

adalah memiliki pandangan gaya instan, berfokus pada perolehan akhir

yaitu harta bukan proses mendapatkannya, mengejar hal-hal modern,

berlebihan dalam memenuhi keinginan spontan yang muncul, dan ingin

cepat-cepat menghabiskan uang dalam sekejap daripada menabung

maupun menggunakannya untuk hal yang lebih memiliki guna. Begitu

pula sebaliknya, orang yang tidak hedonis akan lebih berfokus pada proses

mendapatkan sesuatu yang diinginkan, tidak berlebihan dalam memenuhi

keinginannya bahkan jarang memiliki keinginan yang spontan, tidak suka

berfoya-foya, dan lebih senang menabung untuk hal-hal penting yang

berguna.

2. Karakteristik Remaja

Masa remaja dibagi menjadi tiga yaitu masa remaja awal (12-15

tahun), masa remaja tengah (15-18 tahun), dan masa remaja akhir (18-22

tahun) yang masing-masing mempunyai ciri tersendiri (Santrock, 2014).

Baruth dan Robinson III dalam Lesmana (2005) membuat karakteristik

remaja akhir secara umum yaitu :

14

1) Membina kedekatan yang lebih besar dengan guru dan

teman-teman sebaya.

2) Terjadi perpindahan kedekatan dari keluarga ke lingkungan sosial

yang lebih luas.

3) Terkadang suka menyendiri.

4) Bertambahnya sumber alienasi dengan orangtua karena beberapa

perubahan seperti cara berpakaian, penampilan, batas waktu

malam.

5) Adanya perubahan pandangan terhadap diri sebagai suatu keunikan

diri.

6) Memahami perbedaan individual dan memahami ada orang lain

disekitarnya.

7) Menyadari bahwa orang lain belum tentu satu pendapat atau satu

kesenangan dengan dirinya.

8) Menyadari pentingnya menjalin hubungan dengan lawan jenis.

9) Mulai banyak mencari tahu tentang pekerjaan dan nilai-nilai pada

orang dewasa.

Ohlsen dalam Lesmana (2005) juga membuat 16 daftar tugas atau

kebutuhan yang harus dipunyai oleh remaja akhir yaitu :

1) Memahami dan menerima diri dari penampilan, kemampuan, bakat,

minat, dan tanggung jawab.

15

3) Memiliki keputusan-keputusan tentang gaya hidupnya dan sadar

dalam memutuskan dengan memperhatikan konsekuensinya

4) Lebih mantap dalam menjunjung nilai-nilai moral

5) Belajar untuk memulai, mengembangkan, dan mempertahankan

relasi dengan orang lain

6) Sensitif dan membantu dalam pemuasan kebutuhan orang lain.

7) Belajar penyesuaian seksual yang adekuat

8) Mampu merencanakan, membuat, dan memutuskan sesuatu

9) Menyelesaikan semua hal yang belum terselesaikan dengan orang

lain

10)Tidak tergantung secara emosional kepada orang tua dan orang lain

11)Mengenali setiap kesempatan yang sesuai tujuan hidupnya

12)Membuat dan berani mencoba dalam hal karier

13)Mulai tidak tergantung secara ekonomi

14)Mendapat pengakuan dari orang dewasa dan teman sebaya

15)Meningkatkan kekuatan ego dan percaya diri

16)Menerima diri apa adanya.

Berdasarkan uraian karakteristik remaja diatas, peneliti memiliki

pemahaman bahwa karakteristik remaja awal dan remaja akhir memiliki

perbedaan, namun ada pula kesamaannya yaitu mereka mulai mencari dan

membina hubungan pertemanan yang lebih banyak, menyadari adanya

perubahan fisiknya, sering merasa bosan dan suka menyendiri, serta mulai

16

remaja akhir karena pada tahap ini, seorang remaja akhir mulai mencari

tahu tentang pekerjaan dan nilai-nilai pada orang dewasa serta menyadari

keunikan dalam diri yang berbeda dari orang lain.

