• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERDAYAAN PENDAMPING PENDAMPINGAN IMAN ANAK SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDAMPINGAN IMAN ANAK DI PAROKI SANTO STEPHANUS CILACAP SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kek

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PEMBERDAYAAN PENDAMPING PENDAMPINGAN IMAN ANAK SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDAMPINGAN IMAN ANAK DI PAROKI SANTO STEPHANUS CILACAP SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kek"

Copied!
177
0
0

Teks penuh

(1)

SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDAMPINGAN IMAN ANAK

DI PAROKI SANTO STEPHANUS CILACAP

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Katarina Candra Dewi NIM: 061124022

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv  

PERSEMBAHAN

Karya tulisan ini kupersembahkan kepada:

kedua orang tua penulis, adik-adik, sahabat, dan para pendamping PIA paroki

Cilacap, serta anak-anak PIA di manapun berada, dan kepada siapa saja yang

(5)

v  

MOTTO

The way to get started is to quit talking and begin doing.

Cara memulai adalah dengan berhenti berbicara dan mulai melakukan.

(6)
(7)
(8)

viii  

Pendampingan Iman Anak atau yang sering dikenal dengan istilah PIA merupakan pendampingan awal bagi anak-anak. PIA meletakkan dasar kehidupan beriman yang menentukan kehidupan iman seseorang di masa mendatang. Maka kegiatan PIA tidak hanya dianggap hanya sebelah mata dan dilaksanakan dengan sembarangan.

Keseriusan penanganan kegiatan PIA diwujudkan dengan mengusahakan dan mengembangkan berbagai hal, baik dari segi proses, metode, sarana dan yang paling khusus adalah pendampingnya, supaya kegiatan ini sungguh-sungguh membantu anak-anak untuk berjumpa dengan Yesus sebagai Sahabatnya sendiri, Sang Pembawa sukacita. Pengalaman sukacita bersama dengan Yesus dalam PIA hanya bisa dialami oleh anak-anak yang merasa gembira, dan bebas. Untuk mengalami suasana yang demikian maka diperlukan Pendamping yang berkualitas. Maka bila pendamping harus berkualitas, hendaknya paroki memberikan pendampingan terlebih dahulu bagi pendamping, khususnya bagi yang akan mendampingi anak-anak. Supaya mereka memiliki bekal untuk mengajar, sehingga tidak akan terjadi mendampingi anak-anak tanpa persiapan dan bahan yang membuat anak-anak malas atau bahkan tidak mau datang lagi untuk ikut proses pendampingan. Untuk itu penulis mengambil judul skripsi PEMBERDAYAAN PENDAMPING PENDAPINGAN IMAN ANAK SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDAMPINGAN IMAN ANAK DI PAROKI SANTO STEPHANUS CILACAP.

Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah bagaimana meningkatkan mutu proses PIA, supaya anak-anak PIA sungguh mendapatkan pendampingan yang baik serta dapat mengembangkan iman mereka kepada Yesus. Untuk menanggapi persoalan tersebut penulis mengusulkan adanya kaderisasi atau pelatihan bagi para pendamping PIA yang baru supaya mereka mendapatkan bekal untuk mendampingi anak-anak. skripsi ini dilengkapi dengan studi pustaka sebagai pertanggungjawaban ilmiah terhadap argumen penulis. Selian itu ada program pendampingan lengkap dengan persiapannya dan sudah dilaksanakan dalam pelatihan atau kaderisasi bagi pendamping PIA.

(9)

ix  

Sunday School which is popularly known as Pendampingan Iman Anak

is an activity meant to help children in developing their early stage of faith. PIA functions as a significant foundation for the religious life, since it determines someone’s faith in the future. Therefore, PIA cannot merely be treated as a “job-side” activity which can be practiced usuriously.

PIA has to be done seriously through elaborating and developing the methods, process, means related to it, especially the mentors itself so that this activity can be a really helpful thing in bringing children to meet Jesus, their Friend and the Good News. The joyful experience with Jesus in PIA’s activity only can be achieved by those who are happy and free. In order to get this edifying experience, the need for the good mentors is urgent and undoubtedly important. Therefore, if the PIA’s teachers have to be good and have a certain quality, the parish should give an adequate support to those who will be PIA’s teachers as well. The support of the parish is totally significant in order to enrich them with the sufficient knowledge and skills which make PIA’s students enthusiastic and assiduous in joining PIA’s programs. So, it will never happen again the “unplanned” PIA where the teachers do not prepare anything in PIA’s program which causes the decreasing number of PIA’s students. Based on this situation, I am motivated to discuss and elaborate the empowerment of PIA’s teachers as one of the main actors in PIA’s programs. I chose the title

PEMBERDAYAAN PENDAMPING PENDAMPINGAN IMAN ANAK SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDAMPINGAN IMAN ANAK DI PAROKI SANTO STEPHANUS CILACAP (The Empowerment of

PIA’s teachers as an effort to increase the quality of PIA’s programs in St. Stephens Parish, Cilacap).

The main focus in this thesis is how to develop the quality of PIA so that the children can be fully assisted and accompanied in their process of developing the faith to Jesus Christ. Responding to that concern, I suggest opening the training programs for the novel and elderly PIA’s teachers to enrich them with the comprehensive materials which are useful for their activities in PIA. This thesis is equipped with adequate researches as a scientific responsibility. Moreover, I also add a training program for PIA’s teachers which has been practiced and evaluated.

(10)

x  

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebab hanya dengan

kasih dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang

berjudul PEMBERDAYAAN PENDAMPING PENDAMPINGAN IMAN

ANAK SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDAMPINGAN IMAN ANAK DI PAROKI SANTO STEPHANUS CILACAP.

Skripsi ini diilhami dengan pengalaman pribadi saat mendampingi

anak-anak di stasi paroki Cilacap. Dimana pendamping tidak ada dan walaupun

ada mereka tidak memiliki bekal untuk mendampingi anak-anak. oleh karena itu

penulis menyusun skripsi ini dimaksudkan untuk membantu pendamping PIA di

Cilacap untuk mendapatkan pembekalan untuk mendampingi anak-anak PIA.

Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan

banyak pihak. Menyadari akan hal itu semua, maka pada kesempatan ini penulis

menghaturkan ucapan syukur dan terima kasih yang amat mendalam kepada

siapa saja yang telah membantu penulis skripsi ini terutama:

1. Y. Kristianto, SFK., M.Pd. selaku dosen pembimbing utama yang telah

memberikan perhatian, meluangkan waktu dan membimbing penulis

dengan penuh kesabaran, memberi masukan-masukan dan kritikan-kritikan

sehingga penulis dapat lebih termotivasi dalam menuangkan

gagasan-gagasan dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.

2. Drs. M. Sumarno Ds., S.J., M.A. sebagai dosen wali yang sekaligus dosen

pembimbing yang selalu membantu dan memberi dukungan pada penulis

(11)

xi  

penulis memberikan informasi yang sangat bermanfaat dalam penulisan ini.

4. Segenap Staf Dosen Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Sanata Dharma yang telah mendidik dan memberi

dukungan kepada penulis selama belajar hingga penulisan skripsi ini.

5. Segenap Staf Sekretariat, Perpustakaan dan seluruh karyawan IPPAK yang

telah memberikan dukungan, tegur sapa dan perhatiannya.

6. Romo Niko Ola OMI, Romo Carolus OMI, dan Romo Yohanes OMI yang

memberikan ijin, dukungan, doa, sapaan, tempat tinggal selama penulis

menyelesaikan skripsi ini.

7. Dewan Paroki, petugas sekretariat Paroki, semua teman-teman pendamping

PIA, dan anak-anak peserta PIA seluruh paroki Cilacap yang telah

memberikan dukungan, kerja sama, serta ijin dalam menyelesaikan

penulisan ini.

8. Bapak, ibu, dan adik-adik yang selalu setia memberikan doa, dukungan dan

bantuan selama penulis studi di IPPAK.

9. Keluarga Mas Wawan di Bantul, yang ikut mendukung dan menyemangati

penulis dalam penyusunan skripsi ini.

10. Sahabat-sahabat penulis yang selalu memberi dukungan, doa dan bantuan

selama menyelesaikan skripsi ini.

11. Teman-teman angkatan 2006 yang telah memberikan dukungan dan

bantuan pada penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung,

(12)
(13)
(14)

xiv  

6. Tujuan PIA ……. ... 20

7. Ciri-ciri PIA ………. ... 24

8. Metode dan Sarana Pendampingan Iman Anak ... 28

B. Pendampingan ... 38

1. Pengertian Pendampingan ………. ... 38

2. Tujuan Pendampingan ... 40

C. Pendamping Pendampingan Iman Anak yang berkualitas ... 42

1. Spiritualitas Pendamping Pendampingan Iman Anak ... 43

2. Pengertian Pendamping Pendampingan Iman Anak …… ... 48

3. Sikap Pendamping Pendampingan Iman Anak ... 55

BAB III. GAMBARAN UMUM PENDAMPINGAN IMAN ANAK PAROKI SANTO STEPHANUS CILACAP ... 61

A. Kegiatan-Kegiatan Pewartaan yang ada di Paroki Santo Stephanus Cilacap ... 62

2. Mutu Pendidikan Masing-masing Tenaga Pastoral “Amatir” dan “Profesional” ... 69

(15)

xv  

BAB IV. PROGRAM PELAKSANAAN PELATIHAN PENDAMPINGAN

IMAN ANAK ... 78

A. Pengertian Pelatihan Secara Umum ... 78

B. Maksud dan Tujuan Diadakan Pelatihan Pendamping PIA ... 79

C. Peserta Pelatihan Pendamping PIA ... 81

Lampiran 3: Absen Kehadiran Perserta Pelatihan Pendamping PIA ... (6)

Lampiran 4: Lembar Evaluasi Kegiatan Pendampingan bagi Para Pendamping PIA ... (7)

(16)

xvi  

A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat.

