SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDAMPINGAN IMAN ANAK
DI PAROKI SANTO STEPHANUS CILACAP
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Katarina Candra Dewi NIM: 061124022
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Karya tulisan ini kupersembahkan kepada:
kedua orang tua penulis, adik-adik, sahabat, dan para pendamping PIA paroki
Cilacap, serta anak-anak PIA di manapun berada, dan kepada siapa saja yang
v
MOTTO
The way to get started is to quit talking and begin doing.
Cara memulai adalah dengan berhenti berbicara dan mulai melakukan.
viii
Pendampingan Iman Anak atau yang sering dikenal dengan istilah PIA merupakan pendampingan awal bagi anak-anak. PIA meletakkan dasar kehidupan beriman yang menentukan kehidupan iman seseorang di masa mendatang. Maka kegiatan PIA tidak hanya dianggap hanya sebelah mata dan dilaksanakan dengan sembarangan.
Keseriusan penanganan kegiatan PIA diwujudkan dengan mengusahakan dan mengembangkan berbagai hal, baik dari segi proses, metode, sarana dan yang paling khusus adalah pendampingnya, supaya kegiatan ini sungguh-sungguh membantu anak-anak untuk berjumpa dengan Yesus sebagai Sahabatnya sendiri, Sang Pembawa sukacita. Pengalaman sukacita bersama dengan Yesus dalam PIA hanya bisa dialami oleh anak-anak yang merasa gembira, dan bebas. Untuk mengalami suasana yang demikian maka diperlukan Pendamping yang berkualitas. Maka bila pendamping harus berkualitas, hendaknya paroki memberikan pendampingan terlebih dahulu bagi pendamping, khususnya bagi yang akan mendampingi anak-anak. Supaya mereka memiliki bekal untuk mengajar, sehingga tidak akan terjadi mendampingi anak-anak tanpa persiapan dan bahan yang membuat anak-anak malas atau bahkan tidak mau datang lagi untuk ikut proses pendampingan. Untuk itu penulis mengambil judul skripsi PEMBERDAYAAN PENDAMPING PENDAPINGAN IMAN ANAK SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDAMPINGAN IMAN ANAK DI PAROKI SANTO STEPHANUS CILACAP.
Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah bagaimana meningkatkan mutu proses PIA, supaya anak-anak PIA sungguh mendapatkan pendampingan yang baik serta dapat mengembangkan iman mereka kepada Yesus. Untuk menanggapi persoalan tersebut penulis mengusulkan adanya kaderisasi atau pelatihan bagi para pendamping PIA yang baru supaya mereka mendapatkan bekal untuk mendampingi anak-anak. skripsi ini dilengkapi dengan studi pustaka sebagai pertanggungjawaban ilmiah terhadap argumen penulis. Selian itu ada program pendampingan lengkap dengan persiapannya dan sudah dilaksanakan dalam pelatihan atau kaderisasi bagi pendamping PIA.
ix
Sunday School which is popularly known as Pendampingan Iman Anak
is an activity meant to help children in developing their early stage of faith. PIA functions as a significant foundation for the religious life, since it determines someone’s faith in the future. Therefore, PIA cannot merely be treated as a “job-side” activity which can be practiced usuriously.
PIA has to be done seriously through elaborating and developing the methods, process, means related to it, especially the mentors itself so that this activity can be a really helpful thing in bringing children to meet Jesus, their Friend and the Good News. The joyful experience with Jesus in PIA’s activity only can be achieved by those who are happy and free. In order to get this edifying experience, the need for the good mentors is urgent and undoubtedly important. Therefore, if the PIA’s teachers have to be good and have a certain quality, the parish should give an adequate support to those who will be PIA’s teachers as well. The support of the parish is totally significant in order to enrich them with the sufficient knowledge and skills which make PIA’s students enthusiastic and assiduous in joining PIA’s programs. So, it will never happen again the “unplanned” PIA where the teachers do not prepare anything in PIA’s program which causes the decreasing number of PIA’s students. Based on this situation, I am motivated to discuss and elaborate the empowerment of PIA’s teachers as one of the main actors in PIA’s programs. I chose the title
PEMBERDAYAAN PENDAMPING PENDAMPINGAN IMAN ANAK SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDAMPINGAN IMAN ANAK DI PAROKI SANTO STEPHANUS CILACAP (The Empowerment of
PIA’s teachers as an effort to increase the quality of PIA’s programs in St. Stephens Parish, Cilacap).
The main focus in this thesis is how to develop the quality of PIA so that the children can be fully assisted and accompanied in their process of developing the faith to Jesus Christ. Responding to that concern, I suggest opening the training programs for the novel and elderly PIA’s teachers to enrich them with the comprehensive materials which are useful for their activities in PIA. This thesis is equipped with adequate researches as a scientific responsibility. Moreover, I also add a training program for PIA’s teachers which has been practiced and evaluated.
x
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebab hanya dengan
kasih dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang
berjudul PEMBERDAYAAN PENDAMPING PENDAMPINGAN IMAN
ANAK SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDAMPINGAN IMAN ANAK DI PAROKI SANTO STEPHANUS CILACAP.
Skripsi ini diilhami dengan pengalaman pribadi saat mendampingi
anak-anak di stasi paroki Cilacap. Dimana pendamping tidak ada dan walaupun
ada mereka tidak memiliki bekal untuk mendampingi anak-anak. oleh karena itu
penulis menyusun skripsi ini dimaksudkan untuk membantu pendamping PIA di
Cilacap untuk mendapatkan pembekalan untuk mendampingi anak-anak PIA.
Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan
banyak pihak. Menyadari akan hal itu semua, maka pada kesempatan ini penulis
menghaturkan ucapan syukur dan terima kasih yang amat mendalam kepada
siapa saja yang telah membantu penulis skripsi ini terutama:
1. Y. Kristianto, SFK., M.Pd. selaku dosen pembimbing utama yang telah
memberikan perhatian, meluangkan waktu dan membimbing penulis
dengan penuh kesabaran, memberi masukan-masukan dan kritikan-kritikan
sehingga penulis dapat lebih termotivasi dalam menuangkan
gagasan-gagasan dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.
2. Drs. M. Sumarno Ds., S.J., M.A. sebagai dosen wali yang sekaligus dosen
pembimbing yang selalu membantu dan memberi dukungan pada penulis
xi
penulis memberikan informasi yang sangat bermanfaat dalam penulisan ini.
4. Segenap Staf Dosen Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma yang telah mendidik dan memberi
dukungan kepada penulis selama belajar hingga penulisan skripsi ini.
5. Segenap Staf Sekretariat, Perpustakaan dan seluruh karyawan IPPAK yang
telah memberikan dukungan, tegur sapa dan perhatiannya.
6. Romo Niko Ola OMI, Romo Carolus OMI, dan Romo Yohanes OMI yang
memberikan ijin, dukungan, doa, sapaan, tempat tinggal selama penulis
menyelesaikan skripsi ini.
7. Dewan Paroki, petugas sekretariat Paroki, semua teman-teman pendamping
PIA, dan anak-anak peserta PIA seluruh paroki Cilacap yang telah
memberikan dukungan, kerja sama, serta ijin dalam menyelesaikan
penulisan ini.
8. Bapak, ibu, dan adik-adik yang selalu setia memberikan doa, dukungan dan
bantuan selama penulis studi di IPPAK.
9. Keluarga Mas Wawan di Bantul, yang ikut mendukung dan menyemangati
penulis dalam penyusunan skripsi ini.
10. Sahabat-sahabat penulis yang selalu memberi dukungan, doa dan bantuan
selama menyelesaikan skripsi ini.
11. Teman-teman angkatan 2006 yang telah memberikan dukungan dan
bantuan pada penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung,
xiv
6. Tujuan PIA ……. ... 20
7. Ciri-ciri PIA ………. ... 24
8. Metode dan Sarana Pendampingan Iman Anak ... 28
B. Pendampingan ... 38
1. Pengertian Pendampingan ………. ... 38
2. Tujuan Pendampingan ... 40
C. Pendamping Pendampingan Iman Anak yang berkualitas ... 42
1. Spiritualitas Pendamping Pendampingan Iman Anak ... 43
2. Pengertian Pendamping Pendampingan Iman Anak …… ... 48
3. Sikap Pendamping Pendampingan Iman Anak ... 55
BAB III. GAMBARAN UMUM PENDAMPINGAN IMAN ANAK PAROKI SANTO STEPHANUS CILACAP ... 61
A. Kegiatan-Kegiatan Pewartaan yang ada di Paroki Santo Stephanus Cilacap ... 62
2. Mutu Pendidikan Masing-masing Tenaga Pastoral “Amatir” dan “Profesional” ... 69
xv
BAB IV. PROGRAM PELAKSANAAN PELATIHAN PENDAMPINGAN
IMAN ANAK ... 78
A. Pengertian Pelatihan Secara Umum ... 78
B. Maksud dan Tujuan Diadakan Pelatihan Pendamping PIA ... 79
C. Peserta Pelatihan Pendamping PIA ... 81
Lampiran 3: Absen Kehadiran Perserta Pelatihan Pendamping PIA ... (6)
Lampiran 4: Lembar Evaluasi Kegiatan Pendampingan bagi Para Pendamping PIA ... (7)
xvi
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat.
(Dipersembahkan kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal. 7-8.
B. Singkatan Dokumen Gereja
AA : Apostolicam Actuositatem, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awam, 7 Desember 1965.
