• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. HAL IKHWAL PENDAMPINGAN IMAN ANAK

B. Pendampingan

1. Pengertian Pendampingan

Pendampingan Iman Anak merupakan salah satu bentuk pelayanan iman yang diberikan oleh Gereja kepada umatnya demi perkembangan iman yang semakin mendalam. Subjek utama dalam PIA adalah anak-anak dan iman anak-anak tersebut. Akan tetapi, pendamping dalam PIA, meskipun bukan sebagai subjek utama, memiliki peran yang sangat vital dan menentukan. Pendamping PIA dapat diibaratkan seperti jembatan yang mengantar anak-anak kepada iman yang mendalam akan Yesus Kristus sehingga jika jembatan itu rusak atau salah dalam membimbing anak-anak, maka dapat dibayangkan bahwa perkembangan iman anak yang matang dan dewasa tidak akan dapat tercapai. Oleh karenanya, dalam bagian ini, penulis akan memfokuskan pembahasan pada peran pendamping PIA agar nantinya diharapkan para pendamping PIA menjadi “jembatan” yang baik sehingga dapat menghantarkan anak-anak sampai pada iman akan Yesus Kristus.

Kematangan dan kedewasaan manusia terjadi dalam suatu proses yang terus menerus dalam hidupnya. Demikian juga secara potensi yang ada dalam diri manusia tidak sekali jadi dan serentak mencapai kesempurnaan. Manusia senantiasa diharapkan bertumbuh dan berkembang menuju kematangan dan kedewasaan pribadi. Demikian juga segala potensi dalam diri seseorang harus senantiasa diasah dan dikembangkan dalam suatu kebersamaan, dalam suatu pendampingan (Mardi Prasetyo, 2000: 19).

Pendampingan tidak boleh dianggap sebagai “Karya sambilan” atau pekerjaan sampingan yang boleh ditangani secara sembarangan dengan sikap

laisez faire (tak peduli dan membiarkan entah salah atau benar) (Tangdilintin, 1984: 15). Kualitas pribadi seorang pendamping yang punya bakat, minat, waktu, dan kerelaan dituntut dalam proses pendampingan. Kualitas pribadi pendamping menentukan hasil pendampingan yang mereka jalankan. Selain itu dalam diri seorang pendamping dituntut juga memiliki wawasan dan pengertian yang memadai mengenai pendampingan itu sendiri. Sebab berdasarkan wawasan dan pemahamannya yang memadai mengenai tugasnya, seorang pendamping dapat mempersiapkan dan melaksanakan tugasnya dengan baik, sesuai tujuan atau cita-cita yang diharapkan.

Pendampingan berarti proses mendampingi atau cara atau perbuatan mendampingi. Menurut Mangunhardjana (1986: 22), pendampingan berarti suatu usaha membantu peserta menyongsong masa depan dengan tujuan, materi, bentuk, metode, dan teknik pendampingan yang tertentu. Teknik pendampingan memiliki ciri utama, yakni menolong orang lain berkembang. Lebih jauh Mayeroff (1994: 27) menunjukkan pengertian pendampingan. Ia menjelaskan bahwa, berada bersama dengan orang lain, berarti merasakan dan mengalami kehidupan yang didampingi. Akan dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:

Kita tidak merasa sendirian ketika orang lain berada bersama dengan kita. Ia merasakan dan mengalami kehidupan kita seutuhnya dengan mendekatkan diri kepada kita. Kita merasa bahwa ia memahami kita sebagaimana adanya. Kita mengetahui bahwa ia berada bersama dengan kita juga untuk menilai, memiliki dan menguasai kita,

melainkan untuk mendampingi dan menolong kita. Dengan demikian kita tidak perlu bersembunyi dan berpura-pura (Mayeroff, 1994: 27).

Pendamping perlu mengkondisikan kehadirannya sedemikian rupa sehingga peserta pendampingan merasa bahwa pendamping dekat dengan dirinya dan sungguh-sungguh memahami kehidupan dan keberadaannya. Dalam pendampingan, keberadaan pendamping harus mampu memberdayakan peserta yang didampinginya agar semakin memahami dan mengembangkan dirinya semaksimal mungkin. Maka, seorang pendamping tidak pernah boleh menganggap dan memperlakukan dirinya lebih tinggi dari mereka yang didampingi, sebaliknya harus menganggap diri sama dan sederajat. Pendamping tidak memandang rendah keberadaan mereka yang didampingi seakan-akan melihatnya dari tempat yang tinggi (Mayeroff, 1994 : 26).