(Dipersembahkan kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal. 7-8.

B. Singkatan Dokumen Gereja

AA : Apostolicam Actuositatem, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awam, 7 Desember 1965.

DV : Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Wahyu Ilahi, 18 November 1965.

GE :  Gravissimum Educationis, Pernyataan Konsili Vatikan II tentang tentang Pendidikan Kristen, 5 Mei 1961.

LG : Lumen Gentium (Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Gereja, 21 November 1964).

C. Singkatan Lain

AK : Abdi Kristus

(17)

xvii  

ASMIKA : Anak Sekolah Minggu Katolik Bdk : Berdasarkan

Dkk : Dan kawan-kawan Dsb : Dan sebagainya Dst : Dan seterusnya

Hal : Halaman

Kan : Kanon

KBP : Karya Bakti Paroki KHK : Kitab Hukum Kanonik KKI : Karya Kepausan Indonesia

KKMK : Kelompok Karyawan Muda Katolik Komkat : Komisi kateketik

KWI : Konfrensi Waligereja Indonesia Lap : Laporan

LP : Lembaga Pemasyarakatan Mudika : Muda-mudi katolik OMI : Oblat Maria Immaculata OMK : Orang Muda Katolik

(18)

xviii  

SMA : Sekolah Menengah Atas SMP : Sekolah Menengah Pertama SP : Satuan Persiapan

TK : Taman Kanak-kanak

YSBS : Yayasan Sosial Bina Sejahtera

D. Istilah

Afektif : Mempengaruhi keadaan emosi dan perasaan Aksesoris : Hiasan

Asisten Residen : Singkatan bupati

Audio-Visual : Alat peraga bersifat dapat dilihat dan didengar Biblis : Terkait dengan bible (Kitab Suci)

Definisi : Arti Diakonia : Pelayanan Eksklusif : Khusus

Ekspresi : Pengungkapan Fantasi : Bayangan

Irama : Gerakan berturut-turut secara teratur Kerygma : Merayakan

Khusuk : Sungguh-sungguh

(19)

xix  

Laissez faire : Tak peduli dan membiarkan baik salah atau benar Molor : Tidak tepat waktu

Motivasi : Dorongan

Ngobrol : Berbincang-bincang Outbound : Bermainan

Personal : Pribadi Populer : Dikenal

Psikologis : Ilmu tentang kejiwaan Sakramen : Tanda dan sarana Sharing : Berbagi pengalaman

Simulatif : Metode pelatihan yang memperagakan sesuatu

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendampingan Iman Anak (PIA) merupakan upaya Gereja dan umat

beriman untuk mengembangkan iman seseorang pada usia kanak-kanak. Iman

tidak dapat tumbuh dengan sendirinya, melainkan seperti sebuah benih, iman

perlu diperhatikan, dipupuk, disiram dan dirawat sehingga dapat tumbuh

dengan baik dan subur. Penegasan Gereja Katolik tentang perlunya pendidikan

iman anak dapat ditemukan salah satunya dalam KHK yang menegaskan

bahwa salah satu tanggung jawab dalam perkawinan Katolik ialah mendidik

anak-anak mereka berdasarkan iman Katolik (KHK kan. 1055 § 1). Pada

intinya, Gereja hendak menggarisbawahi bahwa pendampingan dan pembinaan

iman seorang anak akan sangat menentukan perkembangan imannya di masa

mendatang.

Dalam PIA, pendamping mengemban tanggung jawab untuk

mengembangkan iman anak-anak yang didampinginya. Pendamping PIA

melengkapi tanggung jawab orangtua di dalam mengembangkan iman

anak-anak dan sekaligus menumbuhkan rasa persaudaraan antar anak-anak satu dengan

yang lainnya di dalam PIA. Meskipun sifatnya melengkapi pendampingan

orangtua, namun pada kenyataannya, pendamping PIA justru menjalankan

tanggung jawab orang tua dalam mendampingi iman anaknya. Kebanyakan

(21)

kebanyakan orang tua juga berdalih bahwa mereka tidak cukup menguasai

pokok-pokok iman Kristiani sehingga merasa kurang mampu mendampingi

anaknya dan menyerahkannya pada para pendamping PIA. Maka, sering

didapati bahwa tugas para pendamping PIA menjadi lebih berat dan lebih

kompleks. Para pendamping PIA sering harus mengajarkan pokok-pokok iman

dari yang paling dasar yang sebenarnya merupakan tanggung jawab orang

tuanya. Misalnya, kebiasaan membuat tanda salib dan berdoa, doa-doa

pokok/doa-doa harian Katolik dan sebagainya. Maka untuk jaman ini sangat

dibutuhkan pendamping PIA yang berkualitas. Hal inilah yang menjadi

keprihatinan penulis karena masih melihat bahwa banyak pendamping PIA

yang tidak menunjukkan kualitas yang memadai untuk dapat mendampingi.

Dalam PIA sangat diperlukan seorang pendamping yang berkualitas.

Berkualitas secara imani sekaligus sebagai seorang pribadi. Mengapa

demikian? Karena yang didampingi ialah iman seorang anak yang berumur

antara 4-11 tahun yang tidak hanya menuntut penguasaan pokok-pokok iman,

melainkan juga ketrampilan dalam menyampaikan gagasan iman tersebut

dalam “bahasa dan dunia” anak-anak. Pendampingan terhadap anak sangat

berbeda dari pendampingan remaja dan orang dewasa. Dunia anak adalah

dunia permainan. Bahasa anak ialah bahasa yang sederhana. Bagaimana hal itu

dapat dipadukan dengan bahasa iman? Hal itulah yang menuntut kualitas

seorang pendamping PIA. Pada kenyataannya, para pendamping PIA masih

jauh dari kualitas idealnya. Beberapa kendala yang penulis lihat dalam diri para

(22)

dalam faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah hal-hal yang

berkaitan dengan diri pendamping misalnya sifat malas, tidak punya perhatian

pada anak-anak, terpaksa dan sebagainya. Faktor internal tidak menjadi pokok

dalam penulisan skripsi ini karena menurut penulis, permasalahan dalam diri

pendamping sangat subjektif dan berhubungan dengan sifat atau sikap

pendamping tersebut yang di luar tanggungjawab penulis. Penulis lebih

menyoroti faktor eksternal yakni hal-hal dari luar pendamping yang

mengakibatkan pendampingan kurang optimal. Misalnya kurangnya

pendamping yang terdidik dalam hal PIA. Pendamping PIA kebanyakan tidak

dipersiapkan secara maksimal. Mereka kebanyakan hanya tenaga sukarela yang

minim pengetahuan tentang hal-ikhwal yang berkaitan dengan PIA dan juga

minim pengalaman. Bahkan para pendamping PIA banyak yang tidak

menguasai sarana-sarana PIA, misalnya lagu-lagu dan permainan sehingga PIA

menjadi kurang menarik dan membosankan. Sering terjadi bahwa PIA di

Gereja Katolik kurang menarik dibandingkan PIA di Gereja-Gereja Kristen

sehingga banyak anak-anak yang mengikuti PIA di Gereja Kristen. Hal ini

marak terjadi terutama di daerah-daerah pedesaan dimana Kristen cukup kuat

(mereka punya pendamping yang tetap).

Persoalan pendamping yang kurang berkualitas sebenarnya bukan

semata-mata tertuju pada kesalahan pendamping, melainkan juga menjadi

tanggung jawab umat, Gereja, Pastor Paroki dan Keuskupan. Penulis melihat

secara sekilas bahwa permasalahan kurangnya pendamping yang berkualitas

(23)

Keuskupan. Lingkup personal adalah kurangnya kerjasama antara pendamping

dan orang tua anak-anak PIA yang didampingi selain itu para pendamping

tidak mempunyai kemauan unuk mengembangkan diri misalnya: membaca

buku-buku tentang PIA. Dalam lingkup Gereja lokal yakni Paroki setempat dan

umat, ada pemahaman yang keliru tentang PIA. Para romo Paroki, Dewan dan

umat kebanyakan beranggapan bahwa pendamping PIA tidak perlu

dipersiapkan karena hanya untuk mendampingi anak-anak saja. Mendampingi

anak-anak tidak sesulit mendampingi kaum muda karena pengolahan iman

yang diperlukan tidak terlalu mendalam. Pemahaman demikian ini

menimbulkan pembicaraan untuk para pendamping PIA, untuk memberi

pelatihan atau pendampingan kepada pendamping PIA, dan menjadikan Paroki

tidak merasa berkepentingan untuk mendidik dan mempersiapkan para

pendamping PIA baik dengan kursus atau pelatihan-pelatihan. Kebanyakan

para pendamping PIA adalah tenaga-tenaga sukarela yang mau meluangkan

waktu dan tenaga untuk mendampingi iman anak. Dalam lingkup

keuskupan-keuskupan, khususnya yang penulis lihat di keuskupan Purwokerto masih

kurang memberi perhatian tentang pendampingan bagi pendamping PIA. Hal

ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan perhatian keuskupan terhadap

orang muda Katolik. Sebenarnya tim KWI ada yang sudah siap untuk

memberikan pelatihan bagi yang membutuhkan tetapi dari pihak keuskupan

atau paroki kurang memperhatikan hal itu. Sehingga yang terjadi pendamping

hanya meneruskan berbagai kebiasaan baik lagu-lagu ataupun permainan dari

(24)

berkembang. Ketiga lingkup permasalahan tersebut yang akan menjadi

prioritas dalam pengkajian dan penulisan skripsi ini.