DV : Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Wahyu Ilahi, 18 November 1965.
GE : Gravissimum Educationis, Pernyataan Konsili Vatikan II tentang tentang Pendidikan Kristen, 5 Mei 1961.
LG : Lumen Gentium (Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Gereja, 21 November 1964).
C. Singkatan Lain
AK : Abdi Kristus
xvii
ASMIKA : Anak Sekolah Minggu Katolik Bdk : Berdasarkan
Dkk : Dan kawan-kawan Dsb : Dan sebagainya Dst : Dan seterusnya
Hal : Halaman
Kan : Kanon
KBP : Karya Bakti Paroki KHK : Kitab Hukum Kanonik KKI : Karya Kepausan Indonesia
KKMK : Kelompok Karyawan Muda Katolik Komkat : Komisi kateketik
KWI : Konfrensi Waligereja Indonesia Lap : Laporan
LP : Lembaga Pemasyarakatan Mudika : Muda-mudi katolik OMI : Oblat Maria Immaculata OMK : Orang Muda Katolik
xviii
SMA : Sekolah Menengah Atas SMP : Sekolah Menengah Pertama SP : Satuan Persiapan
TK : Taman Kanak-kanak
YSBS : Yayasan Sosial Bina Sejahtera
D. Istilah
Afektif : Mempengaruhi keadaan emosi dan perasaan Aksesoris : Hiasan
Asisten Residen : Singkatan bupati
Audio-Visual : Alat peraga bersifat dapat dilihat dan didengar Biblis : Terkait dengan bible (Kitab Suci)
Definisi : Arti Diakonia : Pelayanan Eksklusif : Khusus
Ekspresi : Pengungkapan Fantasi : Bayangan
Irama : Gerakan berturut-turut secara teratur Kerygma : Merayakan
Khusuk : Sungguh-sungguh
xix
Laissez faire : Tak peduli dan membiarkan baik salah atau benar Molor : Tidak tepat waktu
Motivasi : Dorongan
Ngobrol : Berbincang-bincang Outbound : Bermainan
Personal : Pribadi Populer : Dikenal
Psikologis : Ilmu tentang kejiwaan Sakramen : Tanda dan sarana Sharing : Berbagi pengalaman
Simulatif : Metode pelatihan yang memperagakan sesuatu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendampingan Iman Anak (PIA) merupakan upaya Gereja dan umat
beriman untuk mengembangkan iman seseorang pada usia kanak-kanak. Iman
tidak dapat tumbuh dengan sendirinya, melainkan seperti sebuah benih, iman
perlu diperhatikan, dipupuk, disiram dan dirawat sehingga dapat tumbuh
dengan baik dan subur. Penegasan Gereja Katolik tentang perlunya pendidikan
iman anak dapat ditemukan salah satunya dalam KHK yang menegaskan
bahwa salah satu tanggung jawab dalam perkawinan Katolik ialah mendidik
anak-anak mereka berdasarkan iman Katolik (KHK kan. 1055 § 1). Pada
intinya, Gereja hendak menggarisbawahi bahwa pendampingan dan pembinaan
iman seorang anak akan sangat menentukan perkembangan imannya di masa
mendatang.
Dalam PIA, pendamping mengemban tanggung jawab untuk
mengembangkan iman anak-anak yang didampinginya. Pendamping PIA
melengkapi tanggung jawab orangtua di dalam mengembangkan iman
anak-anak dan sekaligus menumbuhkan rasa persaudaraan antar anak-anak satu dengan
yang lainnya di dalam PIA. Meskipun sifatnya melengkapi pendampingan
orangtua, namun pada kenyataannya, pendamping PIA justru menjalankan
tanggung jawab orang tua dalam mendampingi iman anaknya. Kebanyakan
kebanyakan orang tua juga berdalih bahwa mereka tidak cukup menguasai
pokok-pokok iman Kristiani sehingga merasa kurang mampu mendampingi
anaknya dan menyerahkannya pada para pendamping PIA. Maka, sering
didapati bahwa tugas para pendamping PIA menjadi lebih berat dan lebih
kompleks. Para pendamping PIA sering harus mengajarkan pokok-pokok iman
dari yang paling dasar yang sebenarnya merupakan tanggung jawab orang
tuanya. Misalnya, kebiasaan membuat tanda salib dan berdoa, doa-doa
pokok/doa-doa harian Katolik dan sebagainya. Maka untuk jaman ini sangat
dibutuhkan pendamping PIA yang berkualitas. Hal inilah yang menjadi
keprihatinan penulis karena masih melihat bahwa banyak pendamping PIA
yang tidak menunjukkan kualitas yang memadai untuk dapat mendampingi.
Dalam PIA sangat diperlukan seorang pendamping yang berkualitas.
Berkualitas secara imani sekaligus sebagai seorang pribadi. Mengapa
demikian? Karena yang didampingi ialah iman seorang anak yang berumur
antara 4-11 tahun yang tidak hanya menuntut penguasaan pokok-pokok iman,
melainkan juga ketrampilan dalam menyampaikan gagasan iman tersebut
dalam “bahasa dan dunia” anak-anak. Pendampingan terhadap anak sangat
berbeda dari pendampingan remaja dan orang dewasa. Dunia anak adalah
dunia permainan. Bahasa anak ialah bahasa yang sederhana. Bagaimana hal itu
dapat dipadukan dengan bahasa iman? Hal itulah yang menuntut kualitas
seorang pendamping PIA. Pada kenyataannya, para pendamping PIA masih
jauh dari kualitas idealnya. Beberapa kendala yang penulis lihat dalam diri para
dalam faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah hal-hal yang
berkaitan dengan diri pendamping misalnya sifat malas, tidak punya perhatian
pada anak-anak, terpaksa dan sebagainya. Faktor internal tidak menjadi pokok
dalam penulisan skripsi ini karena menurut penulis, permasalahan dalam diri
pendamping sangat subjektif dan berhubungan dengan sifat atau sikap
pendamping tersebut yang di luar tanggungjawab penulis. Penulis lebih
menyoroti faktor eksternal yakni hal-hal dari luar pendamping yang
mengakibatkan pendampingan kurang optimal. Misalnya kurangnya
pendamping yang terdidik dalam hal PIA. Pendamping PIA kebanyakan tidak
dipersiapkan secara maksimal. Mereka kebanyakan hanya tenaga sukarela yang
minim pengetahuan tentang hal-ikhwal yang berkaitan dengan PIA dan juga
minim pengalaman. Bahkan para pendamping PIA banyak yang tidak
menguasai sarana-sarana PIA, misalnya lagu-lagu dan permainan sehingga PIA
menjadi kurang menarik dan membosankan. Sering terjadi bahwa PIA di
Gereja Katolik kurang menarik dibandingkan PIA di Gereja-Gereja Kristen
sehingga banyak anak-anak yang mengikuti PIA di Gereja Kristen. Hal ini
marak terjadi terutama di daerah-daerah pedesaan dimana Kristen cukup kuat
(mereka punya pendamping yang tetap).
Persoalan pendamping yang kurang berkualitas sebenarnya bukan
semata-mata tertuju pada kesalahan pendamping, melainkan juga menjadi
tanggung jawab umat, Gereja, Pastor Paroki dan Keuskupan. Penulis melihat
secara sekilas bahwa permasalahan kurangnya pendamping yang berkualitas
Keuskupan. Lingkup personal adalah kurangnya kerjasama antara pendamping
dan orang tua anak-anak PIA yang didampingi selain itu para pendamping
tidak mempunyai kemauan unuk mengembangkan diri misalnya: membaca
buku-buku tentang PIA. Dalam lingkup Gereja lokal yakni Paroki setempat dan
umat, ada pemahaman yang keliru tentang PIA. Para romo Paroki, Dewan dan
umat kebanyakan beranggapan bahwa pendamping PIA tidak perlu
dipersiapkan karena hanya untuk mendampingi anak-anak saja. Mendampingi
anak-anak tidak sesulit mendampingi kaum muda karena pengolahan iman
yang diperlukan tidak terlalu mendalam. Pemahaman demikian ini
menimbulkan pembicaraan untuk para pendamping PIA, untuk memberi
pelatihan atau pendampingan kepada pendamping PIA, dan menjadikan Paroki
tidak merasa berkepentingan untuk mendidik dan mempersiapkan para
pendamping PIA baik dengan kursus atau pelatihan-pelatihan. Kebanyakan
para pendamping PIA adalah tenaga-tenaga sukarela yang mau meluangkan
waktu dan tenaga untuk mendampingi iman anak. Dalam lingkup
keuskupan-keuskupan, khususnya yang penulis lihat di keuskupan Purwokerto masih
kurang memberi perhatian tentang pendampingan bagi pendamping PIA. Hal
ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan perhatian keuskupan terhadap
orang muda Katolik. Sebenarnya tim KWI ada yang sudah siap untuk
memberikan pelatihan bagi yang membutuhkan tetapi dari pihak keuskupan
atau paroki kurang memperhatikan hal itu. Sehingga yang terjadi pendamping
hanya meneruskan berbagai kebiasaan baik lagu-lagu ataupun permainan dari
berkembang. Ketiga lingkup permasalahan tersebut yang akan menjadi
prioritas dalam pengkajian dan penulisan skripsi ini.
Penulis dalam menyusun skripsi ini secara khusus menyoroti Paroki
Santo Stefanus Cilacap yang menjadi bagian dari Keuskupan Purwokerto.
