MOTIVASI MENJADI PRAJURIT KERATON NGAYOGYAKARTA HADININGRAT PADA USIA REMAJA AKHIR (18-22 TAHUN)
Veronica Ayu Ratriani
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa yang memotivasi seseorang untuk menjadi prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat di usianya yang tergolong remaja akhir (18-22 tahun). Studi ini dilakukan melalui wawancara mendalam dengan tiga prajurit keraton yang berusia 18-22 tahun menggunakan recorder kemudian hasil wawancara diubah dalam bentuk verbatim untuk mempermudah peneliti dalam menganalisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kesenangan terhadap musik-musik tradisional, keprihatinan akan kecilnya kesadaran anak muda tentang seni dan budaya, kenyamanan yang diberikan oleh lingkungan keprajuritan, adanya panggilan jiwa untuk mengabdi pada raja serta keraton, tidak sembarang orang dapat masuk dan bertahan di keprajuritan, dan penolakan jika grebeg dihilangkan memunculkan adanya keinginan untuk berpartisipasi dalam pelestarian budaya khususnya di Yogyakarta. (2) Adanya sarana yang mendukung dan kemampuan yang dimiliki oleh prajurit muda ini juga menjadi pendorong dalam pencapaian keinginannya. Meskipun ada sarana yang mendukung, mereka juga dituntut memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan di keprajuritan seperti tata cara membawa dan merawat benda-benda keraton. (3) Prajurit keraton muda ini tidak mengutamakan suatu imbalan atau hasil dan penghargaan atas apa yang dikerjakannya karena sudah merasa senang dan bersyukur sampai saat ini masih dipercaya menjadi pelestari budaya dari keraton. Adapun saran dari ketiganya bagi anak muda untuk ikut menjaga dan melestarikan budaya, baik dengan menjadi prajurit keraton maupun menjadi pelestari budaya yang lainnya.
MOTIVATION BECAME A NGAYOGYAKARTA HADININGRAT'S PALACE
SOLDIER IN LATE ADOLESCENCE (AGE 18-22)
Veronica Ayu Ratriani
ABSTRACT
The purpose of this study was to understand the motivation of person in late adolescence stage (age 18-22) that became a soldier for Ngayogyakarta Hadiningrat's palace. The method of this study was interviewed with three palace soldiers in age between 18 and 22 years old, used recorder and then the result of the interview modified in verbatim to eased reseacher to analyzed. The result showed that (1) the love for the traditional music, the concern of little awareness in young people about culture and arts, the comfort that given by soldier environment, the calling to served the king, the limited amount of reqruitment and stayed in soldier, and the rejection if “grebeg” was deleted bring out a desire to participated in culture preservation especially in Yogyakarta. (2) Facilitation that support and the young soldier ability supported their needs. Though they required to had a ability that fit in soldier's need, like procedure to carrying and caring the palace's objects. (3) Young soldiers not prioritizing rewards or income and appreciation of what they did because they had already happy and grateful being trusted by palace to preserving palace's culture. The suggetion from participants, they hoped that young people could care and saved the culture, in which became a palace soldier or any culture conservationist.
Motivasi Menjadi Prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat
Pada Usia Remaja Akhir (18-22 Tahun)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Veronica Ayu Ratriani
NIM : 119114118
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
Motivasi Menjadi Prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat
Pada Usia Remaja Akhir (18-22 Tahun)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Veronica Ayu Ratriani
NIM : 119114118
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN MOTTO
“Urip kang utama, mateni kang sempurna”
Selama hidup kita melakukan perbuatan baik maka kita akan menemukan kebahagiaan di kehidupan selanjutnya
-Kata Bijak Orang Jawa
“Kawula mung saderma, mobah mosik kersaning Hyang sukmo” Lakukan yang kita bisa, setelahnya serahkan kepada Tuhan
-Kata Bijak Orang Jawa
“Gusti iku cedhak tanpa senggolan, adoh tanpa wangenan”
Tuhan itu dekat meski tubuh kita tidak dapat menyentuhnya dan akal kita dapat menjangkaunya
-Kata Bijak Orang Jawa
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kepada :
Allah Bapa di Kerajaan Surga dan Keluarga Kudus ; Tuhan Yesus, Bunda Maria,
dan Santo Yusuf. Santa Veronica dan Santo Yudas Tadeus.
Mama, Papa, Mas Nico ; alasan untukku selalu berjuang dalam menyelesaikan
karya ini,
Benni, Bama, Tammy, Olga, Delima, Maria, Sendy, Anton, Saktya, Igna, Paskha,
Atenk, Dimas, Della, Mitha, Clara, Tasia, Ray, Mas Putra, Agnes, Mas Dino,
Bella, Ela, Mas Gandring, dan semuanya yang mungkin belum tersebutkan ; para
pendorong dan penolongku yang sangat baik....
viii
MOTIVASI MENJADI PRAJURIT KERATON NGAYOGYAKARTA HADININGRAT PADA USIA REMAJA AKHIR (18-22 TAHUN)
Veronica Ayu Ratriani
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa yang memotivasi seseorang untuk menjadi prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat di usianya yang tergolong remaja akhir (18-22 tahun). Studi ini dilakukan melalui wawancara mendalam dengan tiga prajurit keraton yang berusia 18-22 tahun menggunakan recorder kemudian hasil wawancara diubah dalam bentuk verbatim untuk mempermudah peneliti dalam menganalisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kesenangan terhadap musik-musik tradisional, keprihatinan akan kecilnya kesadaran anak muda tentang seni dan budaya, kenyamanan yang diberikan oleh lingkungan keprajuritan, adanya panggilan jiwa untuk mengabdi pada raja serta keraton, tidak sembarang orang dapat masuk dan bertahan di keprajuritan, dan penolakan jika grebeg dihilangkan memunculkan adanya keinginan untuk berpartisipasi dalam pelestarian budaya khususnya di Yogyakarta. (2) Adanya sarana yang mendukung dan kemampuan yang dimiliki oleh prajurit muda ini juga menjadi pendorong dalam pencapaian keinginannya. Meskipun ada sarana yang mendukung, mereka juga dituntut memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan di keprajuritan seperti tata cara membawa dan merawat benda-benda keraton. (3) Prajurit keraton muda ini tidak mengutamakan suatu imbalan atau hasil dan penghargaan atas apa yang dikerjakannya karena sudah merasa senang dan bersyukur sampai saat ini masih dipercaya menjadi pelestari budaya dari keraton. Adapun saran dari ketiganya bagi anak muda untuk ikut menjaga dan melestarikan budaya, baik dengan menjadi prajurit keraton maupun menjadi pelestari budaya yang lainnya.
ix
MOTIVATION BECAME A NGAYOGYAKARTA HADININGRAT'S PALACE
SOLDIER IN LATE ADOLESCENCE (AGE 18-22)
Veronica Ayu Ratriani
ABSTRACT
The purpose of this study was to understand the motivation of person in late adolescence stage (age 18-22) that became a soldier for Ngayogyakarta Hadiningrat's palace. The method of this study was interviewed with three palace soldiers in age between 18 and 22 years old, used recorder and then the result of the interview modified in verbatim to eased reseacher to analyzed. The result showed that (1) the love for the traditional music, the concern of little awareness in young people about culture and arts, the comfort that given by soldier environment, the calling to served the king, the limited amount of reqruitment and stayed in soldier, and the rejection if “grebeg” was deleted bring out a desire to participated in culture preservation especially in Yogyakarta. (2) Facilitation that support and the young soldier ability supported their needs. Though they required to had a ability that fit in soldier's need, like procedure to carrying and caring the palace's objects. (3) Young soldiers not prioritizing rewards or income and appreciation of what they did because they had already happy and grateful being trusted by palace to preserving palace's culture. The suggetion from participants, they hoped that young people could care and saved the culture, in which became a palace soldier or any culture conservationist.
x
KATA PENGANTAR
Sosok prajurit keraton yang ada di Kraton Ngayogyakarta
Hadiningrat juga merupakan seorang abdi dalem. Prajurit keraton memiliki
keunikan yang tersendiri dari abdi dalem lainnya dan juga dari para
seniman musik lainnya. Tugas wajib mereka adalah bermain alat musik
dan mengalunkan lagu-lagu prajurit yang sejak dahulu sudah ada pada saat
Grebeg (upacara daerah yang diadakan setahun tiga kali dan biasanya
dilaksanakan antara sebelum atau sesudah hari besar umat Muslim seperti
Grebeg Maulud, Grebeg Syawal, dan Grebeg Besar) dan kirab-kirab atau
perayaan adat dari kraton yang membutuhkan prajurit keraton. Selian itu,
mereka memiliki tugas rutin yaitu latihan setiap hari minggu sore di Tepas
Keprajuritan atau Pracimosono.