Penulis dalam menyusun skripsi ini secara khusus menyoroti Paroki

Santo Stefanus Cilacap yang menjadi bagian dari Keuskupan Purwokerto.

Paroki St. Stefanus Cilacap merupakan paroki yang cukup luas dengan jumlah

umat yang cukup banyak. Anak-anak menjadi bagian yang cukup besar dari

jumlah keseluruhan umat di Paroki St. Stephanus Cilacap tersebut. Kegiatan

PIA dilaksanakan di paroki setiap Sabtu sore saat misa sore berlangsung, nanti

anak-anak akan masuk ke gereja saat menerima pemberkatan dari pastor.

Pendamping PIA di paroki Cilacap, sejauh yang saya ketahui, kebanyakan dari

mereka yang sukarelawan untuk membantu paroki dan tanpa dibekali tentang

pendidikan iman anak, sehingga apa yang diberikan seadanya saja dan kurang

adanya persiapan dari pendamping. Bahkan yang di stasi-stasi kurang ada

perhatian karena tidak adanya pendamping yang bisa mendampingi, maka PIA

sempat tidak jalan sama sekali. Pastor Paroki masih mengusahakan untuk

mengadakan pelatihan bagi para pendamping PIA. supaya para pendamping

PIA mendapatkan pelatihan sehingga proses PIA menarik dan membuat

anak-anak menjadi rajin datang dan semakin mengenal dan mengimani Yesus.

Setelah sedikit menganalisa dan mengamati berbagai macam

persoalan dalam perkembangan pendampingan PIA tersebut, penulis memilih

judul “PEMBERDAYAAN PENDAMPING PENDAMPINGAN IMAN

(25)

CILACAP” sebagai satu cara untuk membantu para pendamping PIA supaya proses PIA menjadi menarik bagi anak-anak dan pendamping. Pendamping

akan didampingi sekaligus diberi pelatihan dalam upaya meningkatkan mutu

pendamping PIA.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan seputar Pendampingan Iman

Anak, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Sejauh mana peranan pendamping PIA dalam meningkatkan mutu

Pendampingan Iman Anak?

2. Kualifikasi apa yang dibutuhkan oleh seorang pendamping PIA?

3. Bagaimana memberdayakan pendamping PIA agar semakin meningkatkan

mutu Pendampingan Iman Anak?

C. Tujuan Penulisan Skripsi

Karya tulis ini dituliskan dengan tujuan:

1. Untuk mengetahui peranan pendamping PIA dalam meningkatkan mutu

dalam Pendampingan Iman Anak (PIA).

2. Untuk mengetahui kualifikasi seorang pendamping PIA.

3. Untuk menyumbangkan gagasan bagi peningkatan pemberdayaan

pendamping PIA dalam Pendampingan Iman Anak (PIA).

4. Memenuhi persyaratan kelulusan sarjana Strata 1 (S1) di IPPAK-FKIP,

(26)

D. Manfaat Penulisan

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Memberikan manfaat bagi pendamping dalam proses Pendampingan Iman

Anak (PIA).

2. Selain itu penulisan ini juga diharapkan Paroki mampu menindaklanjuti

tentang pendampingan atau pelatihan bagi para pendamping PIA.

E. Metode Penulisan

Skripsi ini ditulis menggunakan metode deskriptif analisis yang

memaparkan, menguraikan serta menganalisa keadaan PIA di Paroki St.

Stephanus Cilacap. Data-data diperoleh melalui observasi dan pelatihan bagi

para pendamping PIA serta studi pustaka.

F. Sistematika Penulisan

Judul skripsi yang dipilih penulis adalah PEMBERDAYAAN PENDAMPING PENDAMPINGAN IMAN ANAK SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDAMPINGAN IMAN ANAK DI PAROKI SANTO STEPHANUS CILACAP. Judul ini akan diuraikan dalam lima bab sebagai berikut:

Bab I berupa pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan

masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode dan sistematika

(27)

Bab II ini dibagi dalam tiga bagian pokok pembahasan. Bagian

pertama membahas tentang Seluk beluk PIA yang meliputi: pengertian Iman,

pengertian Anak, pengertian Iman Anak, pengertian PIA, latar Belakang PIA,

dasar PIA, tujuan PIA, ciri-ciri PIA. Bagian kedua membahas tentang

pendampingan yang meliputi: pengertian pendampingan, tujuan

pendampingan, manfaat pendampingan, kelemahan pendampingan, metode

pendampingan. Bagian ketiga membahas tentang pendamping yang berkualitas

yang meliputi: spiritualitas pendamping PIA, pengertian pendamping PIA, dan

sikap pendamping PIA.

Bab III ini dibagi menjadi empat bagian pokok pembahasan. Bagian

pertama kegiatan-kegiatan pewartaan yang ada di Paroki Santo Stephanus

Cilacap yang meliputi: bidang katekese, bidang pendamping keluarga, bidang

liturgi, bidang kepemudaan, dan bidang sosial. Bagian kedua tentang tenaga

pastoral di Paroki Cilacap yang meliputi: situasi dan jumlah yang ada di Paroki

Cilacap, mutu pendidikan masing-masing tenaga pastoral amatir dan

profesional, perhatian pastor dan dewan paroki terhadap para petugas pastoral,

dan perhatian para petugas pastoral terhadap umatnya. Bagian ketiga tentang

Sejarah PIA di Paroki Cilacap yang meliputi. Bagian keempat tentang PIA di

Paroki Cilacap yang meliputi: tujuan kegiatan Pendampingan Iman Anak,

peserta PIA, pendamping PIA, kegiatan PIA,

Bab IV ini dibagi menjadi lima bagian pokok bahasan. Bagian pertama

pengertian pelatihan secara umum. Bagian kedua maksud dan tujuan diadakan

(28)

Bagian keempat program pelaksanaan pelatihan PIA. bagian kelima uraian

satuan persiapan.

Bab V ini berisi kesimpulan dan saran. Saran diberikan kepada

(29)

BAB II

HAL IKHWAL PENDAMPINGAN IMAN ANAK

Sakramen Permandian merupakan awal masuk iman seseorang. Tetapi

orang yang sudah dipermandikan tetap membutuhkan sabda Allah. Tujuannya

adalah agar iman yang telah diberikan oleh Allah, dapat tumbuh dan

berkembang sehingga menjadi iman yang sempurna. Usaha untuk

mengembangkan iman tersebut adalah pendidikan iman.

Pendidikan iman bukan semata-mata merupakan campur tangan

manusia terhadap hubungan yang paling hakiki antara manusia dengan Allah.

Pendidikan iman merupakan salah satu cara yang digunakan oleh manusia

dengan tujuan untuk menciptakan situasi dan suasana hidup beriman bagi anak,

sehingga ia terbantu dan dipermudah untuk memperkembangkan imannya.

Pendidikan iman juga membantu orang beriman, agar imannya semakin

mendalam dan akhirnya semakin terlibat dalam hidup Gereja, baik secara

perorangan maupun secara bersama-sama atau kelompok (Adisusanto, 1997:

1-2).

Pendampingan Iman Anak merupakan salah satu bentuk pelayanan

iman yang diberikan oleh Gereja kepada umatnya demi perkembangan iman

yang semakin mendalam. Subyek utama dalam PIA adalah anak-anak dan iman

anak-anak tersebut. Akan tetapi, pendamping PIA, meskipun bukan sebagai

subjek utama, memiliki peran yang sangat vital dan menentukan. Pendamping

(30)

iman yang mendalam akan Yesus Kristus sehingga jika jembatan itu rusak atau

salah dalam membimbing anak-anak, maka dapat dibayangkan bahwa

perkembangan iman anak yang matang dan dewasa tidak akan dapat tercapai.

Oleh karenanya, dalam bagian ini, penulis akan memfokuskan pembahasan

pada peran pendamping PIA agar nantinya diharapkan para pendamping PIA

menjadi “jembatan” yang baik sehingga dapat menghantarkan anak-anak

sampai pada iman akan Yesus Kristus.

Untuk mencapai tujuan Pendidikan Iman, maka Gereja mengadakan

berbagai macam kegiatan yang dilakukan di sekolah, maupun yang di luar

sekolah. Bentuk kegiatan yang dilakukan di sekolah adalah Pelajaran Agama

Katolik, sedangkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan di luar sekolah adalah di

paroki berbentuk katekese. Kegiatan ini bertujuan agar anak-anak dapat

mengembangkan imannya melalui berbagai aktivitas yang melibatkan anak

secara langsung dalam hidup menggereja.

A. Pedamping Iman Anak (PIA)

1. Pengertian Iman

Pengalaman perjumpaan antara Allah dan manusia dapat dipahami

dari dua pemahaman teologis yakni wahyu dan iman (KWI, 1996: 125).

Wahyu merupakan pernyataan diri Allah, yang tidak hanya memperkenalkan

diri-Nya saja, tetapi juga menyingkapkan kepada manusia rencana

keselamatan-Nya. Sejarah pewahyuan Allah dalam Perjanjian Lama dimulai

(31)

Dari sisi manusia iman merupakan usaha manusia yang menanggapi

wahyu Allah dan menyerahkan diri kepada Allah. Terkait dengan pendalaman

iman dengan Allah Konsili Vatikan II menjelaskan :

Kepada Allah yang menyampaikan wahyu, manusia wajib menyatakan ketaatan iman. Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah dengan mempersembahkan kepatuhan akal budi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan dan dengan sukarela menerima sebagai kebenaran, wahyu yang dikaruniakan olehNya (DV 5).