Paroki St. Stefanus Cilacap merupakan paroki yang cukup luas dengan jumlah
umat yang cukup banyak. Anak-anak menjadi bagian yang cukup besar dari
jumlah keseluruhan umat di Paroki St. Stephanus Cilacap tersebut. Kegiatan
PIA dilaksanakan di paroki setiap Sabtu sore saat misa sore berlangsung, nanti
anak-anak akan masuk ke gereja saat menerima pemberkatan dari pastor.
Pendamping PIA di paroki Cilacap, sejauh yang saya ketahui, kebanyakan dari
mereka yang sukarelawan untuk membantu paroki dan tanpa dibekali tentang
pendidikan iman anak, sehingga apa yang diberikan seadanya saja dan kurang
adanya persiapan dari pendamping. Bahkan yang di stasi-stasi kurang ada
perhatian karena tidak adanya pendamping yang bisa mendampingi, maka PIA
sempat tidak jalan sama sekali. Pastor Paroki masih mengusahakan untuk
mengadakan pelatihan bagi para pendamping PIA. supaya para pendamping
PIA mendapatkan pelatihan sehingga proses PIA menarik dan membuat
anak-anak menjadi rajin datang dan semakin mengenal dan mengimani Yesus.
Setelah sedikit menganalisa dan mengamati berbagai macam
persoalan dalam perkembangan pendampingan PIA tersebut, penulis memilih
judul “PEMBERDAYAAN PENDAMPING PENDAMPINGAN IMAN
CILACAP” sebagai satu cara untuk membantu para pendamping PIA supaya proses PIA menjadi menarik bagi anak-anak dan pendamping. Pendamping
akan didampingi sekaligus diberi pelatihan dalam upaya meningkatkan mutu
pendamping PIA.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan seputar Pendampingan Iman
Anak, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Sejauh mana peranan pendamping PIA dalam meningkatkan mutu
Pendampingan Iman Anak?
2. Kualifikasi apa yang dibutuhkan oleh seorang pendamping PIA?
3. Bagaimana memberdayakan pendamping PIA agar semakin meningkatkan
mutu Pendampingan Iman Anak?
C. Tujuan Penulisan Skripsi
Karya tulis ini dituliskan dengan tujuan:
1. Untuk mengetahui peranan pendamping PIA dalam meningkatkan mutu
dalam Pendampingan Iman Anak (PIA).
2. Untuk mengetahui kualifikasi seorang pendamping PIA.
3. Untuk menyumbangkan gagasan bagi peningkatan pemberdayaan
pendamping PIA dalam Pendampingan Iman Anak (PIA).
4. Memenuhi persyaratan kelulusan sarjana Strata 1 (S1) di IPPAK-FKIP,
D. Manfaat Penulisan
Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
1. Memberikan manfaat bagi pendamping dalam proses Pendampingan Iman
Anak (PIA).
2. Selain itu penulisan ini juga diharapkan Paroki mampu menindaklanjuti
tentang pendampingan atau pelatihan bagi para pendamping PIA.
E. Metode Penulisan
Skripsi ini ditulis menggunakan metode deskriptif analisis yang
memaparkan, menguraikan serta menganalisa keadaan PIA di Paroki St.
Stephanus Cilacap. Data-data diperoleh melalui observasi dan pelatihan bagi
para pendamping PIA serta studi pustaka.
F. Sistematika Penulisan
Judul skripsi yang dipilih penulis adalah PEMBERDAYAAN PENDAMPING PENDAMPINGAN IMAN ANAK SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDAMPINGAN IMAN ANAK DI PAROKI SANTO STEPHANUS CILACAP. Judul ini akan diuraikan dalam lima bab sebagai berikut:
Bab I berupa pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode dan sistematika
Bab II ini dibagi dalam tiga bagian pokok pembahasan. Bagian
pertama membahas tentang Seluk beluk PIA yang meliputi: pengertian Iman,
pengertian Anak, pengertian Iman Anak, pengertian PIA, latar Belakang PIA,
dasar PIA, tujuan PIA, ciri-ciri PIA. Bagian kedua membahas tentang
pendampingan yang meliputi: pengertian pendampingan, tujuan
pendampingan, manfaat pendampingan, kelemahan pendampingan, metode
pendampingan. Bagian ketiga membahas tentang pendamping yang berkualitas
yang meliputi: spiritualitas pendamping PIA, pengertian pendamping PIA, dan
sikap pendamping PIA.
Bab III ini dibagi menjadi empat bagian pokok pembahasan. Bagian
pertama kegiatan-kegiatan pewartaan yang ada di Paroki Santo Stephanus
Cilacap yang meliputi: bidang katekese, bidang pendamping keluarga, bidang
liturgi, bidang kepemudaan, dan bidang sosial. Bagian kedua tentang tenaga
pastoral di Paroki Cilacap yang meliputi: situasi dan jumlah yang ada di Paroki
Cilacap, mutu pendidikan masing-masing tenaga pastoral amatir dan
profesional, perhatian pastor dan dewan paroki terhadap para petugas pastoral,
dan perhatian para petugas pastoral terhadap umatnya. Bagian ketiga tentang
Sejarah PIA di Paroki Cilacap yang meliputi. Bagian keempat tentang PIA di
Paroki Cilacap yang meliputi: tujuan kegiatan Pendampingan Iman Anak,
peserta PIA, pendamping PIA, kegiatan PIA,
Bab IV ini dibagi menjadi lima bagian pokok bahasan. Bagian pertama
pengertian pelatihan secara umum. Bagian kedua maksud dan tujuan diadakan
Bagian keempat program pelaksanaan pelatihan PIA. bagian kelima uraian
satuan persiapan.
Bab V ini berisi kesimpulan dan saran. Saran diberikan kepada
BAB II
HAL IKHWAL PENDAMPINGAN IMAN ANAK
Sakramen Permandian merupakan awal masuk iman seseorang. Tetapi
orang yang sudah dipermandikan tetap membutuhkan sabda Allah. Tujuannya
adalah agar iman yang telah diberikan oleh Allah, dapat tumbuh dan
berkembang sehingga menjadi iman yang sempurna. Usaha untuk
mengembangkan iman tersebut adalah pendidikan iman.
Pendidikan iman bukan semata-mata merupakan campur tangan
manusia terhadap hubungan yang paling hakiki antara manusia dengan Allah.
Pendidikan iman merupakan salah satu cara yang digunakan oleh manusia
dengan tujuan untuk menciptakan situasi dan suasana hidup beriman bagi anak,
sehingga ia terbantu dan dipermudah untuk memperkembangkan imannya.
Pendidikan iman juga membantu orang beriman, agar imannya semakin
mendalam dan akhirnya semakin terlibat dalam hidup Gereja, baik secara
perorangan maupun secara bersama-sama atau kelompok (Adisusanto, 1997:
1-2).
Pendampingan Iman Anak merupakan salah satu bentuk pelayanan
iman yang diberikan oleh Gereja kepada umatnya demi perkembangan iman
yang semakin mendalam. Subyek utama dalam PIA adalah anak-anak dan iman
anak-anak tersebut. Akan tetapi, pendamping PIA, meskipun bukan sebagai
subjek utama, memiliki peran yang sangat vital dan menentukan. Pendamping
iman yang mendalam akan Yesus Kristus sehingga jika jembatan itu rusak atau
salah dalam membimbing anak-anak, maka dapat dibayangkan bahwa
perkembangan iman anak yang matang dan dewasa tidak akan dapat tercapai.
Oleh karenanya, dalam bagian ini, penulis akan memfokuskan pembahasan
pada peran pendamping PIA agar nantinya diharapkan para pendamping PIA
menjadi “jembatan” yang baik sehingga dapat menghantarkan anak-anak
sampai pada iman akan Yesus Kristus.
Untuk mencapai tujuan Pendidikan Iman, maka Gereja mengadakan
berbagai macam kegiatan yang dilakukan di sekolah, maupun yang di luar
sekolah. Bentuk kegiatan yang dilakukan di sekolah adalah Pelajaran Agama
Katolik, sedangkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan di luar sekolah adalah di
paroki berbentuk katekese. Kegiatan ini bertujuan agar anak-anak dapat
mengembangkan imannya melalui berbagai aktivitas yang melibatkan anak
secara langsung dalam hidup menggereja.
A. Pedamping Iman Anak (PIA)
1. Pengertian Iman
Pengalaman perjumpaan antara Allah dan manusia dapat dipahami
dari dua pemahaman teologis yakni wahyu dan iman (KWI, 1996: 125).
Wahyu merupakan pernyataan diri Allah, yang tidak hanya memperkenalkan
diri-Nya saja, tetapi juga menyingkapkan kepada manusia rencana
keselamatan-Nya. Sejarah pewahyuan Allah dalam Perjanjian Lama dimulai
Dari sisi manusia iman merupakan usaha manusia yang menanggapi
wahyu Allah dan menyerahkan diri kepada Allah. Terkait dengan pendalaman
iman dengan Allah Konsili Vatikan II menjelaskan :
Kepada Allah yang menyampaikan wahyu, manusia wajib menyatakan ketaatan iman. Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah dengan mempersembahkan kepatuhan akal budi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan dan dengan sukarela menerima sebagai kebenaran, wahyu yang dikaruniakan olehNya (DV 5).
