• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. PENUTUP

B. Saran

Demi mewujudkan proses PIA yang baik, dalam upaya meningkatkan mutu Pendampingan Iman Anak, ada beberapa saran yang perlu diperhatikan oleh para pendamping:

1. Pendamping PIA

Pendamping PIA adalah guru iman sekaligus orang tua kedua dari peseta PIA. Maka hendaknya pendamping selain mampu menjadi guru iman yang baik, juga mampu guru iman yang baik. Hendaknya pendamping tidak berdiri di luar dunia anak melainkan menjadi bagian dari dunia anak.

Pendamping PIA hendaknya memiliki iman yang kuat terhadap Kristus sebelum mendampingi anak-anak. Pendamping juga memperhatikan mutu dalam mendampingi anak-anak. Mempersiapkan bahan dengan matang sebelum mengajar anak-anak. Serta pendamping hendaknya terbuka pada

pelatihan atau pengalaman orang lain. Hendaknya menghindari kesombongan, dan memperhatikan kesopanan serta kerapian.

2. Gereja

Gereja hendaknya memperhatikan pendamping PIA, dalam hal memberikan pembekalan atau kaderisasi bagi para pendamping PIA. Baik yang baru maupun yang lama supaya mereka tetap mendapatkan semangat baru atau mendapatkan pembaharuan dalam mendampingi anak. Sehingga anak-anak dapat mendapatkan pendampingan yang bagi dari pendamping PIA. Hendaknya Gereja atau paroki memiliki program yang jelas dalam rangka pendampingan bagi pendamping PIA setidaknya setahun diadakan satu kali pendampingan atau kaderisasi. Gereja juga memberikan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh pendamping PIA, supaya PIA di paroki dapat terlaksana dengan baik dan anak-anak senang dan semangat mengikuti PIA, sehingga iman mereka semakin berkembang.

3. Keluarga

Keluarga adalah masyarakat kecil sekaligus gereja kecil. Selain itu, keluarga adalah dasar dari masyarakat dan Gereja. Apa yang terjadi dalam keluarga menjadi penentu keadaan Gereja dan masyarakat. Maka hendaknya keluarga mendidik anak-anaknya sejak usia dini. Serta dengan mendukung anak-anak mereka dalam mengikuti kegiatan PIA. Supaya anak-anak mendapatkan pedampingan iman dari pendamping PIA.

DAFTAR PUSTAKA

Adisusanto. (1997). Pendidikan Iman Dalam Lingkup Sekolah. Dalam Setyakarjana (Ed.). Kateketik Pendidikan Dasar (hal. 339-348). Yogyakarta: Pusat Kateketik.

Alkitab Deuterokanonika. (1993). Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia dan Lembaga Biblika Indonesia.

Blattner, Doris. (2003). Metode Mengajar Anak-anak Sekolah Minggu. Bandung: Yayasan Pustaka Nusatama.

Candra Dewi, Katarina. (2010). Laporan Karya Bakti Paroki Stasi St Andreas Ujung Alang Paroki Cilacap Keuskupan Purwokerto. Laporan Pelaksanaan Karya Bakti Paroki pada tanggal 29 November 2009 – 17 Januari 2010. Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Dessler, Gary. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia: Pengadaan, Pengembangan, pengkompensasian, dan Peningkatan. Jakarta: Grasindo.

Dewan Redaksi Komkat. (1997). Model Katekese Umat dengan Metode Analisis Sosial. Yogyakarta Kanisius.

Didik Bagiyowinadi (2009). Bekal untuk Pendamping Bina Iman Anak.

Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.

Hardianto. (2008). Kreasi Unik “Aneka Satwa” untuk Sekolah Minggu. Yogyakarta: Gloria Graffa.

Heryatno, W.W, SJ. (2006). Spiritualitas Guru Agama. Diktat Mata Kuliah Pendidikan Agama Katolik I untuk Mahasiswa Semester I, Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Hurlock, Elizabeth B. (1989). Perkembangan AnakJilid II. Jakarta: Erlangga. _______. (1990). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Kadarmanto, Ruth S., M.A. (2003). Tuntunlah ke Jalan yang Benar: Panduan Mengajar Anak di Jemaat. Jakarta: PT. BPK. Gunung Mulia.

Karya Kepausan Indonesia (KKI). (2003). Kumpulan Lagu Anak-anak: Hatiku Penuh Nyanyian. Jakarta: KKI.