Iman adalah penyerahan total kepada Allah yang menyatakan diri

tidak karena terpaksa melainkan dengan sukarela. Maka, iman bersifat bebas

dan personal. Kebebasan itu tidak hanya berarti kebebasan fisik tetapi juga

kebebasan berpikir dan kemerdekaan mengambil keputusan menurut

keyakinanya sendiri. Dalam iman, seorang manusia menyadari dan mengakui

bahwa Allah yang tak terbatas berkenan memasuki hidup manusia yang sebab

terbatas, menyapa dan memanggilnya.

Iman menyangkut keseluruhan dimensi manusia yang meliputi cipta

(akal budi), rasa dan karsa. Seorang yang beriman, tidak hanya berhenti pada

aspek rasa, atau emosi melainkan juga sampai pada tindakan konkrit dalam

hidup sehari-hari. Iman merupakan sesuatu yang dapat dikomunikasikan,

dibagikan dan diberikan pada orang lain.

2. Pengertian Iman Anak

Dalam Kitab Suci, beberapa perikop mengkisahkan bagaimana Yesus

(32)

gambaran seorang yang murni hatinya, dan bergantung pada Allah. Gereja

mengikuti ajaran Yesus dalam Kitab Suci juga memberi perhatian pada

kanak-kanak salah satunya ialah pada perkembangan iman anak. Dalam sejarah

Gereja, tercatat bahwa perhatian Gereja pada perkembangan iman anak diawali

dengan munculnya tradisi pembaptisan kanak-kanak yang sudah dimulai

sekitar tahun 250 di Gereja Afrika Utara. Pada zaman St. Agustinus (354-430)

pembaptisan anak-anak sudah menjadi hal yang umum di wilayah itu (KWI

Iman Katolik, 1996: 425). Dari peristiwa pembaptisan itu, yang ditekankan

bukanlah iman anak, melainkan kesediaan orang tua untuk mendidik dan

mengembangkan iman anaknya itu.

Iman, seperti diungkapkan dalam bagian sebelumnya adalah

tanggapan manusia terhadap perwahyuan Allah. Maka, iman anak adalah

tanggapan seorang manusia yakni seorang anak atas perwahyuan Allah.

Sedangkan anak-anak dikategorikan dalam batasan usia yang jelas yaitu awal

masa anak-anak, yaitu usia 2-6 tahun dan akhir masa anak-anak yaitu 6-10 atau

12 tahun (Hurlock, 1990: 14). Kategori ini tidak dapat dilepaskan dari

perkembangan anak-anak itu sendiri, baik menyangkut fisik, psikis, minat,

perilaku dan sebagainya.

Untuk memahami iman anak, kita perlu melihat bagaimana Gereja

sendiri mendefinisikan iman anak. Gereja tidak pernah mendefinisikan iman

anak terpisah dari iman dan teladan kehidupan orang tuanya. Misalnya kita

(33)

Para suami istri kristiani bekerjasama dengan rahmat dan menjadi saksi iman satu bagi yang lain, bagi anak-anak mereka. Bagi anak-anak mereka, mereka itulah pewarta iman dan pendidik pertama. Dengan teladan maupun kata-kata, suami istri membina anak-anak untuk menghayati hidup kristiani dan kerasulan…. (AA 11).

Maka iman seorang anak, juga ditentukan oleh bagaimana iman orang

tuanya. Dengan kata lain, iman anak-anak mencerminkan iman orang tuanya,

serta perkembangan iman anak merupakan tangung jawab bagi orang tua.

3. Pengertian PIA

PIA merupakan singkatan dari Pendampingan Iman Anak. PIA

merupakan sarana bagi anak-anak untuk mengembangkan kepribadian dan

imannya serta dalam kehidupan menggereja (Prasetya, Dkk., 2008: 21). PIA

merupakan wadah untuk persemaian yang khusus dan berkesinambungan bagi

perkembangan iman dan kepribadian anak-anak. PIA tidak hanya

mengembangkan iman anak, tetapi juga menjadi wadah perkembangan

kepribadian anak-anak.

PIA adalah singkatan dari Pendampingan Iman Anak yang sebelumnya

biasa disebut dengan Sekolah Minggu”. Istilah sekolah minggu ini memang cukup kita kenal sampai saat ini. Sekolah Minggu adalah suatu kegiatan di

Gereja.yang diikuti oleh anak-anak untuk memperdalam iman mereka.

Dari uraian tentang pengertian PIA seperti apa yang telah

diungkapkan di atas, sangat penting apabila kegiatan PIA ini dilaksanakan

dalam rangka tugas pastoral Gereja. Selain itu, dalam kegiatan PIA diharapkan

(34)

saja, tetapi ditujukan untuk membina dan mengembangkan iman dalam diri

anak (yaitu iman kepada Yesus Kristus sendiri). Jadi bisa dikatakan bahwa

kegiatan PIA menjadi penting dalam kehidupan pastoral Gereja karena tujuan

yang pertama dan utama dari kegiatan ini adalah untuk membimbing,

membina, dan mendampingi anak agar semakin mengenal dan mampu

menjalin persahabatan dengan Yesus secara lebih dekat, seperti apa yang telah

difirmankan Yesus sendiri dalam Injil Luk 18:15-17 yakni: “Biarkanlah

anak-anak itu datang kepadaKu dan jangan kamu menghalang-halangi mereka, sebab

orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah”.

Salah satu cita-cita yang dapat dicanangkan dalam proses

pendampingan adalah untuk memperkembangkan iman karena iman tidak akan

bisa berkembang dengan sendirinya jika tanpa dipupuk. Agar iman dapat

berkembang dengan baik, kita memerlukan bantuan dari orang lain. Seperti

yang dilakukan oleh Allah dalam menyatakan diri-Nya, Ia membutuhkan Maria

sebagai perantara kedatangan-Nya ke dunia (Luk 1:35). Maka, kalau iman kita

juga ingin berkembang, kita pun memerlukan bantuan dari kaum beriman

Kristiani lainnya.

Anak-anak adalah individu yang mempunyai ciri-ciri khusus yang

berbeda dengan yang lainnya. Anak-anak juga merupakan umat Allah yang

diselamatkan oleh-Nya. Anak juga menerima rahmat Allah yang diterimanya

dari sakramen pembaptisan. Oleh karena itu, anak-anak mempunyai hak yang

sama dengan kaum beriman lainnya untuk berkembang dalam iman. Untuk

(35)

dengan psikologi anak. Oleh karena itu, Gereja mengadakan kegiatan yang

khusus untuk anak-anak yang disebut dengan Pendampingan Iman Anak (PIA).

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam pendampingan iman anak

mengandung unsur-unsur bermain, bernyanyi, bercerita, bekerjasama, dan yang

terutama adalah katekese. Dengan unsur-unsur ini, anak-anak diperkenalkan

kepada Gereja dan segala aktivitas yang ada di dalamnya, sehingga mereka

kelak dapat terlibat aktif dalam hidup menggereja, dan bertanggung jawab akan

Gereja di masa yang akan datang.

Berdasarkan pemahaman tentang pengertian pendampingan Iman

Anak, maka menurut penulis pendampingan iman anak adalah suatu proses

pendampingan yang dilakukan oleh orang beriman dewasa kepada anak-anak

yang berumur 5-12 tahun untuk mengembangkan iman mereka kepada Yesus

Kristus. Tujuannya adalah membantu mengembangkan imannya sehingga

ketika sudah dewasa, mereka diharapkan dapat bertanggungjawab dan terlibat

aktif dalam kehidupan menggereja. Jadi ada dua sasaran pokok, yakni yang

pertama, mengembangkan iman seorang anak dalam usia kanak-kanak, dan

yang kedua, menyiapkan anak agar imannya berkembang di masa depan.

Mengingat begitu pentingnya pendampingan iman anak, maka di

setiap paroki dianjurkan untuk mengadakan kegiatan tersebut. Kegiatan

Pendampingan Iman Anak tidak dapat berjalan dengan baik tanpa dukungan

serta kerjasama yang baik antara pastor paroki, orangtua, para pendamping,

dan dari semua umat. Maka demi terlaksananya PIA diperlukan dukungan dari

(36)

4. Latar Belakang PIA

Pendampingan Iman Anak adalah salah satu kegiatan yang dilakukan

oleh Gereja supaya tercapai pendidikan iman bagi anak-anak. Oleh sebab itu,

kita sebagai warga Gereja maupun para Pendamping Iman Anak hendaknya

mengetahui seluk beluk pendampingan Iman bagi anak-anak. Hal ini

diperlukan agar dalam mendampingi anak-anak, pembimbing dapat

memberikan materi yang sungguh sesuai dengan maksud dari kegiatan

Pendampingan Iman Anak.

Untuk mengetahui seluk-beluk pendampingan iman anak, Didik

Bagiyowinadi (2009: 43-46) menjelaskan tetang asal mula Pendampingan Iman

Anak yang pada awal mulanya namanya adalah Sekolah Minggu. Awal mula

Sekolah Minggu berasal dari tradisi Gereja Protestan. Sejak reformasi Gereja

oleh Martin Luther, beberapa Gereja dan Negara memang kemudian menerima

Protestantisme dan melepaskan diri dari negara-kepausan di Roma, salah

satunya adalah Inggris.