Iman adalah penyerahan total kepada Allah yang menyatakan diri
tidak karena terpaksa melainkan dengan sukarela. Maka, iman bersifat bebas
dan personal. Kebebasan itu tidak hanya berarti kebebasan fisik tetapi juga
kebebasan berpikir dan kemerdekaan mengambil keputusan menurut
keyakinanya sendiri. Dalam iman, seorang manusia menyadari dan mengakui
bahwa Allah yang tak terbatas berkenan memasuki hidup manusia yang sebab
terbatas, menyapa dan memanggilnya.
Iman menyangkut keseluruhan dimensi manusia yang meliputi cipta
(akal budi), rasa dan karsa. Seorang yang beriman, tidak hanya berhenti pada
aspek rasa, atau emosi melainkan juga sampai pada tindakan konkrit dalam
hidup sehari-hari. Iman merupakan sesuatu yang dapat dikomunikasikan,
dibagikan dan diberikan pada orang lain.
2. Pengertian Iman Anak
Dalam Kitab Suci, beberapa perikop mengkisahkan bagaimana Yesus
gambaran seorang yang murni hatinya, dan bergantung pada Allah. Gereja
mengikuti ajaran Yesus dalam Kitab Suci juga memberi perhatian pada
kanak-kanak salah satunya ialah pada perkembangan iman anak. Dalam sejarah
Gereja, tercatat bahwa perhatian Gereja pada perkembangan iman anak diawali
dengan munculnya tradisi pembaptisan kanak-kanak yang sudah dimulai
sekitar tahun 250 di Gereja Afrika Utara. Pada zaman St. Agustinus (354-430)
pembaptisan anak-anak sudah menjadi hal yang umum di wilayah itu (KWI
Iman Katolik, 1996: 425). Dari peristiwa pembaptisan itu, yang ditekankan
bukanlah iman anak, melainkan kesediaan orang tua untuk mendidik dan
mengembangkan iman anaknya itu.
Iman, seperti diungkapkan dalam bagian sebelumnya adalah
tanggapan manusia terhadap perwahyuan Allah. Maka, iman anak adalah
tanggapan seorang manusia yakni seorang anak atas perwahyuan Allah.
Sedangkan anak-anak dikategorikan dalam batasan usia yang jelas yaitu awal
masa anak-anak, yaitu usia 2-6 tahun dan akhir masa anak-anak yaitu 6-10 atau
12 tahun (Hurlock, 1990: 14). Kategori ini tidak dapat dilepaskan dari
perkembangan anak-anak itu sendiri, baik menyangkut fisik, psikis, minat,
perilaku dan sebagainya.
Untuk memahami iman anak, kita perlu melihat bagaimana Gereja
sendiri mendefinisikan iman anak. Gereja tidak pernah mendefinisikan iman
anak terpisah dari iman dan teladan kehidupan orang tuanya. Misalnya kita
Para suami istri kristiani bekerjasama dengan rahmat dan menjadi saksi iman satu bagi yang lain, bagi anak-anak mereka. Bagi anak-anak mereka, mereka itulah pewarta iman dan pendidik pertama. Dengan teladan maupun kata-kata, suami istri membina anak-anak untuk menghayati hidup kristiani dan kerasulan…. (AA 11).
Maka iman seorang anak, juga ditentukan oleh bagaimana iman orang
tuanya. Dengan kata lain, iman anak-anak mencerminkan iman orang tuanya,
serta perkembangan iman anak merupakan tangung jawab bagi orang tua.
3. Pengertian PIA
PIA merupakan singkatan dari Pendampingan Iman Anak. PIA
merupakan sarana bagi anak-anak untuk mengembangkan kepribadian dan
imannya serta dalam kehidupan menggereja (Prasetya, Dkk., 2008: 21). PIA
merupakan wadah untuk persemaian yang khusus dan berkesinambungan bagi
perkembangan iman dan kepribadian anak-anak. PIA tidak hanya
mengembangkan iman anak, tetapi juga menjadi wadah perkembangan
kepribadian anak-anak.
PIA adalah singkatan dari Pendampingan Iman Anak yang sebelumnya
biasa disebut dengan “Sekolah Minggu”. Istilah sekolah minggu ini memang cukup kita kenal sampai saat ini. Sekolah Minggu adalah suatu kegiatan di
Gereja.yang diikuti oleh anak-anak untuk memperdalam iman mereka.
Dari uraian tentang pengertian PIA seperti apa yang telah
diungkapkan di atas, sangat penting apabila kegiatan PIA ini dilaksanakan
dalam rangka tugas pastoral Gereja. Selain itu, dalam kegiatan PIA diharapkan
saja, tetapi ditujukan untuk membina dan mengembangkan iman dalam diri
anak (yaitu iman kepada Yesus Kristus sendiri). Jadi bisa dikatakan bahwa
kegiatan PIA menjadi penting dalam kehidupan pastoral Gereja karena tujuan
yang pertama dan utama dari kegiatan ini adalah untuk membimbing,
membina, dan mendampingi anak agar semakin mengenal dan mampu
menjalin persahabatan dengan Yesus secara lebih dekat, seperti apa yang telah
difirmankan Yesus sendiri dalam Injil Luk 18:15-17 yakni: “Biarkanlah
anak-anak itu datang kepadaKu dan jangan kamu menghalang-halangi mereka, sebab
orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah”.
Salah satu cita-cita yang dapat dicanangkan dalam proses
pendampingan adalah untuk memperkembangkan iman karena iman tidak akan
bisa berkembang dengan sendirinya jika tanpa dipupuk. Agar iman dapat
berkembang dengan baik, kita memerlukan bantuan dari orang lain. Seperti
yang dilakukan oleh Allah dalam menyatakan diri-Nya, Ia membutuhkan Maria
sebagai perantara kedatangan-Nya ke dunia (Luk 1:35). Maka, kalau iman kita
juga ingin berkembang, kita pun memerlukan bantuan dari kaum beriman
Kristiani lainnya.
Anak-anak adalah individu yang mempunyai ciri-ciri khusus yang
berbeda dengan yang lainnya. Anak-anak juga merupakan umat Allah yang
diselamatkan oleh-Nya. Anak juga menerima rahmat Allah yang diterimanya
dari sakramen pembaptisan. Oleh karena itu, anak-anak mempunyai hak yang
sama dengan kaum beriman lainnya untuk berkembang dalam iman. Untuk
dengan psikologi anak. Oleh karena itu, Gereja mengadakan kegiatan yang
khusus untuk anak-anak yang disebut dengan Pendampingan Iman Anak (PIA).
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam pendampingan iman anak
mengandung unsur-unsur bermain, bernyanyi, bercerita, bekerjasama, dan yang
terutama adalah katekese. Dengan unsur-unsur ini, anak-anak diperkenalkan
kepada Gereja dan segala aktivitas yang ada di dalamnya, sehingga mereka
kelak dapat terlibat aktif dalam hidup menggereja, dan bertanggung jawab akan
Gereja di masa yang akan datang.
Berdasarkan pemahaman tentang pengertian pendampingan Iman
Anak, maka menurut penulis pendampingan iman anak adalah suatu proses
pendampingan yang dilakukan oleh orang beriman dewasa kepada anak-anak
yang berumur 5-12 tahun untuk mengembangkan iman mereka kepada Yesus
Kristus. Tujuannya adalah membantu mengembangkan imannya sehingga
ketika sudah dewasa, mereka diharapkan dapat bertanggungjawab dan terlibat
aktif dalam kehidupan menggereja. Jadi ada dua sasaran pokok, yakni yang
pertama, mengembangkan iman seorang anak dalam usia kanak-kanak, dan
yang kedua, menyiapkan anak agar imannya berkembang di masa depan.
Mengingat begitu pentingnya pendampingan iman anak, maka di
setiap paroki dianjurkan untuk mengadakan kegiatan tersebut. Kegiatan
Pendampingan Iman Anak tidak dapat berjalan dengan baik tanpa dukungan
serta kerjasama yang baik antara pastor paroki, orangtua, para pendamping,
dan dari semua umat. Maka demi terlaksananya PIA diperlukan dukungan dari
4. Latar Belakang PIA
Pendampingan Iman Anak adalah salah satu kegiatan yang dilakukan
oleh Gereja supaya tercapai pendidikan iman bagi anak-anak. Oleh sebab itu,
kita sebagai warga Gereja maupun para Pendamping Iman Anak hendaknya
mengetahui seluk beluk pendampingan Iman bagi anak-anak. Hal ini
diperlukan agar dalam mendampingi anak-anak, pembimbing dapat
memberikan materi yang sungguh sesuai dengan maksud dari kegiatan
Pendampingan Iman Anak.
Untuk mengetahui seluk-beluk pendampingan iman anak, Didik
Bagiyowinadi (2009: 43-46) menjelaskan tetang asal mula Pendampingan Iman
Anak yang pada awal mulanya namanya adalah Sekolah Minggu. Awal mula
Sekolah Minggu berasal dari tradisi Gereja Protestan. Sejak reformasi Gereja
oleh Martin Luther, beberapa Gereja dan Negara memang kemudian menerima
Protestantisme dan melepaskan diri dari negara-kepausan di Roma, salah
satunya adalah Inggris.