Ada beberapa keunikan yang membedakan baik dari segi realitas
dan unsur magis. Segi realitas yang membedakan dari lainnya adalah alat
musik yang mereka gunakan itu dari kraton dan ada cara sendiri untuk
memegang serta memainkannya. Kemudian pakaian yang digunakan juga
pakaian yang ditentukan dari kraton dengan pertimbangan makna-makna
pada setiap bahan dan desain. Kemudian dari segi unsur magis, yang
terkadang sedikit susah diterima oleh akal pikiran yaitu banyak
kejadian-kejadian yang ganjil akibat tidak berhati-hatinya prajurit dalam
xi
Kehati-hatian ini sangat diperlukan dan harus diperhatikan oleh
setiap prajurit dari usia muda sampai yang tua. Adanya beberapa prajurit
muda sangat membantu regenerasi pelestarian budaya keprajuritan kraton.
Berhubungan dengan tugas dan kewajiban seorang prajurit, peneliti
berfokus pada motivasi anak muda yang masih ingin melestarikan budaya
di masa perkembangannya yang kebanyakan ikut-ikutan hedonism karena
perkembangan jaman yang serba modern. Peneliti berharap penelitian ini
dapat memberikan gambaran secara luas kepada pembaca terutama anak
muda untuk memahami betapa pentingnya budaya itu dan menunjukkan
bahwa masih ada anak muda yang peduli akan pelestarian budaya
meskipun modernitas sudah merajalela.
Penelitian ini sudah dilakukan oleh peneliti dengan segala upaya
untuk menjawab rumusan masalah dan mewujudkan harapan-harapan
peneliti agar tujuannya tercapai. Secara khusus, penulis mengucapkan puji
dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Baik atas segala penyertaan dan
kasihNya selama pengerjaan penelitian ini sehingga peneliti diberi
kemudahan dalam setiap langkah dan dibantu melalui tangan serta
dukungan dari banyak orang yaitu:
1. Yozef Yusuf Margono dan Emiliana Pahmawati (Papa, Mama) dan
Nicolaus Adi Laksono (Mas) yang menjadi alasan untuk selalu berjuang
dalam pengerjaan penelitian ini. Terimakasih Papa, Mama, Mas Nico
sudah mendorong dan selalu mendoakan adek sampai saat ini. I Love You,
xii
2. Semua saudara baik dari keluarga Papa ataupun Mama yang selalu
bertanya “sudah selesai belum kuliahnya?” sampai penulis bosan dan
berjuang agar dapat menjawab “sudah selesai kok”
3. Drs. H. Wahyudi, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang mengajari
penulis untuk peka terhadap tulisan dalam penelitian ini sehingga penulis
terdorong untuk tidak malu bertanya dan berdiskusi dengan teman lain
hingga penulis memahami letak kesalahannya sendiri. Terimakasih Bapak
sudah menjadi dosen pembimbing skripsi yang menyemangati. Bapak
idola saya.
4. Bu Debri selaku dosen pembimbing akademik yang sekarang sudah harus
mengambil keputusan untuk tidak lagi di Psikologi karena harus menjadi
istri serta ibu yang bertanggungjawab untuk keluarga. Terimakasih Ibu
cantik.
5. Pak Ema yang sangat baik karena sudah berkenan dipinjami serta memberi
referensi buku-buku tentang motivasi dan berkenan juga menjelaskan serta
menjawab pertanyaan saya ketika saya benar-benar bingung tentang
skripsi saya. Terimakasih sekali Pak. Tuhan memberkati bapak dan
keluarga.
6. Warguno, teman penulis yang merekomendasikan dan menjadi sarana
untuk berkenalan dengan informan pertama dalam penelitian ini yaitu A.
7. Kanjeng Kusumonegoro selaku Kepala Tepas Keprajuritan Kraton
xiii
diwawancarai dan memberikan ijin kepada penulis untuk mengambil data
dari ketiga informan.
8. Ketiga informan dalam penelitian ini yaitu mas A, mas B, dan mas F yang
berkenan penulis wawancarai serta terbuka dalam memberikan jawaban.
Terimakasih ya mas-mas sekalian sudah berkenan diganggu waktu dan
kesibukannya. Terimakasih juga untuk mas P (salah satu prajurit) yang
lucu dan mau berteman denganku sampai detik ini.
9. Oktavianus Benni selaku teman penulis yang selalu berada disampingku
dari awal mengambil data serta mencari referensi-referensi teori sampai
hampir terselesainya ini semua. Makasih ya Be, sudah mau menjadi teman
yang super baik untukku.
10.Cicilia Sendy Setya Ardari dan Maria Octavina Rae, sahabat penulis yang
tetap berjuang menyemangati penulis ketika merasa malas dengan berkata,
“ayo neng, semangat”.
11.Olga Sancaya dan Tamara Evelyne, wanita yang suka “gila-gilaan”
bersama penulis dari semester 1 sampai penulisan skripsi ini selesai.
Terimakasih mbak Olga dan Tammy yang seperti cheerleaders ketika
penulis mulai bosan dan merasa ingin menyerah. I love you so much.
12.Androghini Dancer, teman-teman yang 2011 dan adik-adik 2012-2015
yang selalu menghibur dan menemani penulis ketika sedang penat dan
xiv
tua) yang bersusah payah membangun Androghini. Intinya adalah
pandai-pandainya kalian mengimbangi studi dan hobi.
13.Grup tukang pijet yang berisi Tammy, Olga, Vidre, Anton, Igna, Atenk,
Saktya, Pika, Dimas, dan Paskha yang kebanyakan sudah lulus dan
menjadi pendorong penulis untuk segera menyusul. “Kapan kita travelling
lagi?”.Kalian semangatku.
14.Yoseph Bama dan Ray Fandi serta teman-teman Apahayo Electone lainnya
yang selalu menghibur dan berkenan mendengarkan curhatan penulis serta
mendukung agar cepat lulus. Terutama terimakasih ya Bama sudah
mengisi hari-hari dengan segala candaan ketika aku sudah mulai bosan dan
lelah melihat cahaya laptop beserta tulisan-tulisan kecil ini. Semoga Bama
segera menyusul dan semangat selalu untuk Bama. Tak lupa untuk Cyus,
makasih yaa cyus sudah membantu untuk mengambil gambar
moment-moment prajurit yang dipakai untuk membantu presentasiku.
15.Bella, Ela, dan Mas Gandring yang sangat baik karena berkenan berbagi
pengetahuan dan mengajari penulis dengan sabar didetik-detik selesainya
penulisan skripsi ini. Terimakasih, kalian sangat membantuku. Sukses
untuk kalian bertiga ya.
16.Mas Komeng dan Andank yang sudah berkenan berbagi pengalaman
mengenai proses pengambilan data dengan informan seorang prajurit
xv
17.Agnes dan Mas Dino. Terimakasih ya teman diskusi yang membantu aku
menemukan kekurangan dalam penelitian ini.
18.Psikologi Sanata Dharma beserta semua teman, dosen, dan karyawan yang
tidak dapat penulis ucapkan satu per satu. Terimakasih sudah menjadi
bagian hidup yang begitu indah. Tuhan memberkati bapak dan ibu, serta
memberkati kalian semua keluarga psikologi. Matur nuwun.
Akhirnya penulis menyadari keterbatasannya sehingga tulisan ini
masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, kepada semua pihak yang
terkait, penulis akan berkenan sangat menerima segala saran dan kritik
yang membangun demi kelayakan tulisan ini.