Komisi Kateketik Padang. (1986). Spiritualitas Seorang Katekis. Yogyakarta: Kanisius.

Konferensi Waligereja Indonesia. (1996). Iman Katolik: Buku Informasi dan Referensi. Yogyakarta: Kanisius.

_________. (2006). Kitab Hukum Kanonik, Edisi Resmi Gereja, Bogor: Grafika Mardi Yuana.

Konsili Vatikan II. (1993). Dokumen Konsili Vatikan II (R. Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: Obor. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1966). Lie, Paulus. (2003). Mereformasi Sekolah Minggu. Yogyakarta: Andi.

Mangunhardjana, A.M. (1986). Pembinaan: Arti dan Metodenya. Yogyakarta: Kanisius.

Mangunwijaya, YB. (1988). Menimbulkan Sikap Religiositas Anak-anak. Jakarta: Gramedia.

Mardi Prasetya. (2000). Unsur-unsur Hakiki dalam Pembinaan jilid 1. Yogyakarta: Kanisius.

Marsh, L.F & Kemp, M.E. (1986). Kursus Untuk Guru Sekolah Minggu.

Bandung: The Cristian dan Missionary Alliance.

Mayeroff, M. (1994). Pendampingan Empatis. Yogyakarta: Pusat Pastoral.

Naipospos, P.S. (1963). Buku Panduan Sekolah Minggu. Jakarta: Badan Penerbit Kristen.

Panitia peringatan 75 tahun Gereja Katolik Paroki Santo Stephanus Cilacap. (2005). Menggereja dan Memasyarakat Lebih Nyata. Buku Kenang-kenangan dalam rangka memperingati 75 Tahun Paroki Santo Stephanus, Cilacap.

Prasetya, L. Pr. Dkk. (2008). Dasar-dasar Pendampingan Iman Anak (PIA).

Yogyakarta: Kanisius.

Schermerhorn, Jr. (1999). International Management Behavior. Canada: Bleckwell Publishing.

Sugiarti, Maria Gorreti. (1999). Pendampingan Iman Anak. Diktat Mata Kuliah Pendidikan Iman Anak Semester III, FIPA Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Suhardiyanto, H.J. (2006). Pendampingan Iman Anak (PIA). Diktat Mata Kuliah Pendampingan Iman Anak Semester III, Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Tangdilintin, P. (1984). Menjajaki Arah dan Bentuk Kaderisasi Pembina Kaum Muda (Seri Pastoral No. 53). Yogyakarta: Pusat Pastoral.

(3)   

A. Identitas

1. Nama : Katarina Candra Dewi

2. Nama kelompok yang didampingi : Pendamping PIA

3. Tanggal : 19 Desember 2010

4. Nama kegiatan : Pendampingan bagi Pendamping PIA 5. Jumlah yang hadir : 31 orang

6. Persiapan diteliti oleh :

7. Pelaksanaan dievaluasi oleh : Oliva Luaq

B. Tujuan

Agar para pendamping PIA baik yang baru maupun yang lama mendapatkan pembekalan untuk mendampingi anak-anak PIA.

C. Pelaksanaan Pengembangan Materi

1. Penyajian Materi

Langkah awal yang dilakukan oleh penyaji, mengajak peserta untuk menggali spiritualitas pendamping PIA berangkat dari film “Romo Mangun”. Dengan film ini, penyaji mengajak peserta untuk menggali pengalaman romo Mangun dan merumuskan spiritualitas pendamping PIA. Setelah peserta mengerti, memahami dan menemukan spiritualitas pendamping PIA, kemudian peserta diajak untuk mengetahui tentang hal ikwal PIA. Supaya peserta mengerti dasar atau seluk beluk PIA itu sendiri. setelah mereka memahami seluk beluk PIA, peserta diajak untuk mengenal dan memahami keterampilan pendamping PIA. Supaya mereka mengetahui metode-metode yang dapat digunakan dalam proses PIA. Peserta juga diajak untuk praktek langsung dalam dalam membuat suatu metode atau sarana yang digunakan dalam proses PIA.

Peserta sudah memahami tentang spiritualitas pendamping PIA, hal ikwal PIA, dan keterampilan-keterampilan yang digunakan dalam PIA. Maka peserta diajak untuk membuat program pendampingan. Karena waktu yang terlalu singkat maka pembuatan satuan persiapan (SP) dilakukan sendiri-sendiri tetapi sudah ada contoh pada hand out .