Pada abad 18 negeri Inggris mengalami krisis ekonomi yang sangat
parah, sehingga setiap orang berusaha bekerja mencukupi kebutuhan hidupnya,
dan memberikan makan kepada anak-anaknya. Karena situasi yang seperti itu,
maka banyaklah anak gelandangan yang sangat kurang perhatian, mereka pun
harus bekerja setiap hari dan hanya libur pada hari Minggu. Dengan situasi
yang seperti ini, maka anak-anak akhirnya menjadi liar dan nakal. Ada seorang
wartawan yang bernama Robert Raikes yang ingin meliput berita di negeri itu
keadaan dengan mendampingi mereka. Setiap hari Minggu anak-anak di
kumpulkan di dapur milik ibu Meredith. Di dapur itulah anak-anak
mendapatkan makanan, pelajaran tentang sopan satun, membaca, menulis, dan
mengajarkan tentang Kitab Suci. Dibutuhkan waktu yang sangat lama serta
perjuangan, kesabaran, dan keuletan dalam mendampingi anak-anak apa lagi
mereka anak-anak liar dan nakal. Sekolah Minggu juga berkembang di
kota-kota lain, sehingga pada tahun 1785 di seluruh Inggris anak-anak yang
terkumpul menjadi 250.000.
Kerja keras yang dilakukan oleh Robert Raikes kemudian
dikembangkan oleh John Wasley (Pendiri Gereja Metodist) dan kemudian
dibawa ke Amerika Serikat. Pada akhirnya para misionaris Amerikalah yang
membawa Sekolah Minggu ini ke Indonesia. Sekolah Minggu yang awalnya
hanya diberikan kepada anak-anak terlantar, dan kemudian dikembangkan
menjadi untuk semua anak-anak Kristiani.
Gereja Katolik melihat bahwa pewartaan bagi anak-anak yang
dilakukan oleh Gereja Protestan cukup berhasil, maka gereja Katolik juga
mengadakan kegiatan sekolah minggu. Tetapi karena tujuan dari kegiatan itu
untuk membantu anak-anak Kristiani dalam mengembangkan imannya, serta
setiap paroki tidak semua melakukannya pada hari Minggu, maka nama
Sekolah Minggu dirasa kurang sesuai. Sehingga nama kegiatan ini disetiap
Paroki berbeda-beda misalnya: Bina Iman Anak, Pendampingan Iman Anak,
ASMIKA (Anak Sekolah Minggu Katolik), atau menggunakan nama
Maria Gorreti Sugiarti (1999: 2-3) menjelaskan, Kegiatan
Pendampingan Iman Anak yang terjadi di Paroki-Paroki, mula-mula bertujuan
agar orang tua tidak terganggu dalam mengikuti perayaan Ekaristi. Tetapi
tujuan itu kurang sesuai dengan maksud dari diadakannya kegiatan
Pendampingan Iman Anak. Oleh sebab itu jam pelaksanaan Pendampingan
Iman Anak hendaknya tidak bersamaan dengan Perayaan Ekaristi, supaya
anak-anak dapat mengikuti perayaan Ekaristi bersama dengan orang tuanya.
5. Dasar PIA
Munculnya gagasan tentang pendampingan iman anak memiliki
landasan edukatif dan teologis. Dasar edukatifnya ialah pentingnya pendidikan
anak usia dini, sedangkan dasar teologisnya adalah iman anak akan tumbuh dan
berkembang melalui rahmat Allah sendiri yang berkarya pada diri anak-anak
dan orang tua pun bertanggungjawab atas tumbuh dan berkembangnya iman
anak. Dasar edukatif munculnya PIA berkaitan dengan pentingnya pendidikan
usia dini bagi anak-anak sebagai usaha untuk menyiapkan anak-anak menjadi
generasi penerus Gereja. Jika, sejak masa anak-anak tidak diperhatikan maka
akan menjadi lebih susah diarahkan ketika mereka menginjak masa dewasa.
Maria Gorreti Sugiarti (1999: 17) menjelaskan bahwa:
Dalam pendidikan iman anak, sudah sewajarnya orang tua menyadari
tugasnya untuk mendidik anak-anaknya tentang ajaran dan iman kristiani,
karena keluarga mempunyai tanggung jawab yang utama dan pertama dalam
mendampingi dan mengembangkan iman anak-anak mereka. Keluarga
Kristiani perlu menciptakan keluarga yang penuh kasih, beriman kepada Allah
dan mencintai sesama sesuai dengan ajaran kristiani yang diimaninya. Di
dalam Konsili Vatikan II menyatakan, bahwa orangtua mempunyai tugas
mendidik anak-anaknya, termasuk pendidikan iman, tetapi juga membutuhkan
bantuan masyarakat dan orang beriman. Maka, pendidikan iman juga menjadi
tugas Gereja untuk membantu orangtua mendidik anak-anak dalam
mengembangkan iman mereka, karena anak-anaklah yang nantinya akan
menjadi generasi penerus Gereja. Dalam Dekrit tentang Pendidikan Kristen
artikel 3 dikatakan:
Tugas penyelenggaraan pendidikan, yang pertama-tama menjadi tanggung jawab keluarga, memerlukan bantuan dari seluruh masyarakat. Oleh sebab itu, disamping hak-hak orangtua serta mereka, yang oleh orang tua diserahi peranserta dalam tugas mendidik, masyarakat pun mempunyai kewajiban-kewajiban serta hak-hak tertentu, sejauh merupakan tugas wewenangnya untuk mengatur segala sesuatu yang diperlukan bagi kesejahteraan umum di dunia ini. Akhirnya secara istimewa pendidikan termasuk tugas Gereja, bukan hanya karena masyarakat pun harus diakui kemampuannya menyelenggarakan pendidikan, melainkan terutama karena Gereja bertugas mewartakan jalan keslamatan kepada semua orang (GE 3).
6. Tujuan PIA
Tujuan Pendampingan Iman Anak adalah menolong orang tua
Kristiani dalam usaha untuk menyiapkan lingkungan yang baik bagi anak-anak,
iman dan kepribadiannya. Untuk mencapai tujuan itu, diperlukan suatu proses
pendampingan yang berupa aktivitas, refleksi bersama, permainan yang
bertujuan untuk menunjang tercapainya tujuan Pendampingan Iman Anak.
Beberapa aktivitas yang dilakukan dalam pendampingan Iman Anak
menurut Maria Gorreti Sugiarti (1999: 18) adalah:
a. Menyiapkan lingkungan yang baik bagi anak-anak yang sedang
mengembangkan imannya. Gereja merupakan salah satu lingkungan yang
cocok untuk mengembangkan imannya. Melalui lingkungan Gereja,
anak-anak bisa mengenal Gereja, teman-teman, orangtua, serta mengenal
aktivitas yang diadakan dalam Gereja. Melalui Gereja, anak juga dapat
merasakan hidup berjemaat dengan semua orang beriman.
b. Meningkatkan pengetahuan tentang agama dan mengarahkannya pada
penghayatan iman yang nyata sesuai dengan perkembangan pada usia
tertentu. Selain mengenal tentang Gereja, di dalam PIA anak-anak diberi
pengetahuan agama melalui pelajaran agama.
c. Penghayatan iman tidak hanya dari diri sendiri, tetapi dapat juga dihayati
dengan berkomunikasi dengan orang lain dan dalam tindakan nyata. Maka
dengan kegiatan pendampingan Iman Anak, anak-anak diajak untuk
mewujudkan iman mereka dalam pergaulan dengan orang lain dan dalam
tingkah laku mereka sehari-hari.
d. Mempersiapkan anak-anak untuk menerima komuni pertama. Kegiatan
Pendampingan Iman Anak tidak hanya membantu anak untuk
dalam menerima komuni pertama. Dengan persiapan menyambut Komuni
Pertama, pertama-tama dimaksudkan untuk menumbuhkan iman anak-anak
akan Allah yang menyelamatkan manusia melalui Putra tunggal-Nya yang
diutus ke dunia untuk menebus dosa manusia. Menyambut TubuhNya
berarti kita bersatu dengan Allah ikut serta dalam karya penebusanNya.
Untuk menyambut tubuh dan darah Kristus, anak perlu disiapkan terlebih
dahulu, sehingga dapat belajar mengenal dan memahami makna dari
peristiwa tersebut.
e. Meningkatkan serta memperdalam pemahaman anak-anak tentang ibadat
atau liturgi Gereja. Dalam Pendampingan Iman Anak, anak-anak diajak
untuk memahami kegiatan peribadatan dan diajak untuk semakin
menghayati imannya melalui perayaan Ekaristi. Lewat perayaan Ekaristi
anak-anak tidak hanya mewujudkan imannya dalam kehidupan sehari-hari
tetapi merayakan imannya bersama dengan orang lain atau
teman-temannya, dan mensyukuri atas penyelamatan yang diberikan Allah melalui
Yesus Kristus kepada manusia.
f. Melalui kegiatan pendampingan iman anak, anak-anak diajarkan untuk
mampu bekerjasama dengan orang lain, saling menolong, saling
menghargai dan dapat bersikap kritis menanggapi sesuatu. Ini semua bisa
diajarkan melalui permainan-permaian supaya anak senang dan mengerti
apa yang harus dilakukannya. Diaharapkan anak-anak katolik tidak menjadi
anak yang egois dan tidak bisa menghargai orang lain. Mengajarkan
tidak hanya bisa berdoa dan menghayati imannya, tetapi juga harus
mewujudkannya dalam hidup sehari-hari.
g. Meningkatkan bakat dan ketrampilan anak-anak. Kegiatan pendampingan
anak tidak hanya berisi pelajaran agama saja, tetapi juga berisi
kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan bakat dan ketrampilan anak-anak,
misalnya dengan bernyanyi, menari, permainan, menggambar, olah raga,
dan membuat prakarya. Melalui kegiatan ini, anak-anak tidak hanya merasa
senang tetapi juga dapat mengembangkan bakat dan ketrampilannya.
h. Menumbuhkan dan mengembangkan sikap satria, harga menghargai pribadi
orang lain. Melalui kegiatan Pendampingan Iman anak, anak dilatih untuk
bersikap jujur, dan satria lewat berbagai kegiatan dalam pendampingan
Iman Anak. Selain itu anak juga dilatih untuk menghargai milik orang lain,
sehingga terdapat cinta kasih dan persaudaraan diantara mereka.
i. Menumbuhkan dan meningkatkan sikap peduli pada penderitaan orang lain.