Penulis
xvi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xvi
DAFTAR TABEL ... xviii
DAFTAR GAMBAR ... xix
DAFTAR LAMPIRAN ... xx
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.Latar Belakang Masalah ... 1
2.Rumusan Masalah ... 8
3.Tujuan Penelitian ... 8
4.Manfaat Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11
A.Remaja Akhir ... 12
1.Pengertian Remaja ... 12
2.Karakteristik Remaja ... 13
3.Tahap Perkembangan Remaja dan Ciri-cirinya ... 16
4.Perkembangan Fisik, Kognitif, dan Sosio-emosional ... 17
B.Motivasi ... 23
1.Pengertian Motivasi ... 23
2.Tokoh-tokoh dan Teori Motivasinya ... 24
a.Abraham Maslow ... 25
b.Frederick Herzberg... 28
c.Victor H. Vroom... 30
1)Valence ... 30
2)Expectancy ... 30
xvii
3.Motivasi Instrinsik dan Motivasi Ekstrinsik ... 36
4.Fungsi Motivasi ... 37
C.Abdi Dalem ... 38
D.Keprajuritan / Prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ... 41
1.Tugas dan fungsi Prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Zaman Dahulu ... 41
2.Perubahan Dari Kesatuan Prajurit Taktis Ke Prajurit Seromonial Beserta Tugas dan Fungsi Prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sekarang ... 42
3.10 Bregada Prajurit Saat Ini ... 45
E.Dinamika Motivasi Menjadi Prajurit Keraton Di Usia Remaja Akhir 48 BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 52
A.Jenis Penelitian ... 52
B.Fokus Penelitian ... 53
C.Batasan Penelitian ... 54
D.Sumber Data Penelitian ... 54
E.Metode Pengambilan Data ... 55
F.Prosedur Penelitian ... 56
G.Prosedur Analisis Data ... 57
H.Kredibilitas ... 57
I.Panduan Wawancara ... 59
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 62
A.Pelaksanaan Penelitian ... 62
B.Hasil Wawancara ... 64
C.Analisis Data ... 71
D.Pembahasan ... 100
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 111
A.Kesimpulan... 111
B.Saran ... 113
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Rekapan Waktu Wawancara ... 62
Tabel 2 : Proses Motivasi Informan A ... 108
Tabel 3 : Proses Motivasi Informan B ... 109
xix
DAFTAR GAMBAR
xx
DAFTAR LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki 250 Keraton yang tersebar di berbagai daerah,
namun saat ini hanya tersisa 45 Keraton yang masih aktif, salah satunya
adalah Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang terletak di Daerah Istimewa
Yogyakarta (Kedaulatan Rakyat, 2015). Daerah Istimewa Yogyakarta atau
DIY dikenal sebagai Ibu Kota Seni-Budaya karena merupakan salah satu
propinsi yang sampai sekarang masih kental akan budaya tradisionalnya
dengan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai pusat budaya
(Kedaulatan Rakyat, 2015). Istilah Keraton berasal dari kata “ka-ratu-an” yang berarti tempat tinggal ratu/raja dan seluruh lingkungan baik struktur
maupun bangunannya merupakan salah satu pandangan hidup Jawa yaitu
Sangkan Paraning Dumadi yang berarti dari mana asalnya manusia dan
kemana akhirnya manusia setelah mati (Heryanto, 2006). Fungsi Keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat adalah sebagai tempat tinggal raja dan
keluarganya, sebagai pusat pemerintahan dan kebudayaan serta
pengembangannya, dan sebagai tempat kegiatan-kegiatan yang berkaitan
dengan kepentingan masyarakat (Heryanto, 2006).
Pada awalnya Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat mulai dibangun
sejak Sultan Hamengku Buwana I meninggal yaitu 13 Februari 1755. Beliau
2
luas Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sekitar 4000m² dan dikelilingi
beberapa bangunan seperti Tugu, Taman Sari, dan lainnya (Sabdacarakatama,
2008). Perkembangan dan kemajuan Keraton tidak lepas dari peran para abdi
dalem. “Abdi dalem adalah orang yang mengabdikan dirinya di Keraton dan ikut melestarikan budaya Keraton”, ujar Kepala Tepas Keprajuritan yakni Kanjeng Kusumonegoro (diwawancarai pada 21-10-2015 pukul 11.57 WIB).
Senada dengan Kanjeng Kusumonegoro, A (2015) merupakan salah satu
prajurit muda yang diwawancarai oleh peneliti pada 01-10-2015 pukul 21.00
WIB berkata, “abdi dalem itu adalah sosok aparatur yang mengurusi atau mengabdikan diri sesuai potensi yang dimiliki untuk Keraton”. Tahun 2014 tercatat di Dinas Kebudayaan bahwa jumlah abdi dalem secara menyeluruh
sebanyak 2000-3000an.
Dari beribu-ribu abdi dalem yang ada di Keraton Ngayogyakarta
Hadiningrat, diketahui ada beberapa abdi dalem yang masih muda sekitar
umur 18-22 tahun. Kanjeng Kusumonegoro (2015) menyatakan bahwa
kebanyakan anak muda memang mendaftar menjadi abdi dalem sebagai
prajurit. Hal ini juga selaras dengan pendapat A (2015) bahwa menurutnya
selama bergabung di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menjadi prajurit, ia
paling banyak menemui abdi dalem yang menurutnya masih muda di
Keprajuritan.
Dalam buku Santrock (2014), informan dalam penelitian ini berusia
18-22 tahun dan usia tersebut masuk dalam kategori remaja akhir. Santrock
3
dengan keterampilan dalam membuat keputusan. Dalam membuat keputusan,
kebanyakan remaja tidak benar-benar memikirkan dampak baik maupun
buruk untuk dirinya yang sedang mencari identitas. Tidak jarang pula mereka
membuat keputusan yang membawa dampak buruk bagi dirinya. Contohnya
beberapa remaja memilih untuk menggunakan obat-obatan terlarang,
mencuri, berkelahi, hamil sebelum menikah, bunuh diri, dan beberapa
mengalami gangguan makan karena ingin memiliki tubuh yang ideal.
Sarwono (2009) mendefinisikan masa remaja akhir adalah masa transisi dari
remaja masuk ke dewasa dan masa ini merupakan masa kesukaran yang biasa
membuat remaja bingung dalam pilihannya bahkan tak jarang yang sampai
berurusan dengan polisi.
Perubahan perilaku masyarakat yang lebih modern juga banyak
membuat remaja menerapkan gaya hidup hedonis yaitu gaya hidup
bersenang-senang dan berfoya-foya serta mencari kemewahan. Mantan Ketua
Umum PP Muhammadiyah, Buya Syafii Maarif menilai sikap hedonis atau
mencari kesenangan pribadi yang berkembang di era global saat ini dapat
menjadi faktor perusak generasi bangsa (Kedaulatan Rakyat, 2013). Hal ini
berarti semakin tinggi kontrol diri seorang remaja, maka semakin rendah gaya
hidup hedonisnya dan begitu sebaliknya.
Penelitian tersebut senada dengan pendapat Kanjeng Kusumonegoro
(2015) bahwa anak muda biasanya hanya mencari kesenangan semata.
Namun Kanjeng Kusumonegoro (2015) juga menyatakan bahwa anak muda
4
caranya sendiri. A (2015) juga menyatakan hal yang serupa bahwa anak muda
pada umumnya memang kurang dalam melestarikan budaya lokal, namun
untuk wilayah Yogyakarta sekarang semangat menjunjung budayanya sudah
mulai terbangun. Ratusan anak muda melakukan flashmob di Jogja City Mall
11 Januari 2015 dengan menggunakan jarik batik dengan tujuan
meningkatkan pengetahuan masyarakat akan budaya (Kedaulatan Rakyat,
2015). Selain itu, tahun 2013 mahasiswa kelompok 15 KKN UPN Veteran
juga mengadakan gelar budaya seperti pentas seni tari tradisional, seni
karawitan, dan pertunjukkan jathilan di Desa Sumberarum, Kecamatan
Moyudan, Sleman pada 22 Juni 2014 dengan harapan agar masyarakat dapat
melestarikan warisan leluhur (Kedaulatan Rakyat, 2014). SMK Tamansiswa
Nanggulan juga mengadakan gelar budaya pada tahun 2013 dengan peserta
yaitu anak SD, SMP, dan SMK yang mementaskan tari tradisional, kuda
lumping, gejog lesung, dan jamu gendong dengan tujuan agar pengetahuan
masyarakat mengenai seni budaya semakin luas (Kedaulatan Rakyat, 2013).
Hal ini menjadi menarik untuk diteliti karena dari uraian berita-berita di
atas terdapat dua kelompok remaja saat ini yaitu remaja yang hedonis karena
semakin modern perilaku masyarakatnya dan remaja yang masih mau
melestarikan budaya lokal meskipun masyarakat semakin modern. Prajurit
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dapat dimasukkan dalam kelompok
remaja yang masih mau melestarikan budaya karena mereka masih ingin
5
sebagai suatu keunikan dari prajurit muda yang berbeda dari remaja hedonis
lainnya.