2. Tanggapan Peserta

Dari jumlah peserta yang melebihi target, sudah kelihatan bahwa mereka antusias untuk mengikuti pendampingan atau pembekalan pendamping PIA. Peserta merasa terbantu dan pengalaman mereka bertambah saat mengikuti pendampingan. Bahkan ada yang mengemukan mereka terbantu karena sebelumnya belum tahu apa itu PIA. pendamping banyak yang masih baru dan belum mendapatkan pembekalan sama sekali. Peserta juga antusias saat penyaji mengajak untuk bernyanyi, membuat lipatan dan gambar yang bagi mereka adalah pengalaman baru untuk mendampingi anak-anak. Peserta

(4)   

tetapi berkelanjutan.

D. Refleksi

Pengalaman dalam pertemuan ini, bagi saya merupakan sebuah pembelajaran selain saya diharapkan dapat mempersiapkan diri sebaik mungkin, saya juga dituntut untuk mempunyai kemampuan diluar materi yang di berikan, karena pertanyaan peserta bisa saja menyimpang dari materi yang disampaikan tetapi penting untuk dijawab.

Sebagai seorang pendamping atau seorang pewarta diharapkan mampu mempunyai spiritualitas sebagai pewarta, yang juga menjadikan kita seorang pewarta yang benar-benar mampu menghayati iman dalam menjalani tugas sebagai pewarta. Melihat antusias dari peserta, saya merasa terdorong untuk memberikan pelatihan yang baik bagi mereka. Karena peserta yang masih baru dan bahkan masih banyak yang baru SMP, namun mereka semangat dan mempunyai niat yang baik untuk membantu Gereja dalam mendampingi anak-anak.

Melalui pendampingan ini, saya menyadari bahwa sesungguh pelatihan atau pendampingan bagi para pendamping PIA sangat dibutuhkan dan dinantikan oleh mereka, karena banyak diantara mereka yang masih baru dan bahkan belum pernah mendapatkan pembekalan sama sekali walaupun sudah lama mendampingi anak-anak. Selama ini mereka mendampingi anak-anak dengan materi dan metode seadanya saja, dan bahkan mereka tidak tahu seluk beluk tentang PIA, dan spiritualitas yang harus mereka miliki. Maka pelatihan atau pembekalan bagi para pendamping PIA sangat dibutuhkan sebelum mereka terjun untuk mendampingi anak-anak.

E. Hikmah yang Saya Peroleh

Saya semakin menyadari bahwa pengetahuan yang saya miliki belum cukup banyak untuk menjadi seorang pendamping yang profesional. Saya masih harus banyak belajar khususnya dari pengalaman-pengalaman peserta yang sudah lama terjun dalam pendampingi PIA. Penampilan dalam mendampingi juga hendaknya sangat diperhatikan karena bisa membuat grogi dan akhirnya tidak percaya diri. Bila pendamping memiliki rasa percaya diri maka persiapan yang sudah dibuat akan berjalan dengan baik. Persiapan yang matang akan mempengaruhi proses pelaksanaan pendampingan, maka hendaknya dipersiapkan sungguh-sungguh. Serta siap mental bila menghadapi peserta yang keras kepala atau sombong karena pengalamannya lebih banyak dari pendamping. Supaya pendamping tidak diremehkan tetapi justru bisa dimanfaatkan untuk dimintai pendapat atau dimintai tolong, supaya peserta itupun merasa bahwa dirinya juga dibutuhkan. Dukungan dari teman dan pastor paroki juga sangat menguatkan pendamping saat memberikan materi. Tanpa dukungan maka akan merasa diri tidak bisa dan merasa diri rendah,bahkan tidak yakin kalau dirinya bisa. Maka dukungan pun sangat dibutuhkan dalam melaksanakan pelatihan.

(7)   

1. Bagaimana kesan anda terhadap kegiatan pendampingan pada hari ini?

………

………

………

………

2. Menurut pengalaman anda apa yang sudah baik dari kegiatan pendampingan ini? ………

………

………

………

3. Bagaimana tanggapan anda terhadap: a. Proses kegiatan ini? ……… ……… ……… ……… b. Materi pendampingan? ……… ……… ……… ………

4. Manfaat apa yang dapat dipetik dari seluruh rangkaian kegiatan ini? ………

………

………

………

5. Sebagai tindak lanjut apakah anda menghendaki diadakan pendampingan lagi dan materi apa yang masih perlu untuk didalami dan dilatihkan? ………

………

………

Dokumen terkait