Dalam pendampingan iman anak, ada suatu kegiatan yang mengajak anak
untuk berbagi dan mau menolong orang lain yang sedang berkesusahan.
Kegiatan yang mengajak anak untuk berbagi dan menolong, misalnya pada
waktu masa prapaska mereka menyisihkan uang jajan mereka untuk
membantu anak-anak yang kurang beruntung, pada waktu natal mereka
memberikan kado natal bagi teman-teman mereka yang membutuhkan dan
ketika ada bencana alam pun anak-anak diajak untuk mengumpulkan uang
dan barang-barang untuk membantu teman-teman mereka yang
mau peduli pada penderitaan orang lain, karena Yesus juga mengajarkan
cinta kasih kepada anak-anak.
j. Memupuk harga diri yang sehat dan wajar. Sebagai anak Allah, semua anak
yang mengikuti kegiatan Pendampingan Iman Anak diajak untuk
menyadari bahwa dirinya dicintai dan diterima oleh Allah. Oleh karena itu
mereka juga diajak untuk dapat menerima dan mencintai teman-temannya
yang juga merupakan keluarga mereka. Dimana dalam Kitab Suci juga
Allah mengajarkan tentang cinta kasih dan persaudaraan. Maka diharapkan
juga anak-anak sering membaca Kitab suci supaya mengetahui apa yang
telah dilakukan Allah untuk manusia.
7. Ciri-ciri PIA
Untuk dapat mencapai tujuan Pendampingan Iman Anak itu, maka
pendamping Iman Anak perlu memperhatikan ciri-ciri dari kegiatan ini.
Adapun ciri-ciri dari Pendampingan Iman Anak adalah sebagai berikut (Maria
Sugiarti, 1999: 18-20):
a. Bebas
Unsur terpenting dalam beriman adalah kebebasan. Suasana bebas ini
perlu diciptakan dalam Pendampingan Iman Anak. Yang dimaksud dengan
bebas dalam PIA ialah terciptanya suasana PIA yang gembira, tanpa adanya
beban tugas yang memberatkan anak atau justru membuat absen dan ujian. Saat
Pendampingan Iman Anak ini, anak-anak dibebaskan dari hal-hal yang
mengikat atau membuat anak-anak jenuh dan akhirnya mereka malas untuk
ikut Pendampingan Iman Anak. Sebenarnya boleh menggunakan absen tetapi
dengan membuat absen yang menarik dan anak tidak merasa terbebani,
misalnya anak-anak setiap minggunya menempelkan gambar di papan yang
sudah disediakan oleh pendamping
Bila para pembimbing Pendampingan Iman Anak dapat membuat acara
yang menarik dan menyenangkan, pada akhirnya pembimbing juga dapat
menjalin hubungan yang baik dengan anak-anak dan anak akan datang pada
setiap hari Minggu dengan senang hati dan tanpa paksaan. Selain itu, perhatian
pada anak yang tidak hadir, entah karena malas atau sakit juga diperlukan
sebagai bentuk perhatian personal pendamping terhadap anak.
b. Gembira
Suasana gembira perlu menjadi ciri kelompok PIA. Kegembiraan
yang menjadi ciri anak-anak perlu dijaga dan diusahakan sehingga anak-anak
selalu tertarik untuk hadir. Dimana anak-anak berkumpul maka akan ada
kegembiraan. Pedamping perlu mengusahakan cara, baik dengan bernyanyi,
menari, bermain, mendengarkan cerita, berdoa bersama agar suasana
menggembirakan. Dengan kegiatan PIA anak-anak merasa tidak ada beban
walaupun ada tugas dari sekolah, yang ada semua menjadi gembira dan
menyenangkan. Sehingga warta gembira Yesus Kristus juga akan dirasakan
c. Bermain
Sesuai dengan umur anak, pertemuan-pertemuan di dalam kelompok
ini tentunya perlu memperhatikan jenis permainan bagi anak-anak. Anak
berumur 4 – 12 tahun senang sekali bermain. Bagi mereka, bermain
memberikan kepuasan dan mengembangkan keterampilan. Melalui permainan
pula, kepekaan sosial seorang anak dapat berkembang dengan baik. Permainan
bukan hanya berhenti pada permainan saja, tetapi dengan permainan
hendaknya bisa menjadi bahan pendampingan. Kegiatan bermain dalam PIA
dapat menjadi bahan permenungan dan refleksi bersama. Dengan demikian,
anak diajak untuk memahami makna permainan dan akhirnya mengembangkan
sikapnya. Maka, pendamping perlu mencari bentuk-bentuk permainan yang
berkualitas sebagai bahan refleksi dalam PIA. Dapat dipikirkan kembali,
direfleksikan dan dikaitkan dengan pendampingan. Dengan refleksi anak-anak
dan pendamping dapat melihat arti, maksud permainan bagi diri mereka dan
bagi teman-temannya, dan akhirnya akan membantu anak-anak membentuk
pribadinya.
d. Mendalam
Kegiatan atau permainan yang dilakukan dalam kelompok PIA perlu
dipilih dan diseleksi. Memilih permainan harus melihat anak yang akan kita
dampingi hendaknya sesuai dengan usia mereka. Hendaknya tidak berhenti
pada permainan saja tetapi dimaknai supaya anak-anak juga tahu, bahwa tidak
bermain sehingga dapat merefleksikan perasaan-perasaan yang muncul dan
menemukan makna kehadiran Tuhan di dalamnya.
e. Beriman
Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh kelompok PIA, ciri iman
tidak boleh dilupakan ciri-ciri PIA. Bahkan bisa disebut juga bahwa ciri ini
sangatlah penting dan pokok. Maka hendaknya diperhatikan isi proses PIA.
Ciri ini dapat sedikit demi sedikit diungkapkan melalui cara-cara yang mudah
dan menyenangkan. Pendampingan Iman Anak, memang tidak bisa dipisahkan
dari iman yang sesuai dengan nama kegiatannya.
Kehidupan kristiani berarti kehidupan yang berpola pribadi Yesus
Kristus. Dengan memperkenalkan pribadi Yesus Kristus, anak diharapkan
makin dapat membentuk hidupnya mengikuti teladan Yesus. Mengikuti teladan
Yesus berarti juga mau berkorban dan memberikan diri seperti yang telah
dilakuakan oleh Yesus kepada semua orang. sehingga kehidupan anak makin
bertumpu pada Yesus. Maka, dalam PIA, seorang anak harus sejak dini
diperkenalkan dengan visi dan misi Yesus; keprihatinan dan perhatiannya.
Misalnya perhatian Yesus secara khusus kepada orang-orang yang menderita,
terlupakan dan miskin.
f. Menjemaat
Beriman dapat dilaksanakan secara pribadi dan bersama-sama. Namun
melainkan tumbuh di dalam hidup bersama dengan orang lain, di dalam
kelompok orang-orang yang beriman, dan di dalam jemaat. Dalam proses PIA,
seorang anak belajar hidup beriman dengan baik, belajar saling memahami,
belajar bekerjasama, belajar saling memaafkan sehingga menyiapkan dirinya
untuk kelak menjadi anggota jemaat yang baik. Melalui latihan-latihan dan
pengalaman dalam mengikuti PIA, anak-anak terlatih untuk hidup bersama
dalam jemaat. Anak-anak juga terlatih untuk dapat berkomunikasi
menjumpakan pengalaman pribadi dan pengalaman orang lain .
8. Metode dan Sarana Pendampingan Iman Anak
Pendamping PIA yang akan menyampaikan sesuatu materi kepada
anak-anak, hendaknya mempersiapkan diri terlebih dahulu. Salah satu cara
yang dapat dilakukan adalah menentukan metode yang akan dipergunakan.
Metode adalah cara yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan tertentu.
Pada pelaksanaan PIA, pendamping hendaknya dapat mempergunakan
berbagai macam metode secara bervariasi, supaya anak-anak tidak cepat bosan,
dan materi yang disampaikannya dapat ditangkap oleh anak. Untuk itu
pendamping perlu memiliki pengetahuan tentang metode-metode yang dapat
dipergunakan terutama dalam kegiatan PIA, supaya proses PIA menjadi sangat
menyenangkan dan membuat anak-anak senang.
Oleh karena itu pada bagian ini, penulis akan menguraikan berbagai
macam metode yang dapat dipergunakan oleh pendamping dalam mengolah
a. Metode Bercerita
Dewan Redaksi Komkat, 1997: 41-47 menjelaskan bahwa secara
psikologis, anak-anak senang mendengarkan cerita. Oleh sebab itu metode ini
dapat digunakan dalam kegiatan PIA, mengingat peserta dari kegiatan ini
adalah anak-anak. Dalam menggunakan metode ini, hendaknya pendamping
pertama-tama memilih cerita yang tepat dan sesuai dengan kemampuan dan
usia anak, serta relevan dengan tema yang tengah dibahas, sehingga tujuan dari
materi tersebut dapat tercapai.