Penjelasan di atas menjadi alasan peneliti untuk melakukan penelitian
dengan informan seorang prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Dahulu abdi dalem prajurit merupakan salah satu abdi dalem Punakawan,
namun saat ini prajurit sudah memiliki Tepas Keprajuritan sendiri yang sudah
mendapat persetujuan dari Sultan HB IX tanggal 2 Maret 1971 (Suwito,
2009). Hal ini semakin menarik diteliti karena minat anak muda tentang
budaya masih ada, terbukti dari pernyataan Kanjeng Kusumonegara (2015)
bahwa terlihat jelas sejak tahun 2009 sampai sekarang pendaftar yang masih
muda pasti ada setiap tahunnya di Tepas Keprajuritan Keraton Yogyakarta. A
(2015) juga menyatakan hal yang serupa bahwa minat anak muda paling
banyak di keprajuritan khususnya di Kasultanan Yogyakarta. Apabila
dibandingkan dengan prajurit keraton lainnya, prajurit Keraton
Ngayogyakarta sampai detik ini masih sangat aktif dan sering keluar untuk
melaksanakan kirab-kirab budaya bahkan semakin banyak yang mendaftar.
Selain itu, dilihat dari jumlah bregada yang tersedia di Kasultanan
Yogyakarta lebih banyak dibanding Pakualaman.
Hasil wawancara kepada Kanjeng Kusumo dan A menjadi alasan
peneliti memilih pengambilan subyek atau informan di Keraton Yogyakarta
karena bregada prajurit yang tersedia lebih banyak dan pendaftar dari
kalangan muda juga semakin meningkat dibanding dengan keraton atau
6
Keputusan seseorang terutama anak muda untuk menjadi Prajurit
Keraton Ngayogyakarta tidak lepas dari motivasi-motivasi yang ia miliki.
Motivasi itu sendiri tidak memiliki batas dan merupakan faktor pendorong
yang penting dalam perilaku manusia (Lubis, 2008). Asal motivasi terdapat
dalam diri individu yang tidak dapat diamati secara langsung tetapi dapat
diinterpretasikan dalam tingkah lakunya (Uno, 2008). Definisi motivasi
menurut Lubis (2008) adalah pendorong seseorang untuk berbuat sesuatu
yang dapat memberi pengaruh dalam menambah semangat maupun tidak
sesuai dengan apa yang diperintah otak. Pendapat Uno (2008) juga serupa
mengenai motivasi yaitu dorongan dasar yang menggerakkan seseorang
bertingkah laku. Motivasi merupakan suatu tenaga atau faktor yang
menimbulkan, mengarahkan, dan mengorganisasi suatu tingkah laku manusia
agar tujuannya tercapai. Berdasarkan beberapa definisi tersebut, peneliti
menyimpulkan bahwa motivasi adalah suatu tenaga pendorong manusia yang
mengarahkan pada tujuan tertentu yang ingin dicapai.
Penelitian ini berfokus pada motivasi seorang prajurit yang termasuk ke
dalam golongan pekerja di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Victor H.
Vroom yang merupakan salah satu tokoh teori motivasi kerja yang
mengemukakan tentang harapan atau ekspektansi sebagai proses terciptanya
motivasi kerja. Ia mengembangkan teori motivasi dengan tiga asumsi dasar
yaitu expectancy, instrumentally, dan valence (Vroom, 1964). Teori tersebut
dipilih karena lebih cocok dengan penelitian ini yang akan mengungkap
7
harapannya, instrumennya atau sarana yang membuatnya semakin
termotivasi, dan hasil apa yang akan diperoleh.
Dari beberapa penelitian sebelumnya mengenai motivasi ataupun faktor
motivasi, ditemukan belum ada yang meneliti tentang motivasi menjadi
Prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat diusia yang masih muda.
Penelitian sebelumnya yang berbicara tentang motivasi seorang abdi dalem
menggunakan informan yang sudah berumur atau dewasa. Hal tersebut
terbukti dalam penelitian Sulistyowati (2007) dari informan sebanyak 30
orang yang diteliti, ia mendapatkan hasil bahwa pengupahan, ngalap berkah,
dan mencari gelar bukanlah motivasi untuk menjadi abdi dalem Keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat. Ia juga menyarankan untuk peneliti selanjutnya
mencari informan dengan usia yang masih muda sebagai regenerasi abdi
dalem.
Selain itu, Matulessy (2011) juga melakukan penelitian dengan
informan 5 abdi dalem laki-laki berusia 40 tahun lebih dan sudah bekerja
selama minimal 15 tahun yang mendapatkan hasil bahwa motivasi-motivasi
menjadi abdi dalem yaitu cita-cita, tertarik karena cinta dan kagum pada
Sultan, patuh, dan bangga serta berharap mendapatkan berkah. Sedangkan
penelitian yang dilakukan Subarjo (2011) dengan informan abdi dalem yang
berusia minimal 40 tahun mendapatkan hasil bahwa abdi dalem yang akan
melakukan prosesi ritual labuhan di Gunung Merapi harus mempunyai niat
8
Berdasarkan tiga penelitian di atas, peneliti mendapat bukti bahwa
penelitian yang melibatkan abdi dalem muda masih sedikit, bahkan untuk
penelitian mengenai prajurit muda belum ada. Hal tersebut membuat peneliti
menjadi tertarik untuk melakukan penelitian ini dengan memilih informan
prajurit muda yang tergolong dalam remaja akhir di Tepas Keprajuritan
Yogyakarta.
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif
dengan pendekatan content analysis yang difokuskan pada analisis isi
konvensional karena berangkat dari hal-hal spesifik atau fakta-fakta yang
tersedia secara khusus untuk diabstraksikan atau digeneralisasikan agar lebih
bersifat umum.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
masalah : Bagaimana seorang remaja usia 18-22 tahun dapat termotivasi untuk
menjadi prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui proses munculnya
motivasi seorang remaja (18-22 tahun) untuk menjadi prajurit Keraton
9
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah untuk menyajikan
fakta-fakta dan memperkaya kepustakaan ilmu psikologi, khususnya
untuk Psikologi Perkembangan, Psikologi Budaya, dan Psikologi
Industri Organisasi.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh orang muda untuk
menambah wawasan dan memberi informasi bahwa masih banyak
orang muda yang bersedia melestarikan budaya tradisional atau
budaya Jawa dan tidak hanyut dalam kehidupan jaman kini yang
serba modern. Selain itu, hasil penelitian juga dapat memotivasi
orang muda untuk ikut menjaga dan melestarikan budaya Jawa
khususnya di Yogyakarta agar ciri khas kota Yogyakarta sebagai
kota yang kental akan budaya tidak hilang.
b.Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh Dinas Kebudayaan Kota
Yogyakarta sebagai iklan yang mengajak masyarakat Yogyakarta
khususnya orang muda untuk tetap melestarikan kebudayaan di
jaman yang serba modern ini.
c.Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh Tepas Keprajuritan
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai tambahan
10
d.Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh penulis untuk
memperoleh deskripsi tentang motivasi seseorang untuk menjadi
prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat di usia remaja akhir
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Supratiknya (2015) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif baik yang
bersifat induktif maupun deduktif sangat membutuhkan tinjauan pustaka untuk
memaparkan secara garis besar konsep-konsep, konstruk, variabel, hipotesis yang
terkait dengan fenomena. Tinjauan pustaka secara garis besar berisi ringkasan
himpunan pustaka yang relevan dengan fenomena yang akan diteliti sampai
akhirnya ditutup dengan paparan hasil yang diharapkan peneliti. Sedangkan
landasan teori lebih menjelaskan tentang variabel yang akan diteliti sebagai dasar
untuk membuat skala pada bab III. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti memilih
menggunakan tinjauan pustaka karena penelitian ini tidak membuat skala seperti
penelitian kuantitatif dan membandingkan beberapa teori yang nantinya akan
lebih cocok digunakan dalam penelitian ini.