3. Tahap Perkembangan Masa Remaja dan Ciri-cirinya

Pada masa remaja, perkembangan dan pertumbuhan individu masih

terjadi baik fisik yang maksimal maupun psikis bahkan kematangan

reproduksinya (Martaniah, 1984). Masa remaja sendiri dibagi menjadi tiga

tahap yaitu masa remaja awal dengan usia 12-15 tahun, masa remaja

tengah dengan usia 15-18 tahun, dan masa remaja akhir dengan usia 18-22

tahun (Santrock, 2014). Adapun ciri-ciri remaja akhir menurut Monks

(1982) yakni :

a. Mencari identitas diri

b. Ingin mendapat kebebasan dari orangtua atau orang dewasa

c. Dapat menerima peran dewasa berdasarkan pengaruh kebiasaan

masyarakat

d. Aspek-aspek biologisnya mulai berkembang (pertumbuhan dan

perkembangan seksual serta alat kelamin)

e. Mulai mencari teman sebaya yang dianggap bernasib sama

f. Menonjolkan apa yang membuat dirinya beda dari orang dewasa

lainnya

17

h. Berdandan atau tidak sama sekali, mencari gaya rambut, mencari

kesenangan musik, dan senang dengan acara pesta atau pertemuan

i. Senang membentuk kelompok dan memilih-milih teman dengan kelas

sosial yang tinggi atau rendah

Berdasarkan uraian ciri-ciri di atas, menurut peneliti masa remaja

itu identik dengan mencari teman bermain baik dari kelas sosial yang

tinggi maupun rendah, ingin mendapat kebebasan, dan mencari identitas

diri yang sesuai dengan kesenangannya.

4. Perkembangan Fisik, Kognitif, dan Sosio-emosional a. Perkembangan Fisik

Santrock (2002) mengemukakan bahwa perubahan fisik pada

masa remaja adalah perubahan pubertas dimana kematangan kerangka

dan seksual terjadi secara pesat di awal masa remaja. Pada laki-laki

biasanya tumbuh kumis dan mimpi basah pertama sebagai tanda

munculnya masa pubertas. Sedangkan pada perempuan, perubahan

terjadi pada pertumbuhan buah dada, tinggi badan, dan rambut

kemaluan. Jones dalam Santrock (2002) menyatakan bahwa anak

laki-laki yang lebih cepat matang akan lebih positif dalam memahami diri

dan lebih dewasa dari teman-teman seusianya. Sedangkan Gariulo dan

Allen dalam Santrock (2002) mengatakan anak perempuan yang lebih

cepat matang akan memiliki kecenderungan untuk merokok, meminum

18

memilih teman yang lebih tua serta cenderung mengundang respon dari

laki-laki yang mengarah kepada berkencan sebab pengalaman

seksualnya lebih awal.

b. Perkembangan Kognitif

Pada masa remaja lebih ditekankan pada pemikiran operasional

formal dan pengambilan keputusan. Hal tersebut sesuai dengan

pendapat Piaget dalam Santrock (2002) bahwa pemikiran operasional

formal remaja lebih abstrak daripada anak-anak dan juga idealistis

dimana mereka mulai memikirkan ciri ideal seperti apa yang cocok

untuk dirinya dan mulai menetapkan standar ideal yang masih belum

pasti. Kuhn dalam Santrock (2002) juga menambahkan bahwa remaja

pemikirannya lebih logis dan senang dalam menyusun rencana-rencana

untuk menyelesaikan masalah. Santrock (2002) sendiri menyatakan

bahwa cara penalaran pada remaja adalah deduktif hipotesis yakni

penalaran dengan mengembangkan hipotesis atau dugaan terbaik untuk

menyelesaikan masalah yang nanti akan ditarik kesimpulan secara

sistematis pola-pola seperti apa saja yang diterapkan dalam

memecahkan suatu masalah. Selain itu, proses asimilasi atau

memasukkan informasi baru ke dalam pengetahuan dan menyesuaikan

diri dengan informasi tersebut juga termasuk dalam perkembangan

kognitif pada remaja. Pada kognisi sosialnya, pemikiran remaja bersifat

19

dengan keyakinan bahwa dirinya diperhatikan oleh orang lain dan

pencipta dongeng pribadi dengan membuat cerita dirinya beserta

fantasi-fantasi serta perasaan unik dari tiap individu.