Pendamping yang hendak bercerita, hendaknya sudah mengetahui
terlebih dahulu alur dari cerita tersebut dengan sungguh-sungguh, supaya cerita
yang ia sampaikan dapat berjalan dengan baik dan tidak tersendat-sendat.
Selain itu pendamping juga hendaknya bersemangat dalam menyampaikan
cerita, sehingga dapat menarik perhatian dan minat anak-anak. Hal lain yang
juga perlu diperhatikan oleh pendamping dalam bercerita adalah bahasa yang ia
pergunakan.
Bahasa yang baik adalah bahasa yang sederhana dan tidak
menggunakan istilah yang sulit, dapat membuat anak mudah menangkap
maksud cerita yang disampaikan. Apalagi bila disertai dengan intonasi yang
sesuai dan gerakan badan serta mimik yang sesuai dengan cerita yang sedang
disampaikan, dapat membuat cerita tersebut sungguh hidup, dan anak merasa
ikut terlibat secara langsung dalam peristiwa tersebut.
Agar cerita yang disampaikan oleh pendamping dapat menarik
Maksudnya cerita yang ia sampaikan harus mengandung unsur-unsur
pendahuluan, aksi, keterangan yang mencapai klimaksnya dan kemudian ada
pemecahan masalah. Bila pendamping selesai bercerita, maka ada baiknya
pendamping memberikan beberapa pertanyaan pada anak-anak untuk
mengecek apakah anak dapat mengerti jalan cerita yang ia sampaikan atau
tidak.
Pendamping juga hendaknya menceritakan peristiwa-peristiwa yang
terjadi dalam Kitab Suci, sehingga anak-anak mengenal Kitab Suci dan
kemudian dapat mencintainya. Di dalam bercerita, hendaknya pendamping
selalu ingat bahwa tujuan dari cerita adalah untuk dinikmati oleh anak-anak,
sehingga mereka merasa senang. Oleh sebab itu pada akhir cerita, pendamping
tidak memberikan tambahan nasehat ataupun kata-kata saleh pada anak, karena
hal itu tidak sesuai dengan tujuan dari metode cerita.
b. Metode Menggambar (Membuat Gambar dengan kapur, angka, huruf,
penggaris)
Dalam H.J Suhardiyanto (2006: 11-12) dijelaskan bahwa menggambar
merupakan ungkapan ekspresi jiwa seseorang, dan dunia menggambar sangat
disukai oleh anak-ank untuk mengekspresikan dirinya, maka yang diperlukan
dari para pendamping PIA adalah mengarahkan anak-anak dalam menggambar,
dan pendamping harus memperhatikan gambar yang dipilih oleh pendamping,
menarik perhatian anak dalam konteks keterampilan menggambar bisa
dibedakan dua macam yaitu:
1) Pesan atau cerita dapat divisualisasikan (digambarkan) dengan cepat maka
gambar tidak harus menarik, yang penting dapat mewakili pesan, baik itu
gambar orang, sifat, posisi, suasana, dll.
2) Dengan menggunakan gambar jadi, yang lebih menarik, utuh, yang berupa
cerita gambar bersambung, yang lebih mudah dipahami anak.
Meskipun dunia sekarang diwarnai oleh kemajuan tehnologi, banyak
gambar yang bisa diambil dari internet, komputer atau dari sumber lain,
tetapi daya tarik menggambar sendiri masih diminati oleh anak,
menggambar tidak harus menggunakan sarana yang mahal, karena tidak
semua Paroki mempunyai alat khusus bagi anak PIA, maka bisa
menggunakan sarana sederhana seperti papan tulis dan kapur.
3) Apabila pendamping mengalami kesulitan dalam menggambar, bisa diatasi
dengan menggunakan tehnik menggambar sederhana seperti huruf, angka,
atau dengan garis, dan yang paling penting adalah pesan yang akan
disampaikan melalui gambar itu bisa sampai pada anak-anak dengan baik.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggambar antara lain:
Pendamping bila menggambar harus ada hubungannya dengan Kitab Suci.
Sebelum menggambar hendaknya terlebih dahulu memahami isi cerita,
tokoh, suasana, sikap, hal ini untuk memudahkan dalam menggambar.
Catatan khusus untuk anak TK sampai SD kelas 3 bila menggambar bisa
Cara atau pilihan lain dengan menggunakan gambar yang sudah jadi dan
anak hanya memberi warna.
c. Metode Gerak dan Lagu
Dalam Suhardiyanto (2006: 12) dijelaskan bahwa gerak dan lagu
tidak dapat dipisahkan dari dunia anak, lagu bisa menciptakan suasana gembira
pada anak-anak, maka sebagai pintu masuk ke dalam dunia anak yang paling
mudah adalah melalui nyanyian, selain itu dengan contoh-contoh lagu dapat
membuat suasana pendamping PIA menjadi lebih menarik dan tidak monoton.
Tidak semua orang termasuk pendamping PIA diberi karunia suara
yang bagus. Namun untuk menjadi pendamping PIA bukan suara yang bagus
yang mutlak diperlukan tetapi bagaimana kita bisa menyanyikan lagu itu
dengan baik dan mampu memberikan arti dari lagu itu, bisa menciptakan gerak
yang menarik sehingga anak menjadi senang. Maka dalam PIA diperlukan
kerja team, yang terdiri dari orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk
bermain musik, menyanyi atau menari, dengan demikian mereka saling
melengkapi. Untuk memilih lagu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1) Memilih lagu sesuai dengan tema pertemuan serta membuat gerakan yang
cocok atau sesuai dengan lagu. Contoh: Tema Minggu ini tentang Zakheus
hendaknya lagu yang dipakai juga yang ada kaitannya dengan Zakheus.
2) Lagu sederhana dan mudah dimengerti anak, syairnya pendek-pendek
contoh:
Tiada yang dapat menandinginya
Burung miliknya, hutan miliknya,
Bintang-bintang cipataannya
aha….aha…aha…
3) Pendamping hendaknya menjiwai lagu dan menggali isi lagu tersebut,
misalnya lagu gembira bisa diekspresikan dengan senyum atau gerakan
yang sesuai.
4) Pendamping hendaknya tidak memaksa anak untuk bernyanyi seperti
orang dewasa biarlah suara alaminya yang muncul.
5) Sebaiknya diberi pilihan lagu menurut kesukaan anak, yang penting masih
ada hubungan dengan PIA.
6) Bisa meniru dari kaset/VCD/sumber lain misalnya lagu-lagu Anak modern
atau sincan yang sudah diubah syairnya menjadi lagu PIA.
7) Bila memungkinkan lagu-lagu itu diiringi dengan musik.
8) Supaya tidak membosankan lagu-lagu itu diberi gerakan yang sesuai.
d. Metode membuat berbagai lipatan dari kertas
Dalam H.J Suhardiyanto (2006: 14) dijelaskan bahwa
sesungguhnya banyak keterampilan yang bisa dipelajari dan dipakai untuk PIA,
seperti: mencocokkan, menempel, dan menggunting. Dapat dilihat yang paling
mudah, sederhana dan mudah dijangkau, tidak memerlukan alat lain seperti
lem, gunting, dan kertas adalah membuat berbagai macam lipatan. Kegiatan
ingat dengan pelajaran maka dibantu dengan menggunakan sarana lipat ini
(hendaknya lipatan disesuaikan dengan tema misalnya Kisah Penciptaan anak
diajak membuat lipatan orang dengan bajunya, burung, dsb), selian itu
keterampilan ini untuk mengurangi kejenuhan dan rasa bosan. Untuk memulai
lipatan hal yang perlu diperhatikan oleh pendamping adalah:
1) Pendamping memberi contoh bila melipat kertas harus diletakkan diatas
meja supaya lipatan rapi.
2) Pendamping mengenalkan garis serong 1 dan 2 , lalu dibalik dan membuat
garis lurus 1 dan 2. Hal ini untuk memudahkan anak melipat dan menjaga
kerapian (sebagai dasar melipat).
3) Pendamping perlu mengenalkan sisi kertas lipatan pada anak-anak. Untuk
memudahkan ketika kita menerangkan cara melipat.
4) Setelah selesai membuat garis di atas kertas lipat baru mulai melipat
dengan bentuk yang diinginkan.
5) Sebagi catatan: keterampilan melipat hendaknya disesuaikan dengan tema
dan materi yang diajukan.
e. Metode Ekspresi
Prasetya, Dkk (2008: 45-46) menjelaskan tentang metode ekspresi ini
digunakan untuk mengajak anak-anak mengekspresikan gagasan atau ide yang
telah diterima dalam pertemuan saat itu maupun sebelumnya, baik dilakukan
secara individu maupun kelompok. Ekspresi ini dapat berupa gerak, gambar,
atau membuat suatu gerakan yang mewakili dari semua yang sudah diterima
dari pendamping. Ekspresi irama adalah anak-anak diminta untuk menciptakan
suatu bunyi, bunyi dapat berupa apa saja, dan mengganti syair lagu dan
lain-lain. Kalau ekspresi gambar adalah anak-anak diminta untuk menggambar,
mencari gambar yang sesuai dengan tema yang sudah dipelajari. Ekspresi puisi
adalah anak-anak diminta untuk mengekspresikan gagasan atau idenya dengan
membuat serta membaca puisi.