Adapun kegunaan teori dalam penelitian kualitatif ini yaitu untuk
mengarahkan penelitian dengan memaparkan fenomena yang akan diteliti,
merumuskan pertanyaan-pertanyaan penelitian, merumuskan hakikat pengalaman
hidup dari partisipan, memberi landasan filosofis dari penelitian, dan merumuskan
asumsi-asumsi. Selain itu, teori dalam kualitatif juga digunakan sebagai kerangka
12
A. Remaja Akhir
1. Pengertian Remaja
Dalam buku Santrock (2014), yang termasuk dalam kategori
remaja akhir adalah usia 18-22 tahun. Sarwono (2009), masa remaja akhir
adalah masa transisi dari remaja masuk ke dewasa dimana banyak
kesukaran yang dialami remaja dalam mengambil sebuah pilihan. Menurut
Martaniah (1984), periode ini adalah periode transisi dari anak ke dewasa
yang sukar dan sering menyusahkan diri sendiri serta banyak keluhan
terhadap mereka yang memiliki masalah-masalah dalam
perkembangannya. Lesmana (2005) juga menyatakan bahwa masa remaja
adalah masa seseorang ingin banyak mengetahui dan belajar mandiri
namun sering mengalami kebingungan terhadap dunia baru dimana
mereka tidak ingin lagi terikat dengan aturan orangtua. Erikson dalam
Lesmana (2005) mengatakan bahwa isu yang paling kritis dan penting
pada masa remaja adalah pencarian identitas diri.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, masa remaja menurut
peneliti adalah masa transisi dari anak menuju dewasa dimana pada masa
ini tidak jarang seseorang mengalami kebingungan dan masalah dalam
mencari identitas dirinya sehingga sering mengambil keputusan yang salah
serta ingin menjadi mandiri dalam dunia barunya.
Perkembangan dan kemajuan jaman yang semakin modern juga
mempengaruhi gaya hidup hedonis pada masyarakat termasuk remaja yang
13
menunjukkan kesenangan pribadi dengan berfoya-foya, mencari
kemewahan, adanya perilaku komsumtif yang berlebihan, dan
keinginan-keinginan akan masa depan yang tidak berkekurangan (Russell, 2002).
Ciri-ciri orang yang hedonis menurut Cicero dalam Russell (2002)
adalah memiliki pandangan gaya instan, berfokus pada perolehan akhir
yaitu harta bukan proses mendapatkannya, mengejar hal-hal modern,
berlebihan dalam memenuhi keinginan spontan yang muncul, dan ingin
cepat-cepat menghabiskan uang dalam sekejap daripada menabung
maupun menggunakannya untuk hal yang lebih memiliki guna. Begitu
pula sebaliknya, orang yang tidak hedonis akan lebih berfokus pada proses
mendapatkan sesuatu yang diinginkan, tidak berlebihan dalam memenuhi
keinginannya bahkan jarang memiliki keinginan yang spontan, tidak suka
berfoya-foya, dan lebih senang menabung untuk hal-hal penting yang
berguna.
2. Karakteristik Remaja
Masa remaja dibagi menjadi tiga yaitu masa remaja awal (12-15
tahun), masa remaja tengah (15-18 tahun), dan masa remaja akhir (18-22
tahun) yang masing-masing mempunyai ciri tersendiri (Santrock, 2014).
Baruth dan Robinson III dalam Lesmana (2005) membuat karakteristik
remaja akhir secara umum yaitu :
14
1) Membina kedekatan yang lebih besar dengan guru dan
teman-teman sebaya.
2) Terjadi perpindahan kedekatan dari keluarga ke lingkungan sosial
yang lebih luas.
3) Terkadang suka menyendiri.
4) Bertambahnya sumber alienasi dengan orangtua karena beberapa
perubahan seperti cara berpakaian, penampilan, batas waktu
malam.
5) Adanya perubahan pandangan terhadap diri sebagai suatu keunikan
diri.
6) Memahami perbedaan individual dan memahami ada orang lain
disekitarnya.
7) Menyadari bahwa orang lain belum tentu satu pendapat atau satu
kesenangan dengan dirinya.
8) Menyadari pentingnya menjalin hubungan dengan lawan jenis.
9) Mulai banyak mencari tahu tentang pekerjaan dan nilai-nilai pada
orang dewasa.
Ohlsen dalam Lesmana (2005) juga membuat 16 daftar tugas atau
kebutuhan yang harus dipunyai oleh remaja akhir yaitu :
1) Memahami dan menerima diri dari penampilan, kemampuan, bakat,
minat, dan tanggung jawab.
15
3) Memiliki keputusan-keputusan tentang gaya hidupnya dan sadar
dalam memutuskan dengan memperhatikan konsekuensinya
4) Lebih mantap dalam menjunjung nilai-nilai moral
5) Belajar untuk memulai, mengembangkan, dan mempertahankan
relasi dengan orang lain
6) Sensitif dan membantu dalam pemuasan kebutuhan orang lain.
7) Belajar penyesuaian seksual yang adekuat
8) Mampu merencanakan, membuat, dan memutuskan sesuatu
9) Menyelesaikan semua hal yang belum terselesaikan dengan orang
lain
10)Tidak tergantung secara emosional kepada orang tua dan orang lain
11)Mengenali setiap kesempatan yang sesuai tujuan hidupnya
12)Membuat dan berani mencoba dalam hal karier
13)Mulai tidak tergantung secara ekonomi
14)Mendapat pengakuan dari orang dewasa dan teman sebaya
15)Meningkatkan kekuatan ego dan percaya diri
16)Menerima diri apa adanya.
Berdasarkan uraian karakteristik remaja diatas, peneliti memiliki
pemahaman bahwa karakteristik remaja awal dan remaja akhir memiliki
perbedaan, namun ada pula kesamaannya yaitu mereka mulai mencari dan
membina hubungan pertemanan yang lebih banyak, menyadari adanya
perubahan fisiknya, sering merasa bosan dan suka menyendiri, serta mulai
16
remaja akhir karena pada tahap ini, seorang remaja akhir mulai mencari
tahu tentang pekerjaan dan nilai-nilai pada orang dewasa serta menyadari
keunikan dalam diri yang berbeda dari orang lain.
3. Tahap Perkembangan Masa Remaja dan Ciri-cirinya
Pada masa remaja, perkembangan dan pertumbuhan individu masih
terjadi baik fisik yang maksimal maupun psikis bahkan kematangan
reproduksinya (Martaniah, 1984). Masa remaja sendiri dibagi menjadi tiga
tahap yaitu masa remaja awal dengan usia 12-15 tahun, masa remaja
tengah dengan usia 15-18 tahun, dan masa remaja akhir dengan usia 18-22
tahun (Santrock, 2014). Adapun ciri-ciri remaja akhir menurut Monks
(1982) yakni :
a. Mencari identitas diri
b. Ingin mendapat kebebasan dari orangtua atau orang dewasa
c. Dapat menerima peran dewasa berdasarkan pengaruh kebiasaan
masyarakat
d. Aspek-aspek biologisnya mulai berkembang (pertumbuhan dan
perkembangan seksual serta alat kelamin)
e. Mulai mencari teman sebaya yang dianggap bernasib sama
f. Menonjolkan apa yang membuat dirinya beda dari orang dewasa
lainnya
17
h. Berdandan atau tidak sama sekali, mencari gaya rambut, mencari
kesenangan musik, dan senang dengan acara pesta atau pertemuan
i. Senang membentuk kelompok dan memilih-milih teman dengan kelas
sosial yang tinggi atau rendah
Berdasarkan uraian ciri-ciri di atas, menurut peneliti masa remaja
itu identik dengan mencari teman bermain baik dari kelas sosial yang
tinggi maupun rendah, ingin mendapat kebebasan, dan mencari identitas
diri yang sesuai dengan kesenangannya.
4. Perkembangan Fisik, Kognitif, dan Sosio-emosional a. Perkembangan Fisik
Santrock (2002) mengemukakan bahwa perubahan fisik pada
masa remaja adalah perubahan pubertas dimana kematangan kerangka
dan seksual terjadi secara pesat di awal masa remaja. Pada laki-laki
biasanya tumbuh kumis dan mimpi basah pertama sebagai tanda
munculnya masa pubertas. Sedangkan pada perempuan, perubahan
terjadi pada pertumbuhan buah dada, tinggi badan, dan rambut
kemaluan. Jones dalam Santrock (2002) menyatakan bahwa anak
laki-laki yang lebih cepat matang akan lebih positif dalam memahami diri
dan lebih dewasa dari teman-teman seusianya. Sedangkan Gariulo dan
Allen dalam Santrock (2002) mengatakan anak perempuan yang lebih
cepat matang akan memiliki kecenderungan untuk merokok, meminum
18
memilih teman yang lebih tua serta cenderung mengundang respon dari
laki-laki yang mengarah kepada berkencan sebab pengalaman
seksualnya lebih awal.
b. Perkembangan Kognitif
Pada masa remaja lebih ditekankan pada pemikiran operasional
formal dan pengambilan keputusan. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Piaget dalam Santrock (2002) bahwa pemikiran operasional
formal remaja lebih abstrak daripada anak-anak dan juga idealistis
dimana mereka mulai memikirkan ciri ideal seperti apa yang cocok
untuk dirinya dan mulai menetapkan standar ideal yang masih belum
pasti. Kuhn dalam Santrock (2002) juga menambahkan bahwa remaja
pemikirannya lebih logis dan senang dalam menyusun rencana-rencana
untuk menyelesaikan masalah. Santrock (2002) sendiri menyatakan
bahwa cara penalaran pada remaja adalah deduktif hipotesis yakni
penalaran dengan mengembangkan hipotesis atau dugaan terbaik untuk
menyelesaikan masalah yang nanti akan ditarik kesimpulan secara
sistematis pola-pola seperti apa saja yang diterapkan dalam
memecahkan suatu masalah. Selain itu, proses asimilasi atau
memasukkan informasi baru ke dalam pengetahuan dan menyesuaikan
diri dengan informasi tersebut juga termasuk dalam perkembangan
kognitif pada remaja. Pada kognisi sosialnya, pemikiran remaja bersifat
19
dengan keyakinan bahwa dirinya diperhatikan oleh orang lain dan
pencipta dongeng pribadi dengan membuat cerita dirinya beserta
fantasi-fantasi serta perasaan unik dari tiap individu.