Pada abad 18 negeri Inggris mengalami krisis ekonomi yang sangat

parah, sehingga setiap orang berusaha bekerja mencukupi kebutuhan hidupnya,

dan memberikan makan kepada anak-anaknya. Karena situasi yang seperti itu,

maka banyaklah anak gelandangan yang sangat kurang perhatian, mereka pun

harus bekerja setiap hari dan hanya libur pada hari Minggu. Dengan situasi

yang seperti ini, maka anak-anak akhirnya menjadi liar dan nakal. Ada seorang

wartawan yang bernama Robert Raikes yang ingin meliput berita di negeri itu

(37)

keadaan dengan mendampingi mereka. Setiap hari Minggu anak-anak di

kumpulkan di dapur milik ibu Meredith. Di dapur itulah anak-anak

mendapatkan makanan, pelajaran tentang sopan satun, membaca, menulis, dan

mengajarkan tentang Kitab Suci. Dibutuhkan waktu yang sangat lama serta

perjuangan, kesabaran, dan keuletan dalam mendampingi anak-anak apa lagi

mereka anak-anak liar dan nakal. Sekolah Minggu juga berkembang di

kota-kota lain, sehingga pada tahun 1785 di seluruh Inggris anak-anak yang

terkumpul menjadi 250.000.

Kerja keras yang dilakukan oleh Robert Raikes kemudian

dikembangkan oleh John Wasley (Pendiri Gereja Metodist) dan kemudian

dibawa ke Amerika Serikat. Pada akhirnya para misionaris Amerikalah yang

membawa Sekolah Minggu ini ke Indonesia. Sekolah Minggu yang awalnya

hanya diberikan kepada anak-anak terlantar, dan kemudian dikembangkan

menjadi untuk semua anak-anak Kristiani.

Gereja Katolik melihat bahwa pewartaan bagi anak-anak yang

dilakukan oleh Gereja Protestan cukup berhasil, maka gereja Katolik juga

mengadakan kegiatan sekolah minggu. Tetapi karena tujuan dari kegiatan itu

untuk membantu anak-anak Kristiani dalam mengembangkan imannya, serta

setiap paroki tidak semua melakukannya pada hari Minggu, maka nama

Sekolah Minggu dirasa kurang sesuai. Sehingga nama kegiatan ini disetiap

Paroki berbeda-beda misalnya: Bina Iman Anak, Pendampingan Iman Anak,

ASMIKA (Anak Sekolah Minggu Katolik), atau menggunakan nama

(38)

Maria Gorreti Sugiarti (1999: 2-3) menjelaskan, Kegiatan

Pendampingan Iman Anak yang terjadi di Paroki-Paroki, mula-mula bertujuan

agar orang tua tidak terganggu dalam mengikuti perayaan Ekaristi. Tetapi

tujuan itu kurang sesuai dengan maksud dari diadakannya kegiatan

Pendampingan Iman Anak. Oleh sebab itu jam pelaksanaan Pendampingan

Iman Anak hendaknya tidak bersamaan dengan Perayaan Ekaristi, supaya

anak-anak dapat mengikuti perayaan Ekaristi bersama dengan orang tuanya.

5. Dasar PIA

Munculnya gagasan tentang pendampingan iman anak memiliki

landasan edukatif dan teologis. Dasar edukatifnya ialah pentingnya pendidikan

anak usia dini, sedangkan dasar teologisnya adalah iman anak akan tumbuh dan

berkembang melalui rahmat Allah sendiri yang berkarya pada diri anak-anak

dan orang tua pun bertanggungjawab atas tumbuh dan berkembangnya iman

anak. Dasar edukatif munculnya PIA berkaitan dengan pentingnya pendidikan

usia dini bagi anak-anak sebagai usaha untuk menyiapkan anak-anak menjadi

generasi penerus Gereja. Jika, sejak masa anak-anak tidak diperhatikan maka

akan menjadi lebih susah diarahkan ketika mereka menginjak masa dewasa.

Maria Gorreti Sugiarti (1999: 17) menjelaskan bahwa:

(39)

Dalam pendidikan iman anak, sudah sewajarnya orang tua menyadari

tugasnya untuk mendidik anak-anaknya tentang ajaran dan iman kristiani,

karena keluarga mempunyai tanggung jawab yang utama dan pertama dalam

mendampingi dan mengembangkan iman anak-anak mereka. Keluarga

Kristiani perlu menciptakan keluarga yang penuh kasih, beriman kepada Allah

dan mencintai sesama sesuai dengan ajaran kristiani yang diimaninya. Di

dalam Konsili Vatikan II menyatakan, bahwa orangtua mempunyai tugas

mendidik anak-anaknya, termasuk pendidikan iman, tetapi juga membutuhkan

bantuan masyarakat dan orang beriman. Maka, pendidikan iman juga menjadi

tugas Gereja untuk membantu orangtua mendidik anak-anak dalam

mengembangkan iman mereka, karena anak-anaklah yang nantinya akan

menjadi generasi penerus Gereja. Dalam Dekrit tentang Pendidikan Kristen

artikel 3 dikatakan:

Tugas penyelenggaraan pendidikan, yang pertama-tama menjadi tanggung jawab keluarga, memerlukan bantuan dari seluruh masyarakat. Oleh sebab itu, disamping hak-hak orangtua serta mereka, yang oleh orang tua diserahi peranserta dalam tugas mendidik, masyarakat pun mempunyai kewajiban-kewajiban serta hak-hak tertentu, sejauh merupakan tugas wewenangnya untuk mengatur segala sesuatu yang diperlukan bagi kesejahteraan umum di dunia ini. Akhirnya secara istimewa pendidikan termasuk tugas Gereja, bukan hanya karena masyarakat pun harus diakui kemampuannya menyelenggarakan pendidikan, melainkan terutama karena Gereja bertugas mewartakan jalan keslamatan kepada semua orang (GE 3).

6. Tujuan PIA

Tujuan Pendampingan Iman Anak adalah menolong orang tua

Kristiani dalam usaha untuk menyiapkan lingkungan yang baik bagi anak-anak,

(40)

iman dan kepribadiannya. Untuk mencapai tujuan itu, diperlukan suatu proses

pendampingan yang berupa aktivitas, refleksi bersama, permainan yang

bertujuan untuk menunjang tercapainya tujuan Pendampingan Iman Anak.

Beberapa aktivitas yang dilakukan dalam pendampingan Iman Anak

menurut Maria Gorreti Sugiarti (1999: 18) adalah:

a. Menyiapkan lingkungan yang baik bagi anak-anak yang sedang

mengembangkan imannya. Gereja merupakan salah satu lingkungan yang

cocok untuk mengembangkan imannya. Melalui lingkungan Gereja,

anak-anak bisa mengenal Gereja, teman-teman, orangtua, serta mengenal

aktivitas yang diadakan dalam Gereja. Melalui Gereja, anak juga dapat

merasakan hidup berjemaat dengan semua orang beriman.

b. Meningkatkan pengetahuan tentang agama dan mengarahkannya pada

penghayatan iman yang nyata sesuai dengan perkembangan pada usia

tertentu. Selain mengenal tentang Gereja, di dalam PIA anak-anak diberi

pengetahuan agama melalui pelajaran agama.

c. Penghayatan iman tidak hanya dari diri sendiri, tetapi dapat juga dihayati

dengan berkomunikasi dengan orang lain dan dalam tindakan nyata. Maka

dengan kegiatan pendampingan Iman Anak, anak-anak diajak untuk

mewujudkan iman mereka dalam pergaulan dengan orang lain dan dalam

tingkah laku mereka sehari-hari.

d. Mempersiapkan anak-anak untuk menerima komuni pertama. Kegiatan

Pendampingan Iman Anak tidak hanya membantu anak untuk

(41)

dalam menerima komuni pertama. Dengan persiapan menyambut Komuni

Pertama, pertama-tama dimaksudkan untuk menumbuhkan iman anak-anak

akan Allah yang menyelamatkan manusia melalui Putra tunggal-Nya yang

diutus ke dunia untuk menebus dosa manusia. Menyambut TubuhNya

berarti kita bersatu dengan Allah ikut serta dalam karya penebusanNya.

Untuk menyambut tubuh dan darah Kristus, anak perlu disiapkan terlebih

dahulu, sehingga dapat belajar mengenal dan memahami makna dari

peristiwa tersebut.

e. Meningkatkan serta memperdalam pemahaman anak-anak tentang ibadat

atau liturgi Gereja. Dalam Pendampingan Iman Anak, anak-anak diajak

untuk memahami kegiatan peribadatan dan diajak untuk semakin

menghayati imannya melalui perayaan Ekaristi. Lewat perayaan Ekaristi

anak-anak tidak hanya mewujudkan imannya dalam kehidupan sehari-hari

tetapi merayakan imannya bersama dengan orang lain atau

teman-temannya, dan mensyukuri atas penyelamatan yang diberikan Allah melalui

Yesus Kristus kepada manusia.

f. Melalui kegiatan pendampingan iman anak, anak-anak diajarkan untuk

mampu bekerjasama dengan orang lain, saling menolong, saling

menghargai dan dapat bersikap kritis menanggapi sesuatu. Ini semua bisa

diajarkan melalui permainan-permaian supaya anak senang dan mengerti

apa yang harus dilakukannya. Diaharapkan anak-anak katolik tidak menjadi

anak yang egois dan tidak bisa menghargai orang lain. Mengajarkan

(42)

tidak hanya bisa berdoa dan menghayati imannya, tetapi juga harus

mewujudkannya dalam hidup sehari-hari.

g. Meningkatkan bakat dan ketrampilan anak-anak. Kegiatan pendampingan

anak tidak hanya berisi pelajaran agama saja, tetapi juga berisi

kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan bakat dan ketrampilan anak-anak,

misalnya dengan bernyanyi, menari, permainan, menggambar, olah raga,

dan membuat prakarya. Melalui kegiatan ini, anak-anak tidak hanya merasa

senang tetapi juga dapat mengembangkan bakat dan ketrampilannya.

h. Menumbuhkan dan mengembangkan sikap satria, harga menghargai pribadi

orang lain. Melalui kegiatan Pendampingan Iman anak, anak dilatih untuk

bersikap jujur, dan satria lewat berbagai kegiatan dalam pendampingan

Iman Anak. Selain itu anak juga dilatih untuk menghargai milik orang lain,

sehingga terdapat cinta kasih dan persaudaraan diantara mereka.

i. Menumbuhkan dan meningkatkan sikap peduli pada penderitaan orang lain.