Penekanan yang kedua yaitu pengambilan keputusan. Beth dkk

dalam Santrock (2002) menyatakan bahwa masa remaja identik dengan

masa kemampuan dalam mengambil keputusan tentang masa depan

dirinya. Ganzel & Jacobs dalam Santrock (2002) menambahkan bahwa

pengambilan keputusan dari remaja yang lebih tua dan orang dewasa

masih belum sempurna serta tidak menjamin luasnya pengalaman dapat

mempengaruhi pengambilan tersebut. Keating dalam Santrock (2002)

juga menambahkan bahwa terkadang pengambilan keputusan remaja

mungkin disalahkan dalam realitas sebab orientasi masyarakat terhadap

remaja masih terlalu kaku dan kegagalan dalam memadai

pilihan-pilihan mereka. Kesalahan dalam pengambilan keputusan dijelaskan

oleh Santrock (2002) bahwa beberapa remaja memilih untuk memakai

obat-oabatan terlarang dengan alasan mengatasi stress, melakukan

kenakalan-kenakalan remaja seperti berkelahi dan mencuri bahkan

membunuh dengan tujuan mencari identitas diri, hamil pada remaja

putrid karena pada masa remaja ini dorongan seksualnya sedang tinggi

dan ingin mencari pengalaman seksual, bunuh diri ketika kehilangan

pacar atau mendapat nilai yang tidak memuaskan, dan beberapa

mengalami gangguan makan dengan alasan untuk mendapat tubuh yang

20

c. Perkembangan Sosio-Emosional

Santrock (2002) mengemukakan perkembangan

sosio-emosional pada masa remaja dapat dikonsepkan dari segi keluarga dan

teman sebaya. Remaja pada masa pertengahan dan akhir akan menuntut

dua hal kepada keluarga yaitu otonomi dan attachment. Tuntutan

otonomi remaja ternyata cukup membuat banyak orangtua emosi karena

mereka ingin diberi tanggung jawab atas dirinya dan tidak mau lagi

diatur-atur oleh orangtuanya. Namun akan berbeda dengan remaja yang

lebih memilih attachment dengan orangtua. Allen dkk dalam Santrock

(2002) mengatakan bahwa mereka akan terbantu dalam kompetensi

sosial dan kesejahteraan sosial remaja seperti harga diri, penyesuaian

emosional, dan kesehatan fisik. Selain itu, attachment dengan orangtua

dapat berfungsi adaptif dalam menyediakan landasan yang kokoh agar

remaja dapat menjelajahi dan menguasai lingkungan barunya dengan

cara yang sehat secara psikologis serta tidak menimbulkan depresi

maupun tekanan emosional bagi dirinya.

Armsden & Greenberg dalam Santrock (2002) mengatakan

bahwa remaja yang secara kokoh dekat dengan orangtua, maka ia juga

akan dekat secara kokoh dengan teman sebayanya. Tidak jarang dari

mereka yang mulai menjalin relasi sangat dekat dengan teman, pacar,

dan lawan jenisnya (Hazen & Shaver dalam Santrock, 2002).

Konformitas dengan teman sebaya juga mulai muncul pada remaja

21

kelompok seperti berpakaian yang sama maupun yang bersifat negatif

yaitu mencuri, merusak, berbahasa kotor, mengolok-olok. (Camarena

dkk dalam Santrock, 2002). Berkencan merupakan jalinan relasi

dengan lawan jenis yang merupakan suatu bentuk seleksi pasangan

yang dilakukan oleh remaja dan mereka akan meluangkan banyak

waktu terutama remaja perempuan yang memiliki keinginan lebih kuat

dalam hal keintiman dengan laki-laki (Duck dalam Santrock, 2002).

Etnisitas juga merupakan perkembangan sosio-emosional

remaja yang mengarah kepada kemampuan remaja dalam menyadari

adanya keanekaragaman dan perbedaan individual yang akan berakibat

pada stereotype kelompok-kelompok. Proses asimilasi dan pluralisme

di dalamnya akan menjelaskan beberapa remaja yang mencoba

melebur dalam kelompok. Asimilasi dilakukan oleh remaja yang

melebur pada kelompok etnis minoritas ke kelompok dominan. Namun

pluralisme dilakukan sebaliknya yaitu peleburan ke kelompok etnis

dan kebudayaan dalam masyarakat yang sama serta mereka lebih

Dokumen terkait