Penekanan yang kedua yaitu pengambilan keputusan. Beth dkk
dalam Santrock (2002) menyatakan bahwa masa remaja identik dengan
masa kemampuan dalam mengambil keputusan tentang masa depan
dirinya. Ganzel & Jacobs dalam Santrock (2002) menambahkan bahwa
pengambilan keputusan dari remaja yang lebih tua dan orang dewasa
masih belum sempurna serta tidak menjamin luasnya pengalaman dapat
mempengaruhi pengambilan tersebut. Keating dalam Santrock (2002)
juga menambahkan bahwa terkadang pengambilan keputusan remaja
mungkin disalahkan dalam realitas sebab orientasi masyarakat terhadap
remaja masih terlalu kaku dan kegagalan dalam memadai
pilihan-pilihan mereka. Kesalahan dalam pengambilan keputusan dijelaskan
oleh Santrock (2002) bahwa beberapa remaja memilih untuk memakai
obat-oabatan terlarang dengan alasan mengatasi stress, melakukan
kenakalan-kenakalan remaja seperti berkelahi dan mencuri bahkan
membunuh dengan tujuan mencari identitas diri, hamil pada remaja
putrid karena pada masa remaja ini dorongan seksualnya sedang tinggi
dan ingin mencari pengalaman seksual, bunuh diri ketika kehilangan
pacar atau mendapat nilai yang tidak memuaskan, dan beberapa
mengalami gangguan makan dengan alasan untuk mendapat tubuh yang
20
c. Perkembangan Sosio-Emosional
Santrock (2002) mengemukakan perkembangan
sosio-emosional pada masa remaja dapat dikonsepkan dari segi keluarga dan
teman sebaya. Remaja pada masa pertengahan dan akhir akan menuntut
dua hal kepada keluarga yaitu otonomi dan attachment. Tuntutan
otonomi remaja ternyata cukup membuat banyak orangtua emosi karena
mereka ingin diberi tanggung jawab atas dirinya dan tidak mau lagi
diatur-atur oleh orangtuanya. Namun akan berbeda dengan remaja yang
lebih memilih attachment dengan orangtua. Allen dkk dalam Santrock
(2002) mengatakan bahwa mereka akan terbantu dalam kompetensi
sosial dan kesejahteraan sosial remaja seperti harga diri, penyesuaian
emosional, dan kesehatan fisik. Selain itu, attachment dengan orangtua
dapat berfungsi adaptif dalam menyediakan landasan yang kokoh agar
remaja dapat menjelajahi dan menguasai lingkungan barunya dengan
cara yang sehat secara psikologis serta tidak menimbulkan depresi
maupun tekanan emosional bagi dirinya.
Armsden & Greenberg dalam Santrock (2002) mengatakan
bahwa remaja yang secara kokoh dekat dengan orangtua, maka ia juga
akan dekat secara kokoh dengan teman sebayanya. Tidak jarang dari
mereka yang mulai menjalin relasi sangat dekat dengan teman, pacar,
dan lawan jenisnya (Hazen & Shaver dalam Santrock, 2002).
Konformitas dengan teman sebaya juga mulai muncul pada remaja
21
kelompok seperti berpakaian yang sama maupun yang bersifat negatif
yaitu mencuri, merusak, berbahasa kotor, mengolok-olok. (Camarena
dkk dalam Santrock, 2002). Berkencan merupakan jalinan relasi
dengan lawan jenis yang merupakan suatu bentuk seleksi pasangan
yang dilakukan oleh remaja dan mereka akan meluangkan banyak
waktu terutama remaja perempuan yang memiliki keinginan lebih kuat
dalam hal keintiman dengan laki-laki (Duck dalam Santrock, 2002).
Etnisitas juga merupakan perkembangan sosio-emosional
remaja yang mengarah kepada kemampuan remaja dalam menyadari
adanya keanekaragaman dan perbedaan individual yang akan berakibat
pada stereotype kelompok-kelompok. Proses asimilasi dan pluralisme
di dalamnya akan menjelaskan beberapa remaja yang mencoba
melebur dalam kelompok. Asimilasi dilakukan oleh remaja yang
melebur pada kelompok etnis minoritas ke kelompok dominan. Namun
pluralisme dilakukan sebaliknya yaitu peleburan ke kelompok etnis
dan kebudayaan dalam masyarakat yang sama serta mereka lebih
mampu melihat perbedaan tiap kebudayaan yang harus dipertahankan
dan dihargai (Santrock, 2002).
Selain itu, identitas yang penting pada masa remaja akhir yang
untuk pertama kali perkembangan fisik, kognitif, dan sosialnya sudah
lebih maju sehingga individu sudah dapat memilah-milah dan
mengidentifikasi diri menuju ke dewasa (Santrock, 2002). Pengaruh
22
perkembangan identitas remaja yang dapat dilihat dari gaya
pengasuhan otokratis yakni mengendalikan perilaku dan menghambat
identitas remaja dan pengasuhan permisif yang memberi bimbingan
pada remaja dan mengijinkan mereka untuk mengambil keputusan
sendiri (Bernard dkk dalam Santrock, 2002). Marcia dalam Santrock
(2002) menyimpulkan teori Erikson tentang empat status identitas
yakni penyebaran identitas (identity diffusion), pencabutan identitas
(identity foreclosure), penundaan identitas (identity moratorium), dan
pencapaian identitas (identity achievement). Penyebaran identitas
(identity diffusion) digunakan Marcia untuk menggambarkan remaja
yang belum menjajaki pilihan yang bermakna untuk hidupnya.
Pencabutan identitas (identity foreclosure) untuk menggambarkan
remaja yang sudah berani membuat komitmen tetapi belum mengalami
krisis. Penundaan identitas (identity moratorium) digunakan untuk
menggambarkan remaja yang sedang berada di tengah-tengah krisis
namun komitmenya belum kuat bahkan tidak ada. Sedangkan
pencapaian identitas (identity achievement) untuk menggambarkan
remaja yang telah mengalami krisis dan sudah membuat komitmen
yang kuat.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti mendapat pemahaman
bahwa remaja laki-laki identik dengan pertumbuhan kumis dan
mengalami mimpi basah, sedangkan remaja perempuan identik dengan
23
daripada laki-laki. Selain itu, remaja juga identik dengan memasukkan
informasi baru sebanyak-banyaknya dalam pengetahuan dan menyusun
atau merencanakan sesuatu untuk menyelesaikan masalah walaupun
tidak jarang banyak anak remaja yang salah mengambil keputusan
dengan memakai narkoba dan melakukan kenakalan remaja yang
identik dengan berkelahi. Remaja juga identik dengan pemahaman
akan diri bahwa ia unik dan ingin dihargai layaknya orang dewasa
yang memiliki kebebasan dalam hidupnya. Penelitian ini berfokus
pada remaja akhir yang memiliki ciri yaitu tanggung jawab dalam
memilih dan mengidentifikasi diri agar sama dengan orang dewasa
kemudian membuat komitmen yang tepat bagi dirinya.