Dalam pendampingan iman anak, ada suatu kegiatan yang mengajak anak

untuk berbagi dan mau menolong orang lain yang sedang berkesusahan.

Kegiatan yang mengajak anak untuk berbagi dan menolong, misalnya pada

waktu masa prapaska mereka menyisihkan uang jajan mereka untuk

membantu anak-anak yang kurang beruntung, pada waktu natal mereka

memberikan kado natal bagi teman-teman mereka yang membutuhkan dan

ketika ada bencana alam pun anak-anak diajak untuk mengumpulkan uang

dan barang-barang untuk membantu teman-teman mereka yang

(43)

mau peduli pada penderitaan orang lain, karena Yesus juga mengajarkan

cinta kasih kepada anak-anak.

j. Memupuk harga diri yang sehat dan wajar. Sebagai anak Allah, semua anak

yang mengikuti kegiatan Pendampingan Iman Anak diajak untuk

menyadari bahwa dirinya dicintai dan diterima oleh Allah. Oleh karena itu

mereka juga diajak untuk dapat menerima dan mencintai teman-temannya

yang juga merupakan keluarga mereka. Dimana dalam Kitab Suci juga

Allah mengajarkan tentang cinta kasih dan persaudaraan. Maka diharapkan

juga anak-anak sering membaca Kitab suci supaya mengetahui apa yang

telah dilakukan Allah untuk manusia.

7. Ciri-ciri PIA

Untuk dapat mencapai tujuan Pendampingan Iman Anak itu, maka

pendamping Iman Anak perlu memperhatikan ciri-ciri dari kegiatan ini.

Adapun ciri-ciri dari Pendampingan Iman Anak adalah sebagai berikut (Maria

Sugiarti, 1999: 18-20):

a. Bebas

Unsur terpenting dalam beriman adalah kebebasan. Suasana bebas ini

perlu diciptakan dalam Pendampingan Iman Anak. Yang dimaksud dengan

bebas dalam PIA ialah terciptanya suasana PIA yang gembira, tanpa adanya

beban tugas yang memberatkan anak atau justru membuat absen dan ujian. Saat

(44)

Pendampingan Iman Anak ini, anak-anak dibebaskan dari hal-hal yang

mengikat atau membuat anak-anak jenuh dan akhirnya mereka malas untuk

ikut Pendampingan Iman Anak. Sebenarnya boleh menggunakan absen tetapi

dengan membuat absen yang menarik dan anak tidak merasa terbebani,

misalnya anak-anak setiap minggunya menempelkan gambar di papan yang

sudah disediakan oleh pendamping

Bila para pembimbing Pendampingan Iman Anak dapat membuat acara

yang menarik dan menyenangkan, pada akhirnya pembimbing juga dapat

menjalin hubungan yang baik dengan anak-anak dan anak akan datang pada

setiap hari Minggu dengan senang hati dan tanpa paksaan. Selain itu, perhatian

pada anak yang tidak hadir, entah karena malas atau sakit juga diperlukan

sebagai bentuk perhatian personal pendamping terhadap anak.

b. Gembira

Suasana gembira perlu menjadi ciri kelompok PIA. Kegembiraan

yang menjadi ciri anak-anak perlu dijaga dan diusahakan sehingga anak-anak

selalu tertarik untuk hadir. Dimana anak-anak berkumpul maka akan ada

kegembiraan. Pedamping perlu mengusahakan cara, baik dengan bernyanyi,

menari, bermain, mendengarkan cerita, berdoa bersama agar suasana

menggembirakan. Dengan kegiatan PIA anak-anak merasa tidak ada beban

walaupun ada tugas dari sekolah, yang ada semua menjadi gembira dan

menyenangkan. Sehingga warta gembira Yesus Kristus juga akan dirasakan

(45)

c. Bermain

Sesuai dengan umur anak, pertemuan-pertemuan di dalam kelompok

ini tentunya perlu memperhatikan jenis permainan bagi anak-anak. Anak

berumur 4 – 12 tahun senang sekali bermain. Bagi mereka, bermain

memberikan kepuasan dan mengembangkan keterampilan. Melalui permainan

pula, kepekaan sosial seorang anak dapat berkembang dengan baik. Permainan

bukan hanya berhenti pada permainan saja, tetapi dengan permainan

hendaknya bisa menjadi bahan pendampingan. Kegiatan bermain dalam PIA

dapat menjadi bahan permenungan dan refleksi bersama. Dengan demikian,

anak diajak untuk memahami makna permainan dan akhirnya mengembangkan

sikapnya. Maka, pendamping perlu mencari bentuk-bentuk permainan yang

berkualitas sebagai bahan refleksi dalam PIA. Dapat dipikirkan kembali,

direfleksikan dan dikaitkan dengan pendampingan. Dengan refleksi anak-anak

dan pendamping dapat melihat arti, maksud permainan bagi diri mereka dan

bagi teman-temannya, dan akhirnya akan membantu anak-anak membentuk

pribadinya.

d. Mendalam

Kegiatan atau permainan yang dilakukan dalam kelompok PIA perlu

dipilih dan diseleksi. Memilih permainan harus melihat anak yang akan kita

dampingi hendaknya sesuai dengan usia mereka. Hendaknya tidak berhenti

pada permainan saja tetapi dimaknai supaya anak-anak juga tahu, bahwa tidak

(46)

bermain sehingga dapat merefleksikan perasaan-perasaan yang muncul dan

menemukan makna kehadiran Tuhan di dalamnya.

e. Beriman

Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh kelompok PIA, ciri iman

tidak boleh dilupakan ciri-ciri PIA. Bahkan bisa disebut juga bahwa ciri ini

sangatlah penting dan pokok. Maka hendaknya diperhatikan isi proses PIA.

Ciri ini dapat sedikit demi sedikit diungkapkan melalui cara-cara yang mudah

dan menyenangkan. Pendampingan Iman Anak, memang tidak bisa dipisahkan

dari iman yang sesuai dengan nama kegiatannya.

Kehidupan kristiani berarti kehidupan yang berpola pribadi Yesus

Kristus. Dengan memperkenalkan pribadi Yesus Kristus, anak diharapkan

makin dapat membentuk hidupnya mengikuti teladan Yesus. Mengikuti teladan

Yesus berarti juga mau berkorban dan memberikan diri seperti yang telah

dilakuakan oleh Yesus kepada semua orang. sehingga kehidupan anak makin

bertumpu pada Yesus. Maka, dalam PIA, seorang anak harus sejak dini

diperkenalkan dengan visi dan misi Yesus; keprihatinan dan perhatiannya.

Misalnya perhatian Yesus secara khusus kepada orang-orang yang menderita,

terlupakan dan miskin.

f. Menjemaat

Beriman dapat dilaksanakan secara pribadi dan bersama-sama. Namun

(47)

melainkan tumbuh di dalam hidup bersama dengan orang lain, di dalam

kelompok orang-orang yang beriman, dan di dalam jemaat. Dalam proses PIA,

seorang anak belajar hidup beriman dengan baik, belajar saling memahami,

belajar bekerjasama, belajar saling memaafkan sehingga menyiapkan dirinya

untuk kelak menjadi anggota jemaat yang baik. Melalui latihan-latihan dan

pengalaman dalam mengikuti PIA, anak-anak terlatih untuk hidup bersama

dalam jemaat. Anak-anak juga terlatih untuk dapat berkomunikasi

menjumpakan pengalaman pribadi dan pengalaman orang lain .

8. Metode dan Sarana Pendampingan Iman Anak

Pendamping PIA yang akan menyampaikan sesuatu materi kepada

anak-anak, hendaknya mempersiapkan diri terlebih dahulu. Salah satu cara

yang dapat dilakukan adalah menentukan metode yang akan dipergunakan.

Metode adalah cara yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan tertentu.

Pada pelaksanaan PIA, pendamping hendaknya dapat mempergunakan

berbagai macam metode secara bervariasi, supaya anak-anak tidak cepat bosan,

dan materi yang disampaikannya dapat ditangkap oleh anak. Untuk itu

pendamping perlu memiliki pengetahuan tentang metode-metode yang dapat

dipergunakan terutama dalam kegiatan PIA, supaya proses PIA menjadi sangat

menyenangkan dan membuat anak-anak senang.

Oleh karena itu pada bagian ini, penulis akan menguraikan berbagai

macam metode yang dapat dipergunakan oleh pendamping dalam mengolah

(48)

a. Metode Bercerita

Dewan Redaksi Komkat, 1997: 41-47 menjelaskan bahwa secara

psikologis, anak-anak senang mendengarkan cerita. Oleh sebab itu metode ini

dapat digunakan dalam kegiatan PIA, mengingat peserta dari kegiatan ini

adalah anak-anak. Dalam menggunakan metode ini, hendaknya pendamping

pertama-tama memilih cerita yang tepat dan sesuai dengan kemampuan dan

usia anak, serta relevan dengan tema yang tengah dibahas, sehingga tujuan dari

materi tersebut dapat tercapai.