2. Tujuan Pendampingan

Mangunhardjana (1986: 25-27) merumuskan tujuan pendampingan sebagai berikut:

Sebagai suatu bentuk pelayanan pendamping terhadap peserta dalam persiapan mereka untuk dapat hidup dan berperan secara memadai ditengah masyarakat, bangsa dan dunia pada masa dewasa mereka, pendamping bertujuan untuk membantu peserta mendapatkan ilmu, informasi, pengetahuan, kecakapan, sikap, pembuatan, perilaku, hidup yang memadai dalam segi-segi pokok yang bertujuan dengan hidup pribadi, kebersamaan dengan orang lain, dan peran mereka dalam masyarakat, bangsa, dan dunia.

Memperhatikan rumusan tujuan pendampingan di atas, ditemukan beberapa pokok yang perlu dijelaskan. Pertama tujuan pendampingan mencakup tiga daya dari segi hidup pribadi peserta: kognitif, konatif, afektif.

Kognitif meliputi seperti, mengetahui, mengerti, dan menilai. Konatif meliputi menginginkan, menghendaki, berkemauan, bermotivasi. Serta afektif meliputi merasakan, memasukkan dalam hati, merasukkan dalam batin. Jadi tujuan pendampingan menyangkut keseluruhan dari tiga dimensi psikologi manusia baik kognitif, afektif, maupun konatif. Di satu sisi tujuan pendampingan bukan hanya membantu peserta agar memiliki pengetahuan dan dapat berteori, tetapi juga dapat melaksanakan dan mempraktekkan pengetahuan dan teori itu. Pada sisi lain, tujuan yang hendak dicapai dalam pendampingan bukan hanya agar peserta dapat melaksanakan sesuatu dan bersikap praktis-praktis saja, tetapi juga mengetahui latar belakang hal yang dilakukan dan alasan-alasannya yang lebih mendalam.

Tangdilintin (1984: 49) menjelaskan bahwa tujuan pendampingan terdiri dari dua bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan jangka pendek. Tujuan umum pendampingan adalah:

Mendampingi dan membantu peserta menemukan diri , mengembangkan kemampuan dan kemauan mereka, mengetahui masalah-masalah sosial dengan sistem dan stuktur yang sering menguasai hidup mereka, agar mampu menanggapi persoalannya-persoalannya sendiri serta tantangan lingkungannya. Sehingga peserta dapat menampatkan diri sebagai manusia beriman, yang sebagai anggota Gereja dijiwai oleh cita-cita, sikap dan semangat Kristus dengan mengemban panggilan Gereja memberi kesaksian dan pelayanan kristen di tengah masyarakat.

Sedangkan tujuan jangka pendek pendampingan, Tangdilintin (1984: 49-50) merumuskan:

Membentuk kelompok bina bersuasana akrab yang berciri semangat persaudaraan kristiani dalam mana setiap anggota saling mengenal, menjaga dan meneguhkan; tiap orang merasa diterima, dihargai dan dinilai baik dalam mana tiap orang memperoleh kesempatan leluasa

untuk mengaktualisir diri dan berperan aktif; sehingga mereka terikat dalam tanggung jawab bersama bagi hidup kelanjutan dan pengembangan (diri dalam kelompok).

Dari kedua rumusan di atas kelihatan bahwa Tangdilintin merumuskan tujuan pendampingan secara lebih sistematik dan khas kristiani. Namun pada hakekatnya gambaran tujuan umum pendampingan tersebut menunjukkan kesesuaian dengan gambaran tujuan pendampingan yang dikemukakan Mangunhardjana, bahwa pada dasarnya pendampingan bertujuan membantu mendapatkan segala sesuatu yang berguna bagi hidup peserta, baik berupa ilmu, informasi, kecakapan, sikap, perbuatan, sehingga peserta mampu mengaktualisasikan diri di tengah-tengah masyarakat sebagai orang beriman. Perbedaan rumusan lebih pada segi titik pandangannya.

Dokumen terkait