B. Motivasi
1. Pengertian Motivasi
Sebelum mendefinisikan pengertian motivasi, motivasi itu sendiri
berasal dari kata motif. Motif dan motivasi merupakan satu kesatuan tetapi
memiliki arti yang saling berkaitan. Menurut McClelland (Martaniah,
1984), motif merupakan dorongan untuk berubah dalam kondisi yang
afektif dan mendasari suatu perbuatan. Senada dengan pengertian tersebut,
Atkinson dalam buku yang sama milik Martaniah (1984) menganggap
motif sebagai suatu disposisi laten yang berusaha dengan kuat untuk
menuju ke tujuan tertentu. Uno (2008) juga menjelasan bahwa motif
24
tertentu. Berdasarkan beberapa definisi tersebut, peneliti menyimpulkan
bahwa motif adalah dasar suatu perbuatan yang akan dilakukan untuk
tujuan tertentu.
Definisi motivasi menurut Lubis (2008) adalah pendorong
seseorang untuk berbuat sesuatu yang dapat memberi pengaruh dalam
menambah semangat maupun tidak sesuai dengan apa yang diperintah
otak. Pendapat Uno (2008) juga serupa mengenai motivasi yaitu dorongan
dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah laku. Motivasi merupakan
suatu tenaga atau faktor yang menimbulkan, mengarahkan, dan
mengorganisasi suatu tingkah laku manusia agar tujuannya tercapai.
Atkinson dalam Martaniah (1984) mendefinisikan motivasi sebagai
keadaan individu yang terangsang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, motivasi menurut peneliti
adalah suatu tenaga pendorong manusia yang mengarahkan pada tujuan
tertentu yang ingin dicapai.
2. Tokoh-tokoh dan Teori Motivasinya
Gomes (2003) mengemukakan bahwa teori motivasi dapat
dikelompokkan dalam dua kategori utama yaitu Content dan Process.
Teori content meliputi teori-teori kebutuhan yang menjelaskan bahwa
perilaku manusia didorong oleh kebutuhan-kebutuhan tertentu. Teori ini
lebih cocok digunakan oleh seorang manajer untuk menebak kebutuhan
25
membutuhkan sesuatu. Sedangkan teori process menjelaskan bahwa
semua perilaku yang ada berkaitan erat dengan pengharapan dimana
seorang individu mempercayai sesuatu akan diperoleh dengan tingkah laku
mereka. Berikut ini merupakan kerangka yang disebut produk motivasi
dasar seseorang melakukan sesuatu untuk mencapai keinginannya :
Gambar 1. Proses Motivasi
a. Abraham Maslow
Abraham Maslow (1909-1970) yang merupakan tokoh psikologi
humanistik lebih menekankan pada teori content dengan menuangkan teori
kebutuhan-kebutuhan yang mendasari motivasi (Benson, 2001). Maslow
mengatakan bahwa individu akan termotivasi untuk memenuhi kebutuhan
yang paling kuat pada waktu tertentu dan mempunyai keinginan untuk
memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi lagi (Lubis, 2008). Kebutuhan
manusia secara hirarki semuanya laten dalam diri individu yang mencakup
KEINGINAN
CITA-CITA,
DORONGAN,
HASRAT, DLL
PENGARUH
DARI
LINGKUNGAN
HARAPAN
26
kebutuhan fisiologis, perasaan aman, memiliki dan cinta, penghargaan,
dan aktualisasi diri (Uno, 2008).
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan dasar setiap orang
sebab tanpa pemuasan berbagai kebutuhan ini, kebutuhan setelahnya
dirasa sulit terpenuhi untuk memotivasi kita (Benson, 2001). Kebutuhan
fisiologis yang dimaksud adalah rasa lapar, rasa haus, hasrat untuk seks,
kebutuhan untuk tidur, pengaturan suhu tubuh, dan kebutuhan dasar
lainnya. Kebutuhan ini bersifat universal dan mendesak, tidak mengenal
batas usia, jenis kelamin, suku, status, tingkat pendidikan, dan merupakan
kebutuhan dasar yang memiliki pengaruh motivasional serta behavioral
yang sangat kuat bagi manusia (Koeswara, 1995).
Kebutuhan rasa aman atau kebutuhan akan keamanan meliputi
perlindungan dari benda/situasi yang membahayakan seperti penyakit dan
cuaca ekstrem (Benson, 2001). Selain itu, kebutuhan akan jaminan,
stabilitas, perlindungan, ketertiban, dan bebas dari ketakutan serta
kecemasan juga termasuk di dalam kebutuhan rasa aman (Kanisius, 1991).
Maslow mengatakan bahwa faktor belajar dan pengalaman individu
mempunyai peran yang penting dalam pemuasan kebutuhan akan rasa
aman (Koeswara, 1995).
Kebutuhan akan memiliki dan cinta berisi tentang rasa ingin
diterima oleh orang lain, dianggap penting, diikutsertakan dalam
kelompok, dan ingin dicintai. Kebutuhan ini dapat dipuaskan dengan
27
dengan prinsip yaitu memberi dan menerima adalah hal yang sama-sama
penting (Kanisius, 1991). Maslow menekankan bahwa yang dibutuhkan
oleh setiap orang adalah cinta yang matang antara dua orang atau lebih dan
dibangun dengan rasa saling percaya serta menghargai (Koeswara, 1995).
Kebutuhan akan penghargaan ini menuntut kita untuk mampu
menghargai diri sendiri terlebih dahulu, sebab akan sulit meyakinkan
orang lain apa yang kita harapkan apabila kita tidak menghargai diri
terlebih dahulu (Kanisius, 1991). Hal tersebut senada dengan pendapat
Maslow yang membagi kebutuhan ini dalam dua sub yaitu penghormatan
dari diri sendiri dan penghargaan dari orang lain yang pada akhirnya akan
menghasilkan rasa dan sikap percaya diri, berharga, kuat, dan mampu
dalam diri individu (Koeswara, 1995).
Aktualisasi diri menjadi kebutuhan paling atas dimana kebutuhan
ini diwujudkan setelah seseorang memahami akan potensi diri dan
mengembangkannya sebagai karya hidupnya (Koeswara, 1995).
Kebutuhan aktualisasi diri setiap orang berbeda-beda dan berisi
penggunaan semua bakat yang dimiliki (Kanisius, 1991). Selain itu,
mewujudkan semua potensi diri dan menjadi seseorang yang berkualitas
maksimal terhadap dirinya juga termasuk dalam kebutuhan aktualisasi diri
(Benson, 2001). Koeswara (1995) mengemukakan pendapat Maslow
bahwa kebutuhan ini tidak mudah dicapai oleh setiap orang dan ciri-ciri
yakni mampu mengamati realitas secara efisien, menerima diri sendiri dan
28
memusatkan diri pada masalah, memiliki kebutuhan akan privasi,
memiliki kemandirian dari lingkungan dan kebudayaan, mampu
mengapresiasi, memiliki pengalaman puncak atau mistis, memiliki minat
sosial, membentuk hubungan antarpribadi, berkarakter demokratis,
memiliki perbedaan antara cara dan tujuan, memiliki rasa humor yang
filosofis, kreatif, dan otonom.
Peneliti memandang bahwa teori kebutuhan milik Maslow ini lebih
menekankan pada pemenuhan kebutuhan secara berjenjang atau hirarki
dan mengungkap bahwa kebutuhan manusia tidak hanya berupa material
saja namun non material juga dibutuhkan. Apabila kebutuhan dasar belum
terpenuhi, maka kebutuhan selanjutnya akan terhambat dan kurang
memuaskan. Peeliti juga memandang bahwa setiap individu tidak akan
pernah merasa puas, meskipun kebutuhan dasar telah terpenuhi pasti akan
muncul kebutuhan lainnya yang lebih tinggi dan memuaskan.
b. Frederick Herzberg
Frederick Herzberg (1923-2000) adalah seorang ahli psikolog
klinis dan Profesor Manajemen di Universitas Utah College of Business.
Hook (2006) banyak mengemukakan teori Herzberg atau dikenal dengan
“Model Dua Faktor”. Herzberg dalam membagi dua kelompok faktor dalam masalah pekerjaan yaitu faktor motivasi yang berisi tentang
pendorong prestasi seseorang dari dalam dirinya (keberhasilan yang diraih,
29
pemeliharaan yang berisi tentang pendorong pretasi namun sumbermya
dari luar diri yang ikut menentukan perilaku seseorang dalam hidup
ataupun pekerjaannya. Teori Herzberg tentang faktor pemeliharaan atau
maintenance merupakan hal paling dasar dan diutamakan yang mampu
membuat seorang pekerja merasa berhak atas pekerjaannya dengan
melihat hal-hal berikut ini :
1) Gaji yang memadai dan sesuai dengan pekerjaannya serta standar
UMR di tempat ia bekerja.