Pendamping yang hendak bercerita, hendaknya sudah mengetahui

terlebih dahulu alur dari cerita tersebut dengan sungguh-sungguh, supaya cerita

yang ia sampaikan dapat berjalan dengan baik dan tidak tersendat-sendat.

Selain itu pendamping juga hendaknya bersemangat dalam menyampaikan

cerita, sehingga dapat menarik perhatian dan minat anak-anak. Hal lain yang

juga perlu diperhatikan oleh pendamping dalam bercerita adalah bahasa yang ia

pergunakan.

Bahasa yang baik adalah bahasa yang sederhana dan tidak

menggunakan istilah yang sulit, dapat membuat anak mudah menangkap

maksud cerita yang disampaikan. Apalagi bila disertai dengan intonasi yang

sesuai dan gerakan badan serta mimik yang sesuai dengan cerita yang sedang

disampaikan, dapat membuat cerita tersebut sungguh hidup, dan anak merasa

ikut terlibat secara langsung dalam peristiwa tersebut.

Agar cerita yang disampaikan oleh pendamping dapat menarik

(49)

Maksudnya cerita yang ia sampaikan harus mengandung unsur-unsur

pendahuluan, aksi, keterangan yang mencapai klimaksnya dan kemudian ada

pemecahan masalah. Bila pendamping selesai bercerita, maka ada baiknya

pendamping memberikan beberapa pertanyaan pada anak-anak untuk

mengecek apakah anak dapat mengerti jalan cerita yang ia sampaikan atau

tidak.

Pendamping juga hendaknya menceritakan peristiwa-peristiwa yang

terjadi dalam Kitab Suci, sehingga anak-anak mengenal Kitab Suci dan

kemudian dapat mencintainya. Di dalam bercerita, hendaknya pendamping

selalu ingat bahwa tujuan dari cerita adalah untuk dinikmati oleh anak-anak,

sehingga mereka merasa senang. Oleh sebab itu pada akhir cerita, pendamping

tidak memberikan tambahan nasehat ataupun kata-kata saleh pada anak, karena

hal itu tidak sesuai dengan tujuan dari metode cerita.

b. Metode Menggambar (Membuat Gambar dengan kapur, angka, huruf,

penggaris)

Dalam H.J Suhardiyanto (2006: 11-12) dijelaskan bahwa menggambar

merupakan ungkapan ekspresi jiwa seseorang, dan dunia menggambar sangat

disukai oleh anak-ank untuk mengekspresikan dirinya, maka yang diperlukan

dari para pendamping PIA adalah mengarahkan anak-anak dalam menggambar,

dan pendamping harus memperhatikan gambar yang dipilih oleh pendamping,

(50)

menarik perhatian anak dalam konteks keterampilan menggambar bisa

dibedakan dua macam yaitu:

1) Pesan atau cerita dapat divisualisasikan (digambarkan) dengan cepat maka

gambar tidak harus menarik, yang penting dapat mewakili pesan, baik itu

gambar orang, sifat, posisi, suasana, dll.

2) Dengan menggunakan gambar jadi, yang lebih menarik, utuh, yang berupa

cerita gambar bersambung, yang lebih mudah dipahami anak.

Meskipun dunia sekarang diwarnai oleh kemajuan tehnologi, banyak

gambar yang bisa diambil dari internet, komputer atau dari sumber lain,

tetapi daya tarik menggambar sendiri masih diminati oleh anak,

menggambar tidak harus menggunakan sarana yang mahal, karena tidak

semua Paroki mempunyai alat khusus bagi anak PIA, maka bisa

menggunakan sarana sederhana seperti papan tulis dan kapur.

3) Apabila pendamping mengalami kesulitan dalam menggambar, bisa diatasi

dengan menggunakan tehnik menggambar sederhana seperti huruf, angka,

atau dengan garis, dan yang paling penting adalah pesan yang akan

disampaikan melalui gambar itu bisa sampai pada anak-anak dengan baik.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggambar antara lain:

Pendamping bila menggambar harus ada hubungannya dengan Kitab Suci.

Sebelum menggambar hendaknya terlebih dahulu memahami isi cerita,

tokoh, suasana, sikap, hal ini untuk memudahkan dalam menggambar.

Catatan khusus untuk anak TK sampai SD kelas 3 bila menggambar bisa

(51)

Cara atau pilihan lain dengan menggunakan gambar yang sudah jadi dan

anak hanya memberi warna.

c. Metode Gerak dan Lagu

Dalam Suhardiyanto (2006: 12) dijelaskan bahwa gerak dan lagu

tidak dapat dipisahkan dari dunia anak, lagu bisa menciptakan suasana gembira

pada anak-anak, maka sebagai pintu masuk ke dalam dunia anak yang paling

mudah adalah melalui nyanyian, selain itu dengan contoh-contoh lagu dapat

membuat suasana pendamping PIA menjadi lebih menarik dan tidak monoton.

Tidak semua orang termasuk pendamping PIA diberi karunia suara

yang bagus. Namun untuk menjadi pendamping PIA bukan suara yang bagus

yang mutlak diperlukan tetapi bagaimana kita bisa menyanyikan lagu itu

dengan baik dan mampu memberikan arti dari lagu itu, bisa menciptakan gerak

yang menarik sehingga anak menjadi senang. Maka dalam PIA diperlukan

kerja team, yang terdiri dari orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk

bermain musik, menyanyi atau menari, dengan demikian mereka saling

melengkapi. Untuk memilih lagu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

1) Memilih lagu sesuai dengan tema pertemuan serta membuat gerakan yang

cocok atau sesuai dengan lagu. Contoh: Tema Minggu ini tentang Zakheus

hendaknya lagu yang dipakai juga yang ada kaitannya dengan Zakheus.

2) Lagu sederhana dan mudah dimengerti anak, syairnya pendek-pendek

contoh:

(52)

Tiada yang dapat menandinginya

Burung miliknya, hutan miliknya,

Bintang-bintang cipataannya

aha….aha…aha…

3) Pendamping hendaknya menjiwai lagu dan menggali isi lagu tersebut,

misalnya lagu gembira bisa diekspresikan dengan senyum atau gerakan

yang sesuai.

4) Pendamping hendaknya tidak memaksa anak untuk bernyanyi seperti

orang dewasa biarlah suara alaminya yang muncul.

5) Sebaiknya diberi pilihan lagu menurut kesukaan anak, yang penting masih

ada hubungan dengan PIA.

6) Bisa meniru dari kaset/VCD/sumber lain misalnya lagu-lagu Anak modern

atau sincan yang sudah diubah syairnya menjadi lagu PIA.

7) Bila memungkinkan lagu-lagu itu diiringi dengan musik.

8) Supaya tidak membosankan lagu-lagu itu diberi gerakan yang sesuai.

d. Metode membuat berbagai lipatan dari kertas

Dalam H.J Suhardiyanto (2006: 14) dijelaskan bahwa

sesungguhnya banyak keterampilan yang bisa dipelajari dan dipakai untuk PIA,

seperti: mencocokkan, menempel, dan menggunting. Dapat dilihat yang paling

mudah, sederhana dan mudah dijangkau, tidak memerlukan alat lain seperti

lem, gunting, dan kertas adalah membuat berbagai macam lipatan. Kegiatan

(53)

ingat dengan pelajaran maka dibantu dengan menggunakan sarana lipat ini

(hendaknya lipatan disesuaikan dengan tema misalnya Kisah Penciptaan anak

diajak membuat lipatan orang dengan bajunya, burung, dsb), selian itu

keterampilan ini untuk mengurangi kejenuhan dan rasa bosan. Untuk memulai

lipatan hal yang perlu diperhatikan oleh pendamping adalah:

1) Pendamping memberi contoh bila melipat kertas harus diletakkan diatas

meja supaya lipatan rapi.

2) Pendamping mengenalkan garis serong 1 dan 2 , lalu dibalik dan membuat

garis lurus 1 dan 2. Hal ini untuk memudahkan anak melipat dan menjaga

kerapian (sebagai dasar melipat).

3) Pendamping perlu mengenalkan sisi kertas lipatan pada anak-anak. Untuk

memudahkan ketika kita menerangkan cara melipat.

4) Setelah selesai membuat garis di atas kertas lipat baru mulai melipat

dengan bentuk yang diinginkan.

5) Sebagi catatan: keterampilan melipat hendaknya disesuaikan dengan tema

dan materi yang diajukan.

e. Metode Ekspresi

Prasetya, Dkk (2008: 45-46) menjelaskan tentang metode ekspresi ini

digunakan untuk mengajak anak-anak mengekspresikan gagasan atau ide yang

telah diterima dalam pertemuan saat itu maupun sebelumnya, baik dilakukan

secara individu maupun kelompok. Ekspresi ini dapat berupa gerak, gambar,

(54)

atau membuat suatu gerakan yang mewakili dari semua yang sudah diterima

dari pendamping. Ekspresi irama adalah anak-anak diminta untuk menciptakan

suatu bunyi, bunyi dapat berupa apa saja, dan mengganti syair lagu dan

lain-lain. Kalau ekspresi gambar adalah anak-anak diminta untuk menggambar,

mencari gambar yang sesuai dengan tema yang sudah dipelajari. Ekspresi puisi

adalah anak-anak diminta untuk mengekspresikan gagasan atau idenya dengan

membuat serta membaca puisi.