Dengan beberapa cara mengekspresikan kegiatan yang sudah
dilakukan ini, diharapkan anak-anak mengerti dan memahami apa yang sudah
diberikan oleh pendamping, serta apa yang sudah diberikan tidak hilang begitu
saja tetapi sungguh dirasakan dan dapat dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari. Cara ini juga dapat membantu anak-anak dalam mengembangkan bakat
dan mengajak anak untuk menjadi kreatif, serta anak-anak tidak merasa bosan,
karena bukan hanya pendamping terus yang memberi materi tetapi juga
anak-anak bisa memberikan sesuatu baik pendamping maupun bagi teman-teman
mereka. Memberikan pelajaran kepada anak-anak untuk berani tampil di depan
umum, dan berani mengungkapkan pendapatnya. Sehingga anak-anak sungguh
terbantu baik dalam mengembangkan bakat dan keterampilannya.
f. Metode Dinamika Kelompok
Metode ini digunakan untuk mengajak anak-anak baik mendalami
materi yang sudah diberikan ataupun mengajak anak-anak untuk mendalami
materi diberikan ataupun untuk memberikan kesimpulan atas materi yang
sudah diterima oleh anak-anak. Dinamika kelompok ini dapat berupa Outbound
dan aneka permainan yang menghibur, dan menarik bagi anak-anak.
Permainan ataupun Outbound sangat membatu anak-anak untuk mendalami materi. Karena biasanya anak-anak menyukai permainan, sehingga
apa dengan permainan pun memudahkan anak-anak untuk masuk ke materi
ataupun dalam mendalami materi. Diharapkan permainan yang sudah
dilakukan bukan berhenti di permainan saja tetapi sungguh membantu
anak-anak dalam mendalami materi. Diharapkan pendamping mampu memberikan
itu kepada anak-anak (Prasetya, Dkk., 2008: 46).
g. Metode Eksploratif dan Simulatif.
Prasetya, Dkk (2008: 46) menjelaskan bahwa metode ini digunakan
untuk mengajak anak-anak mendalami materi yang sudah diberikan
pendamping dengan cara mengunjungi, melihat, mengamati, dan
mendeskripsikan alat peraga, serta melakukan peragaan atau praktik secara
langsung (simulasi). Jadi anak-anak tidak hanya membayangkan atau
berimajinasi. Misalnya: Materi pendampingan tentang membantu sesama yang
mengalami bencana Merapi. Anak-anak diajak untuk melihat situasi para
pengungsi di posko pengungsian, lalu setelah melihat dan merasakan apa yang
dirasakan oleh teman-teman mereka, serta mereka diajak untuk membantu
Dengan metode ini, anak-anak akan sungguh bisa merasakan sendiri
apa yang dirasakan oleh orang lain, mereka tidak hanya menghayal atau
membayangkan tetapi sungguh-sungguh mengalami. Metode ini juga pasti
banyak diminati dan disenangi oleh anak-anak, selain anak-anak tidak merasa
bosan karena tempat pendampingan tidak hanya dalam ruangan terus, tetapi
anak-anak juga bisa jalan-jalan bersama dengan teman-tamannya.
h. Metode Populer
Prasetya, Dkk (2008: 46) menjelaskan bahwa metode ini digunakan
untuk mengajak anak-anak mendalami materi dengan aneka teknik atau model
yang populer, diminati dan sering dijumpai dalam hidupnya yaitu berupa acara
televisi, baik talk show maupun permainan dengan kuis, misalnya kuis Family 100. Melalui film, gambar, dan lagu-lagu yang sering didengar oleh anak-anak,
tetapi masih lagu-lagu PIA, bisa juga digunakan lagu-lagu modern dengan
mengganti syairnya, serta sarana Audio-Visual, dengan film-film yang dekat
atau yang populer dalam lingkungan anak-anak.
Metode yang populer dimaksudkan supaya anak-anak tidak bosan bila
harus mendengarkan cerita atau permainan terus-menerus, tetapi juga sesekali
waktu nonton film yang populer dilingkungan anak-anak. Dengan demikian
anak-anak rajin untuk ikut kegiatan PIA. Tetapi pendamping juga harus bisa
mengajak anak-anak untuk mengolah atau merefleksikan film yang sudah
ditonton, jadi bukan hanya berhenti di film saja tetapi film juga bisa menjadi
B. Pendampingan
1. Pengertian Pendampingan
Pendampingan Iman Anak merupakan salah satu bentuk pelayanan
iman yang diberikan oleh Gereja kepada umatnya demi perkembangan iman
yang semakin mendalam. Subjek utama dalam PIA adalah anak-anak dan iman
anak-anak tersebut. Akan tetapi, pendamping dalam PIA, meskipun bukan
sebagai subjek utama, memiliki peran yang sangat vital dan menentukan.
Pendamping PIA dapat diibaratkan seperti jembatan yang mengantar anak-anak
kepada iman yang mendalam akan Yesus Kristus sehingga jika jembatan itu
rusak atau salah dalam membimbing anak-anak, maka dapat dibayangkan
bahwa perkembangan iman anak yang matang dan dewasa tidak akan dapat
tercapai. Oleh karenanya, dalam bagian ini, penulis akan memfokuskan
pembahasan pada peran pendamping PIA agar nantinya diharapkan para
pendamping PIA menjadi “jembatan” yang baik sehingga dapat menghantarkan
anak-anak sampai pada iman akan Yesus Kristus.
Kematangan dan kedewasaan manusia terjadi dalam suatu proses yang
terus menerus dalam hidupnya. Demikian juga secara potensi yang ada dalam
diri manusia tidak sekali jadi dan serentak mencapai kesempurnaan. Manusia
senantiasa diharapkan bertumbuh dan berkembang menuju kematangan dan
kedewasaan pribadi. Demikian juga segala potensi dalam diri seseorang harus
senantiasa diasah dan dikembangkan dalam suatu kebersamaan, dalam suatu
Pendampingan tidak boleh dianggap sebagai “Karya sambilan” atau
pekerjaan sampingan yang boleh ditangani secara sembarangan dengan sikap
laisez faire (tak peduli dan membiarkan entah salah atau benar) (Tangdilintin, 1984: 15). Kualitas pribadi seorang pendamping yang punya bakat, minat,
waktu, dan kerelaan dituntut dalam proses pendampingan. Kualitas pribadi
pendamping menentukan hasil pendampingan yang mereka jalankan. Selain itu
dalam diri seorang pendamping dituntut juga memiliki wawasan dan
pengertian yang memadai mengenai pendampingan itu sendiri. Sebab
berdasarkan wawasan dan pemahamannya yang memadai mengenai tugasnya,
seorang pendamping dapat mempersiapkan dan melaksanakan tugasnya dengan
baik, sesuai tujuan atau cita-cita yang diharapkan.
Pendampingan berarti proses mendampingi atau cara atau perbuatan
mendampingi. Menurut Mangunhardjana (1986: 22), pendampingan berarti
suatu usaha membantu peserta menyongsong masa depan dengan tujuan,
materi, bentuk, metode, dan teknik pendampingan yang tertentu. Teknik
pendampingan memiliki ciri utama, yakni menolong orang lain berkembang.
Lebih jauh Mayeroff (1994: 27) menunjukkan pengertian pendampingan. Ia
menjelaskan bahwa, berada bersama dengan orang lain, berarti merasakan dan
mengalami kehidupan yang didampingi. Akan dijelaskan lebih lanjut sebagai
berikut:
melainkan untuk mendampingi dan menolong kita. Dengan demikian kita tidak perlu bersembunyi dan berpura-pura (Mayeroff, 1994: 27).
Pendamping perlu mengkondisikan kehadirannya sedemikian rupa sehingga peserta pendampingan merasa bahwa pendamping dekat dengan dirinya dan sungguh-sungguh memahami kehidupan dan keberadaannya. Dalam pendampingan, keberadaan pendamping harus mampu memberdayakan peserta yang didampinginya agar semakin memahami dan mengembangkan dirinya semaksimal mungkin. Maka, seorang pendamping tidak pernah boleh menganggap dan memperlakukan dirinya lebih tinggi dari mereka yang didampingi, sebaliknya harus menganggap diri sama dan sederajat. Pendamping tidak memandang rendah keberadaan mereka yang didampingi seakan-akan melihatnya dari tempat yang tinggi (Mayeroff, 1994 : 26).
2. Tujuan Pendampingan
Mangunhardjana (1986: 25-27) merumuskan tujuan pendampingan
sebagai berikut:
Sebagai suatu bentuk pelayanan pendamping terhadap peserta dalam persiapan mereka untuk dapat hidup dan berperan secara memadai ditengah masyarakat, bangsa dan dunia pada masa dewasa mereka, pendamping bertujuan untuk membantu peserta mendapatkan ilmu, informasi, pengetahuan, kecakapan, sikap, pembuatan, perilaku, hidup yang memadai dalam segi-segi pokok yang bertujuan dengan hidup pribadi, kebersamaan dengan orang lain, dan peran mereka dalam masyarakat, bangsa, dan dunia.
Memperhatikan rumusan tujuan pendampingan di atas, ditemukan
beberapa pokok yang perlu dijelaskan. Pertama tujuan pendampingan