2) Kepuasan terhadap kondisi kerja seperti dekorasi dan penataan ruang
yang membuat pekerja nyaman.
3) Keuntungan lebih yang menyenangkan seperti mendapat jaminan
kesehatan, bonus-bonus, dan juga hari libur.
4) Hubungan antara atasan dan pekerja yang baik dengan saling
berkomunikasi dan saling menghargai.
Penjelasan teori motivasi yang dikemukakan dalam Hook (2006)
berisi tentang pemberian motivasi kepada pekerja dengan menyesuaikan
faktor maintenance atau pemeliharaan. Herzberg berpendapat bahwa akan
sia-sia saja memotivasi pekerja bila hanya dengan mendukung dan
menyemangati pekerja tanpa melihat pemeliharaan yang meliputi gaji, tata
ruang, keuntungan, dan relasi dengan atasan.
Pendapat peneliti mengenai teori ini yaitu faktor dalam diri saja
tidak cukup untuk meningkatkan motivasi seseorang atau pekerja,
30
seseorang atau pekerja semakin besar dan hasil kerjanya pun semakin
produktif.
c. Victor H. Vroom
Victor Vroom (1964) mengembangkan sebuah teori motivasi yang
disebutnya “Teori Harapan” atau “The Expectancy Theory”. Motivasi
menurut teori ini adalah hasil upaya seseorang dalam mewujudkan
keinginan atau harapannya. Apabila harapan atau keinginan dalam
mencapai sesuatu itu besar, maka motivasinya akan semakin
mendorongnya. Namun apabila harapan atau keinginannya tidak terlalu
besar, maka motivasinya pun rendah (Lunenburg, 2011).
Dalam teori harapan ini terdapat tiga asumsi pokok yaitu valence,
expectancy, dan. instrumentally.
1) Valence yakni hadiah, hasil, bobot yang didapatkan berkat kekuatan kinerja seseorang. Hadiah yang dimaksud merupakan
pencapaian atau potensi imbalan yang sesuai dengan apa yang
sudah diusahakan, seperti kenaikan gaji, promosi, penerimaan dari
teman sebaya, pengakuan oleh pengawas, atau imbalan lainnya.
Semakin baik kekuatan kinerja seseorang, maka hadiah yang
didapat akan semakin sesuai dan positif bagi dirinya.
2) Expectancy yakni perkiraan seseorang bahwa upaya yang berhubungan dengan pekerjaan akan menghasilkan suatu tingkat
31
pekerjaannya akan selesai dengan segala upaya untuk mewujudkan
harapannya.
3) Instrumentally yakni perkiraan seseorang mengenai bekerja pada tingkat kinerja tertentu akan mencapai hasil kerja yang
diinginkan. Sebagai contoh, seorang karyawan akan mencapai
tingkat kinerja tertentu yang menghasilkan gaji lebih besar. Namun
tetap dilihat besarnya performansinya, apabila ia
bersungguh-sungguh maka hasilnya pun akan sesuai.
Gambar 2. Proses Motivasi Victor Vroom
Expectancy Instrumentally
Effort performance rewards
Valence
Kerangka di atas merupakan isi dari teori Harapan secara singkat
yang dapat diungkapkan bahwa seseorang yang memiliki harapan akan
berusaha dan melakukan tindakan sebagai sarana dalam mencapai hadiah
atau hasil yang sesuai dengan harapannya.
Wijono (2007) juga menjelaskan mengenai Teori Harapan dengan
32
1) Nilai (Valence)
Suatu dorongan yang membuat seseorang ingin mendapatkan
suatu balasan atau imbalan atas apa yang telah dikerjakannya.
Misalnya ketika seseorang ingin naik jabatan, maka ia harus
bekerja keras untuk lebih berprestasi.
2) Harapan (Expectancy)
Suatu ambisi, keinginan, dan impian yang dimiliki seseorang
dan tercermin dalam kekuatan usahanya. Semakin kuat ambisi
atau harapan yang dimiliki seorang karyawan, maka semakin
kuat pula usaha untuk memenuhi tujuannya.
3) Ganjaran dan Prestasi (Instrumentally)
Sebuah sarana yang mendukung untuk mencapai prestasi yang
diinginkan. Apabila seorang karyawan merasa bahwa sebuah
prestasi kerja yang tinggi akan memunculkan sebuah promosi
jabatan dari atasan dan hal itu menjadi keinginannya, maka ia
akan semakin bekerja keras untuk mencapai prestasi yang
dimaksud.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti berpendapat bahwa teori
harapan milik Victor H. Vroom ini menjelaskan tentang keinginan
seseorang akan sesuatu dan ia mampu memperkirakan bahwa jalan
menuju pencapaiannya akan terbuka sehingga semua usahanya akan
33
Dari ketiga teori milik Maslow, Herzberg, dan Vroom
masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Maslow lebih menekankan
pada pemenuhan kebutuhan secara hirarki, sedangkan setiap individu tidak
pernah merasa puas dan ingin selalu mencari kepuasan dengan cara yang
tidak selalu hirarki. Herzberg lebih menekankan pada adanya faktor
pemeliharaan yang mendukung dalam meningkatkan motivasi, namun
seseorang bisa saja menyalahkan faktor pemeliharaan apabila ia
mengalami kegagalan dalam bekerja. Sedangkan Vroom lebih
menekankan pada harapan seseorang yang besar akan memunculkan hasil
yang besar pula, begitu pula sebaliknya. Peneliti lebih memilih
menggunakan Teori Harapan milik Victor Vroom mengenai harapan
seseorang bekerja karena ia akan memiliki motivasi apabila ada nilai,
harapan, dan sarana yang mendukung. Sesuai dengan penelitian ini yang
akan mengungkap motivasi menjadi prajurit Keraton di usia remaja akhir.
Berkaitan dengan pengertian pada aspek Valence, Expectancy, dan
Instrumentally, peneliti dapat merumuskan beberapa indikator yang akan
mendukung dan menjelaskan munculnya setiap aspek tersebut dengan
mengartikan kata-kata dari KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
sebagai berikut :
1. Valence :
a. Hasil
Hasil adalah sebuah pendapatan, perolehan, akibat, dan
34 b. Penghargaan
Dapat dikatakan juga sebagai perbuatan menghargai,
penghormatan, dan sesuatu yang harus dibayarkan untuk
sebuah produk atau jasa.
2. Expectancy :
a. Ketertarikan
Hal, keadaan, peristiwa yang membuat tertarik dan
membangkitkan rasa kasih (sayang, suka, ingin),
mempengaruhi atau membangkitkan hasrat untuk lebih
memperhatikan ke hal yang menarik tersebut.
b. Keistimewaan Tersendiri
Sifat-sifat istimewa, khas (ada tujuan yang tentu), khusus,
lain daripada yang lain yang mendukung sebuah harapan
c. Keinginan
Kehendak, hasrat yang ingin dicapai dan terdapat
harapan-harapan di dalamnya. Dalam hal ini keinginan memiliki
persepsi yang berbeda dari ketertarikan. Peneliti akan lebih
berfokus pada keinginan seperti apa yang memotivasi
seseorang untuk mencapai tujuannya. Sedangkan pada
ketertarikan, peneliti lebih berfokus pada sejak kapan
seseorang memiliki ketertarikan dan apa saja yang
35 d. Usaha
Kegiatan dengan mengerahkan tenaga, pikiran, atau badan
untuk mencapai suatu maksud, suatu pekerjaan untuk
mencapai sesuatu. Pada bagian expectancy, usaha yang
dimaksud adalah usaha-usaha yang akan ia lakukan untuk
dapat mewujudkan tujuan atau maksud seseorang.
3. Instrumentally :
a. Sarana yang mendukung
Segala sesuatu yang menunjang dan dapat dipakai sebagai
alat dalam mencapai maksud atau tujuan, media yang
digunakan untuk semakin memotivasi seseorang agar
bekerja lebih maksimal.
b. Keyakinan
Sebuah kepercayaan yang sungguh-sungguh, sebuah
kepastian, ketentuan, hal-hal yang meyakinkan. Seseorang
pasti memiliki sebuah keyakinan untuk dapat bekerja
dengan maksimal jika ada sarana yang pasti dan
meyakinkan.
c. Tindakan
Sesuatu yang (akan ataupun sudah) dilakukan, berkaitan
dengan perbuatan, tindakan yang dilaksanakan untuk
mengatasi sesuatu, terdapat beberapa langkah. Dalam hal