Dengan beberapa cara mengekspresikan kegiatan yang sudah

dilakukan ini, diharapkan anak-anak mengerti dan memahami apa yang sudah

diberikan oleh pendamping, serta apa yang sudah diberikan tidak hilang begitu

saja tetapi sungguh dirasakan dan dapat dilakukan dalam kehidupan

sehari-hari. Cara ini juga dapat membantu anak-anak dalam mengembangkan bakat

dan mengajak anak untuk menjadi kreatif, serta anak-anak tidak merasa bosan,

karena bukan hanya pendamping terus yang memberi materi tetapi juga

anak-anak bisa memberikan sesuatu baik pendamping maupun bagi teman-teman

mereka. Memberikan pelajaran kepada anak-anak untuk berani tampil di depan

umum, dan berani mengungkapkan pendapatnya. Sehingga anak-anak sungguh

terbantu baik dalam mengembangkan bakat dan keterampilannya.

f. Metode Dinamika Kelompok

Metode ini digunakan untuk mengajak anak-anak baik mendalami

materi yang sudah diberikan ataupun mengajak anak-anak untuk mendalami

(55)

materi diberikan ataupun untuk memberikan kesimpulan atas materi yang

sudah diterima oleh anak-anak. Dinamika kelompok ini dapat berupa Outbound

dan aneka permainan yang menghibur, dan menarik bagi anak-anak.

Permainan ataupun Outbound sangat membatu anak-anak untuk mendalami materi. Karena biasanya anak-anak menyukai permainan, sehingga

apa dengan permainan pun memudahkan anak-anak untuk masuk ke materi

ataupun dalam mendalami materi. Diharapkan permainan yang sudah

dilakukan bukan berhenti di permainan saja tetapi sungguh membantu

anak-anak dalam mendalami materi. Diharapkan pendamping mampu memberikan

itu kepada anak-anak (Prasetya, Dkk., 2008: 46).

g. Metode Eksploratif dan Simulatif.

Prasetya, Dkk (2008: 46) menjelaskan bahwa metode ini digunakan

untuk mengajak anak-anak mendalami materi yang sudah diberikan

pendamping dengan cara mengunjungi, melihat, mengamati, dan

mendeskripsikan alat peraga, serta melakukan peragaan atau praktik secara

langsung (simulasi). Jadi anak-anak tidak hanya membayangkan atau

berimajinasi. Misalnya: Materi pendampingan tentang membantu sesama yang

mengalami bencana Merapi. Anak-anak diajak untuk melihat situasi para

pengungsi di posko pengungsian, lalu setelah melihat dan merasakan apa yang

dirasakan oleh teman-teman mereka, serta mereka diajak untuk membantu

(56)

Dengan metode ini, anak-anak akan sungguh bisa merasakan sendiri

apa yang dirasakan oleh orang lain, mereka tidak hanya menghayal atau

membayangkan tetapi sungguh-sungguh mengalami. Metode ini juga pasti

banyak diminati dan disenangi oleh anak-anak, selain anak-anak tidak merasa

bosan karena tempat pendampingan tidak hanya dalam ruangan terus, tetapi

anak-anak juga bisa jalan-jalan bersama dengan teman-tamannya.

h. Metode Populer

Prasetya, Dkk (2008: 46) menjelaskan bahwa metode ini digunakan

untuk mengajak anak-anak mendalami materi dengan aneka teknik atau model

yang populer, diminati dan sering dijumpai dalam hidupnya yaitu berupa acara

televisi, baik talk show maupun permainan dengan kuis, misalnya kuis Family 100. Melalui film, gambar, dan lagu-lagu yang sering didengar oleh anak-anak,

tetapi masih lagu-lagu PIA, bisa juga digunakan lagu-lagu modern dengan

mengganti syairnya, serta sarana Audio-Visual, dengan film-film yang dekat

atau yang populer dalam lingkungan anak-anak.

Metode yang populer dimaksudkan supaya anak-anak tidak bosan bila

harus mendengarkan cerita atau permainan terus-menerus, tetapi juga sesekali

waktu nonton film yang populer dilingkungan anak-anak. Dengan demikian

anak-anak rajin untuk ikut kegiatan PIA. Tetapi pendamping juga harus bisa

mengajak anak-anak untuk mengolah atau merefleksikan film yang sudah

ditonton, jadi bukan hanya berhenti di film saja tetapi film juga bisa menjadi

(57)

B. Pendampingan

1. Pengertian Pendampingan

Pendampingan Iman Anak merupakan salah satu bentuk pelayanan

iman yang diberikan oleh Gereja kepada umatnya demi perkembangan iman

yang semakin mendalam. Subjek utama dalam PIA adalah anak-anak dan iman

anak-anak tersebut. Akan tetapi, pendamping dalam PIA, meskipun bukan

sebagai subjek utama, memiliki peran yang sangat vital dan menentukan.

Pendamping PIA dapat diibaratkan seperti jembatan yang mengantar anak-anak

kepada iman yang mendalam akan Yesus Kristus sehingga jika jembatan itu

rusak atau salah dalam membimbing anak-anak, maka dapat dibayangkan

bahwa perkembangan iman anak yang matang dan dewasa tidak akan dapat

tercapai. Oleh karenanya, dalam bagian ini, penulis akan memfokuskan

pembahasan pada peran pendamping PIA agar nantinya diharapkan para

pendamping PIA menjadi “jembatan” yang baik sehingga dapat menghantarkan

anak-anak sampai pada iman akan Yesus Kristus.

Kematangan dan kedewasaan manusia terjadi dalam suatu proses yang

terus menerus dalam hidupnya. Demikian juga secara potensi yang ada dalam

diri manusia tidak sekali jadi dan serentak mencapai kesempurnaan. Manusia

senantiasa diharapkan bertumbuh dan berkembang menuju kematangan dan

kedewasaan pribadi. Demikian juga segala potensi dalam diri seseorang harus

senantiasa diasah dan dikembangkan dalam suatu kebersamaan, dalam suatu

(58)

Pendampingan tidak boleh dianggap sebagai “Karya sambilan” atau

pekerjaan sampingan yang boleh ditangani secara sembarangan dengan sikap

laisez faire (tak peduli dan membiarkan entah salah atau benar) (Tangdilintin, 1984: 15). Kualitas pribadi seorang pendamping yang punya bakat, minat,

waktu, dan kerelaan dituntut dalam proses pendampingan. Kualitas pribadi

pendamping menentukan hasil pendampingan yang mereka jalankan. Selain itu

dalam diri seorang pendamping dituntut juga memiliki wawasan dan

pengertian yang memadai mengenai pendampingan itu sendiri. Sebab

berdasarkan wawasan dan pemahamannya yang memadai mengenai tugasnya,

seorang pendamping dapat mempersiapkan dan melaksanakan tugasnya dengan

baik, sesuai tujuan atau cita-cita yang diharapkan.

Pendampingan berarti proses mendampingi atau cara atau perbuatan

mendampingi. Menurut Mangunhardjana (1986: 22), pendampingan berarti

suatu usaha membantu peserta menyongsong masa depan dengan tujuan,

materi, bentuk, metode, dan teknik pendampingan yang tertentu. Teknik

pendampingan memiliki ciri utama, yakni menolong orang lain berkembang.

Lebih jauh Mayeroff (1994: 27) menunjukkan pengertian pendampingan. Ia

menjelaskan bahwa, berada bersama dengan orang lain, berarti merasakan dan

mengalami kehidupan yang didampingi. Akan dijelaskan lebih lanjut sebagai

berikut:

(59)

melainkan untuk mendampingi dan menolong kita. Dengan demikian kita tidak perlu bersembunyi dan berpura-pura (Mayeroff, 1994: 27).

Pendamping perlu mengkondisikan kehadirannya sedemikian rupa sehingga peserta pendampingan merasa bahwa pendamping dekat dengan dirinya dan sungguh-sungguh memahami kehidupan dan keberadaannya. Dalam pendampingan, keberadaan pendamping harus mampu memberdayakan peserta yang didampinginya agar semakin memahami dan mengembangkan dirinya semaksimal mungkin. Maka, seorang pendamping tidak pernah boleh menganggap dan memperlakukan dirinya lebih tinggi dari mereka yang didampingi, sebaliknya harus menganggap diri sama dan sederajat. Pendamping tidak memandang rendah keberadaan mereka yang didampingi seakan-akan melihatnya dari tempat yang tinggi (Mayeroff, 1994 : 26).

2. Tujuan Pendampingan

Mangunhardjana (1986: 25-27) merumuskan tujuan pendampingan

sebagai berikut:

Sebagai suatu bentuk pelayanan pendamping terhadap peserta dalam persiapan mereka untuk dapat hidup dan berperan secara memadai ditengah masyarakat, bangsa dan dunia pada masa dewasa mereka, pendamping bertujuan untuk membantu peserta mendapatkan ilmu, informasi, pengetahuan, kecakapan, sikap, pembuatan, perilaku, hidup yang memadai dalam segi-segi pokok yang bertujuan dengan hidup pribadi, kebersamaan dengan orang lain, dan peran mereka dalam masyarakat, bangsa, dan dunia.

Memperhatikan rumusan tujuan pendampingan di atas, ditemukan

beberapa pokok yang perlu dijelaskan. Pertama tujuan pendampingan

Gambar

gambar tidak harus menarik, yang penting dapat mewakili pesan, baik itu
gambar sederhana, keterampilan dari kertas, cerita, gerak dan lagu, boneka
gambar dengan kapur, angka, huruf, gambar, juga bagaimana bercerita kepada
gambar yang bisa diambil dari internet, komputer atau dari sumber lain,
+2

Referensi

Dokumen terkait